TENTANG
BUPATI LAMONGAN,
MEMUTUSKAN :
11. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di
air yang mengandung benda cagar budaya, bangunan cagar budaya,
dan/atau struktur cagzrr budaya sebagai hasil kegiatan manusia
atau bukti kejadian pada masa lalu.
12. Lingkungan Cagar Budaya adalah kawasan disekitar atau disekeliling
cagar budaya yang diperlukan untuk pelestarian bangunan cagar
budaya dan/atau kawasan tertentu yang berumur sekurang-
kurangnya 50 (lima puluh) tahun serta dianggap mempunyai nilai
penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
13. Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan
keberadaan benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan
cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan,
dan memanfaatkannya.
t4. Konservasi, adalah segenap proses pengelolaan cagar budaya agar
makna budaya yang terkandung didalamnya terpelihara dengan baik
dengan tujuan untuk melindungi, memelihara dan memanfaatkan
dengan cara preservasi, pemugaran atau demosili.
15. Perlindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari
kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara
penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran
cagar budaya.
16. Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat agar kondisi fisik
cagar budaya tetap lestari.
17. Preservasi adalah pelestarian suatu cagar budaya dengan cara
mempertahankan keadaan aslinya tanpa ada perubahan, termasuk
upaya mencegah penghancuran.
18. Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik benda cagar
budaya, bangunan cagar budaya, dan struktur cagar budaya yang
rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau
teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya.
19. Rehabilitasi adalah pelestarian suatu benda, bangunan dan/atau
lingkungan cagar budaya dengan cara mengembalikan kedalam
keadaan semula.
20. Restorasi adalah perubahan terhadap benda cagar budaya, bangunan
cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan/atau
lingkunga.n cagar budaya dengan cara yang lebih baik.
21. Rekonstruksi adalah upaya mengembalikan suatu benda, bangunan,
dan/atau tempat semirip mungkin dengan keadaan semula, dengan
menggunakan bahan lama maupun bahan baru, sesuai informasi
kesejarahan yang diketahui.
22. Adaptasi adalah pengembalian cagar budaya untuk kegiatan yang
lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan
perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan
nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai
penting.
23. Revitalisasi adalah kegiatan pengembalian yang ditujukan untuk
menumbuhkan kembali nilai-nilai penting cagar budaya dengan
penyesuaikan fungsi rLrang baru yang tidak bertentangan dengan
prinsip pelestarian dan nilai budaya masyarakat.
24. Demosili adalah upaya pembongkaran atau perombakan suatu
benda, bangunan cagar budaya yang sudah dianggap rusak dan
membahayakan dengan pertimbangan dari aspek keselamatan dan
keamanan dengan melalui penelitihan terlebih dahulu dengan
dokumentasi yang lengkap.
5
BAB II
ASAS, TUJUAN, SASARAN DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
a. pancasila;
b. bhinneka tunggal ika;
c. kenusantaraan ;
d. keadilan ;
e. ketertiban dan kepastian hukum ;
f. kemanfaatan;
g. keberlanjutan ;
h. partisipasi ; dan
i. transparansidanakuntabilitas.
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
BAB III
KRITERIA, TOLOK UKUR DAN PENGGOLONGAN
Pasal 6
a. umur;
b. keaslian;
c. nilai sejarah;
d. kelangkaan; danf atau
e. ilmu pengetahuan.
Pasal 7
(1) Tolok ukur dari kriteria benda, bangunan, dan struktur cagar budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 (1), adalah:
a. umur berkenaan dengan batas usia benda, bangunan, dan
struktur cagar budaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh)
tahun;
b. estetika berkenaan dengan aspek rancangan arsitektur yang
menggambarkan suatu zaman dan gaya/langgam tertentu;
c. kejamakan berkenaan dengan benda, bangunan-bangunan,
struktur atau bagian dari Daerah yang dilestarikan karena
mewakili kelas atau jenis khusus benda dan bangunan yang
cukup berperan;
d. kelangkaan berkenaan dengan dengan jumlah yang terbatas dari
jenis atau fungsinya, atau hanya satu-satunya di lingkungan
atau wilayah tertentu;
e. nilai sejarah berkenaan dengan peristiwa perubahan dan/atau
perkembangan daerah, nilai-nilai kepahlawanan, peristiwa
kejuangan bangsa Indonesia, ketokohan, politik, sosial, budaya
serta nilai arsitektural yang menjadi simbol nilai kesejarahan
pada tingkat Nasional dan/atau Daerah;
f. memperkuat kawasan berkenaan dengan benda, bangunan,
struktur atau bagian Daerah yang karena potensi dan/atau
keberadaannya dapat mempengaruhi serta sangat bermakna
untuk meningkatkan kualitas dan citra lingkungan di sekitarnya;
g. keaslian berkenaan dengan tingkat perubahan dari benda,
bangunan, struktur cagar budaya baik dari aspek struktur,
material, tampang benda dan/atau bangunan maupun sarana
dan prasarana lingkungannya;
7
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
BAB IV
TUGAS, TANGGUNGJAWAB DAN WEWENANG
Pasal 1 1
Pasal 12
BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT
Pasal 13
Pasal 14
BAB VI
PENGUASAAN, PEMILIKAN, PENGELOLAAN
DAN PEMANFAATAN
Bagian Kesatu
Penguasaan
Pasal 15
Bagian Kedua
Pemilikan
Pasal 16
(4) Dalam hal Pemerintah Daerah tidak dapat mengambil alih benda,
bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya, maka
pengalihan dapat dilakukan dengan orang lain.
(s) Pengalihan pemilikan kepada orang lain sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), tidak dapat mengubah penggolongan benda, bangunan,
struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya yang telah
ditetapkan.
Bagian Ketiga
Pengelolaan
Pasal 17
Bagian Keempat
Pemanfaatan
Pasal 18
Pasal 19
Pasal 20
(1) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 18,
dan Pasal 19 diajukan kepada Kepala Daerah melalui pejabat yang
ditunjuk
(21 Kepala Daerah dalam memberikan izin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17, Pasal 18 dan Pasal 28 harus mendapat pertimbangan lebih
dahulu dari Tim Cagar Budaya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara/mekanisme dan syarat izin
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Kepala Daerah.
BAB VII
INVENTARISASI DAN PENEMUAN
Bagian Kesatu
Inventarisasi
Pasal 21
Bagian Kedua
Penemuan
Pasal22
(1) Setiap orang yang menemukan atau mengetahui ditemukannya
benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungarl yang diduga
sebagai cagar budaya yang tidak diketahui pemiliknya, wajib
melaporkan kepada Pemerintah Daerah paling lambat 3o (hari) hari
sejak ditemukan atau mengetahui ditemukannya.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Pemerintah Daerah melalui Tim Cagar Budaya melakukan penelitian.
(3) sejak diterimanya laporan dan selama dilakukannya penelitian
terhadap benda, bangunan, struktur, situs dan/atau lingkungan
cagar budaya yang ditemukan diberikan perlindungan sebagai cagar
budaya.
(4) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pemerintah Daerah menentukan benda, dan/atau bangunan,
dan/atau struktur, dan/atau situs, dan/atau lingkungan cagar
budaya atau bukan cagar budaya berdas'arkan pertimbangan Tim
Cagar Budaya, dengan menetapkan :
a. pemilikan oleh Negara dengan pemberian imbalan yang wajar;
t2
BAB VIII
PENDAFTARAN
Pasal 23
Pasal24
(1) Pemilik yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (4), diberi bukti pendaftaran.
(2) Bukti pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak
berlaku apabila benda, bangunan, struktur, situs dan/atau
lingkungan cagar budaya tersebut :
a. dialihkan pemiliknya; atau
b. dipindahkan ke lain daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran benda, bangunan,
struktur, situs dan/atau lingkungan cagar budaya diatur dalam
Peraturan Kepala Daerah.
13
BAB IX
PENETAPAN DAN PEMBERIAN TANDA
CAGAR BUDAYA
Pasal 25
Pasal 26
BAB X
PELESTARIAN
Pasal 27
Pasal 28
Pasal 29
Pasal 30
Pasal 31
Pasal 32
(1) Dalam rangka pelestarian cagar budaya setiap orang yang memiliki,
menghuni dan/atau mengelola cagar budaya diberikan bantuan atau
kompensasi.
(2) Pemilik, penghuni dan/atau pengelola cagar budaya yang
melaksanakan pemugaran sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dapat diberi kemudahan
perizinan dan/atau insentif pembangunan lainnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan atau
kompensasi dan/atau insentif pembangunan lainnya diatur dalam
Peraturan Kepala Daerah.
Pasal 33
Pasal 34
Pasal 35
Pasal 36
Pasal 37
Pasal 38
BAB XI
PENGHARGAAN
Pasal 39
BAB xII
PENGAWASAN
Pasal 40
BAB XIII
TIM CAGAR BUDAYA
Pasal 41
Pasal 42
BAB xIV
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 44
a. teguran ;
b. penghentian kegiatan ;
c. pencabutan izin.
Pasal 45
(1) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dapat memberikan sanksi
administrasi berupa teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
huruf a, apabila terdapat kegiatan penyelenggaraan pengelolaan,
pemugaran, dan/atau pemulihan cagar budaya yang menggErnggu
ketertiban umum dan/atau lingkungan sekitar.
(2) Surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat :
a. ketentuan hukum yang dilanggar ;
b. uraian fakta yang menggambarkan suatu tindakan pelanggaran ;
c. hal-hal yang perlu dilakukan oleh pihak pelanggar ;
d. tindakan Pemerintah Daerah yang akan dilakukan jika pelanggar
tidak mematuhi teguran ;
e. hal-hal yang dianggap perlu dan relevan yang ditujukan untuk
menghentikan tindakan pelanggaran.
(3) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dapat melakukan tindakan-
tindakan tertentu untuk menghentikan pelanggaran tanpa didahului
dengan teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila :
a. keadaan yang sangat mengancam keselamatan umum dan/atau
lingkungan (force mqjeure) ;
b. pihak pelanggar tidak memiliki kemampuan untuk mencegah dan
menanggulang, bahaya, dan kerugian yang akan ditimbulkan.
Pasal 46
(1) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dapat memberikan sanksi
administrasi berupa penghentian kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 huruf b, apabila :
a. kegiatan yang dilakukan dapat menyebabkan kerusakan pada
benda, bangunan, struktur, situs, dan/atau lingkungan cagar
budaya ;
b. belum memiliki izin dan/atau menyalahi iz:-r:r.
(2) Penghentian kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui penetapan Keputusan oleh Kepala Daerah atau pejabat yang
ditunjuk dan ditindaklanjuti dengan penyegelan.
(3) Pemilik, penghuni dan/atau pengelola/pemanfaat yang tidak mematuhi
atau tidak menghentikan kegiatannya sejak diterimanya keputusan
tentang penghentian kegiatan dapat dikenakan uang paksa.
(4) Uang paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan sebesar
Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah) atas keterlambatan per-hari
untuk mematuhi perintah penghentian kegiatan.
Pasal 47
(1) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dapat memberikan sanksi
administrasi berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 huruf c, apabila pemegang izin tidak mematuhi persyaratan
dan/atau mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
19
(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
penetapan keputusan pencabutan izin oleh Kepala Daerah atau pejabat
yang ditunjuk.
(3) Keputusan pencabutxr izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memuat secara jelas dan tegas mengenai :
a. alasan-alasan hukum sehingga dilakukan pencabutan ;
b. uraian fakta-fakta yang menunjukkan pelanggaran ;
c. akibat hukum dari pencabutan izin.
Pasal 48
BAB XV
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 49
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 50
(1) setiap orang yang melanggar ketentuan pasal 14, pasal 22 ayat (ll,
Pasal 23_ayat (1), Pasal 26 ayat (1), pasal 33 ayat (1), dipid"rr" i".rg"r,
pidana kurungan paling lama 6 (enam) buian atau- denda pa[ng
banyakRp.50.ooo.ooo,O0(1imapuluhjutarupiah).
(2t Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud- pada ayat (1), tidak
mengurangi ketentuan pidana dalam Undang-undatg No*o. 11
Tahun 2OlO tentang Cagar Budaya.
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah
pelanggaran.
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 51
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, setiap orang yang belum
mendaftarkan benda, bangunan, struktur, situs dan/atai "ling:kungan
9tg* budaya sebagaimana diatur dalam Pasal 23, wajib *..ra.ft.rkan
kepada Pejabat yang ditunjuk oreh Kepala Daerah paling lambat
tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
2 (dua)
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 52
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Ditetapkan di Lamongan
pada tanggal ?8 2012
BUPATI ONGAN
ttd
Diundangkan di L,amongan
pada tanggal 29 Januari 2Ol3
ttd
iun EFENDT
TENTANG
I. UMUM
Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 mengzrmanatkan bahwa "negara memajukan
kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan
menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayarrya" sehingga kebudayaan
Indonesia perlu dihayati oleh seluruh warga negara. Oleh karena itu,
kebudayaan Indonesia yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa
harus dilestarikan guna memperkukuh jati diri bangsa, mempertinggi
harkat dan martabat bangsa, serta memperkuat ikatan rasa kesatuan
dan persatuan bagi terwujudnya cita-cita bangsa pada masa depan.
Kebudayaan Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur harus
dilestarikan guna memperkuat pengamalan Pancasila, meningkatkan
kualitas hidup, memperkuat kepribadian bangsa dan kebanggaan
nasional, memperkukuh persatuan bangsa, serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sebagai arah kehidupan bangsa.
Berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 itu, pemerintah mempunyai kewajiban
melaksanakan kebijakan untuk memajukan kebudayaan secara utuh
untuk sebesarbesarnya kemakmuran ralgrat. Sehubungan dengan itu,
seluruh hasil karya bangsa Indonesia, baik pada masa lalu, masa kini,
maupun yang akan datang, perlu dimanfaatkan sebagai modal
pembangunan. Sebagai karya warisan br.ldaya masa lalu, Cagar
Budaya menjadi penting perannya untuk dipertahankan
keberadaannya.
Warisan budaya bendawi (tangible) dan bukan bendawi
(intangible) ya.:rrg bersifat nilai-nilai merupakan bagian integral dari
kebudayaan secara menyeluruh. Pengaturan Peraturan Daerah ini
menekankan Cagar Budaya yang bersifat kebendaan. Walaupun
demikian, juga mencakup nilai-nilai penting bagi umat manusia,
seperti sejarah, estetika, ilmu pengetahuan, etnologi, dan keunikan
yang terwujud dalam bentuk Cagar Budaya.
Tidak semua warisan budaya ketika ditemukan sudah tidak
lagi berfungsi dalam kehidupan masyarakat pendukungnya (liuing
societgl. Terbukti cukup banyak yang digunakan di dalam peran baru
atau tetap seperti semula. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan
yang jelas mengenai pemanfaatan Cagar Budaya yang sifatnya sebagai
monument mati (dead monument)dan yang sifatnya sebagai monumen
hidup (liuirug monument). Dalam rangka menjaga Cagar Budaya dari
ancarnan pernbangu.nan fisik, baik di wilayah perkotaan, pedesaan,
maupun yang berada di lingkungan air, diperlukan kebijakan yang
tegas dari Pemerintah untuk menjamin eksistensinya.
Ketika ditemukan, pada umumnya warisan budaya sudah
tidak berfungsi dalam kehidupan masyarakat (dead monument).
Namun, adapula warisan budaya yang masih berfungsi seperti semula
(liuing monument). Oleh karena itu, diperlukan pengaturan yang jelas
mengenai pemanfaatan kedua jenis Cagar Budaya tersebut, terutama
pengaturan mengenai pemanfaatan monumen mati yang diberi fungsi
baru sesuai dengan kebutuhan masa kini. Selain itu, pengaturan
mengenai pemanfaatan monumen hidup juga harus memperhatikan
aturan hukum adat dan norma sosial yang berlaku di dalam
masyarakat pendukungnya.
Cagar Budaya sebagai sumber daya budaya memiliki sifat
rapuh, unik, langka, terbatas, dan tidak terbarui. Dalam rangka
menjaga Cagar Budaya dari ancaman pembangunan fisik, baik di
wilayah perkotaan, pedesaan, diperlukan pengaturan untuk menjamin
eksistensinya. Oleh karena itu, upaya pelestariannya mencakup
tujuan untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.
Hal itu berarti bahwa upaya pelestarian perlu memperhatikan
keseimbangan antara kepentingan akademis, ideologis, dan ekonomis.
Pelestarian Cagar Budaya pada masa yang akan datang
menyesuaikan dengan paradigma yang berorientasi pada pengelolaan
kawasan, peran serta masyarakat, desentralisasi pemerintahan,
perkembangan, serta tuntutan dan kebutuhan hukum dalam
masyarakat.
Paradigma baru tersebut mendorong dilakukannya
penJrusun€rn Peraturan Daerah yang tidak sekadar mengatur
pelestarian Benda Cagar Budaya, tetapi juga berbagai aspek lain
secara keseluruhan berhubungan dengan tinggalan budaya masa lalu,
seperti benda, bangunan dan struktur, situs dan/atau
kawasan/lingkungan, Di samping itu, nama Cagar Budaya juga
mengandung pengertian mendasar sebagai pelindungan warisan hasil
budaya masa lalu yang merupakan penyesuaian terhadap pandangan
baru di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Untuk memberikan kewenangan kepada Pemerintah dan
partisipasi masyarakat dalam mengelola Cagar Budaya, dibutuhkan
sistem manajerial perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang baik
berkaitan dengan perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan
cagar budaya sebagai sumber daya budaya bagi kepentingan yang
luas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Yang dimaksud dengan fungsi sosial adalah pada
prinsipnya Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar
Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs
Cagar Budaya yang dimiliki oleh seseorang
pemanfaatannya tidak |ranya berfungsi untuk
kepentingan pribadi, tetapi juga untuk kepentingan
rlmum, misalnya untuk kepentingan ilmu
pengetahrr.an, teknologi, pendidikan, pariwisata,
agama, sejarah, dan kebudayaan.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 2 1
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Penelitian dilakukan oleh instansi yang ditunjuk
oleh Kepala Daerah yang bertanggung jawab atas
bidang kebudayaan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (a)
huruf a
Pemberian imbalan dapat berupa uang atau
benda pengganti yang bermanfaat bagi
pemilik. Ketentuan ini tidak berlaku apabila
pengalihannya berlangsung secara hibah.
huruf b
Cukup jelas.
huruf c
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (a)
Tim Cagar Budaya minimal terdiri dari ahti
arsitektur, ahli sejarah, ahli hukum, tokoh
masyarakat, BP3 S Trowulan dan bersertifikat.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan Ornamen adalah ragam
hias.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan akademisi adalah
orang-orang yang memiliki keahlian
dibidang arkeologi, antropologi, geologi,
geografi, arsitektur, paleoantropologi dan
biantropologi, fisika, ilmu metalurgi dan
filologi.
Huruf c
Cukup je1as.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.