Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

THE BURRA CHARTER DAN UNDANG-UNDANG NO


11 TAHUN 2010
KONSERVASI BANGUNAN DAN KAWASAN HERITAGE

(EAH65753)

OLEH:

NAMA : IRFAN MAULANA


NIM : 551421017
KELAS: A

PROGRAM STUDI S1 - ARSITEKTUR


JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
T.A. 2023/2024
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Garis Besar Substansi The Burra Charter


B. Urgensi dan Garis Besar Substansi Undang-Undang No. 11 Tahun 2010
C. Terminologi Kegiatan Konservasi Versi Burra Charter (Davidson) dan Versi UU No 11 Tahun
2010
D. Kegiatan Konservasi di Kota Gorontalo dan Sekitarnya: PT. Pelni Gorontalo
E. Kegiatan Konservasi di Kota Gorontalo dan Sekitarnya: Rumah Adat Banthayo Poboide dan
Rumah adat Dulohupa

BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tempat bersejarah adalah merupakan aset kekayaan bangsa yang memiliki nilai sejarah
yang cukup tinggi dan merupakan sebuah cerminan dari kebudayaan dan peradaban suatu
bangsa.Di Indonesia, hampir tidak ada suatu daerah yang tidak memiliki tempat-tempat
bersejarah. Gorontalo merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki banyak tempat
bersejarah. Sebagai sebuah aset kekayaan daerah, tempat bersejarah yang terdapat di Propinsi
Gorontalo dapat dijadikan sebagai objek wisata yang dapat dinikmati oleh semua orang, baik
yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah dan garis besar substansi The Burra Charter?
2. Bagaimana urgensi dan garis besar substansi Undang-Undang No 11 Tahun 2010?
3. Apa saja Terminologi kegiatan konservasi versi Burra Charter (Davidson) dan versi UU
No 11 Tahun 2010?
4. Apa saja kegiatan konservasi yang pernah dilakukan di Kota Gorontalo dan sekitarnya?

C. Tujuan
1. Mendesktripsikan sejarah dan garis besar substansi The Burra Charter
2. Mendeskripsikan urgensi dan garis besar substansi Undang-Undang No 11 Tahun 2010
3. Mengetahui Terminologi kegiatan konservasi versi Burra Charter (Davidson) dan versi UU
No 11 Tahun 2010
4. Mengetahui dan mengidentifikasi kegiatan konservasi yang pernah dilakukan di Kota
Gorontalo dan sekitarnya
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Garis Besar Substansi The Burra Charter


Piagam Burra memberi panduan untuk konservasi dan pengelolaan tempat-tempat
bersignifikansi budaya (tempat-tempat warisan budaya) disusun berdasarkan kepada
pengetahuan dan pengalaman para anggota ICOMOS Australia.
Konservasi adala bagian integral dari pengelolaan tempat-tempat bersejarah dan
merupakan tanggung jawab yang berkesinambungan. Piagam ini menetapkan standar
pelaksanaan bagi pihak-pihak yang memberikan saran, membuat keputusan, atau menangani
pekerjaan pada tempat-tempat bersignifikansi budaya, termasuk pemilik, pengelola dan
pengawas. Jenis tindakan yang mungkin diambil di konservasi tempat warisan didefinisikan
sebagai
• Pemeliharaan, perlindungan terus menerus bahan dan tata letak sebuah tempat
• Preservasi, mempertahankan bahan sebuah tempat dalam kondisi eksisting untuk
mencegah pelapukan
• Pengawetan, Mempertahankan tempat dalam keadannya saat ini dan mencegah kerusakan
• Restorasi, Mengembalikan suatu tempat ke keadaan sebelumnya dengan menghapus
pertambahan atau memasang kembali elemen yag ada tampa pengenalam material baru
• Rekonstruksi, mengembalikan suatu tempat yang diketahu jika ada cukup bukti
• Adaptasi, Memodifikasi sebuah tempat untuk disesuaikan dengan pemanfaatan eksisting
• Pemanfaatan, fungsi dari sebuah tempat
• Pemanfaatan kompatibel, pemanfaatan yang menghargai signifikansi budata setempat
• Interpretasi, seluruh cara untuk menghadirkan signifikansi budaya dari sebuah tempat

Pasal 3.1 berisi ringkasan yang sering dikutip bahwa: ‘konservasi membutuhkan
pendekatan perubahan yang hati-hati sebanyak yang diperlukan tetapi sesedikit mungkin’
Pasal 22 tentang karya baru mencakup rekomendasi yang sering dikutip tetapi disalah
pahami bahwa ‘karya baru harus dapat segera diidentifikasi, tetapi harus menghormati dan
berdampak minimal pada signifikansi budaya tempat tersebut’
Piagam ini dapat diterapkan pada semua jenis tempat yang mempunyai signifikansi budaya
termasuk tempat alam (natural), asli (indigenous), dan tempat-tempat bersejarah yang memiliki
nilai budaya. Pemakaian standar dari organisasi lain juga relevan. Termasuk Piagam Warisan
Alam Australia (Australia Natural Heritage Charter) dan rancangan panduan untuk perlindungan,
pengelolaan dan pemanfaatan tempat bersejarah Suku Aborigin dan Penduduk Pulai Torres Stait
(Draft Guidelines For The Protection, Management Dan Use Of Aboriginal And Torres Strait
Islander Cultural Heritage Places).
Tempat tempat bersignifikansi budaya memperkaya kehidupan manusia, sering
memberikan ikatan rasa yang dalam dan inspirational kepada Masyarakat dan lansekapnya,
kepada masa lalu dan berbagai pengalaman hidup. Tempat-tempat itu adalah rekaman Sejarah,
yang penting sebagai ekspresi nyata dari identitas dan pengalaman Australia. Tempat-tempat
bersignifikansi budaya mencerminkan keragaman Masyarakat kita, bercerita tentang siapa kita
dan masa lalu yang telah membentuk kita serta lansekap Australia. Nilainya tidak tergantikan dan
sangat berharga.
Tempat-tempat bersignifikansi udaya ini harus dilestarikan untuk generasi kini dan masa
dating. Piagam Burra menyarankan pendekatan yang cermat untuk perubahan lakukanlah
sebanyak yang diperlukan untuk memelihara tempat tersebut dan membuatnya bermanfaat, tapi
sebaliknya rubahlah sesedikit mungkin sehingga signifikansi budayanya terjaga.

B. Urgensi dan Garis Besar Substansi Undang-Undang No. 11 Tahun 2010


Dalam UU No 11 Tahun 2010, yang dimaksud dengan:
Cagar Budaya adalah warisan budaya yang bersifat kebendaan berupa Benda Cagar
Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan
Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki
nilai penting bagi Sejarah, ilmu pengetahuan, pendididikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui
proses penetapan.
Benda Cagar Budaya, adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak,
berupa kesatuan atau Kelompok, atau baian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki
hubungan erat dengan kebudayaan dan Sejarah perkembangan manusia
Bangunan Cagar Budaya, adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau
benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding,
dan beratap.
Struktur Cagar Budaya, adalah susunan buanaan yang terbuat dari benda alam dan/atau
benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam,
sarana, dan prasaran untuk menampung kebutuhan manusia.
Situs Cagar Budaya, adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang megandung
Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan
manusia, atau bukti kejadian pada masa lalu.
Kawasan Cagar Budaya, adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua situs Cagar
Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tta ruang yang khas.
Kepemilikan adalah hak terkuat dan terpenuh terhadap Cagar Budaya dengan tetap
Memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya.
Penguasaan adalah pemberian wewenang dari pemilik kepada pemerintah, pemerintah
daerah atau setiap orang untuk mengelola Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi
sosial dan kewajiban untuk melestarikannya
Perlindungan adalah Upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran
atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, Pengamanan, Zonasi, Pemeliharaan, dan
Pemugaran Cagar Budaya.
Penyelamatan adalah Upaya menghindarkan dan/atau menanggulang Cagar Budaya dari
kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan
Pengembangan, adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya
serta pemanfaatannya melalui penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi secara berkelanjutan serta
tidak bertentangan dengan tujuan Pelestarian
Penelitian adalah kegiatan ilmiah yang dilakukan menurut kaidah dan metode yang
sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan bagi kepentingan Pelestarian Cagar
Budaya, ilmu pengetahuan, dan pengembangan kebudayaan.
Pasal 3: pelestarian cagar budaya bertujuan:
a. Melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia
b. Meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui Cagar Budaya
c. Memperkuat kepribadian bangsa
d. Meningkatkan kesejahteraan rakyat
e. Mempromosikan warisan budaya kepada Masyarakat Internasional

Pasal 5: Benda, bangunan atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, atau Struktut Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:
1. Berusia 50 tahun atau lebih
2. Mewakili masa paling singkat berusia 50 tahun
3. Memiliki arti khusus bagi Sejarah, ilmu pengetahuan, Pendidikan, agama, dan/atau
kebudayaan
4. Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa

C. Terminologi Kegiatan Konservasi Versi Burra Charter (Davidson) dan Versi UU No 11


Tahun 2010

No Terminologi Burra Charter (Davidson) UU No 11 Tahun 2010

Mempertahankan bahan Upaya menjaga dan merawat


sebuah tempat dalam kondisi agar kondisi fisik Cagar
1 Preservasi
eksisting dan memperlambat Budaya tetap lestari
pelapuan
Seluruh proses pemeliharaan Upaya mencegah dan
sebuah tempat untuk menanggulangi dari
mempertahankan signifikansi kerusakan, kehancuran, atau
2 Konservasi budayanya kemusnahandengan cara
penyelamatan, pengamanan,
zonasi, pemeliharaan, dan
pemugaran Cagar Budaya
Mengebalikan bahan Serangkaian kegiatan yang
eksisting sebuah tempat pada bertujuan mengembalikan
keadaan semula sebagaimana keaslian bentuk, Bangunan
Restorasi / yang diketahui dengan Cagar Budaya, dan Struktur
3
Rehabilitasi menghilangkan tambahan Cagar Budaya yang dapat
atau dengan meniru kembali dipertanggungjawabkan
komponen eksisting tanpa secara ilmiah
menggunakan material baru
Penambahan pada sebuah Perbaikan atas kerusakan
tempat dapat tanpa merusak dengan memperhatikan
atau mengaburkan keaslian bentuk, tata letak,
4 Renovasi
signifikansi budaya tempat gaya, bahan, dan/atau
tersebut, atau menjauh dari teknologi Cagar Budaya
interpretasi dan apresiasinya
Mengembalikan sebuah Upaya pengembalian
tempat pada keadaan semula bangunan Cagar Budaya dan
sebagaimana yang diketahui Struktur Cagar Budaya
dan dibedakan dari restorasi sebatas kondisi yang diketahui
dengan menggunakan dengan tetap mengutamakan
5 Rekonstruksi
material baru sebagai bahan prinsip keaslian bahan, Teknik
pengerjaan dan tata letak,
termasuk dalammenggunakan
bahan baru sebagai pengganti
bahan asli
Memodifikasi sebuah tempat Upaya pengembangan Cagar
untuk disesuaikan dengan Budaya untuk kegiatan yang
Adaptasi /
6 pemanfaatan eksisting yang lebih sesuai dengan kebutuhan
Revitalisasi
diusulkan masa kini dengan melakukan
perubahan terbatas yang tidak
akan mengakibatkan
kemerosotan nilai pentingnya
atau kerusakan pada bagian
yang mempuanyai nilai
penting
Upaya menghancurkan atau Upaya pembongkran atau
perombakan dari sebuah perombakan suatu bangunan
bangunan dengan kondisi Cagar Budaya yang sudah
yang sudah rusak atau dianggap rusak dan
kondisi yang dapat membahayakan dengan
7 Demolisi
membahayakan sekitar pertimbangan dari aspek
keselamatan dan keamanan
dengan melalui penelitian
terlebih dahulu dengan
dokumentasi yang lengkap

D. Kegiatan Konservasi di Kota Gorontalo dan Sekitarnya: PT. Pelni Gorontalo


Kantor PT Pelni terletak di Jalan 23 Januari No 8, kelurahan Biawao RT 01/RW 01,
Kecamatan Kota Gorontalo. Kantor PT Pelni sebagai salah satu cagar budaya Nasional di
Gorontalo telah ditetapkan oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata dengan Surat Keputusan
Permenbudpar No PM 10/PW 007/MKP 2010 sebagai Cagar Budaya Nasional yang dilindungi
oleh Undang-undang Cagar Budaya No 11 Tahun 2010.

Bangunan ini dibangun oleh pemerintah Belanda sekitar tahun 1936. Awalnya bangunan
ini digunakan sebagai kantor maskapai pelayaran Kerajaan Belanda KPM (Koninklijke
Paketvaart Maatschaappij). KPM memiliki cabang hampir di seluruh Indonesia, terutama daerah-
daerah yang memiliki pelabuhan besar. Setelah runtuhnya kekuaasaan Belanda di Indonesia maka
perusahaan KPM diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia melalui program nasionalisasi
tahun 1950, kemudian dijadikan kantor PT Pelni sampai sekarang.

Adapun luas lahan situs 34,5 x 63 m, bangunan ini sangat kokoh dengan ketebalan tembok
rata-rata 30 cm. Lantai menggunakan keramik polos dengan ukuran 20 x 20 cm, jendela
berpasangan terdiri dari dua bagian; bagian luar menggunakan kayu segi empat dengan sistem
buka tutup ukuran lebar 150 cm dan tinggi 130 cm dan jendela dalam menggunakan kaca yang
dibingkai dengan ukuran 30 x 30 cm. Ventilasi berukuran t: 65, l: 150 cm.

Atap berbetuk limas dari bahan genteng, diatas jendela terdapat konsul yang terbuat dari
beton. Bangunan ini masih asli belum mengalami perubahan, kecuali penambahan satu unit
bangunan terbuka pada sisi barat untuk tempat penjualan tiket (romi). Konservasi dilakukan
dengan menjaga bangunan ini utuh dan sesuai dengan keasliannya.

E. Kegiatan Konservasi di Kota Gorontalo dan Sekitarnya: Rumah Adat Banthayo Poboide
dan Rumah adat Dulohupa
Rumah adat adalah bangunan yang memiliki ciri khas khusus, digunakan untuk tempat
hunian oleh suatu suku bangsa tertentu. Rumah adat merupakan salah satu representasi
kebudayaan yang paling tinggi dalam sebuah komunitas suku/masyarakat. Keberadaan rumah
adat di Indonesia sangat beraga dan memiliki arti penting dalam sebuah peradaban.

Rumah Adat Dulohupa


(Sumber: Internet)

Di Kota Gorontalo, terdapat beberapa bangunan bersejarah yaknik Rumah adat Banthayo
Poboide dan rumah Adat Dulohupa, terdapat kendala pada pelestaian rumah trasisional,
diantaranya:
1. Kepunahan yang diakibatkan oleh kelapukan
2. Minimnya pengetahuan Masyarakat Gorontalo tentang kebesaran budaya yang
terkandung di dalamnya
3. Kurangnya ke kepedulian Masyarakat untuk melestarikan benda Cagar Budaya daerah
sebagai unsur budaya nasional dan mengupayakan hal ini menarik perhatikan
Masyarakat luar daerah.

Rumah Adat Banthayo Pobo’ide


(Sumber: Internet)

Yang ada sekarang tinggallah beberapa rumah yang masih dihuni oleh keturunannya,
karena beberapa sebab antara lain kepedulian terhadap warisan peninggalan terdahulu dan
keluarga yang diberikan tanggung jawab masih mampu untuk merehab kerusakan tanpa
menghilangkan keaslian dari karakteristik rumah tersebut

Konservasi kedua rumah adat tersebut masih tetap dilakukan sebagai solusi untuk
menghindari kepunahan bangunan bersejarah. Upaya pemeliharaan tersebut, antara lain:

1. Mengganti tiang utama yang mulai lapuk dengan konstruksi beton


2. Pengecatan elemen pokok bangunan dengan warna kayu dan finishingnya dengan
pernis untuk menjaga keawetan
3. Penyelenggaraan kegiatan dan acara Masyarakat untuk menghidupkan rumah adat
tersebut

Manfaat yang didapatkan dari Upaya pelestarian tersebut adalah

1. Memperkaya kekayaan kebudayaan Gorontalo


2. Menyelamatkan keberadaan benda bersejarah, yang dapat dinikmati oleh generasi
penerus
3. Membantu dunia Pendidikan dan ilmu pengetahuan sebagai objek penelitian
4. Bukti nyata peradaban yang dapat dinikmati.
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan
Gorontalo memiliki kekayaan budaya arsitektur local yang memiliki nilai Sejarah
perjuangan sebelum Gorontalo merain kemerdekaannya yang sejatinya terus dilestarikan menjadi
benda cagar budaya yang dilindungi.
Konservasi cagar budaya membutuhkan peran dari berbagai pihak seperti pemerintah,
budayawan, akademisi, dan partisipasi Masyarakat dalam sebuah Gerakan sosial cinta arsitektur
local unruk menumbuhkan rasa kebanggaannya terhadap artefak local yang masih ada.
Pembangunan, pengembangan, dan penataan kota kedepannya seharusnya berbasis budaya.
Selain itu, benda cagar budaya menjadi dokumen penting bagi amsyarakat khususnya generasi
pelanjut dalam memahami dan memaknai situs Sejarah yang mewarnai proses terbentuknya
peradaban di kota Gorontalo, sehingga tidak melupakan aspek kesejarahannya seperti daerah-
daerah lainnya yang kental dengan “nuansa kelokalannya” sebagai penciri identitas.

B. Saran
Semoga tulisan ini dapat menginspirasi dan memberikan manfaat bagin pembaca,
harapannya kita sebagai generasi muda harus mampu memaknai warisan budata bauk berupa
benda dan sebagainya. Warisan ini sebagai bentuk peradaban dan sebagai ikon local untuk
menunjukkan bukti Sejarah.
DAFTAR PUSTAKA

Australia icomos incorporated, 1999. The Australia Icomos Charter For Places Of Curtural
Significance. Australia : Curtural Heritage Centre For Asia And The Pacific At Deakin
University

Pemerintah Indonesia, 2010. Undang Undang No.11 Tahun 2010 Yang Mengatur Cagar Budaya.
Lembaran Negarga RI Tahun 2010, No. 5168. Sekretariat Negara, Jakarta.

Rahmawati Eka. Karakteristik Fisik Rumah Adat Gorontalo (Dulohupa Dan Banthado Pobo’ide).
Jurnal Arsitektur, Kota Dan Permukiman (LOSARI)

https://www.orami.co.id/magazine/rumah-adat-gorontalo

https://regional.kompas.com/read/2023/01/12/225342978/2-rumah-adat-gorontalo-dulohupa-dan-
bantayo-poboide?page=all

Anda mungkin juga menyukai