PENDAHULUAN
1.1 Latarabelakang
1
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan sifat pemerolehan bahasa.
2 Menjelaskan proses pemerolehan bahasa.
3 Menjelaskan waktu pemerolehan bahasa.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pemerolehan bahasa atau akusisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam
otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Pemerolehan bahasa biasa dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran
bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu anak-anak
mempelajari bahasa kedua. Jadi pemerolehan bahasa adalah berkenaan dengan
bahasa pertama menurut Nurhadi dan Roekhan 1990 (Chaer, 2003: 167).
Manusia di mana pun juga pasti akan dapat menguasai, atau memperoleh
bahasa asalkan dia tumbuh dalam suatu masyarakat. Sifat pemerolehan bahasa ini
terbagi dua, yaitu bersifat nurture dan nature.
Pemerolehan bahasa bukan hanya didasarkan pada nurture tetapi pada nature.
Anak memperoleh kemampuan berbahasa seperti dia memperoleh kemampuan
3
untuk berdiri dan berjalan. Nurture, yakni masukan berupa bahasa hanya akan
menentukan bahasa mana yang akan diperoleh anak, tetapi prosesnya itu sendiri
bersifat kodrati (innate) dan inner-directed (Chomsky dalam Dardjowidjoyo,
2003: 236).
1) Kasus Pertama
Peristiwa ini terjadi pada anak perempuan di Los Angeles, California,
bernama Ginie. Ginie, yang ditemukan tahun 1970, disekap oleh orang tuanya
dalam kamar yang kecil di gudang belakang rumah selama 13 tahun. Dia
diberi makan tetapi tidak pernah diajak berbicara. Ayahnya, yang benci anak
dan suara anak, sering menyiksanya sementara ibunya tidak berani berbuat
apa pun. Setelah ditemukan dan kemudian dilatih berbahasa selama delapan
tahun, Ginie tetap saja tidak dapat berbahasa seperti manusia lainnya.
2) Kasus Kedua
Kasus Isabelle − seorang anak umur 6,5 tahun yang diasuh ibunya yang bisu
di Ohio, Colombus, Amerika – menunjukkan hasil yang agak berbeda.
Karena umurnya yang masih muda, Isabelle, yang kemudian diasuh secara
normal oleh Marie Mason di hospital yang dipimpinnya akhirnya dapat
memakai bahasa seperti kebanyakan anak lainnya.
Dari gambaran di atas tampak bahwa baik nature maupun nurture
diperlukan untuk pemerolehan bahasa. Nature diperlukan karena tanpa bekal
kodrati makhluk tidak mungkin dapat berbahasa. Nurture juga diperlukan
karena tanpa adanya input dari alam sekitar bekal yang dikodrati itu tidak
akan terwujud (Dardjowidjoyo, 2003: 237).
4
Menurut teori Chomsky komponen bahasa dibagi menjadi tiga
yaitu,komponen sintaksis, semantik, dan fonologi. Oleh karena itu pemerolehan
bahasa juga dibagi menjadi tiga yaitu pemerolehan semantik, pemeroleh sintaksis,
dan pemerolehan fonologi. Dalam pemerolehan sintaksis dan semantik termasuk
juga pemerolahan leksikon atau kosakata. Menurut Dardjowidjoyo (2003 : 244),
proses pemerolehan bahasa dibagi menjadi empat bagian yaitu, pemerolehan
fonologi, pemerolehan sintaksis, pemerolehan leksiko (Di dalamnya adalah
pemerolehan semantik), dan pemerolehan pragmatik.
1) Pemerolehan dalam Bidang Fonologi
Pada umur sekitar 6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang
mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Proses mengeluarkan bunyi-bunyi ini
disebut cooing atau dekutan. Anak mendekutkan bermacam-macam bunyi yang
belum jelas identitasnya. Pada sekitar umur 6 bulan, anak mulai mencampur
konsonan dengan vokal sehingga membentuk babbling atau celotehan
(Dardjowidjojo 2003:245). Celotehan dimulai dengan konsonan dan diikuti oleh
sebuah vokal. Konsonan yang ke luar pertama adalah konsonan bilabial hambat
dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/. Dengan demikian, strukturnya adalah CV.
Ciri lain dari celotehan adalah CV kemudian diulang dengan struktur
C1V1C1V1.... papapa mamama bababa ..... Orang tua kemudian mengaitkan kata
papa dengan ayah dan mama dengan ibu meskipun yang ada dalam benak anak
tidaklah kita ketahui, mungkin saja celotehan itu hanya latihan artikulatori belaka.
Konsonan pada akhir kata sampai dengan umur sekitar 2;0 banyak yang tidak
diucapkan. Misalnya kata mobil akan diujarkan sebagai /bi/. Sampai umur3;0
tahun anak belum dapat mengucapkan guggus konsonan, misalnya putri akan
diujarkan sebagai /ti/. Jadi dalam perkembangan fonologi, seorang anak harus
mempelajari aturan-aturan fonologi, misalnya aturan untuk mengkombinasikan
bunyi-bunyi menjadi suatu bunyi ujaran yang ada dalam suatu bahasa
(Dardjowidjojo,2003:246).
5
tetapi karena ia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya
mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu disebut Ujaran Satu Kata (USK) atau
One Word Utterance. contohnya anak yang mengatakan bi untuk kata mobil bisa
bermaksud untuk mengatakan:
6
piring, dan lain-lain. Setiap kali terapannya ditolak, dia merefisi ‘ Defenisi ‘ dia
tentang bulan, sampai akhirnya dia memperoleh makna yang sebenarnya.
7
relevansinya; hanya sekitar 19% dari tanggapan anak yang relevan dengan topik
yang sedang dibicarakan (Owens dalam Dardjowidjojo:267).
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
9
DAFTAR PUSTAKA
10