Anda di halaman 1dari 12

Pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang digunakan oleh anakanak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan

orang
tua hinggadapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan paling
sederhana dari bahasa yang bersangkutan. (Kiparsky.,1988)
Pemerolehan bahasa adalah proses pemilikan
kemampuan berbahasa, baik berupa pemahaman ataupun pengung
kapan secara alami,tanpa melalui kegiatan pembelajaran formal
(Tarigan dkk., 1998).
Pemerolehan bahasa mempunyai suatu permulaan yang tiba-tiba,
mendadak. Kemerdekaan bahasa mulai sekitar usia satu tahun di saat anakanak mulai menggunakan kata-kata lepas atau kata-kata terpisah dari sandi
linguistik untuk mencapai tujuan sosial mereka.
Pengertian lain mengatakan bahwa pemerolehan bahasa memiliki suatu perm
ulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi kognitif pra-linguistik
(McGraw, 1987 ; 570).

Berlangsung dalam situasi informal, anakanak belajar tanpa bebandan


berlangsung di luar sekolah.
Pemilikan bahasa tidak melalui pembelaja
ran formal di lembaga-lembaga
pendidikan seperti sekolah atau kursus.
Dilakukan tanpa sadar atau secara
spontan.
Dialami langsung oleh anak dan terjadi
dalam konteks berbahasa yang bermakna
bagi anak.

Kemampuan
untuk menghasilkan tuturan secara spontan

Kemampuan untuk memahami tuturan


orang lain.

Tahap 1: Mendengkur
Tahap ini mulai berlangsung pada anak usia sekitar enam minggu. Bunyi
yang dihasilkan mirip dengan vokal tetapi tidak sama dengan bunyi
vokal orang dewasa.
Tahap 2: Meraban
Tahap ini berlangsung ketika usia anak mendekati enam bulan. Tahap
meraban merupakan pelatihan bagi alat-alat ucap. Vokal dan
konsonan dihasilkan secara serentak.
Tahap 3: Pola intonasi
Anak mulai menirukan pola-pola intonasi. Tuturan yang dihasilkan mirip
dengan yang diucapkan ibunya.

Tahap 4: Tuturan satu kata


Pada umur satu tahun sampai delapan belas bulan anak mulai mengucapkan
tuturan satu kata. Pada usia ini anak memperoleh sekitar lima belas kata
meliputi nama orang, binatang, dan lain-lain.

Tahap 5: Tuturan dua kata


Umumnya pada usia dua setengah tahun anak sudah menguasai
beberapa ratus kata. Tuturan hanya terdiri atas dua kata.

Tahap 6: Infleksi kata


Kata-kata yang dianggap remeh dan infleksi mulai digunakan. Dalam
bahasa Indonesia yang tidak mengenal istilah infleksi, mungkin
berwujud pemerolehan bentuk-bentuk derivasi, misalnya kata kerja
yang mengandung awalan atau akhiran.
Tahap 7: Bentuk Tanya dan bentuk ingkar
Anak mulai memperoleh kalimat tanya dengan kata tanya seperti apa,
siapa, kapan, dan sebagainya. Di samping itu anak juga sudah
mengenal bentuk ingkar.

Tahap 8: Konstruksi yang jarang atau kompleks


Anak sudah mulai berusaha menafsirkan meskipun
penafsirannya dilakukan secara keliru. Anak juga
memperoleh kalimat dengan struktur yang rumit, seperti
pemerolehan kalimat majemuk.

Tahap 9: Tuturan yang matang


Pada tahap ini anak sudah dapat menghasilkan kalimat-kalimat
seperti orang dewasa.

1. Fonologi
Anak menggunakan bunyi-bunyi yang telah dipelajarinya dengan bunyi-bunyi yang
belum dipelajari, misalnya menggantikan bunyi /l/ yang sudah dipelajari dengan
bunyi /r/ yang belum dipelajari. Pada akhir periode berceloteh, anak sudah mampu
mengendalikan intonasi, modulasi nada, dan kontur bahasa yang dipelajarinya.
2. Morfologi
Pada usia 3 tahun anak sudah membentuk beberapa morfem yang menunjukkan fungsi
gramatikal nomina dan verba yang digunakan. Kesalahan gramatika sering terjadi
pada tahap ini karena anak masih berusaha mengatakan apa yang ingin dia
sampaikan. Anak terus memperbaiki bahasanya sampai usia sepuluh tahun.
3. Sintaksis
Alamsyah (2007:21) menyebutkan bahwa anak-anak mengembangkan tingkat
gramatikal kalimat yang dihasilkan melalui beberapa tahap, yaitu melalui peniruan,
melalui penggolongan morfem, dan melalui penyusunan dengan cara
menempatkan kata-kata secara bersama-sama untuk membentuk kalimat.
4. Semantik
Anak menggunakan kata-kata tertentu berdasarkan kesamaan gerak, ukuran, dan
bentuk. Misalnya, anak sudah mengetahui makna kata jam. Awalnya anak hanya
mengacu pada jam tangan orang tuanya, namun kemudian dia memakai kata
tersebut untuk semua jenis jam.

1. Teori Behaviorisme
Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku
kebahasaan yang dapat diamati langsung dan
hubungan antara rangsangan (stimulus) dan
reaksi (response). Perilaku bahasa yang efektif
adalah membuat reaksi yang tepat terhadap
rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu
kebiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan.
Dengan demikian, anak belajar bahasa
pertamanya.

2. Teori Nativisme
Chomsky merupakan penganut nativisme. Menurutnya,
bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia,
binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa
manusia. Pendapat Chomsky didasarkan pada
beberapa asumsi.
Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang
diturunkan (genetik), setiap bahasa memiliki pola
perkembangan yang sama (merupakan sesuatu
yang universal), dan lingkungan memiliki peran kecil
di dalam proses pematangan bahasa.
Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu yang
relatif singkat.
Ketiga, lingkungan bahasa anak tidak dapat
menyediakan data yang cukup bagi penguasaan
tata bahasa yang rumit dari orang dewasa.

3. Teori Kognitivisme
Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai
adalah perkembangan kognitif, barulah pengetahuan
dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa. Dari
lahir sampai 18 bulan, bahasa dianggap belum ada. Anak
hanya memahami dunia melalui indranya. Anak hanya
mengenal benda yang dilihat secara langsung. Pada akhir
usia satu tahun, anak sudah dapat mengerti bahwa benda
memiliki sifat permanen sehingga anak mulai
menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda
yang tidak hadir dihadapannya. Simbol ini kemudian
berkembang menjadi kata-kata awal yang diucapkan
anak.

4. Teori Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan bahwa
pemerolehan bahasa merupakan hasil
interaksi antara kemampuan mental
pembelajaran dan lingkungan bahasa.
Pemerolehan bahasa itu berhubungan
dengan adanya interaksi antara
masukan input dan kemampuan
internal yang dimiliki pembelajar.

Anda mungkin juga menyukai