Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latarabelakang

Psikolinguistik adalah dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing-masing


berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun, keduanya
sama-sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya objek materialnya
yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji
perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan
tujuannyajuga berbeda (Chaer, 2003:5). Sedangkan menurut Dardjowidjoyo (2003:
7 adalah ilmu yang mempelajari proses-proses mental yang dilalui oleh manusia
dalam mereka berbahasa Secara rinci psikolinguistik mempelajari empat topik
utama: (a) komprehensi, yakni, proses-proses mental yang dilalui oleh manusia
sehingga mereka dapat mendapat apa yang dikatakan orang dan memahami apa
yang dimaksud, (b) produksi, yakni, proses-proses mental pada diri kita yang
membuat kita dapat berujar seperti yang kita ujarkan, (c) landasan biologis serta
neurologis yang membuat manusia bisa berbahasa, dan (d) pemerolehan bahasa,
yakni, bagaimana anak memperoleh bahasa mereka (Dardjowidjoyo, 2003:7).
Namun pada kali ini akan fokus pada tema utama yaitu ‘Pemerolehan Bahasa’.

Istilah pemerolehan dipakai untuk padanan istilah Inggris acquisition, yakni,


proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu ia
belajar bahasa ibunya (native language). Istilah ini dibedakan dari pembelajaran
yang merupakan padanan dari istilah Inggris learning. Dalam pengertian ini
proses pembelajaran dilakukan dalam tatanan yang formal seperti belajar di kelas
dan diajar oleh seorang guru. Dengan demikian maka proses dari anak yang
belajar menguasai bahasa ibunya adalah pemerolehan (Dardjowidjoyo, 2003: 225).
Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai pemerolehan bahasa.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah sifat pemerolehan bahasa ?
2. Bagaimanakah proses pemerolehan bahasa ?
3. Kapankah waktu pemerolehan bahasa ?

1
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan sifat pemerolehan bahasa.
2 Menjelaskan proses pemerolehan bahasa.
3 Menjelaskan waktu pemerolehan bahasa.

2
BAB II

PEMBAHASAN

Pemerolehan bahasa atau akusisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam
otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Pemerolehan bahasa biasa dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran
bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu anak-anak
mempelajari bahasa kedua. Jadi pemerolehan bahasa adalah berkenaan dengan
bahasa pertama menurut Nurhadi dan Roekhan 1990 (Chaer, 2003: 167).

2.1 Sifat Pemerolehan Bahasa

Manusia di mana pun juga pasti akan dapat menguasai, atau memperoleh
bahasa asalkan dia tumbuh dalam suatu masyarakat. Sifat pemerolehan bahasa ini
terbagi dua, yaitu bersifat nurture dan nature.

a. Pemerolehan Bahasa Bersifat Nurture

Pemerolehan bahasa bersifat nurture yakni pemerolehannya ditentukan oleh


alam lingkungan. Dengan demikian, manusia dilahirkan dengan suatu tabula rasa,
yakni, semacam piring kosong tanpa apa pun. Piring ini kemudian diisi oleh alam
sekitar kita, termasuk bahasanya. Jadi, pengetahuan apa pun yang kemudian
diperoleh oleh manusia itu semata-mata berasal dari lingkungannya
(Dardjowidjoyo, 2003: 234).

Pemerolehan pengetahuan, termasuk pengetahuan pemakaian bahasa,


didasarkan pada adanya stimulus, kemudian diikuti oleh respon. Bila respon itu
benar maka diberi hadiah; bila salah dihukum. Dari proses pengulangan seperti ini
akan muncul suatu kebiasaan. Menurut Skinner, bahasa tidak lain hanyalah
merupakan seperangkat kebiasaan (dalam Dardjowidjoyo, 2003: 235). Kebiasaan
hanya bisa diperoleh melalui latihan yang bertubi-tubi.

b. Pemerolehan Bahasa Bersifat Nature

Pemerolehan bahasa bukan hanya didasarkan pada nurture tetapi pada nature.
Anak memperoleh kemampuan berbahasa seperti dia memperoleh kemampuan

3
untuk berdiri dan berjalan. Nurture, yakni masukan berupa bahasa hanya akan
menentukan bahasa mana yang akan diperoleh anak, tetapi prosesnya itu sendiri
bersifat kodrati (innate) dan inner-directed (Chomsky dalam Dardjowidjoyo,
2003: 236).

c. Kasus Pemerolehan Bahasa (Nurture vs Nature)

Dalam pemerolehan bahasa bersifat nurture maupun nature memliki


kontroversi, mana yang lebih dominan sifat tersebut untuk pemerolehan bahasa
secara umum. Namun, ada beberapa kasus yang dapat diambil kesimpulan dari
sifat pemerolehan bahasa di atas, yaitu sebagai berikut:

1) Kasus Pertama
Peristiwa ini terjadi pada anak perempuan di Los Angeles, California,
bernama Ginie. Ginie, yang ditemukan tahun 1970, disekap oleh orang tuanya
dalam kamar yang kecil di gudang belakang rumah selama 13 tahun. Dia
diberi makan tetapi tidak pernah diajak berbicara. Ayahnya, yang benci anak
dan suara anak, sering menyiksanya sementara ibunya tidak berani berbuat
apa pun. Setelah ditemukan dan kemudian dilatih berbahasa selama delapan
tahun, Ginie tetap saja tidak dapat berbahasa seperti manusia lainnya.
2) Kasus Kedua
Kasus Isabelle − seorang anak umur 6,5 tahun yang diasuh ibunya yang bisu
di Ohio, Colombus, Amerika – menunjukkan hasil yang agak berbeda.
Karena umurnya yang masih muda, Isabelle, yang kemudian diasuh secara
normal oleh Marie Mason di hospital yang dipimpinnya akhirnya dapat
memakai bahasa seperti kebanyakan anak lainnya.
Dari gambaran di atas tampak bahwa baik nature maupun nurture
diperlukan untuk pemerolehan bahasa. Nature diperlukan karena tanpa bekal
kodrati makhluk tidak mungkin dapat berbahasa. Nurture juga diperlukan
karena tanpa adanya input dari alam sekitar bekal yang dikodrati itu tidak
akan terwujud (Dardjowidjoyo, 2003: 237).

2.2 Proses Pemerolehan Bahasa

4
Menurut teori Chomsky komponen bahasa dibagi menjadi tiga
yaitu,komponen sintaksis, semantik, dan fonologi. Oleh karena itu pemerolehan
bahasa juga dibagi menjadi tiga yaitu pemerolehan semantik, pemeroleh sintaksis,
dan pemerolehan fonologi. Dalam pemerolehan sintaksis dan semantik termasuk
juga pemerolahan leksikon atau kosakata. Menurut Dardjowidjoyo (2003 : 244),
proses pemerolehan bahasa dibagi menjadi empat bagian yaitu, pemerolehan
fonologi, pemerolehan sintaksis, pemerolehan leksiko (Di dalamnya adalah
pemerolehan semantik), dan pemerolehan pragmatik.
1) Pemerolehan dalam Bidang Fonologi
Pada umur sekitar 6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang
mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Proses mengeluarkan bunyi-bunyi ini
disebut cooing atau dekutan. Anak mendekutkan bermacam-macam bunyi yang
belum jelas identitasnya. Pada sekitar umur 6 bulan, anak mulai mencampur
konsonan dengan vokal sehingga membentuk babbling atau celotehan
(Dardjowidjojo 2003:245). Celotehan dimulai dengan konsonan dan diikuti oleh
sebuah vokal. Konsonan yang ke luar pertama adalah konsonan bilabial hambat
dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/. Dengan demikian, strukturnya adalah CV.
Ciri lain dari celotehan adalah CV kemudian diulang dengan struktur
C1V1C1V1.... papapa mamama bababa ..... Orang tua kemudian mengaitkan kata
papa dengan ayah dan mama dengan ibu meskipun yang ada dalam benak anak
tidaklah kita ketahui, mungkin saja celotehan itu hanya latihan artikulatori belaka.
Konsonan pada akhir kata sampai dengan umur sekitar 2;0 banyak yang tidak
diucapkan. Misalnya kata mobil akan diujarkan sebagai /bi/. Sampai umur3;0
tahun anak belum dapat mengucapkan guggus konsonan, misalnya putri akan
diujarkan sebagai /ti/. Jadi dalam perkembangan fonologi, seorang anak harus
mempelajari aturan-aturan fonologi, misalnya aturan untuk mengkombinasikan
bunyi-bunyi menjadi suatu bunyi ujaran yang ada dalam suatu bahasa
(Dardjowidjojo,2003:246).

2) Pemerolehan dalam Bidang Sintaksis


Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu
kata (atau bagian kata). Kata ini, bagi anak sebenarnya adalah kalimat penuh,

5
tetapi karena ia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya
mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu disebut Ujaran Satu Kata (USK) atau
One Word Utterance. contohnya anak yang mengatakan bi untuk kata mobil bisa
bermaksud untuk mengatakan:

Ma, itu mobil

Ma, ayo kita ke mobil


Sekitar umur 2;0 anak mulai mengeluarkan Ujaran Dua Kata (UDK) atau
Two Word Utterance. Anak mulai dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga
seolah-olah dua kata itu terpisah. Untuk menyatakan bahwa lampunya telah
menyala, seorang anak bukan mengatakan /lampunala/ “lampu nyala” tapi /lampu
// nala/ “lampu . nyala” dengan jeda diantara lampu dan nyala. Jeda ini makin
lama makin pendek sehingga menjadi ujaran yang normal
(Dardjowidjojo,2003:248).

3) Pemerolehan pada Bidang Leksikon


Macam kata yang diperoleh anak pada awal ujarannya ditentukan oleh
lingkungannya. Kata mempunyai jalur hierarki semantik, misalnya perkutut
Bangkok adalah satu jenis perkutut dan perkutut adalah satu dari jenis banyak
burung. Sementara itu, burung adalah salah satru binatang. Dalam hal
pemerolehan kata, anak tidak akan memperoleh kata yang hierarkinya terlalu
tinggi atau terlalu rendah. Anak akan mengambil apa dinamakan basic level
category yakni suatu kategori dasar yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu
rendah. Dari contoh di atas anak tidak akan mengambil binatang atau perkutut
bangkok atau perkutut dia akan mengambil kata yang dasar yakni burung.
Dalam penetuan makna suatu kata anak mengikuti prinsi universal salah
satunya dinamakan overextension atau penggelebungan makna.Diperkenalkan
dengan suatu konsep baru, anak cenderung mengambil salah satu fitur dari konsep
itu, lalu menerapkannya pada konsep lain yang memiliki fitur tersebut. Contohnya
konsep tentang bulan. Pada waktu anak diperkenalkan dengan kata bulan, dia
mengambil fitur bentuk fisiknya yakni bulan itu bundar. Fitur ini kemudian
diterapkan segala macam benda yang bundar seperti kue ulang tahun, jam diding,

6
piring, dan lain-lain. Setiap kali terapannya ditolak, dia merefisi ‘ Defenisi ‘ dia
tentang bulan, sampai akhirnya dia memperoleh makna yang sebenarnya.

4) Pemerolehan dalam Bidang Pragmatik


Pragmatik adalah studi tentang penggunaan bahasa dalam hubungannya
dengan orang lain dalam masyarakat yang sama (Ninio dan Snow dalam
Dardjowidjojo:264). Pragmatik bukan merupakan komponen keempat (di samping
fonologi, sintaksis, dan leksikon) pada bahasa, tetapi memberikan perspektif yang
berbeda mengenai bahasa. Pramatik membahas bagaimanan anak memperoleh
kelayakan dalam berujar. Karena pragmatik merupakan bagian dari perilaku
berbahasa maka penelitian mengenai pemerolehan bahasa perlu pula mengamati
bagaimana anak mengembangkan kemampuan pragmatiknya.

(a) Pemerolehan Niat Komunikatif


Dari minggu-minggu pertama sesudah lahir, anak mulai menunjukkan niat
komunikatifnya dengan antara lain tersenyum, menoleh bila dipanggil, menggapai
bila diberi sesuatu, dan memberikan sesuatu kepada orang lain. Setelah
perkembangan biologisnya memungkinkan, anak mulai mewujudkan niat
komunikatifnya dalam bentuk bunyi. Dari penelitian Nino Snow diketahui bahwa
arah ujaran awal-awal adalah ke diri anak, artinya, semua ujaran yang dikeluarkan
diarahkan untuk kepentingan dia sendiri, bukan untuk orang lain. Karena itulah
pada awal hidupnya anak kelihatan egois dan egosentris.

(b) Pemerolehan Kemampuan Percakapan


Pengembangan kemampuan percakapan, anak juga secara bertahap menguasai
aturan-aturan yang ada. Struktur percakapan terdiri dari tiga komponen, yaitu: (1)
pembukaan, (2) giliran, dan (3) penutup. Secara naluri anak akan tahu kapan
pembukaan percakapan itu terjadi. Aturan main dalam batang tubuh percakapan
juga dikuasainya secara gradual. Dari penelitian Pan dan Snow didapati bahwa
umur 1;8 anak hanya menanggapi sekitar 33% dari apa yang ditanyakan oleh
orangtuanya. Prosentase ini naik menjadi 56,7% pada umur 2;5-3;0. Begitu pula

7
relevansinya; hanya sekitar 19% dari tanggapan anak yang relevan dengan topik
yang sedang dibicarakan (Owens dalam Dardjowidjojo:267).

2.3 Waktu Pemerolehan Bahasa


Dalam berbahasa sudah mencakup komprehensi dan produksi maka anak
sudah mulai berbahasa sebelum dia dilahirkan. Pada “komprehensi” orang
menerima input untuk kemudian disimpan dalam memori, sedangkan “produksi”
mencakup kata yang tersimpan itu dicari kembali untuk kemudian diujarkan
(Dardjowidjoyo, 2003: 139). Melalui saluran intrauterine anak telah terekspos
pada bahasa manusia waktu dia masih janin (Kent dan Miolo dalam
Dardjowidjoyo, 2003: 268). Kata-kata dari ibunya tiap hari dia dengar dan secara
biologis kata-kata itu “masuk” ke dalam janin. Kata-kata ibunya ini rupanya
“tertanam” pada janin anak. Itulah salah satu sebabnya mengapa di mana pun juga
anak selalu lebih dekat pada ibunya daripada ayahnya. Seorang anak yang
menangis akan berhenti menangisnya bila digendong oleh ibunya.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwasanya pemerolehan bahasa


adalah proses seorang anak mempelajari bahasa pertamanya. Pemerolehan bahasa
meimliki sifat nurture dan nature. Proses pemerolehan bahasa menurut
Dardjowidjojo ada empat yaitu perolehan secara fonologi, sintaksis, leksikon
(semantik), dan pragmatik. Waktu pemerolehan bahasa adalah waktu anak di
dalam janin ibunya.

3.2 Saran

Makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dalam ssstem penulisan


maupun penjelesan nya untuk itu diharapkan kepada pembaca setelah membaca
makalah ini, diharapkan bisa menulis makalah mengenai pemerolehan bahasa
lebih baik lagi.

9
DAFTAR PUSTAKA

Dardjowidjoyo, Soenjono. 2008. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa


Manusia (Edisi Kedua). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Chaer, Abdul. 2003. Piskolinguistik: Kajian Teoritik.Jakarta: PT Rineka Cipta.

10

Anda mungkin juga menyukai