Anda di halaman 1dari 40

TAHAP PEMEROLEHAN BAHASA

1. Kurang dari 1 tahun


- Belum dapat mengucapkan kata-kata,
- Belum menggunakan bahasa dalam arti yang sebenarnya,
- Dapat membedakan beberapa ucapan orang dewasa.
(Eimas, lewat Gleason, 1985: 2, dalam Zuchdi, 1996: 4)

2. 1 tahun
- Mulai mengoceh,
- Bermain dengan bunyi (bermain dengan jari-jari tangan dan kakinya)
- Perkembangan pada tahap ini disebut pralinguistik.
(Gleason, 1985: 2)
- Ketika bayi dapat mengucapkan beberapa kata, mereka memiliki ciri-ciri perkembangan yang
universal.
- Bentuk ucapan hanya satu kata, sederhana, mudah diucapkan dan memiliki arti konkrit (nama
benda, kejadian atau orang-orang di sekitar anak).
- Mulai pengenalan semantik (pengenalan makna).

3. 2 tahun
- Mengetahui kurang lebih memiliki 50 kata.
- Kebanyakan mulai mencapai kombinasi dua kata yang dikombinasikan dalam ucapan-ucapan
pendek tanpa kata penunjuk, kata depan atau bentuk lain yang seharusnya digunakan.
- Mulai mengenal berbagai makna kata tetapi tidak dapat menggunakan bentuk bahasa yang
menunjukkan jumlah, jenis kelamin, dan waktu terjadinya peristiwa.
- Mulai dapat membuat kalimat-kalimat pendek.

4. Taman Kanak-kanak
- Memiliki dan memahami sejumlah besar kosa kata,
- Mampu membuat pertanyaan-pertanyaan, kalimat majemuk dan berbagai bentuk kalimat,
- Dapat berbicara dengan sopan dengan orang tua dan guru.

5. Sekolah Dasar
- Peningkatan perkembangan bahasa, dari bahasa lisan ke bahasa tulis,
- Peningkatan perkembangan penggunaan bahasa.

6. Remaja
- Penggunaan bahasa yang khas sebagai bagian dari terbentuknya identitas diri (merupakan usia
yang sensitif untuk belajar berbahasa)(Gleason, 1985: 6)

7. Dewasa
- Terdapat perbedaan-perbedaan yang besar antara individu yang satu dengan yang lainnya
dalam perkembangan bahasa (sesuai dengan tingkat pendidikan, peranan dalam masyarakat, dan
jenis pekerjaan
Teori
PRAKIRAAN UMUR FASE-FASE PERKEMBANGAN KOGNITIF MENURUT PIAGET
FASE-FASE PERKEMBANGAN KEBAHASAAN

Lahir s/d 2 tahun

Periode sensorimotor. Anak memanipulasi objek di lingkungannya dan mulai membentuk


konsep Fase fonologis. Anak bermain dengan bunyi-bunyi bahasa mulai mengoceh sampai
menyebutkan kata-kata sederhana

2 s/d 7 tahun

Periode Praoperasional.
Anak memahami pikiran simbolik, tetapi belum dapat berpikir logis

Fase Sintaktik.
Anak menunjukkan kesadaran gramatis, berbicara menggunakan kalimat

7 s/d 11 tahun
Periode Operasional.
Anak dapat berpikir logis mengenai benda-benda konkrit

Fase Semantik.
Anak dapat membedakan kata sebagai simbol dan konsep dalam kata

PADA AWAL USIA SEKOLAH MERUPAKAN PERIODE BERKEMBANGNYA


KREATIFITAS KEBAHASAAN YANG DIISI DENGAN SAJAK, NYANYIAN, DAN
PERMAINAN KATA.
SETIAP ANAK MENCOBA MENGEMBANGKAN PENGGUNAAN BAHASA YANG
BERSIFAT KHAS.
ANAK-ANAK BELAJAR MENEMUKAN HUMOR DALAM PERMAINAN KATA(Owen,
1992: 354)

pada periode usia sekolah perkembangan bahasa yang paling jelas tampak adalah perkembangan
semantik dan pragmatik, di samping mempelajari bentuk-bentuk baru, anak belajar
menggunakannya untuk berkomunikasi dengan lebih efektif.(Obler, 1985, dalam Owen, 1992:
355)

KEMAMPUAN META LINGUISTIK , YAITU KESADARAN YANG MEMUNGKINKAN


PENGGUNA BAHASA BERPIKIR TENTANG BAHASA DAN MELAKUKAN REFLEKSI,
JUGA MAKIN BERKEMBANG PADA USIA SEKOLAH. HAL INI TERCERMIN DALAM
PERKEMBANGAN KETERAMPILAN MEMBACA DAN MENULIS.(Owen, 1992: 335)

Pada usia prasekolah anak belum memiliki keterampilan bercerita secara sistematis. Baru setelah
periode usia sekolah proses kognitif meningkat sehingga memungkinkan anak menjadi
komunikator yang lebih efektif.

Anak mulai mengenal adanya berbagai pandangan mengenai suatu topik. Mereka dapat
mendeskripsikan sesuatu, tetapi masih bersifat personal dan tidak mempertimbangkan makna
informasi yang disampaikan bagi pendengar. Informasi tersebut biasanya tidak selalu benar
karena bercampur dengan khayalan

Anak berumur lima dan enam tahun menghasilkan berbagai macam cerita. umumnya berisi
tentang hal-hal yang terjadi di dunia sekitarnya. Cerita-cerita tersebut mencerminkan budaya dan
suasana dan pengembangan yang berbeda-beda. Cerita-cerita tersebut misalnya penjelasan
tentang kejadian. Cerita pengalaman sendiri, dan cerita fiksi (owens, 1992: 359)

Kemampuan membuat cerita tersebut hendaknya sudah diperkenalkan kepada anak didik pada
usia prasekolah, meskipun dengan penyederhanaan. Lebih dari itu mereka hendaknya dilatih
mengekspresikan pikiran dan perasaan secara sistematis dan santun.

Pada kelas dua sekolah dasar anak mulai dilatih menggunakan kalimat yang agak panjang
dengan konjungsi: dan, lalu, dan kata depan: di, ke, dari. Anak sudah dapat dilatih bercerita
kejadian secara kronologis.

PERKEMBANGAN KEMAMPUAN MEMBUAT CERITA

ANAK BERUMUR ENAM TAHUNSUDAH DAPAT BERCERITA SEDERHANA


TENTANG SESUATU YANG MEREKA LIHAT. KEMAMPUAN INI SELANJUTNYA
BERKEMBANG SECARA TERATUR SEDIKIT DEMI SEDIKIT .

PADA USIA TUJUH TAHUN ANAK MULAI DAPAT MEMBUAT CERITA YANG AGAK
PADU. MEREKA MULAI DENGAN MENGEMUKAKAN MASALAH, RENCANA
MENGATASI MASALAH, DAN PENYELESAIAN, MESKIPUN BELUM JELAS SIAPA
YANG MELAKUKANNYA.

PADA UMUR DELAPAN TAHUN ANAK-ANAK MENGGUNAKAN PENANDA AWAL


DAN AKHIR DARI SEBUAH CERITA. KEMAMPUAN MEMBUAT ALUR CERITA YANG
AGAK JELAS BARU MULAI DIPEROLEH ANAK-ANAK PADA USIA LEBIH DARI
DELAPAN TAHUN. STRUKTUR CERITA YANG DIBUATNYA MENJADI SEMAKIN
JELAS.

PERBEDAAN BAHASA ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

Anak perempuan

1. Menghindari bahasa yang berisi umpatan dalam percakapan dan cenderung menggunakan
kata-kata yang lebih sopan: silakan, terima kasih, selamat jalan, dsb.
2. Ekspresi emosional yang digunakan lebih halus, misalnya: Oh sayangku, Ya Allah, dsb.
3. Cenderung menggunakan bahasa tidak langsung dalam meminta persetujuan dan lebih banyak
mendengarkan. Perannya dalam percakapan adalah sebagai fasilitator.
4. Lebih banyak berbicara secara berpasangan dengan teman akrabnya dan saling menceritakan
rahasianya

Anak Laki-laki

1. Ekspresi emosional cenderung menggunakan kata-kata kasar misalnya umpatan: sialan,


bedebah, dsb.
2. Cenderung menggunakan bahasa secara langsung dan bersifat memberitahu, karena laki-laki
menganggap perannya dalam percakapan adalah pemberi informasi.
3. Kurang banyak berbicara, tetapi lebih banyak berbuat. Pada perkembangan ke tingkat dewasa
seorang ayah lebih banyak menggunakan perintah ketika berbicara dengan anak laki-laki, dan
lebih banyak menginterupsi pembicaraan anak perempuannya.

Selama periode sekolah sampai dewasa, setiap individu meningkatkan jumlah kosa kata dan
makna khas istilah secara teratur melalui konteks tertentu. Dalam proses tersebut seseorang
menyusun kembali aspek-aspek kebahasaan yang telah dikuasainya. Hasil dari proses tersebut
tercermin dari kata-kata yang digunakannya, misalnya dengan penggunaan bahasa figuratif, atau
kreativitas berbahasa yang begitu pesat.

Keseluruhan proses perkembangan semantik dari awal sekolah dasar ini dapat dihubungkan
dengan keseluruhan proses kognitif (owen, 1992: 374).

Ada dua jenis penambahan makna kata secara horisontal. Anak semakin mampu memahami dan
dapat menggunakan suatu kata dengan makna yang tepat. Adapun penambahan vertikal berupa
peningkatan jumlah kata yang dapat dipahami dan digunakan dengan tepat (Owens, 1992: 375)

Kemampuan anak di kelas-kelas rendah dalam mendefinisikan kata-kata meningkat dengan dua
cara; Pertama secara konseptual dari definisi berdasar pengalaman individu ke makna yang lebih
bersifat sosial atau makna yang dibentuk bersama. Kedua anak bergerak secara sintaksis dari
definisi berupa kata-kata lepas ke kalimat-kalimat yang menyatakan hubungan yang kompleks
(Owens, 1992: 376)

Bahasa Figuratif memungkinkan pengguna bahasa menggunakan bahasa secara kreatif,


imajinatif, tidak secara literal, untuk menciptakan kesan emosional atau imajinatif. Termasuk
jenis bahasa ini adalah ungkapan, metafora, kiasan, dan peribahasa.

Ungkapan, adalah pernyataan pendek yang telah digunakan bertahun-tahun dan tidak dapat
dianalisis secara gramatikal. Contoh, rumah makan, kamar kecil, makan hati, kepala batu, ringan
tangan, dsb.

Metafora dan kiasan adalah bentuk ucapan yang membandingkan benda yang sebenarnya dengan
khayalan. Perbandingan dinyatakan secara implisit, misalnya, suaranya membelah bumi.
Sedangkan kiasan sebaliknya, yaitu perbandingan dinyatakan secara eksplisit. Contoh, dua gadis
itu seperti pinang dibelah dua.
Peribahasa adalah pernyataan pendek yang sudah dikenal yang berisi kebenaran yang terterima,
pikiran berguna atau nasehat. Contoh, Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna.
Menepuk air di dulang terpercik muka sendiri. dsb.

Bahasa figuratif lebih dapat dipahami dalam konteks daripada secara terpisah
Makna bahasa figuratif disimpulkan pada penggunaan berulang-ulang dalam konteks yang
berbeda-beda.
Kejelasan metaforik, yakni hubungan makna literal dan figuratif akan memudahkan penafsiran.
Contoh, tutup mulut akan lebih mudah dipahami dari pada makan hati, sedangkan anak berumur
7 – 9 tahun menafsiran peribahasa secara literal.

Perkembangan Morfologis dan Sintaksis

Perkembangan bahasa pada periode usia sekolah mencakup perkembangan secara serentak
(simultan) bentuk-bentuk sintaktik yang telah ada dan perolehan bentuk-bentuk yang baru.
Perluasan kalimat menggunakan frase verba dan nomina. Fungsi-fungsi kata gabung dan kata
ganti juga diperluas, termasuk tambahan struktur bentuk pasif.

Prosesnya diawali dengan mempelajari bentuk-bentuk morfem yang semula bersifat hafalan,
kemudian diikuti dengan membuat kesimpulan kasar tentang bentuk dan makna fonem, dan
terakhir barulah membentuk kaidah. Proses ini rumit ini dimulai pada periode prasekolah dan
berlangsung terus sampai pada masa adolesen

Bentuk Kalimat

1. Bentuk pasif dapat dibalik


2. Bentuk pasif tidak dapat dibalik yang pelakunya berupa instrumen

3. Bentuk pasif tidak dapat dibalik yang pelakunya manusia

Contoh:
1. “Ani dikejar Amir” dapat dibalik “Amir dikejar Ani”.
2. “Mangga dilempar dengan batu” tidak mungkin “Batu dilempar dengan mangga”
3. “Buku saya dipinjam oleh Jono” tidak mungkin dibalik “Jono dipinjam oleh buku saya”

TINGKATAN PENGGUNAAN

Anak-anak biasanya menggunakan bentuk pasif yang dapat dibalik dan yang tidak dapat dibalik
dalam jumlah seimbang, namun sering mengalami kesulitan dalam membuat kalimat dan
menafsirkan kalimat pasif yang dapat dibalik

Bentuk kalimat yang digunakan

Umur 8 tahun lebih banyak menggunakan bentuk pasif yang tidak dapat dibalik
Umur 11 – 13 tahun lebih banyak menggunakan bentuk pasif yang tidak dapat dibalik yang
pelakunya manusia,
Penggunaan “dan” pada awal kalimat mulai jarang muncul,
Pada umur 12 tahun mulai sering menggunakan kata penghubung yang menghubungkan klausa
“karena”, “jika”, “supaya”.

Catatan:

- Anak-anak sering mengalami kesulitan dan kebingungan dalam menggunakan “karena”, “dan”,
“lalu”. Sebagai contoh, untuk mengatakan “Saya tidak masuk sekolah karena saya sakit” sering
diucapkan “Saya sakit karena saya tidak masuk sekolah”
- Pemahaman secara konsisten baru terjadi pada kurang lebih umur 10 sampai 11 tahun.
- Penggunaan kalimat dengan kata sambung “karena” lebih mudah dipahami daripada
“meskipun”. Contoh, “Saya memakai payung karena hujan” lebih mudah daripada “Saya
memakai payung meskipun hujan”.

Umur/jenjang Perkembangan Membaca

Sebelum 6 tahun Fase pramembaca

Fase 1
6 tahun
Mempelajari perbedaan huruf dan perbedaan angka yang satu dengan yang lainnya, sampai
akhirnya mengenal huruf dan angka secara keseluruhan.

7 atau 8 tahun
Umumnya anak telah memperoleh pengetahuan tentang huruf, suku kata, dan kata yang
diperlukan untuk membaca (pengetahuan ini umumnya diperoleh di sekolah).

Fase 2
Kelas 3 dan 4
Dapat menganalisis kata-kata yang tidak diketahuinya menggunakan pola tulisan dan kesimpulan
yang didasarkan konteksnya.

Fase 3
Kelas 4 sampai Kelas 2 SLTP
Membaca tidak lagi hanya pengenalan tulisan tetapi pada pemahaman.

Fase 4
Akhir SLTP sampai dengan SLTA
Penggunaan keterampilan tingkat tinggi misalnya, inferensi(penyimpulan), dan pandangan
penulis untuk meningkatkan pemahaman

Fase 5
Perguruan tinggi
Dapat mengintegrasikan hal-hal yang dibaca dengan pengetahuan yang dimilikinya, dan
menanggapi secara kritis apa yang dibacanya (Owens, 1992: 400-401)

Ada kesejajaran antara perkembangan membaca dan menulis. Pada umumnya penulis yang baik
adalah pembaca yang baik, demikian juga sebaliknya. Proses menulis dekat dengan menggambar
dalam hal keduanya mewakili simbol tertentu. Namun, menulis berbeda dengan menggambar.
Hal ini diketahui anak ketika berumur sekitar 3 tahun
(Owens, 1992: 403).

Umur/jenjang Kemampuan
6 tahun (kelas 1 dan 2)
- Kurang memperhatikan format, jarak tulis ejaan, dan tanda baca.
- Belum memperhatikan pembaca, dan masih bersifat egosentrik.

Kelas 3 dan 4
- Mulai memperhatikan pembaca,
- Mulai merevisi dan menyunting tulisannya

Pada periode usia sekolah terjadi perkembangan kemampuan menggunakan kalimat dengan
lengkap baik secara lisan maupun secara tertulis. Terjadi pula peningkatan penggunaan klausa
dan frase yang kompleks serta penggunaan kalimat yang bervariasi

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BAHASA

Pendekatan

Seperangkat asumsi yang saling berkaitan, dan berhubungan dengan sifat bahasa, serta
pengajaran bahasa. Pendekatan merupakan dasar teoritis untuk suatu metode.

Asumsi tentang bahasa bermacam-macam, antara lain asumsi yang menganggap bahwa bahasa
sebagai suatu sistem komunikasi yang pada dasarnya dilisankan; dan adalagi yang menganggap
bahwa bahasa adalah seperangkat kaidah.

Dari asumsi-asumsi tersebut menimbulkan adanya pendekatan-pendekatan yang berbeda, yakni:

1)Pendekatan yang mendasari pendapat bahwa belajar berbahasa berarti berusaha membiasakan
diri menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Tekanannya pada pembiasaan.

2)Pendekatan yang mendasari pendapat bahwa belajar berbahasa berartiberusaha untuk


memperoleh kemampuan berkomunikasi secara lisan. Tekanannya pada pemerolehan
kemampuan berbicara.

3)Pendekatan yang mendasari pendapat bahwa belajar berbahasa yang harus diutamakan ialah
pemahaman akan kaidah-kaidah yang mendasari ujaran. Tekanannya pada aspek kognitif bahasa,
bukan pada kemampuan menggunakan bahasa.
METODE

Metode Pembelajaran bahasa adalah rencana pembelajaran bahasa, yang mencakup pemilihan,
penentuan, dan penyusunan secara sistematis bahan yang akan diajarkan, serta kemungkinan
diadakan remidi dan bagaimana pengembangannya.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa suatu metode ditentukan berdasarkan pendekatan yang dianut;
dengan kata lain pendekatan merupakan dasar penentu metode yang digunakan.

Secara garis besar metode mencakup:


1. pemilihan dan penentuan bahan ajar
2. penyusunan serta kemungkinan pengadaan remidi dan pengembangan bahan ajar tersebut,
dengan mempertimbangkan:
a. tingkat usia
b. tingkat kemampuan
c. kebutuhan
d. latar belakang lingkungan siswa
e. disusun berdasarkan tingkat kesukaran
Disamping itu guru juga harus merencanakan pula pengevaluasian, remidial, dan pengembangan
bahan ajar.

Teknik

Teknik pembelajaran merupakan cara guru menyampaikan bahan ajar yang telah disusun (dalam
metode), berdasarkan pendekatan yang dianut.

Teknik yang digunakan guru bergantung pada kemampuan masing-masing guru, karena teknik
juga berkaitan dengan siasat atau mencari akal agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar
dan berhasil dengan baik.

Pertimbangan dalam menentukan teknik pembelajaran antara lain: situasi kelas, lingkungan,
kondisi siswa, dsb.

PENDEKATAN-PENDEKATAN
Dalam
PEMBELAJARAN BAHASA

Pendekatan Tujuan

Pendekatan tujuan dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam setiap kegiatan pembelajaran yang
harus dipikirkan dan ditetapkan lebih dahulu ialah tujuan yang hendak dicapai. Jadi proses
pembelajaran ditentukan oleh tujuan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan itu sendiri.
Dengan berdasarkan tujuan, maka yang terpenting ialah tercapainya tujuan, yakni siswa memiliki
kemampuan tertentu sebagaimana tujuan yang telah ditetapkan.
Contoh:
Untuk pokok bahasan menulis, tujuan pembelajaran yang ditetapkan ialah “Siswa mampu
membuat karangan/cerita berdasarkan pengalaman atau informasi dari bacaan”, maka yang
penting adalah siswa memiliki kemampuan mengarang. Adapun bagaimana metode dan teknik
pembelajarannya bukanlah masalah yang diutamakan.

Penerapan pendekatan tujuan sering dikaitkan dengan cara belajar tuntas yang berarti suatu
kegiatan belajar mengajar dianggap berhasil apabila sedikitnya 85% dari jumlah siswa yang
mengikuti pelajaran itu menguasai minimal 75% dari bahan ajar yang diberikan guru dengan
melalui evaluasi.

PENDEKATAN STRUKTURAL

Pendekatan ini dilandasi oleh asumsi yang menganggap bahwa bahasa sebagai seperangkat
kaidah. Atas dasar itu maka timbul pemikiran bahwa pembelajaran bahasa harus mengutamakan
penguasaan kaidah-kaidah bahasa atau tata bahasa. Pembelajarannya pun harus menitikberatkan
pada aspek-aspek fonologi, morfologi, dan sintaksis. Pengetahuan tentang pola-pola kalimat,
pola kata, suku kata, menjadi sangat penting. Dengan kata lain pada pendekatan ini aspek
kognitif bahasa diutamakan.

PENDEKATAN KOMUNIKATIF

Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan yang dilandasi oleh pemikiran bahwa


kemampuan menggunakan bahasa dalam komunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai
dalam pembelajaran bahasa.

Bahasa tidak hanya dipandang sebagai seperangkat kaidah tetapi lebih luas lagi, yakni sebagai
sarana untuk berkomunikasi. Jadi di sini bahasa ditempatkan sebagaimana fungsinya yaitu fungsi
komunikatif.

Menurut Littlewood (1981) pendekatan komunikatif didasari pemikiran:

1. Pendekatan komunikatif membuka pandangan yang lebih luas tentang bahasa, yang tidak
terbatas pada tata bahasa dan kosakata saja, tetapi juga pada fungsi komunikatif bahasa.

2. Pendekatan komunikatif membuka diri bagi pandangan yang luas dalam pembelajaran bahasa.

Catatan:

Uraian-uraian di atas mungkin merupakan teori-teori yang sangat mendasar, oleh sebab itu agar
dicapai pembelajaran berbahasa yang sesuai perlu mengacu pada model dan strategi terkini, yaitu
pembelajaran inovatif.

PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA

oleh Safriandi

1. Proses Pemerolehan Bahasa Pertama

Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak
ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya
dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang
terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa
pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran
bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167).

Selama pemerolehan bahasa pertama, Chomsky menyebutkan bahwa ada dua proses yang terjadi ketika
seorang kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya. Proses yang dimaksud adalah proses kompetensi
dan proses performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan. Kompetensi adalah
proses penguasaan tata bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik) secara tidak disadari.
Kompetensi ini dibawa oleh setiap anak sejak lahir. Meskipun dibawa sejak lahir, kompetensi
memerlukan pembinaan sehingga anak-anak memiliki performansi dalam berbahasa. Performansi
adalah kemampuan anak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Performansi terdiri dari dua
proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman
melibatkan kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan
proses penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri (Chaer 2003:167).

Selanjutnya, Chomsky juga beranggapan bahwa pemakai bahasa mengerti struktur dari bahasanya yang
membuat dia dapat mengkreasi kalimat-kalimat baru yang tidak terhitung jumlahnya dan membuat dia
mengerti kalimat-kalimat tersebut. Jadi, kompetensi adalah pengetahuan intuitif yang dipunyai seorang
individu mengenai bahasa ibunya (native languange). Intuisi linguistik ini tidak begitu saja ada, tetapi
dikembangkan pada anak sejalan dengan pertumbuhannya, sedangkan performansi adalah sesuatu yang
dihasilkan oleh kompetensi.

Hal yang patut dipertanyakan adalah bagaimana strategi si anak dalam memperoleh bahasa pertamanya
dan apakah setiap anak memiliki strategi yang sama dalam memperoleh bahsa pertamanya? Berkaitan
dengan hal ini, Dardjowidjojo, (2005:243-244) menyebutkan bahwa pada umumnya kebanyakan ahli kini
berpandangan bahwa anak di mana pun juga memperoleh bahasa pertamanya dengan memakai strategi
yang sama. Kesamaan ini tidak hanya dilandasi oleh biologi dan neurologi manusia yang sama, tetapi
juga oleh pandangan mentalistik yang menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan bekal kodrati pada
saat dilahirkan. Di samping itu, dalam bahasa juga terdapat konsep universal sehingga anak secara
mental telah mengetahui kodrat-kodrat yang universal ini. Chomsky mengibaratkan anak sebagai entitas
yang seluruh tubuhnya telah dipasang tombol serta kabel listrik: mana yang dipencet, itulah yang akan
menyebabkan bola lampu tertentu menyala. Jadi, bahasa mana dan wujudnya seperti apa ditentukan
oleh input sekitarnya.

2. Tahap-tahap Pemerolehan Bahasa Pertama

Perlu untuk diketahui adalah seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa B1 dalam
otaknya dan lengkap dengan semua kaidahnya. B1 diperolehnya dalam beberapa tahap dan setiap tahap
berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari bahasa orang dewasa. Menurut para ahli, tahap-tahap ini
sedikit banyaknya ada ciri kesemestaan dalam berbagai bahasa di dunia.

Pengetahuan mengenai pemerolehan bahasa dan tahapnya yang paling pertama di dapat dari buku-
buku harian yang disimpan oleh orang tua yang juga peneliti ilmu psikolinguistik. Dalam studi-studi yang
lebih mutakhir, pengetahuan ini diperoleh melalui rekaman-rekaman dalam pita rekaman, rekaman
video, dan eksperimen-eksperimen yang direncanakan. Ada sementara ahli bahasa yang membagi tahap
pemerolehan bahasa ke dalam tahap pralinguistik dan linguistik. Akan tetapi, pendirian ini disanggah
oleh banyak orang yang berkata bahwa tahap pralinguistik itu tidak dapat dianggap bahasa yang
permulaan karena bunyi-bunyi seperti tangisan dan rengekan dikendalikan oleh rangsangan (stimulus)
semata-mata, yaitu respons otomatis anak pada rangsangan lapar, sakit, keinginan untuk digendong,
dan perasaan senang. Oleh karena itu, tahap-tahap pemerolehan bahasa yang dibahas dalam makalah
ini adalah tahap linguistik yang terdiri atas beberapa tahap, yaitu (1) tahap pengocehan (babbling); (2)
tahap satu kata (holofrastis); (3) tahap dua kata; (4) tahap menyerupai telegram (telegraphic speech).

2.1 Vokalisasi Bunyi

Pada umur sekitar 6 minggu, bayi mulai mengeluarkan bunyi-bunyi dalam bentuk teriakan, rengekan,
dekur. Bunyi yang dikeluarkan oleh bayi mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Akan tetapi, bunyi-
bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas. Yang
menjadi pertanyaan adalah apakah bunyi-bunyi yang dihasilkan tadi merupakan bahasa? Fromkin dan
Rodman (1993:395) menyebutkan bahwa bunyi tersebut tidak dapat dianggap sebagai bahasa. Sebagian
ahli menyebutkan bahwa bunyi yang dihasilkan oleh bayi ini adalah bunyi-bunyi
prabahasa/dekur/vokalisasi bahasa/tahap cooing.

Setelah tahap vokalisasi, bayi mulai mengoceh (babling). Celoteh merupakan ujaran yang
memiliki suku kata tunggal seperti mu dan da. Adapun umur si bayi mengoceh tak dapat ditentukan
dengan pasti. Mar’at (2005:43) menyebutkan bahwa tahap ocehan ini terjadi pada usia antara 5 dan 6
bulan. Dardjowidjojo (2005: 244) menyebutkan bahwa tahap celoteh terjadi sekitar umur 6 bulan. Tidak
hanya itu. ada juga sebagian ahli menyebutkan bahwa celoteh terjadi pada umur 8 sampai dengan 10
bulan. Perbedaan pendapat seperti ini dapat saja. Yang perlu diingat bahwa kemampuan anak
berceloteh tergantung pada perkembangan neurologi seorang anak.

Pada tahap celoteh ini, anak sudah menghasilkan vokal dan konsonan yang berbeda seperti frikatif dan
nasal. Mereka juga mulai mencampur konsonan dengan vokal. Celotehan dimulai dengan konsonan dan
diikuti dengan vokal. Konsonan yang keluar pertama adalah konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal.
Vokalnya adalah /a/. dengan demikian, strukturnya adalah K-V. Ciri lain dari celotehan adalah pada usia
sekitar 8 bulan, stuktur silabel K-V ini kemudian diulang sehingga muncullah struktur seperti:

K1 V1 K1 V1 K1 V1…papapa mamama bababa…

Orang tua mengaitkan kata papa dengan ayah dan mama dengan ibu meskipun apa yang ada di
benak tidaklah kita ketahui. Tidak mustahil celotehan itu hanyalah sekedar artikulatori belaka
(Djardjowidjojo, 2005:245).

Begitu anak melewati periode mengoceh, mereka mulai menguasai segmen-segmen fonetik
yang merupakan balok bangunan yang dipergunakan untuk mengucapkan perkataan. Mereka belajar
bagaimana mengucapkan sequence of segmen, yaitu silabe-silabe dan kata-kata. Cara anak-anak
mencoba menguasai segmen fonetik ini adalah dengan menggunakan teori hypothesis-testing (Clark &
Clark dalam Mar’at 2005:43). Menurut teori ini anak-anak menguji coba berbagai hipotesis tentang
bagaimana mencoba memproduksi bunyi yang benar.

Pada tahap-tahap permulaan pemerolehan bahasa, biasanya anak-anak memproduksi


perkataan orang dewasa yang disederhanakan sebagai berikut:

(1) menghilangkan konsonan akhir

blumen bu

boot bu

(2) mengurangi kelompok konsonan menjadi segmen tunggal:

batre bate

bring bin

(3) menghilangkan silabel yang tidak diberi tekanan

kunci ti

semut emut

(4) reduplikasi silabel yang sederhana

pergi gigi

nakal kakal
Menurut beberapa hipotesis, penyederhanaan ini disebabkan oleh memory span yang terbatas,
kemampuan representasi yang terbatas, kepandaian artikulasi yang terbatas (Mar’at 2005:46-47).

Apakah tahap celoteh ini penting bagi si anak. Jawabannya tentu saja penting. Tahap celoteh ini
penting artinya karena anak mulai belajar menggunakan bunyi-bunyi ujaran yang benar dan membuang
bunyi ujaran yang salah. Dalam tahap ini anak mulai menirukan pola-pola intonasi kalimat yang
diucapkan oleh orang dewasa.

2.2 Tahap Satu-Kata atau Holofrastis

Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang mengandung
kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang dijumpai sehari-hari. Pada
tahap ini pula seorang anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna yang
sama. pada usia ini pula, sang anak sudah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan
mulai mengucapkan kata-kata yang pertama. Itulah sebabnya tahap ini disebut tahap satu kata satu
frase atau kalimat, yang berarti bahwa satu kata yang diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang
lengkap, misalnya “mam” (Saya minta makan); “pa” (Saya mau papa ada di sini), “Ma” (Saya mau mama
ada di sini).

Mula-mula, kata-kata itu diucapkan anak itu kalau rangsangan ada di situ, tetapi sesudah lebih dari satu
tahun, “pa” berarti juga “Di mana papa?” dan “Ma” dapat juga berarti “Gambar seorang wanita di
majalah itu adalah mama”.

Menurut pendapat beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata dalam tahap ini mempunyai tiga fungsi,
yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan perilaku anak itu sendiri atau suatu keinginan untuk suatu
perilaku, untuk mengungkapkan suatu perasaan, untuk memberi nama kepada suatu benda. Dalam
bentuknya, kata-kata yang diucapkan itu terdiri dari konsonan-konsonan yang mudah dilafalkan seperti
m,p,s,k dan vokal-vokal seperti a,i,u,e.

2.3 Tahap Dua-Kata, Satu Frase

Tahap ini berlangsung ketika anak berusia 18-20 bulan. Ujaran-ujaran yang terdiri atas dua kata mulai
muncul seperti mama mam dan papa ikut. Kalau pada tahap holofrastis ujaran yang diucapkan si anak
belum tentu dapat ditentukan makna, pada tahap dua kata ini, ujaran si anak harus ditafsirkan sesuai
dengan konteksnya. Pada tahap ini pula anak sudah mulai berpikir secara “subjek + predikat” meskipun
hubungan-hubungan seperti infleksi, kata ganti orang dan jamak belum dapat digunakan. Dalam pikiran
anak itu, subjek + predikat dapat terdiri atas kata benda + kata benda, seperti “Ani mainan” yang berarti
“Ani sedang bermain dengan mainan” atau kata sifat + kata benda, seperti “kotor patu” yang artinya
“Sepatu ini kotor” dan sebagainya.

2.4 Ujaran Telegrafis


Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda (multiple-word utterances) atau
disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga sudah mampu membentuk kalimat dan mengurutkan bentuk-
bentuk itu dengan benar. Kosakata anak berkembang dengan pesat mencapai beratus-ratus kata dan
cara pengucapan kata-kata semakin mirip dengan bahasa orang dewasa. Contoh dalam tahap ini
diberikan oleh Fromkin dan Rodman.

“Cat stand up table” (Kucing berdiri di atas meja);

“What that?” (Apa itu?);

“He play little tune” (dia memainkan lagu pendek);

“Andrew want that” (Saya, yang bernama Andrew, menginginkan itu);

“No sit here” (Jangan duduk di sini!)

Pada usia dini dan seterusnya, seorang anak belajar B1-nya secara bertahap dengan caranya sendiri. Ada
teori yang mengatakan bahwa seorang anak dari usia dini belajar bahasa dengan cara menirukan.
Namun, Fromkin dan Rodman (1993:403) menyebutkan hasil peniruan yang dilakukan oleh si anak tidak
akan sama seperti yang diinginkan oleh orang dewasa. Jika orang dewasa meminta sang anak untuk
menyebutkan “He’s going out”, si anak akan melafalkan dengan “He go out”. Ada lagi teori yang
mengatakan bahwa seorang anak belajar dengan cara penguatan (reinforcement), artinya kalau seorang
anak belajar ujaran-ujaran yang benar, ia mendapat penguatan dalam bentuk pujian, misalnya bagus,
pandai, dsb. Akan tetapi, jika ujaran-ujarannya salah, ia mendapat “penguatan negatif”, misalnya lagi,
salah, tidak baik. Pandangan ini berasumsi bahwa anak itu harus terus menerus diperbaiki bahasanya
kalau salah dan dipuji jika ujarannya itu benar.

Teori ini tampaknya belum dapat diterima seratus persen oleh para ahli psikologi dan ahli psikolinguistik.
Yang benar ialah seorang anak membentuk aturan-aturan dan menyusun tata bahasa sendiri. Tidak
semua anak menunjukkan kemajuan-kemajuan yang sama meskipun semuanya menunjukkan
kemajuan-kemajuan yang reguler.

Selain tahap pemerolehan bahasa yang disebutkan di atas, ada juga para ahli bahasa seperti Aitchison
mengemukakan beberapa tahap pemerolehan bahasa anak.

Tahap 1: Mendengkur

Tahap ini mulai berlangsung pada anak usia sekitar enam minggu. Bunyi yang dihasilkan mirip dengan
vokal tetapi tidak sama dengan bunyi vokal orang dewasa.

Tahap 2: Meraban
Tahap ini berlangsung ketika usia anak mendekati enam bulan. Tahap meraban merupakan pelatihan
bagi alat-alat ucap. Vokal dan konsonan dihasilkan secara serentak.

Tahap 3: Pola intonasi

Anak mulai menirukan pola-pola intonasi. Tuturan yang dihasilkan mirip dengan yang diucapkan ibunya.

Tahap 4: Tuturan satu kata

Pada umur satu tahun sampai delapan belas bulan anak mulai mengucapkan tuturan satu kata. Pada
usia ini anak memperoleh sekitar lima belas kata meliputi nama orang, binatang, dan lain-lain.

Tahap 5: Tuturan dua kata

Umumnya pada usia dua setengah tahun anak sudah menguasai beberapa ratus kata. Tuturan hanya
terdiri atas dua kata.

Tahap 6: Infleksi kata

Kata-kata yang dianggap remeh dan infleksi mulai digunakan. Dalam bahasa Indonesia yang tidak
mengenal istilah infleksi, mungkin berwujud pemerolehan bentuk-bentuk derivasi, misalnya kata kerja
yang mengandung awalan atau akhiran.

Tahap 7: Bentuk Tanya dan bentuk ingkar

Anak mulai memperoleh kalimat tanya dengan kata tanya seperti apa, siapa, kapan, dan sebagainya. Di
samping itu anak juga sudah mengenal bentuk ingkar.

Tahap 8: Konstruksi yang jarang atau kompleks

Anak sudah mulai berusaha menafsirkan meskipun penafsirannya dilakukan secara keliru. Anak juga
memperoleh kalimat dengan struktur yang rumit, seperti pemerolehan kalimat majemuk.

Tahap 9: Tuturan yang matang

Pada tahap ini anak sudah dapat menghasilkan kalimat-kalimat seperti orang dewasa.

Proses Perkembangan Bahasa Anak

1. Fonologi

Anak menggunakan bunyi-bunyi yang telah dipelajarinya dengan bunyi-bunyi yang belum dipelajari,
misalnya menggantikan bunyi /l/ yang sudah dipelajari dengan bunyi /r/ yang belum dipelajari. Pada
akhir periode berceloteh, anak sudah mampu mengendalikan intonasi, modulasi nada, dan kontur
bahasa yang dipelajarinya.

2. Morfologi

Pada usia 3 tahun anak sudah membentuk beberapa morfem yang menunjukkan fungsi gramatikal
nomina dan verba yang digunakan. Kesalahan gramatika sering terjadi pada tahap ini karena anak masih
berusaha mengatakan apa yang ingin dia sampaikan. Anak terus memperbaiki bahasanya sampai usia
sepuluh tahun.

3. Sintaksis

Alamsyah (2007:21) menyebutkan bahwa anak-anak mengembangkan tingkat gramatikal kalimat yang
dihasilkan melalui beberapa tahap, yaitu melalui peniruan, melalui penggolongan morfem, dan melalui
penyusunan dengan cara menempatkan kata-kata secara bersama-sama untuk membentuk kalimat.

4. Semantik

Anak menggunakan kata-kata tertentu berdasarkan kesamaan gerak, ukuran, dan bentuk. Misalnya,
anak sudah mengetahui makna kata jam. Awalnya anak hanya mengacu pada jam tangan orang tuanya,
namun kemudian dia memakai kata tersebut untuk semua jenis jam.

4. Teori-teori tentang Pemerolehan Bahasa Pertama

4.1 Teori Behaviorisme

Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan hubungan
antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (response). Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat reaksi
yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi tersebut
dibenarkan. Dengan demikian, anak belajar bahasa pertamanya.

Sebagai contoh, seorang anak mengucapkan bilangkali untuk barangkali. Sudah pasti si anak akan
dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang mendengar kata tersebut. Apabila sutu ketika si anak
mengucapkan barangkali dengan tepat, dia tidak mendapat kritikan karena pengucapannya sudah
benar. Situasi seperti inilah yang dinamakan membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan dan
merupakan hal yang pokok bagi pemerolehan bahasa pertama.

B.F. Skinner adalah tokoh aliran behaviorisme. Dia menulis buku Verbal Behavior (1957) yang digunakan
sebagai rujukan bagi pengikut aliran ini. Menurut aliran ini, belajar merupakan hasil faktor eksternal
yang dikenakan kepada suatu organisme. Menurut Skinner, perilaku kebahasaan sama dengan perilaku
yang lain, dikontrol oleh konsekuensinya. Apabila suatu usaha menyenangkan, perilaku itu akan terus
dikerjakan. Sebaliknya, apabila tidak menguntungkan, perilaku itu akan ditinggalkan. Singkatnya, apabila
ada reinforcement yang cocok, perilaku akan berubah dan inilah yang disebut belajar.
Namun demikian, banyak kritikan terhadap aliran ini. Chomsky mengatakan bahwa toeri yang
berlandaskan conditioning dan reinforcement tidak bisa menjelaskan kalimat-kalimat baru yang
diucapkan untuk pertama kali dan inilah yang kita kerjakan tiap hari. Bower dan Hilgard juga menentang
aliran ini dengan mengatakan bahwa penelitian mutakhir tidak mendukung aliran ini.

Aliran behaviorisme mengatakan bahwa semua ilmu dapat disederhanakan menjadi hubungan stimulus-
response. Hal tersebut tidaklah benar karena tidak semua perilaku berasal dari stimulus-response.

4.2 Teori Nativisme

Chomsky merupakan penganut nativisme. Menurutnya, bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia,
binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat Chomsky didasarkan pada
beberapa asumsi. Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik), setiap bahasa
memiliki pola perkembangan yang sama (merupakan sesuatu yang universal), dan lingkungan memiliki
peran kecil di dalam proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu yang relatif
singkat. Ketiga, lingkungan bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata
bahasa yang rumit dari orang dewasa.

Menurut aliran ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga mustahil dapat dikuasai
dalam waktu yang singkat melalui “peniruan”. Nativisme juga percaya bahwa setiap manusia yang lahir
sudah dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa (language acquisition device, disingkat
LAD). Mengenai bahasa apa yang akan diperoleh anak bergantung pada bahasa yang digunakan oleh
masyarakat sekitar. Sebagai contoh, seorang anak yang dibesarkan di lingkungan Amerika sudah pasti
bahasa Inggris menjadi bahasa pertamanya.

Semua anak yang normal dapat belajar bahasa apa saja yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Apabila
diasingkan sejak lahir, anak ini tidak memperoleh bahasa. Dengan kata lain, LAD tidak mendapat
“makanan” sebagaimana biasanya sehingga alat ini tidak bisa mendapat bahasa pertama sebagaimana
lazimnya seperti anak yang dipelihara oleh srigala (Baradja, 1990:33).

Tanpa LAD, tidak mungkin seorang anak dapat menguasai bahasa dalam waktu singkat dan bisa
menguasai sistem bahasa yang rumit. LAD juga memungkinkan seorang anak dapat membedakan bunyi
bahasa dan bukan bunyi bahasa.

4.3 Teori Kognitivisme

Menurut teori ini, bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah satu di antara
beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar.
Perkembangan bahasa harus berlandaskan pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di
dalam kognisi. Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa
(Chaer, 2003:223). Hal ini tentu saja berbeda dengan pendapat Chomsky yang menyatakan bahwa
mekanisme umum dari perkembangan kognitif tidak dapat menjelaskan struktur bahasa yang kompleks,
abstrak, dan khas. Begitu juga dengan lingkungan berbahasa. Bahasa harus diperoleh secara alamiah.

Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai adalah perkembangan kognitif, barulah
pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa. Dari lahir sampai 18 bulan, bahasa
dianggap belum ada. Anak hanya memahami dunia melalui indranya. Anak hanya mengenal benda yang
dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu tahun, anak sudah dapat mengerti bahwa benda memiliki
sifat permanen sehingga anak mulai menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak
hadir dihadapannya. Simbol ini kemudian berkembang menjadi kata-kata awal yang diucapkan anak.

4.4 Teori Interaksionisme

Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara
kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berhubungan
dengan adanya interaksi antara masukan “input” dan kemampuan internal yang dimiliki pembelajar.
Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada masukan yang sesuai tidak mungkin anak
dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis.

Sebenarnya, menurut hemat penulis, faktor intern dan ekstern dalam pemerolehan bahasa pertama
oleh sang anak sangat mempengaruhi. Benar jika ada teori yang mengatakan bahwa kemampuan
berbahasa si anak telah ada sejak lahir (telah ada LAD). Hal ini telah dibuktikan oleh berbagai penemuan
seperti yang telah dilakukan oleh Howard Gardner. Dia mengatakan bahwa sejak lahir anak telah
dibekali berbagai kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan berbahasa
(Campbel, dkk., 2006: 2-3). Akan tetapi, yang tidak dapat dilupakan adalah lingkungan juga faktor yang
memperngaruhi kemampuan berbahasa si anak. Banyak penemuan yang telah membuktikan hal ini.

5. Kesimpulan

Pemerolehan bahasa pertama adalah proses penguasaan bahasa pertama oleh si anak. Selama
penguasaan bahasa pertama ini, terdapat dua proses yang terlibat, yaitu proses kompetensi dan proses
performansi. Kedua proses ini tentu saja diperoleh oleh anak secara tidak sadar.

Ada beberapa tahap yang dilalui oleh sang anak selama memperoleh bahasa pertama. Tahap yang
dimaksud adalah vokalisasi bunyi, tahap satu-kata atau holofrastis, tahap dua-kata, tahap dua-kata,
ujaran telegrafis. Selain tahap pemerolehan bahsa seperti yang telah disebutkan ini, ada juga para ahli
bahasa, seperti Aitchison mengemukakan beberapa tahap pemerolehan bahasa anak. Tahap-tahap yang
dia maksud adalah mendengkur, meraban, pola intonasi, tuturan satu kata, tuturan dua kata, infleksi
kata, bentuk tanya dan bentuk ingkar, konstruksi yang jarang atau kompleks, tuturan yang matang.
Meskipun terjadi perbedaan dalam hal pembagian tahap-tahap yang dilalui oleh anak saat memperoleh
bahasa pertamanya, jika dilihat secara cermat, pembahasan dalam setiap tahap pemerolehan bahasa
pertama anak memiliki kesamaan, yaitu adanya proses fonologi, morfologi, sintaksis, semantik,
pragmatik.
Bagaimana sebenarnya proses pemerolehan bahasa pertama ini? Ada beberapa teori pemerolehan
bahasa yang menjelaskan hal ini, yaitu teori behaviorisme, nativisme, kognitivisme, interaksionisme.
Keempat teori ini memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menjelaskan perihal cara anak
memperoleh bahasa pertamanya.

PEMEROLEHAN BAHASA ANAK (Kajian Mean Length of Utterance (MLU) pada


Anak Usia 3 tahun 8 Bulan)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Proses pemerolehan bahasa pada anak-anak merupakan satu hal yang perlu diteliti lebih
mendalam. Bagaimana manusia memperoleh bahasa merupakan satu masalah yang amat
mengagumkan dan sukar dibuktikan? Berbagai teori dari bidang disiplin yang berbeda telah
dikemukakan oleh para pengkaji untuk menerangkan bagaimana proses ini berlaku dalam
kalangan anak-anak. Memang diakui bahwa disadari ataupun tidak, sistem-sistem linguistik
dikuasai dengan pantas oleh individu kanak-kanak walaupun umumnya tidak dalam pengajaran
formal.

Pemerolehan bahasa merupakan satu proses perkembangan bahasa manusia. Ada dua proses
yang terlibat dalam pemerolehan bahasa dalam kalangan anak, yaitu pemerolehan bahasa dan
pembelajaran bahasa. Dua faktor utama yang sering dikaitkan dengan pemerolehan bahasa ialah
faktor nurture dan faktor nature. Nature merupakan pemerolehan bahasa yang sudah ada sejak
lahir sedangkan nurture merupakan pemerolehan bahasa yang dipengaruhi oleh lingkungan
secara alami.

Bayi-bayi yang baru lahir sudah mulai mengenal bunyi-bunyi yang terdapat di sekitarnya.
Brookes (dalam Yusoff, 1995:456) mengatakan bahwa pemerolehan bahasa dalam bentuk yang
paling sederhana bagi setiap bayi bermula pada waktu bayi itu berumur lebih kurang 18 bulan
dan mencapai bentuk yang hampir sempurna ketika berumur lebih kurang empat tahun. Menurut
Simanjuntak (1982) pemerolehan bahasa bermaksud penguasaan bahasa oleh seseorang secara
tidak langsung dan dikatakan aktif berlaku dalam kalangan anak-anak dalam lingkungan umur 2-
6 tahun.

Pemerolehan bahasa dikaitkan dengan penguasaan sesuatu bahasa tanpa disadari atau dipelajari
secara langsung, yaitu tanpa melalui pendidikan secara formal untuk mempelajarinya.
Pengkajian tentang pemerolehan bahasa sangat penting terutamanya dalam bidang pengajaran
bahasa. Pengetahuan yang cukup tentang proses dan hakikat pemerolehan bahasa akan
membantu menentukan keberhasilan dalam bidang pengajaran bahasa.
Pemerolehan bahasa pertama ialah bahasa yang pertama kali dikuasai oleh anak yang biasa
disebut bahasa ibu. Setiap anak yang normal pada usia di bawah lima tahun dapat berkomunikasi
dalam bahasa yang digunakan di lingkungannya, walaupun tanpa pembelajaran formal. Dalam
usia ini pada umumnya anak-anak telah menguasai sistem fonologi, morfologi, sintaksis, dan
semantik dari bahasa pertamanya. Penguasaan atau perkembangan bahasa anak diperoleh secara
bertahap.

Salah satu perkembangan bahasa yang khas dialami anak adalah perkembangan sintaksis. Pada
periode awal anak menggunakan kalimat satu kata, kalimat dua kata, kalimat tiga kata, dan
seterusnya sampai tahap kalimat lengkap strukturnya (agent-action-object-location). Jumlah
elemen yang mengandung arti dalam kalimat yang diucapkan anak dapat dapat diukur dengan
Mean Length of Utterance (MLU). MLU merupakan satu konsep yang digunakan untuk
mengukur produk linguistik yang dihasilkan oleh seseorang anak. Secara umum, penghitungan
MLU dilakukan dengan membagi bilangan morfem dengan bilangan ujaran. Artinya, jumlah
bilangan ujaran yang diperlukan ialah 50 atau 100 ujaran utama anak. Semakin tinggi MLU anak
maka semakin tinggilah penguasaan berbahasa anak tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana
perkembangan bahasa pertama anak usia 3 tahun 8 bulan berdasarkan pengukuran MLU-nya?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
perkembangan bahasa pertama anak usia 3 tahun 8 bulan berdasarkan pengukuran MLU-nya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemerolehan Bahasa Pertama

Pemerolehan bahasa atau akuisisi adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak
ketika dia memeroleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya
dibedakan dari pembelajaran bahasa (language learning). Pembelajaran bahasa berkaitan dengan
proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah
dia mempelajari bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa
pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua.

Setiap anak yang normal akan belajar bahasa pertama (bahasa ibu) dalam tahun-tahun
pertamanya dan proses itu terjadi hingga kira-kira umur lima tahun (Nababan, 1992:72). Dalam
proses perkembangan, semua anak manusia yang normal paling sedikit memperoleh satu bahasa
alamiah. Dengan kata lain, setiap anak yang normal atau mengalami pertumbuhan yang wajar
memperoleh sesuatu bahasa, yaitu bahasa pertama atau bahasa ibu dalam tahun-tahun pertama
kehidupannya, kecuali ada gangguan pada anak tersebut.
Proses pemerolehan bahasa merupakan suatu hal yang kontroversial antara para ahli bahasa.
Permasalahan yang diperdebatan antara para ahli adalah pemerolehan bahasa yang bersifat
nuture dan nature (Dardjowidjojo, 2010:235). Ahli bahasa yang menganut aliran behaviorisme
mengatakan bahwa pemerolehan bahasa bersifat nurture, yakni pemerolehan ditentukan oleh
alam lingkungan. Ahli bahasa lain mengatakan manusia dilahirkan dengan suatu tabula rasa,
yakni semacam piring kosong tanpa apa pun. Piring tersebut kemudian diisi oleh alam termasuk
bahasany

Berbeda dengan ahli-ahli bahasa tersebut, Chomsky berpandangan bahwa pemerolehan bahasa
tidak hanya didasarkan pada nurture, tetapi nature. Anak tidak dilahirkan sebagai piring kosong
atau tabula rasa, tetapi anak telah dibekali dengan sebuah alat yang dinamakan peranti
pemerolehan bahasa. Setiap anak terbukti memiliki kesamaan dalam pemerolehan bahasa dan
melewati proses yang sama dalam menguasai bahasa masing-masing. (Dardjowidjojo,
2010:236).

Kontroversi tersebut terus berlanjut walaupun sebagian ahli ada yang sependapat dengan
Chomsky, tetapi faktor nurture juga tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Nature diperlukan
karena bekal kodrati makhluk tidak mungkin dapat berbahasa. Nurture juga diperlukan karena
tanpa adanya input dari alam sekitar bekal yang kodrati itu tidak akan terwujud.

B. Perkembangan Sintaksis

Pemerolehan sintaksis pada anak-anak dimulai pada usia kurang dari 2:0 tahun. Pada usia
tersebut anak sudah bisa menyusun kalimat dua kata atau lebih two word utterance ‘Ujaran Dua
Kata’ (UDK). Anak mulai dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga seolah-olah dua kata itu
terpisah. Dengan adanya dua kata dalam UDK maka orang dewasa dapat lebih bisa menerka apa
yang dimaksud oleh anak karena cakupan makna menjadi lebih terbatas. UDK sintaksisnya lebih
kompleks dan semantiknya juga semakin jelas (Dardjowidjojo, 2010:248). Ciri lain dari UDK
adalah kedua kata tersebut adalah kata-kata dari kategori utama, yaitu nomina, verba, adjektiva,
dan adverbia.

Menurut Brown (dalam Dardjowidjojo, 2010:249) anak usia 2;0 telah menguasai hubungan
kasus-kasus dan operasi-operasi seperti pelaku-perbuatan (FN-FV), pelaku-objek (FN-FN),
perbuatan-objek (FV-FN), perbuatan-lokasi (FV-FAdv), pemilik-dimiliki (FN-FV), objek-lokasi
(FN-FAdv), atribut-entitas, nominative, minta ulang, tak-ada lagi. Walaupun, maknanya sudah
jelas tetapi setiap ujaran anak harus disesuaikan dengan konteksnya.

C. Pengukuran Mean Length of Utterance (MLU)

MLU merupakan pengukur untuk perkembangan sintaksis anak. Menurut Brown (dalam
Dardjowidjojo, 2010:241) cara menghitung MLU dapat dilakukan dengan beberapa langkah,
pertama mengambil sampel sebanyak 100 ujaran. Kedua, menghitung jumlah morfemnya.
Ketiga, membagi jumlah morfem dengan jumlah ujaran, seperti pada rumus berikut.
Jumlah morfem

MLU = ————————-

Jumlah ujaran

Brown (dalam Owens, 2008) membagi tahap pemerolehan bahasa anak berdasarkan MLU anak
menjadi sepuluh tahap, yaitu :

1. Tahap I MLU (1—1,5) pada usia 12—22 bulan

2. Tahap II MLU (1,5—2,0) pada usia 27—28 bulan

3. Tahap III MLU (2,0—2,25) pada usia 27-28 bulan

4. Tahap IV MLU (2,25—2,5) pada usia 28—30 bulan

5. Tahap V MLU (2,5—2,75) pada usia 31—32 bulan

6. Tahap VI MLU (2,75—30,0) pada bulan biasa 33—34 tahun

7. Tahap VII MLU (3,0—3,5) pada usai 35—39 bulan

8. Tahap VIII MLU (3,5—3,45) pada usia 38—40 bulan

9. Tahap IX MLU (3,5—3,45) pada usia 41-46 duluan

10. Tahap X MLU (45+) pada usia +47 bulan

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Data dan Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian ini adalah anak perempuan usia 3 tahun 8 bulan. Anak tersebut bernama
Aura Putri Ramadhani. Bahasa yang digunakan anak tersebut adalah bahasa Minangkabau.
Bahasa tersebut merupakan pertamanya atau bahasa ibunya. Anak tersebut tinggal bersama orang
tuanya yang berprofesi sebagai pedagang buah di Pasar Belimbing, Padang, Sumatera Barat.
Dilahirkan di Padang, 30 September 2007. Sehari-hari anak tersebut ikut dengan orang tuanya
bejualan di pasar dan sering berkomunikasi dengan para pedagang pasar tersebut. Data yang
dikumpulkan berupa rekaman tuturan anak tersebut dengan orang tuanya. Data direkam dengan
handphone.

B. Teknik Pengumpulan Data


Data penelitian dikumpulkan melalui hasil rekaman tuturan anak dengan pedagang pasar. Alat
yang digunakan untuk merekam adalah hanphone. Hasil rekaman ditranskripkan dengan ejaan
fonemik dan diartikan ke dalam bahasa Indonesia. Data yang dikumpulkan hanyalah sebanyak
100 tuturan anak yang diambil sebagai sampel untuk mengukur MLU anak tersebut. Data diambil
dari tanggal 2-10 Mei 2011. Lokasi perekaman ada dua yaitu di kedai buah ibunya dan dirumah
mama/nenek.

C. Teknik Analisis Data

Aspek linguistik yang dianalisis dalam kajian ini ialah sintaksis. Analisis akan dilakukan secara
kualitatif dan kuantitatif. Kaedah kuantitatif melibatkan analisis distribusi dan perkiraan MLU
sebagai satu kaedah menentukan perkembangan bahasa anak tersebut. Penganalisisan data dapat
dilakukan dengan empat langkah, yaitu:

1. Pentranskripsian Data

Tuturan yang direkam melalui handphone ditranskrisikan dalam bentuk kalimat. Data yang
terkumpul tersebut disusun dalam bentuk stuktur kalimat tuturan anak.

2. Penyeleksian Data

Data yang telah ditransipsikan diolah dengan memisahkan data yang dibutuhkan dan memenuhi
syarat yang sesuai dengan tujuan penelitian. tuturan anak yang diseleksi adalah tuturan yang
memenuhi syarat untuk dihitung MLU-nya.

3. Pengklasifikasian Data

Data yang telah diseleksi sesuai dengan tujuan penelitian dan data yang dapat dihitung MLU-nya.
Cara mengklasifikasikan data tersebut adalah dengan mengelompokkan tuturan anak berdasarkan
jumlah morfem setiap tuturan. Selanjutnya, jumlah morfem setiap tuturan dijumlahkan (jumlah
ujaran dibatasi hanya sampai 100 ujaran). Kemudian, jumlah morfem dari 100 tuturan tersebut
dibagi dengan 100.

4. Pemaparan Hasil Analisis Data

Setelah diketahui hasil MLU, hasil tersebut dianalisis untuk mengetahui anak yang menjadi
sampel penelitian berarada pada tahap apa dan menganalisis pemerolehan sintaksis dari segi
panjang tuturan dan struktur sintaksis. Struktur sintaksis seperti jenis kata yang telah diperoleh
dan pola kalimat diperoleh.

BAB IV

PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian

Hasil rekaman tuturan anak yang telah ditranskripsikan ke ejaan fonetik yang diartikan ke dalam
bahasa Indonesia.

1. Kalimat Satu Kata

Ndak ‘tidak’

Indak… ‘tidak…’

Alah ‘sudah’

Iyo ‘iya’

Manga? ‘sedang apa?’

A?‘apa’

Ndak ‘tidak’

Aloo ‘halo’

Alun ‘belum’

Lado ‘lada’

Iya ‘iya’

Mati ‘mati’

Ibu ‘ibu’

Mamam ‘makan’

Capek laaa..’cepatlah’

Capek lah ‘cepatlah’

Kakak ‘kakak’

Ha? ‘apa?’

Datang ‘datang’

Busuk ‘busuk’
Busuak ‘busuk’

Takanan ‘tekan ya’

Onda ‘honda’

Iyow. ‘Iya’

ambik ah ‘ambillah’

Maeh. ‘Malas’

1. Kalimat Dua Kata

Ulang liak ‘ulang lagi’

Bica mah ‘bisa itu’

Buluk ma ‘buruk itu’

Tak ibu ‘tidak ibu’

Dedek sayang ‘adek sayang’

Dedek ibu ‘adek ibu’

Nio pepaya ‘mau pepaya’

Kakak ngomong ‘kakak bicara’

Indak tauuo ‘tidak tau’

Alah mandi ‘sudah mandi’

Nio apa? ‘mau apa?’

Sepuluh libu ‘sepuluh ribu’

Cicak dinding ‘cicak di dinding’

Satu satu ‘satu satu’


Cicak-cicak merapaya ‘cicak-cicak merayap’

Kupu-kupu belang ‘kupu-kupu bilalang’

Bu takanan? ‘bu tekan ya?’

Lah mati ‘sudah mati’

Pai malala ‘pergi jalan-jalan’

Ibu ma ‘ibu itu’

Ibu kakak ‘ibu kakak’

Ibu ma ‘ibu itu’

Yang ketek.! ‘Yang kecil!’

Tadi pai. ‘ tadi pergi’

1. Kalimat Tiga Kata

Itu dedek om ‘itu adek Om’

Memek ibu mah ? ‘susu ibu mah?’

Banak pepaya tua ‘banyak papaya itu’

Nio pepaya tu ‘mau papaya itu!’

Pakai dagiang ado ‘ada pakai daging’

Dedek sayang kakak ‘adek sayang kakak’

Ndak ado do ‘tidak ada itu’

Nyo pai malala ‘dia pergi jalan-jalan’

I busuak nyo lai ‘I dia busuk sekali’

Bia kaka pengang a ‘biar kakak pegangnya’

Pai nyo malala ‘dia pergi jalan-jalan’


Tunggu lu kawan ‘tunggu dulu teman’

Ngomong ma ibu ‘bicara sama ibu’

Bayar pakil ya! ‘bayar parkir ya!’

Busuak nyo lai ‘dia busuk sekali’

Kakak campaan a ‘kakak buang ya’

Lah iduik nyo ‘sudah hidup dia’

Mo ibu e ‘sama ibu saja’

Kak sipak dedek ‘kakak tendang adek?’

Kakak tanggaan iko ‘kakak lepas ini!’

Sia mit lah pai ‘Si mit sudah pergi’

Tampek mama bu ‘tempat mama bu’

Bundo naik onda ‘bunda naik honda’

Kakak imbau kia ‘kakak panggil Kia’

Kakak ,manga kakak? ‘kakak, sedang apa kakak?’

Tampa cek ko ‘ditampar satu kali nanti’

Apo cek nyo? ‘Apa katanya?’

Nyo apo tu.? ‘Dia apa itu?’

1. Kalimat Empat Kata

Kakak gigik ape ko ‘kakak gigit hp ini!’

Bu ulang liak bu ‘Bu ulang lagi, Bu?’

Mama tadi lah pai ‘Mama tadi sudah pergi’

Ndak do ulang e tu do ‘tidak ada orangnya itu’

Capek lah nio papaya ‘cepatlah mau pepaya’


Capek lah buni-bunian tu ‘cepatlah bunyi-bunyian itu’

Bu ulang liak bo ’Bu, ulang lagi Bu’

Ndak do mati doh ‘tidak ada dia mati’

Bu ulang liak bu ‘bu ulang lagi bu?’

Beko wak pai dih. ‘Nanti kita pergi ya?’

a.. cek nyo tu? ‘ apa katanya itu?’

Ntuak ibu yang ketek. ‘Untuk ibu yang kecil’

Ndak nio kakak lai. ‘Tidak mau kakak lagi.’

Ndak main hp dak. ‘Tidak main hp tidak’

1. Kalimat Lima Kata

Bang do ce lah pai ‘Bang Edo saja sudah pergi’

Ndak do do nyo mati do ‘tidak ada dia mati itu’

Bintang kicil bilalang kupu-kupu ‘bintang kecil bilalang kupu-kupu’

Bu ado kaset cicak-cicak ‘Bu ada kaset cicak-cicak’

nyo tenju-tenju abang adek. ‘dia tinju-tinju abang adek’

ibu lai tau namo nyo? ‘ibu sudah tahu nama dia?’

Ntuak ibu yang ketek dulu. ‘Untuk ibu yang kecil dulu’

B. Pembahasan

Tabel 1 Analisis Panjang Tuturan

Jumlah Kata Per Tuturan Jumlah Tuturan Jumlah Morfem


Kalimat satu kata 26 26

Kalimat dua kata 25 50

Kalimat tiga kata 28 84


Kalimat empat kata 14 56

Kalimat lima kata 7 35

Total 100 251

Jumlah morfem

MLU = ———————-

Jumlah tuturan

251

= ———— = 2,51

100

Berdasarkan hasil pengukuran MLU di atas, panjang tuturan Aura 2,51 kata per tuturan. Bila
disesuaikan dengan pendapat Brown, Aura masih pada tahap V yang berarti pemerolehan bahasa
masih rendah karena pada usia Aura sekarang seharusnya MLU berada pada tahap VIII, yaitu
MLU berkisar antara 3,5—3,45 kata per tuturan.

Berdasarkan data yang diperoleh dan dikelompokkan, Aura telah mampu bertutur dari kalimat
satu kata sampai kalimat lima kata. Jenis kata yang sudah dikenal Aura adalah nomina (N), verba
(V), Adjektiva (Adj), Adverbia (Adv)

N Lado ‘lada’, Onda ‘honda’, Ibu ‘ibu’

V Pai malala ‘pergi jalan-jalan’

Adj Busuak ‘busuk’, maeh ‘malas’

Adv Cicak dinding ‘cicak di dinding’

Bila dilihat dari pola kalimat, Aura telah mampu bertutur dengan pola dengan pola dasar seperti
FN+FN, FN+FV, FN+FAdj, FN+Adv.

FN+FN Memek ibu mah ? ‘susu ibu mah?’

FN+FV Kakak ngomong ‘kakak bicara’

FN+FAdj Dedek sayang ‘adek sayang’

FN+Adv Cicak dinding ‘cicak di dinding


BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Simpulan yang dapat dibuat berdasarkan dapatan analisis terhadap Aura yang berusia 3 tahun 10
bulan adalah sebagai berikut.

1. Analisis tuturan menunjukkan Aura mempunyai MLU 2,51 berada pada tahap V yang berarti
berada pada tahap rendah. Pada usia Aura tersebut seharunya MLU-nya berada pada tahan VIII
yang MLU-nya antara 3,5—3,45.
2. Jenis kata yang telah diperoleh dan dtuturkan oleh Aura antara lain nomina, verba, adjektiva,
dan adverbia.
3. Aura telah mampu bertutur dari kalimat satu kata sampai kalimat lima kata yang berarti Aura
telah mampu bertutur kalimat lengkap.
4. Aura telah mampu bertutur membentuk pola kalimat dasar, seperti FN+FN, FN+FV, FN+FAdj,
FN+FAdv.

DAFTAR PUSTAKA

PEMEROLEHAN BAHASA ANAK USIA 1 – 3 TAHUN

(sebuah penelitian)

ABSTRAK

Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Selain sebagai medium untuk
melakukan tindakan, bahasa juga berfungsi sebagai cerminan budaya penuturnya. Bahasa adalah
sumber kehidupan dan kekuatan. Bahasa dapat mengontrol perilaku, merealisasikan tindakan dan
mengubah situasi. Bahasa adalah lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan dalam
komunikasi dan memungkinkan orang-orang dari latar belakang budaya berbeda dapat
berinteraksi. (Oktavianus, 2006:2).
Pemerolehan bahasa pada anak usia 1 – 3 tahun merupakan proses yang bersifat fisik dan
psikhis. Secara fisik, kemampuan anak dalam memproduksi kata-kata ditandai oleh
perkembangan bibir, lidah, dan gigi mereka yang sedang tumbuh. Pada tahap tertentu
pemerolehan bahasa (kemampuan mengucapkan dan memahami arti kata juga tidak lepas dari
kemampuan mendengarkan, melihat, dan mengartikan simbol-simbol bunyi dengan kematangan
otaknya. Sedangkan secara psikhis, kemampuan memproduksi kata-kata dan variasi ucapan
sangat ditentukan oleh situasi emosional anak saat berlatih mengucapkan kata-kata. Anak-anak
yang mendapatkan bimbingan dan dorongan moral yang sangat kuat akan memperoleh kata-kata
yang banyak dan bervariasi dibandingkan anak-anak lainnya. Makalah ini menguraikan secara
singkat dan sederhana proses pemerolehan bahasa tersebut secara pragmatis dan memaparkan
beberapa contoh ucapan anak untuk fonem-fonem tertentu yang secara umum mengalami
kesulitan dalam pengucapan (ditinjau secara fonologis).
Dari berbagai macam keuniversalan serta proses pemerolehan seperti yang baru saja
digambarkan tampak bahwa pemerolehan bahasa seorang anak berkaitan erat dengan
keuniversalan bahasa. Bahkan keterkaitan ini lebih menjurus lagi dalam arti bahwa ada elemen-
elemen bahasa yang urutan pemerolehannya bersifat universal absolut, ada yang universal
statistikal, dan ada pula yang universal implikasional. (Soenjono Dardjowidjojo : 21)

Kata kunci : pemerolehan bahasa, pragmatis, fonologis

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Berkaitan dengan pola pengucapan oleh anak-anak pada umumnya, perlu diperhatikan beberapa
persamaan dan perbedaan untuk beberapa vokal dan konsonan tertentu. Pengucapan kata
berdasarkan sistem tanda (simbol) ini dipelajari oleh cabang ilmu bahasa yang disebut fonologi.
Sebagaimana dijelaskan oleh Kushartanti, ilmu tentang bunyi pada umumnya disebut fonetik;
bunyi bahasa diteliti dan diuraikan dalam fonologi atau fonemik. Ilmu atau sistem tentang makna
disebut semantik. Leksikon, gramatika, dan fonologi sebagai tiga bagian dari struktur bahasa
menyangkut segi makna dan segi bunyi dari bahasa; oleh sebab itu juga mempunyai aspek
semantis dan aspek fonetis. Subsistem fonologi atau struktur fonologis mencakup segi-segi bunyi
bahasa, baik yang bersangkutan dengan ciri-cirinya (yang diteliti oleh fonetik), maupun yang
bersangkutan dengan fungsinya dalam komunikasi (Kushartanti, 2005:7).
Kemampuan berbahasa anak ditentukan oleh masa pertumbuhan yang sangat potensial yakni
dalam kisaran usia 0 sampai dengan 11 tahun (catatan kuliah Prof. Kunardi, dalam mata kuliah
Pemerolehan Bahasa). Hal ini belum banyak dipahami oleh para orang tua, sehingga belum
banyak orang tua yang memberikan perlakuan khusus kepada anak-anaknya dalam hal belajar
bahasa. Kekurangpahaman orang tua tentang waktu efektif mempelajari bahasa ini,
menyebabkan beberapa keterlambatan pemerolehan bahasa anak dibandingkan sebayanya. Pada
pengucapan fonem tertentu, anak mengalami kesulitan, meskipun pada akhirnya mereka akan
mampu mengucapkan fonem yang dimaksud.
Secara praktis, timbul kendala awal dalam pengucapan kata-kata tertentu, misal pengucapan
fonem r (getar), yang bahkan pada kasus tertentu, sampai tua pun ada orang yang mengalami
kesulitan mengucapkan fonem tersebut. Mestinya hal tersebut tidak perlu terjadi jika orang tua
secara sadar dan kontinyu melatihkan pengucapan fonem getar kepada anak-anak mereka pada
usia dini. Sedangkan secara teoretis, pemahaman makna kata oleh anak sangat dipengaruhi
kemampuan memori dalam otaknya yang masih jernih dan belum terkontaminasi oleh
permasalahan-permasalahan lain dalam kehidupannya. Sebagaimana dijelaskan, ada keterkaitan
yang erat antara perkembangan bahasa seorang anak dengan pertumbuhan neurologi maupun
biologinya. (Soenjono Dardjowidjojo : 4)
Sebuah penelitian menggambarkan bahwa pada usia 0 – 11 tahun, kemampuan anak untuk
menyerap (mengucapkan dan memahami makna kata) sangat luar biasa, sedangkan masa sesudah
itu, perkembangan kemampuan kembali ke irama dan tempo yang normal (tidak terlalu cepat).
Makalah ini mencoba mencirikan pemerolehan bahasa anak secara dini dengan maksud agar
pembaca (khususnya orang tua anak) memiliki pengetahuan awal dalam membantu anak-anak
mereka mendapatkan kemampuan secara optimal. Secara khusus makalah ini juga menandai
berbagai ucapan yang dikaitkan dengan kemampuan alat ucap anak, terutama kata-kata yang
mengandung fonem l, r, w, dan y.

2. Pembahasan
Karena pemerolehan bahasa menyangkut berbagai aspek perkembangan, maka pandangan dati
banyak ahli dalam berbagai bidang yang relevan seperti linguistik umum, psikologi, neurologi,
biologi, dan pemerolehan bahasa akan dimanfaatkan. Perkembangan pemerolehan bahasa oleh
Ingram (dalam Kushartanti. 2005 : 23) dibagi menjadi tiga periode yaitu : (a) periode buku
harian; (b) periode sample besar; (c) periode kajian longitudinal. Menurut H. Taine pada tahun
1876 dalam penelitiannya menggunakan metode buku harian orang tua. Dalam metode ini
orang tua membuat buku harian yang isinya merupakan catatan perkembangan bahasa anak
yang sering disebut “biografi bayi” (baby biography). Kemudian disusul dengan karya yang lain
misalnya karya Preyer 1889. Clara dan Wilhelm Stern 1907. pada tahun 30-an muncul pelopor
John B. Watson yang menerbitkan buku Behaviorism yang memiliki ciri-ciri (dalam Kushartanti :
2005 : 11).
Ciri pertama menonjolkan peran lingkungan dalam pemerolehan pengetahuan, termasuk
pemerolehan bahasa. Manusia hayalah sebagai tempat kosong yang isinya akan ditentukan oleh
alam sekitarnya. Ciri yang kedua, perubahan perilaku anak ditelusuri melalui peristiwa yang
kasad mata yang ada di lingkungannya yang sering dimunculkan dalam eksperimen. Ciri yang
ketiga, hasil eksperimen dinyatakan dalam system pengukuran yang sifatnya kuantitatif. Ciri
yang keempat peniruan dan asosiasi merupakan wahana yang paling ampuh dalam
pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa dicapai dengan menumbuhkan seperangkat
kebiasaan dan kebiasaan hanya diperoleh melalui latihan peniruan, asosiasi, dan penekanan
(reinforcement).
Pandangan yang nativistik berlandaskan kenyataan bahwa seorang anak dapat memperoleh
bahasa mana pun kalau saja ia diberi peluang. Anak memiliki bekal kodrati yang memungkinkan
dia dapat memperoleh bahasa apa saja yang disuguhkan kepadanya. Argumentasi Chomsky
yang mendukung bekal kodrati. Pertama, pemerolehan bahasa adalah suatu species-spesific
human capacity hanya manusialah yang dapat memperoleh bahasa. Ini berarti bahwa dalam
benak (mind) manusia ada prinsipel-prinsipel restriktif yang menentukan nature bahasa
manusia. Kedua, pemerolehan bahasa sama sekali tidak tergantung pada intelegensi manusia.
Betapa pun rendahnya intelegensi manusia (kecuali kalau ada cacat tertentu), dia tetap saja
akan dapat berbahasa. Ketiga, pemerolehan bahasa anak di dunia terjadi dalam kondisi yang
berbeda-beda namun memiliki strategi yang sama. Keempat, masukan yang diterima anak
memang rancu, tetapi anak dapat memilah-milah dan kemudian membuat hipotesis sendiri
sehingga akhirnya terbentuklah wujud bahasa yang diterima oleh masyarakat dewasa di
sekitarnya.

3. Pemerolehan Fonologi Umur Satu sampai Tiga Tahun.


Perkembangan kabahasaan anak berjalan sesuai dengan jadwal biologisnya. Pernyataan ini perlu
dipahami benar karena banyak orang mengaitkan dengan jumlah umur. Pernyataan Lenneberg
mengenai hal ini diarahkan pada perkembangan motorik anak, dan pada jumlah tahun dan
bulan anak tersebut. Hal ini menyebabkan mengapa ada anak yang berumur tertentu sudah
dapat berbicara sedangkan anak yang lain dengan umur yang sama belum.
Dalam pemerolehan bahasa, masukan merupakan faktor yang sangat penting dan sangat
menentukan. Manusia tidak akan dapat menguasai bahasa, apabila tidak ada masukan
kebahasaan padanya. Selaras dengan bertambahnya kemampuan ujaran kemampuan
komprehensifnya pun mulai berjalan cepat, dan mampu menangkap apa yang diucapkan orang
dewasa, serta mampu membedakan bahwa sesuatu adalah berbeda dari sesuatu yang lain.
Misal ditunjukkan gambar kucing dan orang lain mengatakan ikan, anak akan berkata [ utan ]
yang artinya “bukan”. Lingkungan dan orang tua akan menentukan pemerolehan bahasa anak
yang berkaitan dengan unsur kesantunan berbicara anak.
Pada umur anak mencapai dua tahun pada umunya telah menguasai semua fonem vokal bahasa
Indonesia. Variasi alofonik sudah mulai terdengar, kecuali untuk vokal [o] yang sebenarnya
merupakan wujud dari diftong [au] seperti pada kata kerbau dan pisau.
Fonem-fonem yang telah dikuasai anak umur dua sampai tiga tahun ditinjau dari segi fonologi
menunjukkan beberapa hal yang menarik. Perkembangan vokal mereka tampak mengikuti teori
universal seperti yang dinyatakan oleh Jakobson, meskipun tidak sepenuhnya. Berarti anak usia
dua sampai tiga tahun baru mengenal vokal [a], [i], dan [u] kemudian sesuai dengan
perkembangannya menyusul vokal-vokal yang lain.
Untuk bagian konsonan, urutan universal yang dianut anak pada umumya berlaku pula pada
anak-anak yang berada di daerah yang diteliti penulis. Misalnya pada konsonan bilabial dan
alveolar telah muncul secara teratur dengan konsonan ringan [p] dan [t] muncul lebh dahulu.
Konsonan velar [k] dan [g] sama sekali belum terdengar, kecuali [k] pada akhir kata, yang
menyerupai bunyi glotal. Pada awal atau tengah kata, kedua bunyi ini diganti dengan bunyi
hambat yang lain atau dihilangkan. Pada akhir kata hanya [?] yang sudah muncul.
Munculnya bunyi frikatif [s], dan belum munculnya bunyi frikatif [s] adalah bahwa bunyi ini baru
kedengaran bila berada pada akhir kata, misalnya [abis]. Bila pada awal kata, bunyi frikatif ini
belum muncul : [ama] “sama”, [ini] “sini”, [akit] “sakit” dan sebagainya. Bunyi frikatif global [h]
juga muncul pada akhir kata [nih] “nih”, [tuh] “tuh”, [udah] “sudah”. Pada awal kata bunyi ini
tidak kedengaran : [abis] “habis”, [antu] “hantu”. Bunyi frikatif lain, [f], [v], [z], [s], dan [x] sama
sekali belum pernah muncul.
Konsonan nasal yang dikuasai adalah [m] dan [n], baik dalam posisi awal, tengah ataupun akhir
kata. Melalui perkembangannya bunyi nasal velar [ŋ] juga sudah muncul tetapi masih terbatas
pada akhir suku kata. Bunyi nasal palatal [ñ] belum muncul dan diganti dengan bunyi [n].
Pada umumnya gugus konsonan belum muncul sampai unsur sekitar tiga tahun. Walaupun ada
gugus konsonan namun masih terbatas pada satu kata, misalnya [mb] pada kata [mbak] dan [nd]
pada kata [ndak]. Begitu juga gugus vokal juga belum tampak sehingga kata-kata untuk “kerbau”
dan “pisau” diucapkan sebagai “ebo” dan “pitso”.
Dari data di atas tampak bahwa likuid yang berupa [l] muncul tidak lama setelah bunyi hambat
ringan. Mungkin sekali munculnya bunyi likuid lateral ini karena kendala atau tekanan semantik
yang memerlukan adanya bunyi yang dekat dengan bunyi [r] yang jauh lebih sukar
pengujarannya. Bahwa derajat kesukaran fonologis itu memegang peran sudah banyak
dinyatakan banyak orang. Elsen (dalam Soenjono, 2000 : 96) menyatakan bahwa perluasan
makna dapat pula dipengaruhi oleh kesukaran fonologis ; Levelt menunjukkan bahwa struktur
segmental kata juga bisa merupakan kendala ; demikian pula Geirut dkk. (dalam Soenjono, 2000
: 96). Menunjukkan bahwa pemunculan suatu bunyi dapat pula dipengaruhi oleh kendala
leksikal.
Untuk kata duduk, enak, dan cantik dapat diucapkan dengan [k] final, tetapi pada kata kecil,
kasih, bukan, dan ikan masih diucapkan [etil], [tatsih], [butan], dan [itan].
Pemerolehan bahasa anak umur dua sampai tiga tahun melalui perkembangan fonologi
didapatkan rumusan sebagai berikut :
ü sudah diperoleh semua posisi vokal dan konsonan[i e ε u o э a d]
ü Diperoleh tapi baru pada posisi akhir suku kata [k s ŋ ]
ü Belum diperoleh [g f ś z ĉ ĵ ñ r x ]
a. Adakah kesamaan kemampuan anak dalam mengucapkan kata-kata tertentu?
Secara umum ada ucapan-ucapan anak yang menunjukkan kesamaan, misalnya maem, mimik,
papa, mama, dan lain-lain. Tetapi secara khusus ada ucapan anak yang unik (tidak seperti anak
lainnya), sebagaimana terpapar dalam tabel di atas.
b. Siapa yang paling berperan dalam mengembangkan kemampuan berbahasa anak?
Dalam hal ini ibu dianggap paling menentukan perolehan dan kecakapan bahasa seorang anak.
Karena pada hakekatnya anak cenderung meniru dan mengikuti jejak orang tuanya (termasuk
bahasa), maka dianjurkan untuk tidak menyebut nama benda dengan ucapan yang cadel (cedal,
gagap).
c. Bagaimana upaya terbaik dalam mengembangkan kemampuan awal kebahasaan anak ini?
Upaya yang dilakukan yaitu dengan melatih vokal, yang paling dipahami oleh anak , sebagai
contoh fonem A. Selanjutnya anak perlu diberi kesempatan berbicara di hadapan orang tuanya,
tidak lain agar anak memiliki keberanian mengeluarkan.
d. Mengapa kemampuan kebahasaan anak ini perlu dipersiapkan secara dini?
Kemampuan kebahasaan anak perlu dipersiapkan dengan seksama, karena sesuai penjelasan di
atas bahwa potensi kebahasaan anak dapat dikembangkan dalam usia 0 – 11 tahun.

D. Simpulan
Setelah diuraikan sebagaimana bagian-bagian terdahulu, dapat penulis simpulkan sebagai
berikut:
1. Ada kesamaan kemampuan anak dalam mengucapkan kata-kata tertentu.Secara umum ada
ucapan-ucapan anak yang menunjukkan kesamaan, misalnya maem, mimik, papa, mama, dan
lain-lain. Tetapi secara khusus ada ucapan anak yang unik (tidak seperti anak lainnya),
sebagaimana terpapar dalam tabel di atas.
2. Yang paling berperan dalam mengembangkan kemampuan berbahasa anak adalah ibu. Dalam
hal ini ibu dianggap paling menentukan perolehan dan kecakapan bahasa seorang anak. Karena
pada hakekatnya anak cenderung meniru dan mengikuti jejak orang tuanya (termasuk bahasa),
maka dianjurkan untuk tidak menyebut nama benda dengan ucapan yang cadel (cedal, gagap).
3. Upaya terbaik dalam mengembangkan kemampuan awal kebahasaan anak yaitu dengan
melatih vokal, yang paling dipahami oleh anak , sebagai contoh fonem A. Selanjutnya anak perlu
diberi kesempatan berbicara di hadapan orang tuanya, tidak lain agar anak memiliki keberanian
mengeluarkan.
4. Kemampuan kebahasaan anak ini perlu dipersiapkan secara dini karena sesuai penjelasan
pada awal makalah ini, potensi kebahasaan anak dapat dikembangkan dalam usia 0 – 11 tahun.

MATERI LENGKAP PEMEROLEHAN BAHASA

PENDAHULUAN

Pemerolehan Bahasa merupakan sebuah hal yang sangat menajubkan terlebih dalam proses
pemerolehan bahasa pertama yang dimiliki langsung oleh anak tanpa ada pembelajaran khusus
mengenai bahasa tersebut kepada seorang anak (Bayi). Seorang bayi hanya akan merespon
ujaran ujaran yang sering didengarnya dari lingkungan sekitar terlebih adalah ujaran ibuya yang
sangat sering didengar oleh anak tersebut.
Seorang manusia tidak hanya dapat memiliki satu bahasa saja melainkan seseorang bisa
meperoleh dua sampai empat bahasa tergantung dengan lingkungan sosiall dan tiangkat kognitif
yang dimiliki oleh orang tersebut.
Pada pemerolehan bahasa kita mengenal beberapa tahapan pemerolehan bahasa itu sendiri,
pemerolehan bahasa pertama (PB1) itu didapatkan seorang bayi secara langsung dari ibuya atau
lingkungan yang dekat dengan bayi tersebut, sedangkan jika pada pemerolehan bahasa kedua dan
seterusnya itudidapatkan seseorang dengan melalui peruses pembelajaran.
Dengan teori pemerolehan bahasa kita ingin mengetahui serta mengetengahkan teori yang
memudahkan ank-anak belajar. Ketiga syarat ini menentukan atau memberi kerangka bagi telaah
pemerolehan bahasa. Suatu kerangka yang di dalamnya sudut pandang kaum empiris dan kaum
rasiomalis ( dan tentu saja yang berada di antara keduanya) dalam menemui ekspresi dan
perasannya.
Dalam proses perkembangan, semua anak manusia yang normal paling sedikit memperoleh satu
bahasa alamiah. Dengan perkataan lain setiap anak yang normal atau pertumbuhan yang wajar,
memperoleh suatu bahasa yaitu bahasa pertama atau bahasa asli, bahasa ibu dalam tahun-tahun
pertama kehidupan di dunia ini. Walaupun tidak disangkal adanya kekecualian misalnya secara
fisiologis (tulii) ataupun alasan-alasan lain. Peranan PB1 merupakan sesuatu yang negative
terhadap PB2. Dengan perkataan lain, PB1 mendapat angina untuk turut campur tangan dalam
belajar PB2, seperti adanya cirri-ciri PB1 yang ditransfer ke dalam PB2.

BAB I
PEMEROLEHAN BAHASA

Pengertian Pemerolehan Bahasa


Beberapa pengertian pemerolehan bahasa, yaitu :
Pemerolehan bahasa (bahasa Inggris: language acquisition) adalah proses manusia mendapatkan
kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan
komunikasi. Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksis,fonetik, dan
kosakata yang luas. Bahasa yang diperoleh bisa berupa vokal seperti pada bahasa lisan atau
manual seperti pada bahasa isyarat. Pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan
bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan anak terhadap bahasa ibumereka dan bukan
pemerolehan bahasa kedua yang mengkaji pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-anak atau
orang dewasa.( http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerolehan_bahasa )
Pemerolehan bahasa mempunyai suatu permulaan yang tiba-tiba ( mendadak). Kemerdekaan
bahasa mulai sekitar usia satu tahun di saat anak-anak mulai menggunakan kata-kata lepas atau
kata-kata terpisah dari sandi linguistik untuk mencapai aneka tujuan sosial mereka. Sedangkan
penertian lain perolehan bahasa yaitu, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang
gradual yang muncul dari prestasi-prestasi mesin/motor, sosial, dan kognitif pra-linguistik
(McCraw, 1987 : 570).
Berbicara mengenai pemerolehan sesuatu bahasa, maka dengan kekecualian beberapa anak yang
mengalami gangguan/cacat, semua anak mempelajari paling sedikit satu bahasa. Hal inilah yang
membuat sejumlah linguis percaya bahwa kemampuan belajar bahasa paling tidak sebagian
berkaitan dengan program genetic yang memang khas bagi ras manusia, maksudnya kemapuan
bahasa sejak lahir. Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri
kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata
sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit (sintaksis).

Ragam Pemerolehan Bahasa


Ragam pemerolehan bahasa dapat ditinjau dari berbagi sudut pandangan, sebagai berikut:
a. berdasarkan bentuk:
• pemerolehan bahasa pertama
• perolehan bahasa kedua
• pemerolehan bahasa ulang (Klein, 1986:3).
b. berdasarkan urutan:
• pemerolehan bahasa pertama
• pemerolehan bahasa kedua (Winits, 1981; Stevens, 1984).
c. berdasarkan jumlah:
• pemerolehan satu bahasa
• pemerolehan dua bahasa ( Gracia, 1983).
d. berdasarkan media:
• pemerolehan bahasa lisan
• pemerolehan bahasa tulis (Freedman, 1985).

e. berdasarkan keaslian:
• pemerolehan bahasa asli
• pemerolehan bahasa asing (Winits, 1981).

(i) Urutan Perkembangan Pemerolehan Bahasa

a. Perkembangan Prasekolah
Dibagi lagi atas:
1. Perkembangan Pralinguistik
Ada kecenderungan untuk menganggap bahwa perkembangan bahasa anak-anak mulai tatkala
dia mengatakan kata-pertamanya, yang menjadi tugas para ibu untuk mencatatnya/merekamnya
pada buku bayi anak tersebut. Tetapi riset bayi medorong bahkan memaknai kita untuk menolak
dugaan ini danmengakui fakta-fakta perkembangan komunikasi sejak lahir.Dua jenis fakta yang
dikutip oleh para peneliti untuk menunjang teori pembawaan lahir mereka adalah: (i) kehadiran
pada waktu lahir struktur-struktur yang diadaptasi dengan baik bagi bahasa ( walaupun pada
permulaan tidak dipakai buat bahasa); (ii) kehadiran perilaku-perilaku sosial umum dan juga
kemampuan-kemampuan khusus bahasa pada beberapa bulan pertama kehidupan.

2. Tahap Satu Kata


Merupakan suatu dugaan umum bahwa san anak pada satu kata terus menerus berupaya
mengumpulkan nama-nama benda dan orang di dunia.

3. Ujaran Kombinatori Permulaan


Perkembangan bahasa permulaan tiga orang anak dalam jangka waktu beberapa tahun yang
hasilnya bahwa panjang ucapan anak kecil merupakan petunjuk atau indicator perkembangan
bahasa yang lebih baik daripada usia kronologis. (Brown (et all), 1973).

4. Perkembangan Interogatif
Ada tiga tipe struktur interogatif yang utama untuk mengemukakan pertanyaan, yaitu:
• pertanyaan menuntut jawaban YA atau TIDAK
• pertanyaan menuntut INFORMASI
• pertanyaan menuntut jawaban SALAH SATU DARI YANG BERLAWANAN (atau
“POLAR”).

5. Perkembangan Penggabungan Kalimat


Berikut beberapa contoh bagaimana cara menggabungkan proposisi-proposisi itu:
• Penggabungan dua proposisi atau klausa yang berstatus setara:
Ini buku dan Ninon membacanya.
• Penggabungan satu proposisi merupakan yang lebih unggul daripada yang satu lagi (yang
menerangkan suatu nomina dalam proposisi itu) :
(benda) yang Ninon baca itu adalah buku.
• Penggabungan dua proposisi yang berstatus dalam kaitan waktu:
Waktu Ninon membaca buku itu, ada halaman yang sobek.
• Penggabungan dua proposisi yang berstatus tidak sama dalam hubungan sebab-akibat:
Ninon melem halaman buku itu karena sobek.
• Satu proposisi mengisi “kekosongan” yang lainnya:
Kamu mengetahui bahwa Ninon membaca buku sejarah. (Dari : Kami mengetahui “sesuatu”).

6. Perkembangan Sistem Bunyi


Terdapat beberapa persesuaian perkembangan pemerolehan bunyi (periode pembuatan
pembedaan atas dua bunyi dapat dikenali selama tahun pertama) :
• periode vokalisasi dan prameraban
• periode meraban
Clark dan Clark (1977) menemukan fakta-fakta bagi representasi berdasarkan orang dewasa
dalam kenyataan bahwa:
• anak-anak mengenali makna-makna berdasarkan persepsi mereka sendiri terhadap bunyi kata-
kata yang mereka dengar.
• anak-anak menukar / mengganti ucapan mereka dari waktu ke waktu mebuju ucapan orang
dewasa
• apabila anak-anak mulai menghasikan segmen bunyi tertentu (seperti /s/, maka hal itu
menyebar kepada kata-kata lain dalam pembendaharaan mereka, tetapi bukan kepada kata-kata
yang tidak merupakan perbedaan mereka, sesuai dengan ucapan orang dewasa.

b. Perkembangan Masa Sekolah


Perkembangan bahasa pada masa-masa sekolah terutama sekali dapat dibedakan dengan jelas
dalam tiga bidang, yaitu:
• STRUKTUR BAHASA, perluasan dan penghalusan terus-menerus mengeani semantik dan
sintaksis (dan taraf yang lebih kecil, fonologi).
• PEMAKAIAN BAHASA, peningkatan kemampuan menggunakan bahasa secara lebih efektif
melayani aneka fungsi dala situasi-situasi komunikasi yang beraneka ragam.
• KESADARAN METALINGUISTIK, pertumbuhan kemampuan untuk memikirkan,
mempertimbangkan, dan berbicara mengenai bahasa sebagai sandi atau kode formal.

1. Struktur Bahasa
Pertumbuhan semantik sang anak berlangsung terus-menerus karena pengalamannya
bersambung dan meluas, yang tentu saja mengandung pengertian bahwa sekolah mempunyai
peranan yang sangat penting. Pengalaman-pengalaman baru menuntut pertumbuhan dalam
system semantik sang anak.
2. Pemakaian Bahasa
Clark & Clark (1977 : 373) mengatakan bahwa: “anak-anak membangun struktur dan fungsi
pada waktu yang bersamaan. Sebaik mereka belajar lebih banyak struktur, maka mereka
memperoleh lebih banyak sarana untuk menyampaikan fungsi yang berbeda-beda. Dan
sebaiknya mereka mempelajari banyak fungsi, maka mereka memperluas pemakaian tempat
berbagai struktur diterapkan.”
3. Kesadaran Metalinguistik
Ialah kemampuan membuat bentuk-bentuk bahasa menjadi tak tembus cahaya dan
menyelesaikan diri di dalam dan untuk diri mereka sendiri” (Cazden, 1974 : 24).

(ii) Mekanisme Umum bagi Pemerolehan Bahasa


Menurut Jeans A. Rondal, berdasarkan data-data yang dia gunakan,agaknya dapat disarankan
adanya suatu mekanisme makroumum bagi pemerolehan pemakaaian bahasa (pertama) pada diri
sang anak. Salah satu manfaat mekanisme umum adalah bahwa mekanisme itu membuat suatu
wadah yang jelas bagi penentu-penentu antar pribadi dalam proses pemerolehan bahasa pertama.

7. Kerangka bagi teori pemerolehan bahasa

Kenneth Wexler dan Peter W. Clicoper mengemukakan bahwa teori pemerolehan bahasa
pertama dapat dilihat sebaga tiga serangkai (G.1 PBB) yang menyatakan bahwa :
1. G adalah suatu kelas gramatika (gramatika yang tepat)
2. I adalah suatu kelas perangkat “infut” yang tepat ataupun data masukan (tata bahasa atau M(T)
dari tata bahasa T dalam G.
3. PBB adalah suatu prosedur belajar bahasa yang memetakan berbaga infut ke dalam gramatika.
Masukan atau infut bagi sang anak terdiri dari kalimat-kalimat yang terdengar dalam konteks.
Keluaran atau output belajar bahasa merupakan suatu system kaidah bagi bahasa orang dewasa.
Yang menjadi masalah ialah bahwa tidak ada hubungan langsung antara tipe-tipe informasi
dalam keluaran. Pembicaraan pada bab ini mengenai masalah pokok mendorong sang anak mulai
membentuk tipe kaidah yang tepat bagi bahasa-bahasa alamiah. “masalah kemandirian” atau
“masalah keberdikarian” ini merupakan masalah pertama yang harus dipecakan dan diselesaikan
oleh seseorang dalam merencanakan serta merancang model-model pemerolehan bahasa.

8. Salah pengertian mengenai pemerolehan bahasa.


Peribahasa mengatakan bahwa dari perbedaan pendapat akan terpancarlah kiat kebenaran.
Disamping perbedaan pendapat sering juga terjadi salah pengertiaan, salah paham atau
misconception mengenai pemeroehan bahasa. Pengetahuan ilmiah terdiri dari sekumpulan
pernyataan yang bersifat kemungkinan, yang beberapa diantaranya dianggap lebih benar diantara
yang lain-lainnya.
Barry Mclaughlin dari Universitas California Santa Cruz pernah membahas serta menguji
pernyataan-pernyataan yang kerap kali sudah diterima sebagai yang terbukti,tetapi seakanakan
mungkin lebih besar salahnay daripada benarnya. Pembahasannya pada enam jenis pernyataan
yaitu:
Proposisi 1: Anak kecil memperoleh bahasa lebih cepat dan mudah daripada orang dewasa
karena secara biologis sang anak diprogramkan memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa
tdak.
Lenberg (1967) mengemukakan bahwa alasan bagi kelenturan otak ini berkaitan dengan
kenyataan bahwa otak sang anak tidak seluruh dilaterisasikan terhadap fungsi bahasa,sedangkan
otak orang dewasa memang begitu.
Proposisi 2: semakin kecil sang anak, semakin terampil dia dalam pemerolehan
bahasa kedua.
Proposisi 3: pemerolehan bahasa kedua merupakan proses yang berbeda secara
kualitatif daripada pemerolehan bahasa pertama.
Dulay dan Burt (1973) menemukan bahwa anak-anak yang berbahasa ibu bahasa cina dan
spanyol memperoleh morfem-morfem (fungtor) bahasa inggris daam urutan yang sama,
walaupun susunan pemerolehan sangat berbeda dengan bahasa pertama sang anak.

Proposisi 4: interferensi antara bahasa pertama dan bahasa kedua merupakan bagian yang tidak
terilai serta ada dimana-mana pada upaya belajar bahasa kedua.
Prator 1969 mengemukakan interferensi antara bahasa-bahasa sebagai factor yang jelas
mempengaruhi pemerolehan bahasa kedua sebagai penjelasan tambahan yang tidak dapat
diterima.
Proposisi 5: ada jalan tunggal menuju pemerolehan bahasa kedua pada masa kanak-kanak.
Proposisi 6: pengalaaman kedwibahasaan dini secara positif atau negatif mempengaruhi
perkembangan bahasa sang anak, perkembangan pemanfaatan kognitif dan perkembangan
intelektual.
Bilingualisme dapat menunda perkembangan leksikal dan sintaksis anak kecil dalam
perbandingan dengan para pembicara monolingual atau ekabahasa. Jadi anak-anak bilingual
melakukannya lebih baik daripada anak-anak monolingual mengenai ergantian tugas pergantian
kata yang menuntut pelanggaran pengertian sang anak bahwa gagasan yang sama dapat
mempunyai sarana realisasi formal yang berbeda-suatu konsekuensi yang mempunyai jalan
masuk kepada dua bahasa.
Pengaruh-pengaruh bilingualisme mungkin berbeda bagi para dwibahasawan
belakangan.maksudnya anak-anak yang menjadi dewasa belajar dua bahasa secara serentak
mungkin mengalami konsekuensi kognitif dari kedwibahasaan mereka yang agak berbeda
dengan yang dialami oleh anak-anak yang belajar kedua setelah bahasa pertama mantap.

9. Sistem Penunjang Dan Sarana Pemerolehan Bahasa


Komponen yang paling mendasar dan fundamental dari system penunjang pemerolehan bahasa
adalah bahwa system ini menyediakan kesempatan para pelajar bahasa yang mudah untuk
mempergunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Kesempatan berkomunikasi terlihat dalam
kehidupan sehari-hari bahwa hanya sedikit atau jarang sekali insane yang gagal memperoleh
bahasa.

10. Sejarah Singkat Telaah Pemerolehan Bahasa

Hari penciptaan pertama dan kedua: Tersingkapnya rahasia tata bahasa transformasional secara
negatif. Pada hari pertama sang dewasa menciptakan Chomsky pada hari kedua Chomsky tanpa
bantuan sang dewasa menciptakan tata bahasa transformasional generative.
Hari ketiga: Pemerolehan bahasa sebagai pemerolehan sintaksis. Pada hari ketiga Miller muncul
dan memperkenalakan kepada para psikolog lembaran-lembaran yang bertuliskan pokok-pokok
masalah tata bahasa generatif.
Hari keempat: Penyatuan kembali semantic ke dalam bahasa anak. Pada hari keempat Blom
memasukan semantic ke dalam telaah pemerolehan bahasa. Bukan hanya bentuk tetapi isi ucapan
dini anak-anak diteliti dengan sangat cermat.
Hari kelima: Pendekatan fungsional social pada pemerolehan bahasa. Pada hari kelima pragmatic
atau fungsi tanda-tanda dalam konteks menyebabkan pmerolehan bahasa dianggap sebagai yang
tercangkup dalam konteks social dan cultural.
Hari keenam: Hari kebangkitan kembali pendekatan formal dan nativisme. Pada hari keenam
penekatan formal dan nativisme bangkit kembali, sebagian sebagai pukulan terhadap arah yang
banyak sekali yang harus ditempu dalam pemerolehan bahasa.
Hari ketujuh: Hari peristirahatan dan penghakiman. Pada hari ketujuh setelah capek bergumul
dan keluar dari perjuangan teoritis, maka para peneliti beristirahat dan bercermin dari segala
sesuatu yang telah dilakukan dalam bidang penciptaan pemerolehan bahasa.

Anda mungkin juga menyukai