Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya maka
warisan budaya berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar
Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu
dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan. Pelestarian Cagar Budaya bertujuan untuk
melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia serta mempromosikan
warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional. Hal utama dalam pelestarian cagar
budaya adalah berpijak pada perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya
untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Sesuai dengan amanat Peraturan Daerah
Nomor 11 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sragen pasal
108 bahwa kawasan wisata situs Purbakala Sangiran dilakukan melalui program : a)
perlindungan situs benda cagar budaya dan situs purbakala; b. meningkatkan akses informasi
wisata; dan c. meningkatkan kualitas sumber daya manusia kelompok masyarakat yang
memiliki kearifan budaya lokal.
Kedudukan situs Sangiran sebagai kawasan wisata cagar budaya warisan dunia di
Kecamatan Kalijambe wilayah Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karanganyar memiliki nilai
kawasan potensial pengembangan ilmu pengetahuan dan sejarah budaya dan memiliki
keunggulan komparatif secara internasional. Sejak ditetapkan sebagai warisan budaya dunia,
pemerintah berkewajiban melaksanakan pelestarian secara sistematis terhadap Situs Sangiran.
Pelestarian dilakukan untuk menjaga dan mengembangkan OUV maupun nilai-nilai lain yang
dimiliki oleh Situs Sangiran tanpa melupakan azas kemanfaatannya. Dalam pengembangan
dan pemanfaatan Situs Sangiran terdapat beberapa permasalahan yang menimbulkan konflik
dalam pelestariannya. Kondisi Situs yang tidak steril dari aktivitas masyarakat sehari-hari
merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pelestariannya. Kondisi Geografis
dan Geologis Situs Sangiran yang berbukit-bukit dengan lapisan batuan yang mudah longsor
dan tererosi terutama pada saat musim penghujan, mengakibatkan terjadinya perubahan

Aktualisasi Zonasi Situs Sangiran 1-1


LAPORAN PENDAHULUAN

lapisan tanah/bentang lahan maupun perpindahan fosil dan artefak yang terkandung
didalamnya. Permasalahan dalam pelestarian Situs Sangiran ini terbagi dalam setiap zona.
Pada Zona lnti, terdapat perubahan lahan karena faktor alam dan aktivitas manusia (pertanian,
pembangunan, penambangan), ancaman pencurian, penggelapan, dan jual beli fosil,
rendahnya partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian Situs Sangiran, dan belum adanya
arahan pelestarian dan pemanfaatan wisata yang jelas. Pada Zona Penyangga adalah belum
adanya rambu atau arahan tentang pelestarian dan pemanfaatan yang jelas, sehingga tidak
sesuai dengan fungsinya sebagai zona penyangga. Sementara itu pada Zona Pengembangan
adalah masih minimnya fasilitas pendukung pengembangan kawasan dan belum adanya
penataan yang komprehensif dari fasilitas pendukung pengembangan kawasan.
Dengan demikian perlu adanya peraturan zonasi yang bisa memformulasikan antara
pembagian setiap zona berdasarkan distribusi ruang sesuai dengan intensitas kepentingan
manusia untuk kepentingan konservasi. Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 58 Peraturan
Daerah No. 1 Tahun 2013 tentang RTRW Kabupaten Karanganyar, peraturan zonasi pada
kawasan yang memiliki fungsi lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf h,
bahwa pada zona inti maupun penunjang bila terlanjur untuk kegiatan budidaya khususnya
permukiman dan budidaya tanaman semusim, tidak boleh dikembangkan lebih lanjut atau
dibatasi dan secara bertahap dialihfungsikan kembali ke zona lindung.
Dengan disusunnya Aktualisasi zonasi yang mempertimbangkan berbagai kepentingan
terutama berkenaan dengan pelestarian cagar budaya, maka peraturan zonasi dibutuhkan
untuk mempermudah pemahaman dan pengelolaan yang akan dijalankan di lingkungan
objek terkait dengan nilai-nilai yang dimiliki objek dan harus dilindungi serta menjadi standar
sekaligus mekanisme kontrol sehingga dapat mengurangi dampak negatif atau dampak lain
yang tidak dikehendaki yang mungkin terjadi terhadap objek pelestarian.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN


1.2.1 Maksud
Maksud Penyusunan Aktualisasi Zonasi Situs Sangiran adalah terlaksananya fungsi
perencanaan dan penyelenggaraan pengendalian pemanfaatan ruang dengan
tersedianya peraturan zonasi yang bersifat operasional, dapat mengakomodir dan
mengikat bagi seluruh pemangku kepentingan (pemerintah, dunia usaha dan

Aktualisasi Zonasi Situs Sangiran 1-2


LAPORAN PENDAHULUAN

masyarakat) juga untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan agar tetap


terpeliharanya kelestarian fungsi lingkungan hidup terhadap kelestarian cagar budaya.

1.2.2 Tujuan
Tujuan dari Penyusunan Aktualisasi Zonasi Situs Sangiran adalah :
1. Menyusun rencana pengendalian pemanfaatan dan perwujudan ruang Kawasan
cagar budaya secara terperinci yang disusun untuk menyiapkan pembagian zonasi
dalam rangka melindungi kawasan cagar budaya;
2. Menjaga konsistensi pembangunan dan keserasian perkembangan kawasan cagar
budaya dengan RTRW Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karanganyar serta
peraturan-peraturan terkait;
3. Menciptakan pengaturan pengendalian pemanfaatan ruang yang berdaya guna
dan berhasil guna, sehingga tercipta keterkaitan antar kegiatan yang selaras, serasi
dan efisien;
4. Menyusun suatu pedoman dan aturan yang digunakan sebagai pengendalian
pemanfaatan ruang, acuan bagi penerbitan izin pemanfaatan ruang;
5. Tersusunnya peta zonasi, peta penggunaan lahan, dan peta geologi Situs Sangiran
6. Menciptakan pola pemanfaatan ruang yang lebih terarah dan optimal dalam
kelestarian cagar budaya dan lingkungan hidup yang dilanjutkan dengan proses
persetujuan substansi sampai dengan dikeluarkannya rekomendasi dari instansi
berwenang;
7. Menyusun naskah Zonasi yang dilanjutkan dengan proses validasi sampai dengan
diterbitkannya surat keterangan validasi oleh pihak berwenang.

1.3. SASARAN
Target atau sasaran dari penyusunan Aktualisasi Zonasi Situs Sangiran adalah :
1. Tersusunnya peta zonasi Situs Sangiran yang terdiri dari zona inti, zona penyangga,
zona pengembangan dan zona penunjang yang akan menjadi pedoman
pelestarian cagar budaya;

Aktualisasi Zonasi Situs Sangiran 1-3


LAPORAN PENDAHULUAN

2. Tersusunnya naskah peraturan zonasi Situs Sangiran bagi seluruh stakeholder


(pemangku kepentingan pembangunan), baik itu pemerintah, swasta dan
masyarakat.

1.4. DASAR HUKUM


1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah;
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman;
7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial;
8. Undang-Undang No. 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan;
9. Undang-undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional;
14. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang;
15. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran
Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang;
16. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;
17. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata
Ruang;

Aktualisasi Zonasi Situs Sangiran 1-4


LAPORAN PENDAHULUAN

18. Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1989 tentang Pengelolaan Kawasan


Budidaya;
19. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung;
20. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan umum;
21. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837/KPTS/UM/1980 dan Nomor
683/KPTS/UM/II/1998 tentang Klasifikasi Kemampuan Lahan;
22. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis
Rencana Usaha atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup;
23. Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 31/PERMEN/M/2006 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang
Berdiri Sendiri;
24. Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 32/PERMEN/M/2006 tentang
Petunjuk Teknis Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri
Sendiri;
25. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010 Tentang
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
Hidup;
26. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M Tahun 2011 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi
Kabupaten/Kota;
27. Perda Provinsi Jawa Tengah No. 6 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – 2029;
28. Peraturan Daerah Kabupaten Sragen No. 11 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Sragen Tahun 2011 – 2031;
29. Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar No. 1 Tahun 2013 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar Tahun 2013 – 2032 ;

Aktualisasi Zonasi Situs Sangiran 1-5


LAPORAN PENDAHULUAN

30. Kepmendikbud No. 173/ M / 1998 Tentang Penetapan Situs dan Benda Cagar
Budaya di Wilayah Provinsi Jawa Tengah;
31. Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 4370 / 197 Tahun 2014 Tentang Penetapan
Satuan Ruang Geografis Sangiran Sebagai Kawasan Cagar Budaya Jawa Tengah;
32. Permen PU No. 20/PRT/M/2011 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail
Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota;
33. Permen ATR BPN No. 16 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota;
34. Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya dan Warisan Alam Dunia, 1972

1.5. RUANG LINGKUP


Wilayah kawasan pelestarian alam dan cagar budaya Situs Sangiran sesuai dengan
Peraturan Daerah Kabupaten Sragen No. 11 Tahun 2011 dan Kabupaten Karanganyar
No. 1 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Perencanaan zonasi Situs
Sangiran dibagi menjadi Zona Inti, Zona Penyangga, Zona Pengembangan dan Zona
Penunjang berdasarkan Peraturan Daerah Gubernur Jawa Tengah No. 10 Tahun 2013
Tentang Pelestarian Cagar Budaya Pasal 21 No. 3 Tentang Sistem Zonasi yang
mengatur fungsi ruang pada Cagar Budaya.

1.5.1 Lingkup Subtansi Perencanaan


Mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2011 tentang
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, secara
keseluruhan lingkup substansi keluaran pekerjaan ini adalah perencanaan ruang dalam
zonasi Situs Sangiran yang meliputi;
1. Klasifikasi zona kawasan cagar budaya
a. Zona Inti adalah zona komponen/objek bangunan cagar budaya yang terdiri
dari luas bangunan ditambah dengan aktivitas budaya dan dapat berupa
beberapa (kelompok) objek bangunan cagar budaya. Sehingga dengan
demikian bentuk zona inti adalah gabungan antara kelompok dan sel.
1) Mutlak untuk mempertahankan keaslian cagar budaya
2) Tidak boleh merusak atau mencemari cagar budaya maupun nilainya

Aktualisasi Zonasi Situs Sangiran 1-6


LAPORAN PENDAHULUAN

3) Tidak boleh mengubah fungsi kecuali tetap mempertahankan prinsip


pelestarian cagar budaya
4) Tidak boleh untuk kepentingan komersil kecuali memenuhi kepatutan
5) Tidak boleh mendirikan bangunan baru atau fasilitas lain kecuali taman,
fasilitas pelindung dan fasilitas pengamanan
6) Tidak boleh mendirikan ruang kegiatan yang bertentangan dengan sifat
kesakralan.
b. Zona Penyangga adalah kawasan diluar zona inti dan pendukung dimana
kawasan ini berfungsi sebagai pelindung. Selain itu juga dalam menentukan
zona penyangga ini berdasarkan aktivitas atau jenis kegiatan masyarakat yang
mendukung zona inti dan pendukung, zona penyangga ini terdiri dari dua zona
penyangga untuk setiap zona inti.
c. Zona Pengembangan area yang diperuntukan bagi pengembangan potensi
cagar budaya bagi kepentingan rekreasi, daerah konservasi lingkungan alam,
lansekap budaya, kehidupan budaya tradisional, keagamaan, dan
kepariwisataan
d. Zona Penunjang adalah kawasan diluar zona inti. Fungsi utama zona
pendukung adalah sebagai pendukung dari zona inti. Dalam menentukan zona
pendukung ini berdasarkan ketersediaan fasilitas penunjang yang mendukung
zona inti sama halnya dengan zona inti, zona pendukung ini terdiri dua zona
pendukung untuk setiap zona inti.
2. Penentuan daftar kegiatan pada klasifikasi zona Situs Sangiran
a. Zona Inti
1) Ketentuan kegiatan penggunaan ruang : Pertanian, perkebunan, RTH
2) Ketentuan sarana dan prasarana minimum : Jalan, papan informasi, exit, and
enter gate, jaringan BTS, jaringan persampahan, dan jaringan sanitasi
3) Ketentuan lain : Status kepemilikan lahan di zona inti sebaiknya milik
pemerintah agar pemeliharaan serta penggalian benda cagar budaya di
dalam tanah lebih mudah untuk dilakukan
b. Zona Penyangga
1) Ketentuan kegiatan penggunaan ruang : Pertanian, perkebunan, RTH

Aktualisasi Zonasi Situs Sangiran 1-7


LAPORAN PENDAHULUAN

2) Ketentuan sarana dan prasarana minimum : Jalan, papan informasi, jaringan


BTS, jaringan persampahan, dan jaringan sanitasi
Pemanfaatan zona penyangga diperuntukkan bagi penempatan sarana dan
prasarana penunjang, kegiatan komersial dan rekreasi umum, dengan
memperhatikan luasannya.
e. Zona Pengembangan
1) Ketentuan kegiatan penggunaan ruang :
a) Rumah tunggal, rumah adat, kios, ruko, warung, hotel, restoran, industri
kecil, dan kerajinan, sarana pendidikan dan peribadatan, kesehatan,
pemerintahan, pariwisata, pertanian, perkebunan, dan RTH
b) Industri besar dan industri sedang selama tidak mengganggu kelestarian
cagar budaya
2) Ketentuan sarana dan prasarana minimum : Jalan, papan informasi, jaringan
BTS, jaringan persampahan, dan jaringan sanitasi
Pemanfaatan zona pengembangan diperuntukkan bagi pengembangan
potensi cagar budaya bagi kepentingan rekreasi, daerah konservasi, lingkungan
alam, lanskap budaya, kehidupan budaya tradisional, keagamaan, dan
kepariwisataan
f. Zona Penunjang
Dapat dipergunakan untuk tempat fasilitas umum dan dapat dipergunakan
untuk kawasan permukiman dan fasilitas pendukung untuk kepentingan
komersil dengan mempertahankan nilai lingkungan budaya
3. Penentuan delineasi blok peruntukan
a. Memetakan bangunan cagar budaya dan bangunan yang diduga cagar budaya
golongan A, B, dan C pada kawasan cagar budaya;
b. Memetakan daerah di kawasan cagar budaya yang memiliki kontribusi
terhadap sejarah kota. Sejarah biasanya mempengaruhi karakter, langgam, dan
fungsi bangunan;
c. Membuat delineasi zona. Batas terluar dari zona berpatokan dengan persil
bangunan, topografi, jalan, dan/atau sungai. Selain itu, batas terluar tidak
berbatasan langsung dengan bangunan cagar budaya

Aktualisasi Zonasi Situs Sangiran 1-8


LAPORAN PENDAHULUAN

4. Ketentuan teknis zonasi


a. Penentuan kegiatan dan penggunaan lahan
Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan adalah ketentuan yang berisi
kegiatan dan penggunaan lahan yang diperbolehkan, kegiatan dan
penggunaan lahan yang bersyarat secara terbatas, kegiatan dan penggunaan
lahan yang bersyarat tertentu, dan kegiatan penggunaan lahan yang tidak
diperbolehkan pada suatu zona.
Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan dirumuskan berdasarkan ketentuan
maupun standar yang terkait dengan pemanfaatan ruang, ketentuan dalam
peraturan bangunan setempat, dan ketentuan khusus bagi unsur bangunan
atau komponen yang dikembangkan.
b. Penentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang adalah ketentuan mengenai besaran
pembangunan yang diperbolehkan pada suatu zona meliputi :
1) KDB Maksimum;
KDB maksimum ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat pengisian
atau peresapan air, kapasitas drainase, dan jenis penggunaan lahan.
2) KLB Maksimum;
KLB maksimum ditetapkan dengan mempertimbangkan harga lahan,
ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana (jalan), dampak atau
kebutuhan terhadap prasarana tambahan, serta ekonomi dan pembiayaan.
3) Ketinggian Bangunan Maksimum; dan
4) KDH Minimal
KDH minimal digunakan untuk mewujudkan RTH dan diberlakukan secara
umum pada suatu zona. KDH minimal ditetapkan dengan
mempertimbangkan tingkat pengisian atau peresapan air dan kapasitas
drainase.
Beberapa ketentuan lain dapat ditambahkan dalam intensitas pemanfaatan
ruang, antara lain meliputi:
1) Koefisien Tapak Basement (KTB) Maksimum;
KTB maksimum ditetapkan dengan mempertimbangkan KDH minimal.

Aktualisasi Zonasi Situs Sangiran 1-9


LAPORAN PENDAHULUAN

2) Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) Maksimum;


3) Kepadatan Bangunan atau Unit Maksimum; dan
Kepadatan bangunan atau unit maksimum ditetapkan dengan
mempertimbangkan faktor kesehatan (ketersediaan air bersih, sanitasi,
sampah, cahaya matahari, aliran udara, dan ruang antar bangunan), faktor
sosial (ruang terbuka privat, privasi, serta perlindungan dan jarak tempuh
terhadap fasilitas lingkungan), faktor teknis (resiko kebakaran dan
keterbatasan lahan untuk bangunan atau rumah), dan faktor ekonomi (biaya
lahan, ketersediaan, dan ongkos penyediaan pelayanan dasar).
4) Kepadatan Penduduk Maksimal
c. Penentuan Tata Bangunan
Ketentuan tata bangunan adalah ketentuan yang mengatur bentuk, besaran,
peletakan, dan tampilan bangunan pada suatu zona.
Komponen ketentuan tata bangunan minimal terdiri atas:
1) GSB minimal yang ditetapkan dengan mempertimbangkan keselamatan,
resiko kebakaran, kesehatan, kenyamanan, dan estetika;
2) Tinggi bangunan maksimum atau minimal yang ditetapkan dengan
mempertimbangkan keselamatan, resiko kebakaran, teknologi, estetika, dan
prasarana;
3) Jarak bebas antar bangunan minimal yang harus memenuhi ketentuan
tentang jarak bebas yang ditentukan oleh jenis peruntukan dan ketinggian
bangunan; dan
4) Tampilan bangunan yang ditetapkan dengan mempertimbangkan warna
bangunan, bahan bangunan, tekstur bangunan, muka bangunan, gaya
bangunan, keindahan bangunan, serta keserasian bangunan dengan
lingkungan sekitarnya
d. Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
Ketentuan prasarana dan sarana minimal berfungsi sebagai kelengkapan dasar
fisik lingkungan dalam rangka menciptakan lingkungan yang nyaman melalui
penyediaan prasarana dan sarana yang sesuai agar zona berfungsi secara
optimal. Prasarana yang diatur dalam peraturan zonasi dapat berupa prasarana

Aktualisasi Zonasi Situs Sangiran 1-10


LAPORAN PENDAHULUAN

parkir, aksesibilitas untuk difabel, jalur pedestrian, jalur sepeda, bongkar muat,
dimensi jaringan jalan, kelengkapan jalan, dan kelengkapan prasarana lainnya
yang diperlukan.
e. Kajian dampak terhadap kegiatan yang ada atau akan ada di zona yang
bersangkutan ;
1) Kepadatan permukiman;
2) Kerapatan jaringan jalan;
3) Ketersediaan dan kelengkapan fasilitas
f. Ketentuan Pelaksanaan
Ketentuan pelaksanaan terdiri atas :
1) Ketentuan variansi pemanfaatan ruang yang merupakan ketentuan yang
memberikan kelonggaran untuk menyesuaikan dengan kondisi tertentu
dengan tetap mengikuti ketentuan massa ruang yang ditetapkan dalam
peraturan zonasi
2) Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif yang merupakan ketentuan
yang memberikan insentif bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang sejalan
dengan rencana tata ruang dan memberikan dampak positif bagi
masyarakat, serta yang memberikan disinsentif bagi kegiatan pemanfaatan
ruang yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang dan memberikan
dampak negatif bagi masyarakat. Insentif dapat berbentuk kemudahan
perizinan, keringanan pajak, kompensasi, imbalan, subsidi prasarana,
pengalihan hak membangun, dan ketentuan teknis lainnya. Sedangkan
disinsentif dapat berbentuk antara lain pengetatan persyaratan, pengenaan
pajak dan retribusi yang tinggi, pengenaan denda, pembatasan penyediaan
prasarana dan sarana, atau kewajiban untuk penyediaan prasarana dan
sarana kawasan.
3) Ketentuan untuk penggunaan lahan yang sudah ada dan tidak sesuai
dengan peraturan zonasi. Ketentuan ini berlaku untuk pemanfaatan ruang
yang izinnya diterbitkan sebelum penetapan RDTR/peraturan zonasi, dan
dapat dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh sesuai dengan prosedur
yang benar.

Aktualisasi Zonasi Situs Sangiran 1-11


LAPORAN PENDAHULUAN

5. Draft Raperda dan Peraturan Zonasi


Kegiatan penyusunan naskah raperda tentang peraturan zonasi merupakan proses
penuangan materi teknis peraturan zonasi ke dalam bentuk pasal-pasal dengan
mengikuti kaidah penyusunan peraturan perundang-undangan.
6. Peta skala 1 : 5000 disesuaikan dengan kaidah yang berlaku

1.5.2 Lingkup Lokasi


Kriteria Wilayah Perencanaan Zonasi Situs Sangiran berdasarkan Keputusan Gubernur
Jawa Tengah Nomor 430/197 Tahun 2014 tentang Penetapan Satuan Ruang Geografis
Sangiran Sebagai Kawasan Cagar Budaya Jawa Tenggah meliputi :
a. Batas Sisi Timur :
1) Daerah Desa Gunung berbatasan dengan daerah Gunungan;
2) Daerah Jurukumen berbatasan dengan d.aerah plupuh dan Jembongan dan
Cangkol;
3) Daerah Gambiran berbatasan dengan daerah Jambon;
4) Daerah Jatirogo dan Mundu berbatasan dengan daerah Mundurejo;
5) Daerah Manyarjo dan Manyaran berbatasan dengan daerah ceplasan;
6) Daerah Tanjungsari berbatasan dengan daerah Klampeyan;
7) Daerah Ngablak, pungasari dan Menjing berbatasan dengan daerah S.Soko;
8) Daerah Jombangan berbatasan dengan daerah Klinggan, Tanon;
9) Daerah wonokerto dan Gunung Kunci berbatasan dengan daerah Womorejo;
10) Daerah Kedungjodo berbatasan dengan daerah wonosido dan Goros;
11) Daerah Silin dan Kadilyo berbatasan dengan daerah rinjoarjo;

b. Batas Sisi Selatan :


1) Daerah Kadilyo berbatasan dengan daerah Wonosari dan Tinlorejo di Timur;
2) Daerah Kali ranjujan berbatasan dengan daerah Gomolong wetan, Gomolong
Kulon, serta Jatijoro;
3) Daerah Kricikan berbatasan dengan daerah Anjikan/Rejosari, ali Kedung dan
Munggur;
4) Daerah Watuireng berbatasan dengan daerah Ngambang;

Aktualisasi Zonasi Situs Sangiran 1-12


LAPORAN PENDAHULUAN

c. Batas Sisi Barat :


1) Daerah Trgalombo dan Ngumbul berbatasan dengan daerah Gang Tegalombo,
Sumber dan Daerah Tegalrojo;
2) Daerah Kalisoko dan Soko berbatasan dengan daerah Botorejo;
3) Daerah Karangmojo dan Ngeplak dan Karanganyar berbatasan dengan daerah
ali Padas, Grasak dan Pangkal;
4) Daerah Karangpung berbatasan dengan daerah Balang Bali Bendo;
5) Daerah Gumbolan dan Kamongan berbatasan dengan daerah Pagarejo dan
Ngropungan;
6) Daerah Gang Jetis Karangpung berbatasan dengan daerah Ngewungan dan
Bendo;
7) Daerah Ngrukun berbatasan dengan daerah kali Cemoto;
8) Daerah Congklik dan Cembang berbatsan dengan daerah Bojong;
9) Daerah Sambirejo berbatasan dengan daerah Pilangrejo dan Tegalrejo;
10) Daerah Tuban dan Wonorejo berbatasan dengan daerah Krendowahono;
11) Daerah Blenean berbatasan dengan daerah Tegalsari dan Jengglong dan
Lemahbang;
12) Daerah Grumbulrojo berbatasan dengan daerah Gunungduk;
13) Daerah Cipat berbatasan dengan daerah Tempel;
14) Daerah Sanggrahan berbatasan dengan daerah Buiurejo dan Watuireng dan
Mundu;
d. Batas Sisi Utara :
1) Daerah Grogol berbtasan dengan daerah Trusuri;
2) Daerah Gragas berbatasan dengan daerah Ngrukan;
3) Banyuurio dan Gang Bandrtng berbatasan dengan daerah Cikolan dan
Bangkal;
4) Daerah Gejigan berbatasan dengan daerah Sendangrejo;
5) Daerah Kedungdowo berbatasan dengan daerah Sendangduren;
6) Daerah kali Kedungdowo berbatasan dengan daerah Pilosari;
7) Daerah Sambirejo dan Dukuh somomoro berbatasan dengan daerah Mintup;

Aktualisasi Zonasi Situs Sangiran 1-13


LAPORAN PENDAHULUAN

8) Daerah Gelas berbatasan dengan daerah Mendungan

1.6. SISTEMATIKA PEMBAHASAN


Sistematika Penyusunan Laporan Pendahuluan Aktualisasi Aktualisasi Zonasi Situs
Sangiran meliputi :
Bab I Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang penyusunan studi ini, maksud dan tujuan,
sasaran, ruang lingkup dan sistematika pembahasan.
Bab II Kebijakan Tata Ruang Terkait Situs Sangiran
Bab ini berisi tentang kebijakan-kebijakan yang didalamnya terdapat rencana zonasi
Situs Sangiran.
Bab III Gambaran Umum Wilayah Perencanaan
Bab ini berisi mengenai gambaran umum wilayah perencanaan Situs Sangiran yang
didalamnya terdapat letak geografis, jenis tanah, penggunaan lahan, aspek
kependudukan, sarana dan prasarana, kondisi kawasan dan potensi serta
permasalahan di setiap zonasi Situs Sangiran.
Bab IV Pendekatan dan Metodologi
Bab ini berisi penjelasan metode pendekatan dan pelaksanaan pekerjaan yang meliputi
kerangka pikir, proses penetapan peraturan zonasi, muatan dalan rencana detail tata
ruang kawasan, materi peraturan zonasi, rencana investasi, ketentuan pengendalian
rencana dan pedoman pengendalian pelaksanaan.

Bab V Rencana Kerja


Bab ini berisi penjelasan mengenai rincian rencana kerja yang akan dilakukan yang
meliputi tahapan pelaksanaan, jadual pelaksanaan pekerjaan, struktur organisasi,
pelaporan, keluaran dan komposisi beserta dengan mobilitas personil tim.

Aktualisasi Zonasi Situs Sangiran 1-14

Anda mungkin juga menyukai