PENULISAN HUKUM
(SKRIPSI)
Oleh:
ALKA AUDIA
010117026
Di bawah bimbingan :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2023
OUTLINE
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN
B. Identifikasi Masalah
D. Kerangka Pemikiran
E. Metode Penelitian
F. Sistematika Penulisan
KOTA BOGOR
Budaya
Bogor
Pecinan di Bogor
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BIODATA
LAMPIRAN
BAB II
bangsa Indonesia, karena cagar budaya adalah bukti perjalanan panjang sejarah
peradaban bangsa Indonesia pada masa lalu yang tersebar di seluruh wilayah
cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar
budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan
2010 tentang Cagar Budaya, bahwa kawasan cagar budaya adalah satuan ruang
geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya
berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas. Perlindungan serta
1
Bagus Prasetyo, “Efektivitas Pelestarian Cagar Budaya Dalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2010 tentang Cagar Budaya”, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 15, No. 01, Maret 2018, hal. 1.
pemerintah pusat maupun daerah, namun hal tersebut tidaklah menghilangkan
Tahun 2010 tentang Cagar Budaya terdapat dalam beberapa pasal, yaitu sebagai
berikut:
menyatakan bahwa:
hukum adat.
menyatakan bahwa:
(1) Situs cagar budaya atau kawasan cagar budaya yang berada di 2
(dua) kabupaten/kota atau lebih ditetapkan sebagai cagar budaya
provinsi;
(2) Situs cagar budaya atau kawasan cagar budaya yang berada di 2
(dua) provinsi atau lebih ditetapkan sebagai cagar budaya
nasional.
menyatakan bahwa:
menyatakan bahwa:
(1) Setiap orang dilarang mengubah fungsi ruang situs cagar budaya
dan/atau kawasan cagar budaya peringkat nasional, peringkat
provinsi, atau peringkat kabupaten/kota, baik seluruh maupun
bagian-bagiannya, kecuali dengan izin Menteri, gubernur, atau
bupati/wali kota sesuai dengan tingkatannya;
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
menyatakan bahwa:
menyatakan bahwa:
menyatakan bahwa:
Setiap orang yang tanpa izin menteri, gubernur, atau bupati/wali kota
mengubah fungsi ruang situs cagar budaya dan/atau kawasan cagar
budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
tidaklah berbeda, karena keduanya saling berhubungan satu sama lainnya, hanya
dimaksud ialah baik berupa benda-benda bererak maupun benda tidak bergerak
sebagai hasil cipta, karsa dan karya masa-masa yang telah lampau. Persamaannya
yang jelas bahwa, ditunjukkan oleh kegunaanya ialah untuk menyusun kembali
berdasarkan data atau bukti-bukti yang sampai kepada penelitiannya. Ada yang
2
Uka Tjandrasasmita, Pencegahan Terhadap Pencemaran Peninggalan Sejarah dan
Kepurbakalaan Sebagai warisan Budaya Nasional, (Jakarta: Palem Jaya, 2012), hal. 111.
memberikan aspek-aspek tentang peri kehidupan masyarakat masa silam seperti
kesinambungan antara aspek fisik dan aspek sosial budaya. Kedua aspek itu tidak
dapat dipisahkan untuk mendukung upaya pelestarian cagar budaya. Bantuan dan
cagar budaya tersebut menjadi tanggung jawab bersama. Untuk itulah sebagai
bangsa yang besar dan berbudaya, perlu melestarikan warisan kebudayaan masa
Cagar budaya merupakan aset yang nilainya sangat berharga yang sampai
sekarang ini masih mendapat ancaman kepunahan, ancaman tersebut dapat berupa
peristiwa alam seperti banjir, gempa bumi, longsor, letusan gunung, cuaca,
3
H. Oka Yoeti, Pariwisata Budaya: Masalah dan Solusinya, (Jakarta: Pradnya Paramita,
2006), hal. 115.
maupun oleh adanya ancaman dari kegiatan manusia seperti pengrusakan,
berbagai aspek pemanfaatan secara luas. Secara khusus yaitu mewujudkan aset
budaya secara menyeluruh dalam bentuk data untuk dijadikan landasan kebijakan
yang kurang dilestarikan dan dilindungi. Pelestarian cagar budaya bisa dilakukan
dengan pendataan benda cagar budaya, yaitu sebagai tindakan untuk mengontrol
2010 tentang Cagar Budaya yang berlaku. Walaupun pada dasarnya perlindungan
dan pemeliharaan atau pengelolaan cagar budaya dan situs lainnya menjadi
4
Edi Sedyawati, Keindonesiaan Dalam Budaya, (Jakara: Wedatama Widya Sastra, 2018), hal,
188-189.
tanggung jawab pemerintah, akan tetapi dibutuhkan juga partisipasi dari segala
bergotong royong peduli dan berperan aktif dalam melestarikan cagar budaya
yang menjadi ciri khas suatu bangsa, baik secara preventif, represif maupun
partisipatif.
yang tidak bertanggungjawab. Selain itu, perlu ditumbuhkan rasa saling memiliki,
dalam arti sikap tanggung jawab untuk melestarikan dan melindungi cagar
budaya, baik secara fisik maupun sosial budaya. Sosialisasi bisa dilakukan
bangsa, dimana antara pusat dan daerah serta masing-masing daerah akan
memiliki konsep yang berbeda antara satu dengan lainnya. Sementara di sisi lain,
kebudayaan ini diharapkan dapat menjadi salah satu simpul perekatkat bagi
keutuhan NKRI.
Demikian pula halnya dengan benda cagar budaya (BCB) atau dikenal
sebagai peninggalan purbakala sebagai salah satu bagian dari kebudayaan, dalam
era otonomi ini terkadang menjadi bagian yang kurang mendapat perhatian dari
menghambat upaya pelestarian dan pengembangan yang selama ini ditempuh oleh
pemerintah pusat beserta unit pelaksana teknisnya yang ada di daerah. Dengan
daerah, maka tidak tertutup kemungkinan kualitas dan kuantitas dari sumberdaya
budaya tersebut akan semakin menurun dari tahun ke tahun, dengan kata lain akan
administratif yang memang merupakan hal yang pasti terjadi akibat dari
pemekaran wilayah. Sebagai contoh ketika terjadi suatu pemekaran wilayah maka
administratif yang terkait dengan sebuah benda cagar budaya. Dengan demikian,
akan mempengaruhi data benda cagar budaya yang selama ini telah dikoleksi
secara nasional dan regional berdasarkan wilayah kerja dari unit pelaksana teknis
di daerah.
daerah, juga mengalami perubahan akibat adanya pemekaran wilayah ini, dimana
kantor yang mengelola masalah kebudayaan, karena hal ini berimplikasi pada
jabatan yang akan tersedia di daerah. Namun masalah yang terjadi dalam hal ini
selera dan keinginan dari masing-masing daerah, serta tergantung pada tingkat
daerah tersebut.
sendiri sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Hal ini berakibat pada
kebijakan dan porsi penanganan yang diterapkan oleh pemerintah daerah terhadap
dan kebudayaan pada umumnya dapat berakibat pada kepentingan pelestarian dan
pengembangan kebudayaan.
tapi juga harus dijamin pelestariannya. Namun saat ini yang terjadi, alih-alih
menjaga eksistensi warisan budaya agar tidak musnah atau hilang nilainya tetapi
bahkan sedikit demi sedikit mulai hilang atau dirubah pemilik benda cagar budaya
Nomor 12 Tahun 1992 yang sudah tidak sesuai dengan keadaan saat ini. Adapun
tujuan yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya, yaitu:
nasional dan terpusat, maka tiap-tiap daerah berusaha membuat produk hukum
sendiri agar lebih terfokus pada tujuannya. Di Kota Bogor sendiri telah
kawasan cagar budaya melalui Peraturan Walikota Bogor Nomor 17 Tahun 2015
inklusif.