Pasal 3.1 berisi ringkasan yang sering dikutip bahwa: “Konservasi ....
membutuhkan pendekatan perubahan yang hati-hati sebanyak yang diperlukan tetapi
sesedikit mungkin.”
Piagam ini dapat diterapkan pada semua jenis tempat yang mempunyai
signifikansi budaya termasuk tempat-tempat alam (natural), asli (indigenous), dan
tempat-tempat bersejarah yang memiliki nilai budaya. Pemakaian standar dari organisasi
lain juga relevan. Termasuk Piagam Warisan Alam Australia (Australia Natural Heritage
Charter) dan Rancangan Panduan untuk Perlindungan, Pengelolaan dan Pemanfaatan
Tempat Bersejarah Suku Aborigin dan Penduduk Pulau Torres Strait (Draft Guidelines
for the Protection, Management and Use of Aboriginal and Torres Strait Islander Cultural
Heritage Places).
Tempat-tempat bersignifikansi budaya memperkaya kehidupan manusia, sering
memberikan ikatan rasa yang dalam dan inspirasional kepada masyarakat dan
lansekapnya, kepada masa lalu dan berbagai pengalaman hidup. Tempat-tempat itu
adalah rekaman sejarah, yang penting sebagai ekspresi nyata dari identitas dan
pengalaman Australia. Tempat-tempat bersignifikansi budaya mencerminkan keragaman
masyarakat kita, bercerita tentang siapa kita dan masa lalu yang telah membentuk kita
serta lansekap Australia. Nilainya tidak tergantikan dan sangat berharga.
Tempat-tempat bersignifikansi budaya ini harus dilestarikan untuk generasi kini
dan masa datang. Piagam Burra menyarankan pendekatan yang cermat untuk perubahan :
lakukanlah sebanyak yang diperlukan untuk memelihara tempat tersebut dan
membuatnya bermanfaat, tetapi sebaliknya rubahlah sesedikit mungkin sehingga
signifikansi budayanya terjaga.
B. Urgensi dan Garis Besar Substansi Undang-Undang No. 11 tahun 2010
Bantayo Pobo’ide
Rumah Adat adalah bangunan yang memiliki ciri khas khusus, digunakan untuk
tempat hunian oleh suatu suku bangsa tertentu. Rumah adat merupakan salah satu
representasi kebudayaan yang paling tinggi dalam sebuah komunitas suku/masyarakat.
Keberadaan rumah adat di Indonesia sangat beragam dan mempunyai arti yang penting
dalam perspektif sejarah, warisan, dan kemajuan masyarakat dalam sebuah peradaban.
Di Kota Gorontalo, berdasarkan pengamatan awal dan wawancara banyak
ditemukan kendala pada
pelestarian rumah tradisional,
seperti kepunahan yang
diakibatkan oleh kelapukan,
minimnya pengetahuan
masyarakat Gorontalo tentang
Gambar 1. Rumah Adat Bantayo Poboide
kebesaran budaya yang
terkandung pada arsitektur rumah adatnya, dan juga kurangnya keperdulian masyarakat
untuk melestarikan benda cagar budaya daerah sebagai unsur budaya nasional dan
mengupayakan daerah ini menarik bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke Gorontalo.
Yang ada sekarang tinggallah beberapa rumah yang masih dihuni oleh
keturunannya, karena beberapa sebab
antara lain kepedulian terhadap
warisan peninggalan terdahulu dan
keluarga yang diberikan tanggung
jawab masih mampu untuk merehab
kerusakan tanpa menghilangkan
keaslian dari karakter rumah tersebut.
Beberapa rumah tradisional
Gambar 2. Rumah Adat Dulohupa
Gorontalo yang masih bertahan
tersebut seperti Rumah adat Dulohupa dan Bantayo Pobo’ide.
Konservasi Rumah adat Dulohupa dan Bantayo Pobo’ide masih tetap dilakukan
sebagai solusi untuk menghindari kepunahahan bangunan bersejarah. Upaya
pemeliharaan tersebut antara lain dengan cara mengganti tiang utama dari rumah adat
yang mulai lapuk dengan konstruksi beton, pengecatan elemen-elemen pokok bangunan
dengan warna kayu dan finishingnya dengan pernis untuk menjaga keawetan kayu itu
sendiri, dan upaya-upaya pelestarian lainnya. Selain itu tradisi upacara adat seperti
penyelenggaraan pesta kelahiran, pernikahan, kematian, dan lain-lain masih sering
dilakukan di kedua rumah adat tersebut untuk sebagai usaha dalam mempertahankan dan
memelihara nilai-nilai budaya serta aspek lain yang berhubungan dengan kebudayaan di
daerah Gorontalo.
Manfaat yang didapatkan dari upaya-upaya pelestarian diatas adalah :
1. Memperkaya khasanah atau kekayaan kebudayaan di Gorontalo,
2. Menyelamatkan keberadaan benda peninggalan sejarah, sehingga dapat dinikmati
oleh generasi yang akan datang,
3. Membantu dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan dengan.memanfaatkan untuk
obyek penelitian.
4. Sebagai bukti nyata peristiwa sejarah yang dapat diamati zaman sekarang.
Kesimpulan
Gorontalo memiliki kekayaan budaya arsitektur lokal yang memiliki nilai sejarah
perjuangan sebelum Gorontalo meraih kemerdekaannya yang sejatinya terus dilestarikan
menjadi benda cagar budaya yang dilindungi, bukan menghancurkan dan meninggalkan
nilai-nilai simbol sejarah menjadi jejak sejarah bagi generasi kedepannya.
Konservasi cagar budaya membutuhkan peran dari berbagai pihak seperti
pemerintah, budayawan, akademisi dan partisipasi masyarakat dalam sebuah gerakan
sosial (social movement) cintaarsitektur lokaluntuk menumbuhkan rasa kebanggaannya
terhadap artefak lokal yang masih ada. Pembangunan, pengembangan, dan
penataan kota kedepannya seharusnya berbasis budaya. Selain itu, benda cagar budaya
menjadi dokumen penting bagi masyarakat khususnya generasi pelanjut dalam
memahami dan memaknai situs sejarah yang mewarnai proses terbentuknya peradaban di
Kota Gorontalo, sehingga tidak melupakan aspek kesejarahannya seperti daerah-daerah
lainnya yang kental dengan ”nuansa kelokalannya” sebagai penciri identitas.
DAFTAR PUSTAKA
- Australia ICOMOS Incorporated. 1999. The Australia ICOMOS Charter for Places of
Cultural Significance. Australia : Cultural Heritage Centre for Asia and the
Pacific at Deakin University
- Pemerintah Indonesia. 2010. Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 Yang Mengatur Cagar
Budaya. Lembaran Negara RI Tahun 2010, No. 5168. Sekretariat Negara. Jakarta.
- Rahmawati Eka. Karakteristik Fisik Rumah Adat Gorontalo (Dulohupa dan Bantayo
Pobo’ide). Jurnal Arsitektur, Kota dan Permukiman (LOSARI)
- Rahmatiah, Ernawati, Heryati. 2015. Gerakan Sosial Cinta Sejarah Arsitektur Gorontalo
Sebagai Upaya Konservasi Cagar Budaya. Dikutip dari
https://repository.ung.ac.id/karyailmiah/show/945/gerakan-sosial-cinta-sejarah-arsitektur-
gorontalo-sebagai-upaya-konservasi-cagar-budaya.html