Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

KONSERVASI BANGUNAN HERITAGE

Makalalah Ditulis untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Utilitas

Dosen Pengampu: Arief Rakhman Setiono, MT.

Disusun Oleh:

Intan Dwi Cahyani (17660119)

JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM


MALANG

2019
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung


menyatakan bahwa bangunan gedung dan lingkungan yang ditetapkan
sebagai cagar budaya harus dilestarikan. Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2010 menegaskan pula bahwa Negara bertanggung jawab dalam
pengaturan, pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan cagar budaya.
Namun seiring berjalannya waktu dengan berbagai kondisi dan alasan
sebagian besar bangunan cagar budaya saat ini dalam keadaan terbengkalai
dan terancam hancur.

Kurangnya pengetahuan dan kesadaran para pemangku kepentingan


baik pemerintah, masyarakat maupun swasta tentang bagaimana
penyelenggaraan pelestarian bangunan cagar budaya yang benar sesuai
dengan prinsip-prinsip pelestarian seringkali menjadi penyebab hilangnya
nilai-nilai penting (signifikansi) yang dimiliki. Kondisi tersebut sangat
disayangkan karena bangunan cagar budaya dengan segala kondisi yang
dialaminya merupakan rekam jejak peradaban Bangsa Indonesia yang patut
untuk dilestarikan.

2. Rumusan Maslah
1. Bagaimana teori tentang konservasi?
2. Bagaimana tujuan konservasi bangunan heritage?
3. Bagaimana jenis-jenis konservasi?
4. Bagaiman peran arsitek dalam konservasi bangunan heritage?
5. Bagaimana upaya kegiatan pelestarian bangunan heritage?

3. Tujuan
1. Untuk mengetahui teori konservasi.
2. Untuk mengetahui tujuan konservasi bangunan heritage.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis konservasi.
4. Untuk mengetahui peran arsitek dalam konservasi bangunan heritage.
5. Untuk mengetahui upaya kegiatan pelestarian bangunan heritage.
PEMBAHASAN

1. Teori Konservasi Arsitektur


Theodore Roosevelt (1902) merupakan orang Amerika pertama
yang mengemukakan tentang konsep konservasi. Konservasi yang berasal
dari kata conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare
(keep/save) yang memiliki pengertian tentang upaya memelihara apa yang
kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use).
Pada awalnya konsep konservasi terbatas pada pelestarian
bendabenda/monumen bersejarah (biasa disebut preservasi). Namun konsep
konservasi tersebut berkembang, sasarannya tidak hanya mencakup
monumen, bangunan atau benda bersejarah melainkan pada lingkungan
perkotaan yang memiliki nilai sejarah serta kelangkaan yang menjadi dasar
bagi suatu tindakan konservasi.
Menurut Sidharta dan Budihardjo (1989), konservasi merupakan
suatu upaya untuk melestarikan bangunan atau lingkungan, mengatur
penggunaan serta arah perkembangannya sesuai dengan kebutuhan saat ini
dan masa mendatang sedemikian rupa sehingga makna kulturalnya akan
dapat tetap terpelihara. Menurut Danisworo (1991), konservasi merupakan
upaya memelihara suatu tempat berupa lahan, kawasan, gedung maupun
kelompok gedung termasuk lingkungannya. Di samping itu, tempat yang
dikonservasi akan menampilkan makna dari sisi sejarah, budaya, tradisi,
keindahan, sosial, ekonomi, fungsional, iklim maupun fisik (Danisworo,
1992). Dari aspek proses disain perkotaan (Shirvani, 1985), konservasi
harus memproteksi keberadaan lingkungan dan ruang kota yang merupakan
tempat bangunan atau kawasan bersejarah dan juga aktivitasnya.
Konservasi dengan demikian sebenarnya merupakan pula upaya
preservasi namun dengan tetap memanfaatkan kegunaan dari suatu tempat
untuk menampung/memberi wadah bagi kegiatan yang sama seperti
kegiatan asalnya atau bagi kegiatan yang sama sekali baru sehingga dapat
membiayai sendiri kelangsungan eksistensinya. Dengan kata lain
konservasi suatu tempat merupakan suatu proses daur ulang dari sumber
daya tempat tersebut.

2. Tujuan Konservasi
Menurut David Poinsett, Preservation News (July, 1973. 5-7),
keberadaan preservasi objek-objek bersejarah biasanya mempunyai tujuan:
a) Pendidikan
Peninggalan objek-objek bersejarah berupa benda-benda tiga
dimensi akan memberikan gambaran yang jelas kepada manusia sekarang,
tentang masa lalu, tidak hanya secara fisik bahkan suasana dan semangat
masa lalu.
b) Rekreasi
Suatu kesenangan tersendiri dalam mengunjungi objek-objek
bersejarah karena kita akan mendapat gambaran bagaimana orang-orang
terdahulu membentuk lingkungan binaan yang unik dan berbeda dengan kita
sekarang.
c) Inspirasi
Patriotisme adalah semangat yang bangkit dan tetap akan berkobar
jika kita tetap mempertahankan hubungan kita dengan masa lalu, siapa kita
sebenarnya, bagaimana kita terbentuk sebagai suatu bangsa dan apa tujuan
mulia pendahulu kita. Preservasi objek bersejarah akan membantu untuk
tetap mempertahakan konsep-konsep tersebut.
d) Eknomi
Pada masa kini objek-objek bersejarah telah bernilai ekonomi
dimana usahausaha untuk mempertahan bangunan lama dengan mengganti
fungsinya telah menjadi komoditas parawisata dan perdagangan yang
mendatangkan keuntungan.

3. Jenis-Jenis Konservasi
Dalam pelaksanaan konservasi terhadap kawasan/ bangunan cagar
budaya, maka ada tindakan-tindakan khusus yang harus dilakukan dalam
setiap penanganannya (Burra Charter, 1999), antara lain:
a) Konservasi yaitu semua kegiatan pemeliharaan suatu tempat sedemikian
rupa sehingga mempertahankan nilai kulturalnya.
b) Preservasi adalah mempertahankan bahan dan tempat dalam kondisi
eksisting dan memperlambat pelapukan.
c) Restorasi / Rehabilitasi adalah upaya mengembalikan kondisi fisik
bangunan seperti sediakala dengan membuang elemen-elemen tambahan
serta memasang kembali elemen-elemen orisinil yang telah hilang tanpa
menambah bagian baru.
d) Rekonstruksi yaitu mengembalikan sebuah tempat pada keadaan semula
sebagaimana yang diketahui dengan menggunakan bahan lama maupun
bahan baru dan dibedakan dari restorasi.
e) Adaptasi / Revitalisasi adalah segala upaya untuk mengubah tempat agar
dapat digunakan untuk fungsi yang sesuai.
f) Demolisi adalah penghancuran atau perombakan suatu bangunan yang
sudah rusak atau membahayakan.
4. Peran Arsitek dalam Konservasi
Internal:
a) Meningkatkan kesadaran di kalangan arsitek untuk mencintai dan mau
memelihara warisan budaya berupa kawasan dan bangunan bersejarah atau
bernilai arsitektural tinggi.
b) Meningkatkan kemampuan serta penguasaan teknis terhadap jenis-jenis
tindakan pemugaran kawasan atau bangunan, terutama teknik adaptive
reuse.
c) Melakukan penelitian serta dokumentasi atas kawasan atau bangunan yang
perlu dilestarikan.

Eksternal:
a) Memberi masukan kepada Pemda mengenai kawasan-kawasan atau
bangunan yang perlu dilestarikan dari segi arsitektur.
b) Membantu Pemda dalam menyusun Rencana Tata Ruang untuk keperluan
pengembangan kawasan yang dilindungi (Urban Design Guidelines).
c) Membantu Pemda dalam menentukan fungsi atau penggunaan baru
bangunan-bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi yang
fungsinya sudah tidak sesuai lagi (misalnya bekas pabrik atau gudang) serta
mengusulkan bentuk konservasi arsitekturalnya.
d) Memberikan contoh-contoh keberhasilan proyek pemugaran yang dapat
menumbuhkan keyakinan pengembang bahwa dengan mempertahankan
identitas kawasan/bangunan bersejarah, pengembangan akan lebih
memberikan daya tarik yang pada gilirannya akan lebih mendatangkan
keuntungan finansial

5. Upaya Kegiatan Pelestarian


Highfield (1987: 20-21) menjabarkan tingkat perubahan pada
tindakan pelestarian dalam tujuh tingkatan, yakni;
a) Perlindungan terhadap seluruh struktur bangunan, beserta dengan
subbagian-bagian penyusunnya, dan memperbaiki finishing interior, utilitas
bangunan, dan sarana-prasarana. Dalam tingkat pelestarian yang paling
rendah, perubahan yang memungkinkan terjadi adalah perbaikan tangga
eksisting untuk disesuaikan dengan kebutuhan lift, penggunaan sistem
penghawaan buatan sederhana yang dikombinasikan dengan penghawaan
alami.
b) Perlindungan terhadap seluruh selubung eksterior bangunan, termasuk atap
dan sebagian besar interiornya, dengan perubahan kecil pada struktur
internal, dan memperbaiki finishing interior, utilitas bangunan, dan sarana
saniter. Perubahan struktural dapat melibatkan demolisi beberapa subbagian
interior, atau penambahan tangga baru, dan apabila memungkinkan shaft
lift.
c) Perlindungan terhadap seluruh selubung eksterior eksisting, termasuk atap,
dengan perubahan besar pada struktur internal serta perbaikan finishing,
utilitas, dan sarana saniter. Perubahan besar pada struktur internal dapat
melibatkan penambahan tangga beton bertulang yang baru, instalasi lift,
demolisi dinding struktur pada interior secara skala yang lebih luas, atau
penambahan lantai baru selama sesuai dengan ketinggian lantai aslinya.
d) Perlindungan seluruh dinding selubung bangunan, dan demolisi total pada
atap dan interiornya, dengan membangun bangunan yang sama sekali baru
di belakang fasad yang dipertahankan. Opsi ini dapat dilakukan pada
bangunan yang terisolasi, seluruh dinding fasad eksternal layak untuk
dilindungi, tapi pengembangan ke depannya menbutuhkan wadah untuk
fungsi yang sama sekali baru, bebas dari elemen internal bangunan
eksisting.
e) Perlindungan hanya pada dua atau tiga penampang/tampak bangunan
eksisting, dan demolisi total terhadap sisanya, dengan pembangunan
bangunan yang sama sekali baru di belakang dinding fasad yang
dipertahankan. Opsi ini dapat dilakukan pada bangunan yang tapaknya
terletak pada sudut pertemuan dua atau lebih jalan.
f) Perlindungan hanya pada satu penampang/tampak bangunan, sebuah
dinding fasade dari bangunan eksisting, dan demolisi total terhadap sisanya,
dengan membangun bangunan yang sama sekali baru di belakang dinding
fasad. Opsi ini dapat dilakukan apabila bangunan tersebut hanya memiliki
satu fasad yang penting, tampak bangunan yang penting tersebut
menghadap jalan utama dan seluruh sisa tampaknya menempel pada
bangunan di sekelilingnya.
g) Opsi paling drastis pada pengembangan kembali adalah dengan tidak
memberikan pilihan untuk pelestarian, tetapi dengan demolisi total
bangunan eksisting dan menggantinya dengan bangunan yang baru.

PENUTUP

1. Kesimpulan
Meskipun kegiatan pelestarian bangunan maupun kawasan
bersejarah masih kurang dipahami sebagian masyarakat di Indonesia,
namun dengan banyaknya manfaat yang didapat melalui upaya pelestarian
sepatutnya hal ini mulai dikembangkan dalam pola pikir masyarakat agar
masyarakat suatu kota maupun kawasan yang memiliki potensi untuk
dilestarikan dapat ikut berperan serta dalam upaya pelestarian bangunan
maupun kawasan.
DAFTR PUSTAKA

https://finifio.wordpress.com/2016/06/04/apa-itu-konservasi-arsitektur/ (Diakses 2
Desember 2019)

http://egardanoza.blogspot.com/2018/07/konservasi-arsitektur-konservasi.html
(Diakses 2 Desember 2019)

https://winnerfirmansyah.wordpress.com/category/konservasi-arsitektur/ (Diakses
2 Desember 2019)

http://saujana17.wordpress.com/2008/analisis-penilaian-bangunan-cagar-
budaya.html (Diakses 2 Desember 2019)

Anda mungkin juga menyukai