Anda di halaman 1dari 7

1.

Definisi Wahyu

Al-Wahy (wahyu) adalah kata mashdar (infinitif) yang menunjuk pada


dua pengertian dasar, yaitu; tersembunyi dan cepat. Jadi dengan kata lain wahyu
adalah hubungan komunikasi antara dua pihak yang mengandung arti
permberian informasi secara rahasia. Secara etimologi pengertian wahyu
meliputi:1

a) Ilham al-fithri li al-insan (ilham yang menjadi fitrah manusia). Seperti wahyu
yang diberikan kepada ibu Nabi Musa,

ِ ْ‫َوأَوْ َح ْينَا< إِلَى اُ ُّم ُموْ َسى أَ ْن أَر‬


‫ض ِع ْي ِه‬

“Dan kami wahyukan (ilhamkan) kepada ibu musa; “Susuilah dia…” (Al-
Qashash:7)

b) Ilham yang berupa naluri pada binatang, seperti wahyu kepada lebah,

َ‫ْر ُشوْ ۙن‬


ِ ‫َو ِم َّما يَع‬
“Dan Tuhanmu telah meyahyukan kepada lebah; Buatlah sarang di bukit-bukit,
di pohon-pohon kayu, dan di rumah-rumah yang didirikan manusia.” (An-
Nahl:68)

c) Isyarat yang cepat, seperti isyarat Zakaria yang diceritakan Al-Qur’an,

ِ ‫فَخَ َر َج ع َٰلى قَوْ ِم ٖه ِمنَ ْال ِمحْ َرا‬


‫ب فَاَوْ ٰ ٓحى< اِلَ ْي ِه ْم اَ ْن َسبِّحُوْ ا بُ ْك َرةً َّوع َِشيًّا‬

“Maka keluarlah dia dari mihrab, lalu memberi isyarat kepada mereka;
Hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.” (Maryam:11)

d) Bisikan setan untuk menghias yang buruk agar tampak indah dalam diri
manusia.

‫َواِ َّن ال َّش ٰي ِط ْينَ لَيُوْ حُوْ نَ اِ ٰلٓى اَوْ لِيَ ۤا ِٕٕىِ< ِه ْ<م لِيُ َجا ِدلُوْ ُك ْ<م ۚ َواِ ْن اَطَ ْعتُ ُموْ هُ ْم اِنَّ ُك ْم‬

“Sesungguhnya setan-setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar


mereka membantah kamu.” (Al-An’am:121)

‫ُف ْالقَوْ ِل‬


<َ ‫ْض ُز ْخر‬ ٰ ُ ‫س َو ْال ِجنِّ يُوْ ِح ْ<ي بَ ْع‬
ِ ‫ك َج َع ْلنَا لِ ُكلِّ نَبِ ٍّي َع ُد ًّوا َش ٰي ِط ْينَ ااْل ِ ْن‬َ ِ‫َو َك ٰذل‬
ٍ ‫ضهُ ْم اِلى بَع‬
‫ك َما فَ َعلُوْ هُ فَ َذرْ هُْ<م َو َما‬َ ُّ‫ُغرُوْ رًا ۗ َولَوْ َش ۤا َء َرب‬
“Dan demikianlah Kami jadikan musuh bagi tiap-tiap Nabi, yaitu setan-setan
dari golongan manusia dan jenis jin agar sebagian mereka membisikkan kepada
1
Syaikh Manna’ Al-Qathan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar 2006), hal. 31.
sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu
manusia.” (Al-An’am:112)

e) Apa yang disampaikan Allah kepada para malaikat-Nya berupa suatu perintah
untuk dikerjakan.
ۤ
‫ك اِلَى ْال َم ٰل ِٕٕىِ< َك ِة اَنِّ ْي َم َع ُك ْم فَثَبِّتُوا< الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا‬
َ ُّ‫اِ ْذ يُوْ ِح ْي َرب‬
“Ingatlah ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat; Sesungguhnya
Aku bersama kamu, maka teguhkanlah pendirian orang-orang yang beriman.”
(Al-Anfal:12)

Dari ayat-ayat dan pengertian di atas, secara kebahasaan wahyu dapat


terjadi dalam penyampaian makna, isyarat, atau ketetapan secara rahasia dan
cepat dari Allah SWT kepada makhluk-Nya, manusia, hewan, ataupun alam.
Wahyu Allah kepada manusia secara nyata disampaikan kepada rasul, para Nabi,
para wali, dan boleh jadi kepada manusia biasa. Secara langsung dari balik tabir
maupun dalam bentuk ilham dan mimpi atau melalui perantara malaikat Jibril.

‫ي بِاِ ْذنِ ٖه َما‬ ۤ ‫هّٰللا‬


<َ ‫ب اَوْ يُرْ ِس َل َرسُوْ اًل فَيُوْ ِح‬ ِ ‫َو َما َكانَ لِبَ َش ٍر اَ ْن يُّ َكلِّ َمهُ ُ اِاَّل َوحْ يًا اَوْ ِم ْن َّو َرا‬
ٍ ‫ئ ِح َجا‬
‫يَ َش ۤا ُء ۗاِنَّهٗ َعلِ ٌّي َح ِك ْي ٌم‬
“Dan tidaklah patut bagi seorang manusia bahwa Allah akan berbicara
kepadanya kecuali dengan perantaraan wahyu atau dari belakang tabir atau
dengan mengutus utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan izin-
Nya apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Mahatinggi, Mahabijaksana” (Asy-
Syura’:51)

Adapun wahyu dalam pengertian syara’ adalah Allah SWT


memberitahukan kepada hamba yang dipilih-Nya segala sesuatu yang hendak
diberitahukan-Nya kepadanya yaitu semua bentuk hidayah dan ilmu, akan tetapi
dengan cara yang amat rahasia dan tidak biasa dialami manusia. Sedangkan
wahyu Allah kepada para Nabi menurut istilah adalah kalam Allah yang
diturunkan kepada seorang Nabi dari beberapa Nabi. Definisi ini menggunakan
pengertian maf’ul, yaitu al-muha (yang diwahykan). Ustadz Muhammad Abduh
mendefinisikan wahyu sebagai pengetahuan yang didapati seseorang dari dalam
dirinya dengan suatu keyakinan bahwa pengetahuan itu datang dari Allah, baik
dengan melalui perantara ataupun tidak. Yang pertama melalui suara yang
terjelma dalam telinganya atau bahkan tanpa suara.2

2. Cara Turun dan Penyampaian Wahyu

Berdasarkan Al-Qur’an surat As-Syura’ ayat 51 dapat di ketahui bahwa


wahyu yang dikaruniakan Allah kepada manusia ada tiga macam:

2
Syaikh Muhammad Rasyid Ridha, Al-Wahyul Muhammadi, hal. 44.
a) Pewahyuan (Menurunkan Wahyu)

Pewahyuan cara ini adalah sesuai dengan makna wahyu dalam arti
bahasa-isyarat yang cepat. Dalam hal ini wahyu adalah kebenaran yang di
sampaikan ke dalam kalbu atau jiwa seseorang.3 Wahyu dalam artian ini, tidak
sama dengan ilham, dan juga berbeda dengan meditasi karena wahyu merupakan
kebenaran yang tidak mengandung keraguan. Wahyu jenis inilah yang terkait
erat dengan Nabi. Seperti contoh wahyu yang diterima Nabi Ibrahim untuk
menyembelih putranya (Ismail).

b) Mendengar Suara dari Belakang Tirai atau Hijab.4

Pewahyuan cara kedua disampaikan dari belakang tirai, maksudnya


kalam Allah di sampaikan oleh-Nya kepada seorang Nabi dari belakang hijab
atau tabir seperti ketika Allah memenggil Nabi Musa dari belakang sebuah
pohon, dan Nabi Musa mendengar panggilan Allah itu.

c) Perantara Malaikat Jibril Yang Membawa Wahyu

Pewahyuan cara yang ketiga ini, di sampaikan Allah kepada seseorang


melalui utusan (malaikat yang mengembang risalah, yakni malaikat Jibril)
dengan kata-kata yang di ucapakan. Pemberian wahyu cara ini hanya terbatas
bagi para Rasul, berbeda dengan bentuk pertama, wahyu bentuk ketiga tidak
sekedar konseptual, tetapi sudah di bungkus oleh kata-kata (kalam). 5 Wahyu
yang diturunkan kepada Rasul atau Nabi secara rahasia dan sangat cepat itu
berfariasi. Dari fariasi itu terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu; melalui
perantara malaikat Jibril dan langsung tanpa perantara.

3. Cara Penurunan Wahyu Allah Kepada Malaikat

Dalam Al-Qur’an terdapat nash mengenai kalam Allah kepada malaikat-


Nya,
ٰۤ
ِ ْ‫ك لِ ْل َمل ِٕٕىِ< َك ِة ِانِّ ْي َجا ِع ٌل فِى ااْل َر‬
‫ض َخلِ ْيفَةً ۗ قَالُ ْٓوا اَتَجْ َع ُل فِ ْيهَا َم ْن يُّ ْف ِس ُد فِ ْيهَا‬ َ ُّ‫َواِ ْذ قَا َل َرب‬

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman; ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan


seseorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau hendak
menjadikan khalifah di bumi orang yang akan membuat kerusakan di
dalamnya…?’” (Al-Baqarah:30)

3
QS. As-Saffat, 37:102.
4
QS. Ath-Thoha, 20:1-11.
5
Syaikh Manna’ Al-Qathan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar 2006), hal. 40.
Adapun nash tentang wahyu Allah kepada mereka, “Ingatlah ketika Tuhanmu
mewahyukan kepada malaikat; ’SesungguhnyaAku bersama kamu, maka
teguhkanlah pendirian orang-orang yang beriman.” (Al-Anfal:12)

Ayat-ayat di atas dengan tegas menunjukkan bahwa Allah berbicara


kepada para malaikat tanpa perantara dan dengan pembicaraan yang dipahami
oleh para malaikat. Hal ini diperkuat dengan hadist dari Nuwa bin Sam’an
Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda, “Apabila Allah hendak memberikan wahyu mengenai suatu
urusan, Dia berbicara melalui wahyu maka langit pun bergetar dengan getaran
atau dia menyatakan dengan goncanagn yang dahsyat karena takut kepada
Allah. Ketika penghuni lagit mendengarnya, mereka pingsan dan jatuh. Lalu
bersyujudlah kepada Allah. Yang pertama sekali mengangkat kepalanya di
antara mereka itu adalah Jibril, lalu Allah menyampaikan wahyu-Nya kepada
Jibril menurut apa yang dikehendaki-Nya. Kemudian Jibril berjalan melintasi
para malaikat. Setiap kali dia melalui satu langit, para malaikatnya bertanya
kepada Jibril, ‘Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan kita, wahai Jibril?’
Jibril menjawab: ‘Dia mengatakan hak dan Dialah yang Maha Tinggi Lagi
Maha Besar.’ Para malaikat itu semuanya pun mengatakan seperti apa yang
dikatakan oleh Jibril. Lalu Jibril menyampaikan wahyu itu seperti yang
diperintahkan Allah Azza wa Jalla.” 6

Hadist ini menjelaskan bagaimana wahyu turun. Pertama Allah


berbicara, yang didengarkan oleh para malaikat. Pada zahirnya di dalam
perjalanan Jibril menyampaikan wahyu, hadist di atas tidak hanya menunjukkan
turunnya wahyu khusus mengenai Al-Qur’an, akan tetapi hadist tersebut juga
menjelaskan cara turunnya wahyu secara umum.

4. Cara Penurunan Wahyu Kepada Para Rasul

Allah menurunkan wahyu kepada para rasul-Nya dengan dua cara, yaitu
melalui perantara malaikat Jibril dan tanpa melalui perantara seperti melalui
mimpi dalam tidur. Aisyah Radhiyallahu Anha berkata, “Sesungguhnya apa
yang mula-mula terjadi pada Rasullullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah
mimpi yang benar di dalam tidur. Beliau tidaklah melihat mimpi kecuali mimpi
itu datang bagaikan terangnya pagi hari.”7

Kondisi semacam ini pada dasarnya merupakan sebagi persiapan bagi


Rasulullah untuk menerima wahyu dalam keadaan sadar. Di dalam Al-Qur’an,
banyak wahyu yang diturunkan ketika beliau dalam keadaan sadar, kecuali bagi
orang yang berpendapat bahwa Surat Al-Kautsar melalui mimpi. Di dalam

6
HR. Ath-Thabarani.
7
Muttafaq ‘Alaih.
Shahih Muslim, dari Annas dia berkata “Ketika Rasullullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam berada di antara kami di dalam masjid, tiba-tiba beliau mendengkur,
lalau mengangkat kepalanya dalam keadaan tersenyum. Aku tanyakan
kepadanya; ‘Apakah yang menyebabkan Engkau tertawa, wahai Rasulullah?’
beliau menjawab, ‘Tadi telah turun kepadaku sebuah surat. Lalu ia membaca;
Bismillahirrahmaanirrahiim, Inna a’thainakal kautsar; fa shalli lirabbika
wanhar; inna syani’aka huwal abtar.”8

Mimpi yang benar itu tidak hanya khusus bagi rasul saja. Mimpi yang
semacam itu juga bias terjadi pada kaum mu’minin, sekalipun mimpi itu bukan
wahyu. Rasulullah berdabda yang artinya;

“Wahyu telah terputus, tetapi berita-berita gembira tetap ada, yaitu mimpi orang
mu’min.” (Muttafaq Alaih)

5. Penyampaian Wahyu Oleh Malaikat Kepada Rasul

Seperti yang telah dijelaskan di atas, wahyu Allah kepada rasul itu ada
kalanya adalah tanpa perantara da nada kalanya pula melalui perantara malaikat
Jibril. Penyampaian wahyu oleh malaikat kepada rasul sendiri terdapat dua cara
penyampaian, yaitu:

a. Datang dengan Suatu Suara Seperti Suara Lonceng.9

Yakni suara yang amat sangat kuat yang dapat mempengaruhi kesadaran,
sehingga ia dengan segala kekuatannya siap menerima pengaruh tersebut. Cara
ini merupakan cara yang paling berat bagi rasul. Terkadang suara itu seperti
kepakan sayap-sayap malaikat, seperti yang dijelaskan di dalam hadist,

“Apabila Allah menghendaki suatu urusan di langit, maka para malaikat


memukul-mukulkan sayapnya karena tunduk kepada firman-Nya, bagaikan
gemerincingnya mata rantai di atas batu-batu yang licin.” (HR. Al-Bukhari)

b. Malaikat Menjelma Sebagai Seorang Laki-Laki.

Cara seperti ini lebih ringan dari pada cara yang sebelumnya, karena
adanya kesesuaian antara pembicara dan pendengar. Keadaan Jibril yang
menampakkan diri sebagai seorang laki-laki tidaklah menghilangkan sifat
keruhaniannya. Tetapi yang dimaksudkan ialah Jibril menampakkan dirinya
dalam wujud manusia untuk menyenangkan Rasulullah sebagai manusia.10

8
QS. Al-Kautsar, 108:1-3.
9
Khattan, Mabahits fi Ulum, hal. 39.
10
QS. An-Najm, 53:13-14.
Al-Harits berkata, “ Aku pernah melihat tatkala wahyu sedang turun
kepada beliau suatu hari yang amat dingin. Lalu malaikat itu pergi, keringat
mengucur dari dahi Rasulullah.”11

11
HR. Al-Bukhari.

Anda mungkin juga menyukai