Anda di halaman 1dari 31

PEMERINTAH KABUPATEN PULAU MOROTAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI


NOMOR... TAHUN ...
TENTANG
RENCANA DETAIL TATA RUANG
KAWASAN PERKOTAAN DARUBA DAN
SEKITAR KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK)
MOROTAI,
TAHUN 2019 - 2039

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


BUPATI PULAU MOROTAI,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik


Indonesia Nomor 50 Tahun 2014 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK) Morotai, ditetapkan Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK) Morotai yang terletak di
Kecamatan Morotai Selatan, maka pembangunan dan
pemanfaatan ruang khususnya di kawasan sekitar
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Morotai perlu diarahkan
pada kegiatan pemanfaatan yang mendukung dan selaras
dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Morotai dengan
memperhatikan prinsip berkelanjutan untuk
kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan;
b. bahwa pertumbuhan penduduk dan perkembangan
pembangunan serta adanya Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK) Morotai yang dapat memberi pengaruh pada
kawasan sekitarnya baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat mengakibatkan ketidakseimbangan
struktur dan fungsi ruang, maka perlu dilakukan
pengendalian pemanfaatan ruang yang sesuai;
c. bahwa berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, setiap
Rencana Tata Ruang Wilayah haris ditindaklanjuti dengan
penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan
Zonasi sebagai perangkat operasional Rencana Tata
Ruang Wilayah;

Mengingat : 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria;
3. Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan;
4. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang;
5. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
6. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
-2-

Kepariwisataan;
7. Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu
Lintas & Angkutan Jalan;
8. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
9. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus;
10. Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
11. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya;
12. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman;
13. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
14. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 Tentang Pemerintahan Daerah
15. Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006 tentang Jalan;
16. Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang;
17. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang
Bentuk Dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan
Ruang;
18. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang
Sungai;
19. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2014 tentang
Kawasan Ekonomi Khusus Morotai;
20. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun
2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(RTRWN);
21. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2014 tentang
Rencana Tata Ruang Kepulauan Maluku;
22. Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 2015 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Perbatasan Negara di
Provinsi Maluku Utara dan Provinsi Papua Barat;
23. Keputusan Presiden No. 57 tahun 1989 tentang
Kriteria Kawasan Budidaya;
24. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993
tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai,
25. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998
tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Proses
Perencanaan Tata Ruang di Daerah;
26. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan
Perkotaan;
27. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2008
tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan;
28. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05 Tahun
2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan;
29. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 41 Tahun 2009
tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian;
30. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2008
tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan;
-3-

31. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan


Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 2018 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang
Dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota.
32. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2013 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Utara;
33. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pulau Morotai.

Dengan Persetujuan Bersama,


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI
dan
BUPATI PULAU MOROTAI

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA DETAIL TATA


RUANG KAWASAN PERKOTAAN SEKITAR KAWASAN EKONOMI
KHUSUS PULAU MOROTAI TAHUN 2019-2039

BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:


1. Kabupaten adalah Kabupaten Pulau Morotai.
2. Bupati adalah Bupati Pulau Morotai.
3. Kawasan Ekonomi Khusus, yang selanjutnya disebut KEK, adalah
kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi
perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
4. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,
tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya.
5. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
6. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
7. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur
ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana
tata ruang.
8. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional.
-4-

9. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
untuk fungsi budi daya.
10. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan
pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
11. Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
12. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib
tata ruang.
13. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
pemanfaatanruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk
setiap blok/zona peruntukanyang penetapan zonanya dalam rencana rinci
tata ruang.
14. Penggunaan Lahan adalah fungsi dominan dengan ketentuan khusus yang
ditetapkanpada suatu kawasan, blok peruntukan, dan/atau persil.
15. Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota yang selanjutnya disebut
RTRW Kabupaten/Kota adalah rencana tata ruang yang bersifat umum
dari wilayah kabupaten/kota, yang merupakan penjabaran dari Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan yang berisi tujuan, kebijakan, strategi
penataan ruang wilayah kabupaten/kota, rencana struktur ruang wilayah
kabupaten/kota, rencana pola ruang wilayah kabupaten/kota, penetapan
kawasan strategis kabupaten/kota, arahan pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten/kota, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten/kota.
16. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah
rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang
dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota.
17. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang selanjutnya disingkat RTBL
adalah panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang
dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan
bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program
bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan,
rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman
pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan.
18. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan/atau aspek fungsional.
19. Bagian Wilayah Perkotaan yang selanjutnya disingkat BWP adalah bagian
dari kabupaten/kota dan/atau kawasan strategis kabupaten/kota yang
akan atau perlu disusun rencana rincinya, dalam hal ini RDTR, sesuai
arahan atau yang ditetapkan di dalam RTRW kabupaten/kota yang
bersangkutan, dan memiliki pengertian yang sama dengan zona
peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor
15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
20. Sub Bagian Wilayah Perkotaan yang selanjutnya disebut Sub BWP adalah
bagian dari BWP yang dibatasi dengan batasan fisik dan terdiri dari
beberapa blok, dan memiliki pengertian yang sama dengan Subzona
-5-

peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor


15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
21. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
22. Kawasan Strategis Kabupaten/Kota adalah wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting
dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya,
dan/atau lingkungan.
23. Kawasan Budi Daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber dayamanusia, dan sumber daya buatan.
24. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungikelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam dan sumber dayabuatan.
25. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih
dari satusatuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas
umum, sertamempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan
perkotaan atau kawasanperdesaan.
26. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari pemukiman, baik
perkotaanmaupun pedesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana,
dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak
huni.
27. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang
memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang
layak, sehat, aman, dan nyaman.
28. Jaringan adalah keterkaitan antara unsur yang satu dan unsur yang lain.
29. Blok adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh
batasan fisik yangnyata seperti jaringan jalan, sungai, selokan, saluran
irigasi, saluran udara tegangan ekstra tinggi, dan pantai, atau yang belum
nyata seperti rencana jaringan jalan danrencana jaringan prasarana lain
yang sejenis sesuai dengan rencana kota, danmemiliki pengertian yang
sama dengan blok peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang.
30. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik
spesifik.
31. Subzona adalah suatu bagian dari zona yang memiliki fungsi dan
karakteristik tertentu yang merupakan pendetailan dari fungsi dan
karakteristik pada zona yang bersangkutan.
32. Kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang sering atau berpotensi
tinggi mengalami bencana alam.
33. Evakuasi adalah upaya memindahkan pengungsi dari kawasan rawan
bencana ke kawasan aman bencana dan upaya menyediakan tempat
bernaung sementara.
34. Tempat Evakuasi Sementara yang selanjutnya disingkat TES, adalah
tempat berkumpul sementara bagi pengungsi saat terjadi bencana.
-6-

35. Tempat Evakuasi Akhir yang selanjutnya disingkat TEA, adalah titik
kumpul akhir untuk pengungsi yang dapat berfungsi sebagai tempat
tinggal sementara dan/atau sebagai posko bencana.
36. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan yang selanjutnya disingkat
KKOP, adalah wilayah daratan dan/atau perairan dan ruang udara di
sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk kegiatan operasi
penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan.
37. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah angka
persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan
gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang
dikuasai sesuai rencana tata ruang dan RTBL.
38. Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah angka
persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar
bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan
luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana
tata ruang dan RTBL.
39. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah angka
persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan
luas tanahperpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana
tata ruang dan RTBL.
40. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah
sempadan yang membatasi jarak terdekat bangunan terhadap tepi jalan;
dihitung dari batas terluar saluran air kotor (riol) sampai batas terluar
muka bangunan, berfungsi sebagai pembatas ruang, atau jarak bebas
minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan terhadap lahan yang
dikuasai, batas tepi sungai atau pantai, antara massa bangunan yang lain
atau rencana saluran, jaringan tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas,
dsb (building line).
41. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area
memanjang/jalurdan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuhtanaman, baik yang tumbuh secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam.
42. Ruang Terbuka Non Hijau yang selanjutnya disingkat RTNH adalah ruang
terbuka dibagian wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori
RTH, berupa lahan yang diperkeras atau yang berupa badan air, maupun
kondisi permukaan tertentu yang tidak dapat ditumbuhi tanaman atau
berpori.
43. Pejabat Penyidik Pegawaji Negeri Sipil yang selanjutnya disebut pejabat
PPNS adalah pegawai negeri sipil tertentu sebagaimana dimaksud dalam
KUHAP, baik yang berada di pusat maupun daerah yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan dan
penyidikan terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang yang berindikasi
tindak pidana penataan ruang dalam rangka mewujudkan tertib tata
ruang.
44. Masyarakat adalah perorangan, kelompok orang termasuk masyarakat
hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah
lain dalam penataan ruang.
-7-

Bagian Kedua
Sistematika Peraturan Daerah

Pasal 2

Peraturan Daerah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:


a. Bab I Ketentuan Umum;
b. Bab II Ruang Lingkup Pengaturan;
c. Bab III Rencana Struktur Ruang;
d. Bab IV Rencana Pola Ruang;
e. Bab V Penetapan Sub BWP yang Diprioritaskan Penanganannya;
f. Bab VI Ketentuan Pemanfaatan Ruang;
g. Bab VII Peraturan Zonasi;
h. Bab VIII Perizinan dan Rekomendasi;
i. Bab IX Insentif dan Disinsentif;
j. Bab X Hak, Kewajiban dan Peran Masyarakat;
k. Bab XI Penyidikan;
l. Bab XII Ketentuan Pidana;
m. Bab XIII Ketentuan Lain-Lain;
n. Bab XIV Ketentuan Peralihan; dan
o. Bab XV Ketentuan Penutup.

Bagian Ketiga
Asaz, Tujuan, Fungsi dan Kedudukan

Pasal 3

Rencana Detail Tata Ruang ini disusun berdasarkan azas:


a. pemanfaatan ruang secara terpadu, berdaya guna, serasi, selaras,
seimbang dan berkelanjutan;
b. keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum; dan
c. kemanfaatan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pasal 4

Tujuan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi sebagai berikut:
a. terwujudnya kualitas ruang yang terukur sesuai standar teknis dan
arahan dalam RTRW;
b. terwujudnya tertib penyelenggaraan penataan ruang melalui pengaturan
intensitas kegiatan, keseimbangan dan keserasian peruntukan lahan serta
penyediaan prasarana yang maju dan memadai;
c. terwujudnya ruang yang menyediakan kualitas kehidupan kota yang
produktif dan inovatif, serta memperkecil dampak pembangunan dan
menjaga kualitas lingkungan;
d. terwujudnya tata air yang dapat memenuhi kebutuhan air minum serta
mengurangi genangan air; dan
e. terwujudnya sistem jaringan prasarana yang memadai.

Pasal 5
-8-

Fungsi Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi sebagai berikut:
a. mendukung perwujudan pemanfaatan ruang dalam pelaksanaan program
pembangunan daerah dan nasional;
b. menjaga konsistensi pembangunan dan keserasian pengembangan
kawasan fungsional sesuai rencana tata ruang;
c. terwujudnya keterkaitan antar program pembangunan yang selaras, serasi,
dan efisiensi dengan penataan ruang;
d. sebagai perangkat pengendalian pemanfaatan ruang;
e. sebagai acuan pemberian insentif dan disinsentif;
f. sebagai acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang;
g. sebagai panduan teknis dalam pemberian izin pemanfaatan ruang;
h. sebagai dasar pengenaan sanksi.

Pasal 6

Kedudukan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi merupakan


ketentuan operasional rencana tata ruang yang mengatur pemanfaatan dan
pengendalian pemanfaatan ruang berdasarkan zona dan sub zona
peruntukan.

BAB II
RUANG LINGKUP PENGATURAN
Bagian Kesatu
Muatan Rencana Detail Tata Ruang

Pasal 7

Muatan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Daruba dan Sekitar
KEK Morotai dalam Peraturan Daerah ini, terdiri dari:
a. Tujuan Penataan Bagian Wilayah Perkotaan;
b. Rencana Struktur Ruang;
c. Rencana Pola Ruang;
d. Penetapan Sub BWP yang Diprioritaskan Penanganannya;
e. Ketentuan Pemanfaatan Ruang; dan
f. Peraturan Zonasi.

Bagian Kedua
Wilayah dan Jangka Waktu Perencanaan

Pasal 8

(1) Wilayah perencanaan RDTR Kawasan Perkotaan Daruba dan Sekitar KEK
Morotai meliputi wilayah sekitar KEK Morotai di Kecamatan Morotai
Selatan.
(2) Wilayah perencanaan RDTR Kawasan Perkotaan Daruba dan Sekitar KEK
Morotai memiliki luas kurang lebih 13.303,5 Ha yang meliputi Desa Aha,
Desa Darame, Desa Daruba, Desa Dehegila, Desa Gotalamo, Desa Joubela,
Desa Mandiri, Desa Momojiu, Desa Muhajirin, Desa Pandanga, Desa
Juanga, Desa Pilowo, Desa Yayasan, Desa Falila, Desa Morodadi, Desa
-9-

Daeo, Desa Daeo Majiko, Desa Sabatai Baru, Desa Totodoku, Desa
Wawama, Desa nakamura, Desa Sabala, dan Desa Sabatai Tua beserta
ruang udara di atasnya dan ruang di dalam bumi.

Pasal 9

(1) Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Daruba dan Sekitar KEK
Morotai berlaku selama 20 (dua puluh) tahun.
(2) Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Daruba dan Sekitar KEK
Morotai ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun.
(3) Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Daruba dan Sekitar KEK
Morotai dapat ditinjau kembali lebih dari kurang dari 5 (lima) tahun
apabila:
a. terjadi perubahan kebijakan Nasional/Provinsi/Kabupaten dan strategi
yang mempengaruhi pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan Daruba
dan Sekitar KEK Morotai; dan/atau
b. terjadi dinamika internal yang mempengaruhi pemanfaatan ruang
secara mendasar, seperti: bencana alam skala besar atau pemekaran
wilayah yang ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Bagian Wilayah Perkotaan

Pasal 10

Bagian Wilayah Perkotaan (BWP) yang dimaksud dalam Peraturan Daerah ini
adalah Kawasan Perkotaan Daruba dan Sekitar KEK Morotai.

Pasal 11

Tujuan penataan Bagian Wilayah Perkotaan adalah mewujudkan BWP


Kawasan Perkotaan Daruba dan Sekitar KEK Morotai dalam mendorong
pengembangan ekonomi perkotaan yang didasarkan pada pada kegiatan
pariwisata, perdagangan dan jasa.

Pasal 12

(1) Kawasan Perkotaan Daruba dan Sekitar KEK Morotai merupakan satu
kesatuan BWP yang dibagi menjadi 6 (enam) Sub BWP, teridir atas:
a. Sub BWP A dengan luas 1.601,2 Ha terdiri atas Desa dan/atau
sebagian Desa Daruba, Muhajirin, Yayasan, Gotalamo, Darame,
Wawama dan Joubela, diarahkan pada kegiatan utama yang terdiri dari
perkotaan dan permukiman dengan memperhatikan fungsi utamanya
sebagai kawasan ekonomi;
b. Sub BWP B dengan luas 570,3 Ha terdiri atas Desa dan/atau sebagian
Desa Darame, Wawama, Pandangan dan Juanga, diarahkan pada
-10-

bauran kegiatan utama yang terdiri dari pariwisata dengan fungsi


utama sebagai lokasi sentra kegiatan wisata bahari, perikanan, dan
industri kuliner berbasis perikanan;
c. Sub BWP C dengan luas 5.037,7 Ha terdiri atas Desa dan/atau
sebagian Desa Pilowo, Aha, Nakamura, Dehegila, Falila, Gotalamo dan
Daruba, diarahkan pada bauran kegiatan utama yang terdiri dari
pariwisata, industri berbasis pertanian dan perikanan serta komersial;
d. Sub BWP D dengan luas 3.025,7 Ha terdiri atas Desa dan/atau
sebagian Desa Dehegila, Morodadi, Gotalamo, Muhajirin, Totodoku,
Mandiri dan Joubela, diarahkan sebagai pusat pertanian, perkebunan
dan permukiman;
e. Sub BWP E dengan luas 2.642,4 Ha terdiri atas Desa dan/atau
sebagian Desa Joubela, Totodoku, Mandiri, Momojiu, Sabatai Baru,
Sabatai Tua dan Sabala, diarahkan sebagai pusat pertanian,
perkebunan dan permukiman;
f. Sub BWP F dengan luas 1.548,7 Ha terdiri atas Desa dan/atau
sebagian Desa Sabala, Daeo dan Daeo Majiko, diarahkan pada bauran
kegiatan utama yang terdiri dari permukiman dan perikanan terpadu
dengan fungsi utama sebagai lokasi sentra kegiatan wisata bahari,
perikanan, dan industri kuliner berbasis perikanan.
(2) BWP dan cakupan Sub BWP Kawasan Perkotaan Daruba dan Sekitar KEK
Morotai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta
BWP dan Sub BWP Kawasan Perkotaan Daruba dan Sekitar KEK Morotai
dengan ketelitian skala 1:5.000 sebagaimana tercantum pada Lampiran I
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(3) Pembagian blok Kawasan Perkotaan Daruba dan Sekitar KEK Morotai
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digambarkan dalam Peta Rencana
Peruntukan Blok Kawasan Perkotaan Daruba dan Sekitar KEK Morotai
dengan ketelitian skala 1:5.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 13

Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c


meliputi:
a. rencana pusat pelayanan kegiatan; dan
b. rencana jaringan prasarana.

Bagian Kedua
Rencana Pusat Pelayanan Kegiatan

Pasal 14
(1) Rencana pusat pelayanan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
huruf a, berupa:
-11-

a. Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN); dan


b. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).
(2) Rencana PKSN terletak di Desa Daruba.
(3) Rencana PPL meliputi: Desa Aha, Desa darame, Desa Daruba, Desa
Dehegila, Desa Gotamalo, Desa Joubela, Desa Mandiri, Desa Momojiu,
Desa Muhajirin, Desa Pandanga, Desa Juanga, Desa Pilowo, Desa Yayasan,
Desa Falila, Desa Morodadi, Desa Daeo Majiko, Desa Daeo Induk, Desa
Sabatai Baru, Desa Totodoku, Desa Wawama, Desa Nakamura, Desa
Sabala, dan Desa Sabatai Tua.
(4) Rencana pusat pelayanan kegiatan digambarkan dalam peta rencana pusat
pelayanan kegiatan dengan ketelitian skala 1:5.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Ketiga
Rencana Jaringan Prasarana

Pasal 15

(1) Rencana jaringan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf


b terdiri dari:
a. Rencana pengembangan jaringan pergerakan;
b. Rencana pengembangan jaringan energi/kelistrikan;
c. Rencana pengembangan jaringan telekomunikasi;
d. Rencana pengembangan jaringan air minum;
e. Rencana pengembangan jaringan pengelolaan air limbah;
f. Rencana pengembangan jaringan drainase;
g. Rencana pengembangan jaringan persampahan; dan
h. Rencana pengembangan jaringan jalur evakuasi bencana.
(2) Rencana jaringan prasarana digambarkan dalam peta rencana jaringan
prasarana dengan ketelitian skala 1:5.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.

Paragraf 1
Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan dan Transportasi

Pasal 16

(1) Rencana pengembangan jaringan pergerakan meliputi:


a. Jaringan jalan arteri;
b. Jaringan jalan kolektor;
c. Jaringan jalan lingkungan; dan
d. Jaringan jalur pejalan kaki dan pesepeda.
(2) Arahan pengembangan jaringan jalan meliputi:
a. peningkatan kualitas dan kuantitas jaringan jalan;
b. pemeliharaan dan peningkayan kualitas pelayanan jaringan jalan
termasuk jembatan dan perelengkapannya yang telah ada;
-12-

c. penegasan fungsi jaringan jalan antara fungsi primer dan fungsi


sekunder;
d. perkerasan seluruh jaringan jalan berdasarkan status dan sungsinya;
e. pengembangan jaringan jalan baru untuk memperlancar arus lalu
lintas regional dan kawasan perkotaan; dan
f. pengembangan jaringan jalan baru untuk membuka kawasan baru atau
penghubung antar lingkungan dalam wilayah kelurahan/desa.

Pasal 17

Rencana pengembangan jalan arteri meliputi ruas jalan sabuk selatan timur
yang menghubungkan Daruba – Sangowo – Bere-Bere - Sopi.

Pasal 18

Rencana pengembangan jalan kolektor meliputi ruas jalan yang


menghubungkan Daruba – KEK Morotai.

Pasal 19

Rencana pengembangan jalan lingkungan meliputi ruas jalan yang


menghubungkan antar pusat kegiatan pada masing-masing Sub BWP dan
kawasan CBD Gotalamo.

Pasal 20

Rencana pengembangan jalur pejalan kaki meliputi pengembangan jalur


pejalan kaki di Tanjung Dehegila dan jalur pesepeda di Tanjung Dehegila –
Daruba.

Pasal 21

(1) Rencana pengembangan transportasi meliputi:


a. transportasi darat;
b. transportasi laut; dan
c. transportasi udara.
(2) Rencana pengembangan transportasi darat berupa pengembangan dan
peningkatan terminal penumpang dan terminal barang.
(3) Rencana pengembangan transportasi laut berupa:
a. pengembangan dan peningkatan pelayaran lokal, nasional dan
internasional; dan
b. pengembangan dan peningkatan pelabuhan pengumpan, pelabuhan
penyeberangan dan pelabuhan perikanan.
(4) Rencana pengembangan transportasi udara berupa pengembangan dan
peningkatan runaway bandar udara.

Paragraf 2
Rencana Pengembangan Jaringan Energi/Kelistrikan

Pasal 22
-13-

Rencana pengembangan jaringan distribusi listrik meliputi:


a. peningkatan kapasitas daya melalui pengembangan pembangkit listrik
seperti PLTS, PLTD, PLTB dan PLTMH yang terintegrasi dengan rencana
pengembangan jaringan listrik Kabupaten Pulau Morotai; dan
b. pengembangan jaringan distribusi listrik ke seluruh sub BWP.

Paragraf 3
Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi

Pasal 23

(1) Pengembangan Jaringan telekomunikasi meliputi:


a. penyediaan jaringan telekomunikasi telepon kabel; dan
b. penyediaan jaringan telekomunikasi telepon nirkabel.
(2) Rencana penyediaan jaringan telekomunikasi telepon kabel dan
penambahan jumlah sambungan rumah menjadi kurang lebih 2.511
sambungan telepon rumah di seluruh sub BWP.
(3) Rencana pengembangan jaringan telekomunikasi telepon nirkabel meliputi:
a. menara telekomunikasi/menara BTS; dan
b. peningkatan dan pengembangan jaringan satelit.

Paragraf 4
Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum

Pasal 24

Pengembangan Jaringan Air Minum terdiri atas jaringan perpipaan, dengan


strategi:
a. Pembangunan dan pengembangan jaringan sistem perpipaan air minum ke
seluruh Sub BWP; dan
b. Optimalisasi dan perlindungan sumber air baku meliputi sempadan
sungai, kawasan sekitar danau/waduk dan kawasan resapan air.

Paragraf 5
Rencana Pengembangan Jaringan Pengelolaan Air Limbah

Pasal 25

(1) Rencana Pengembangan Jaringan Pengelolaan Air Limbah di Kawasan


Perkotaan Daruba dan Sekitar KEK Morotai berupa sistem pengelolaan air
limbah domestik terpusat (SPALD-T).
(2) SPALD-T di Kawasan Perkotaan Daruba dan Sekitar KEK Morotai meliputi:
a. SPALD-T kawasan permukiman; dan
b. SPALD-T kawasan tertentu.
(3) SPALD-T kawasan permukiman direncanakan pada kawasan permukiman
seperti Desa Juanga, Pandanga, Yayasan, Darame, Wawama, Jouble,
Gotalamo dan Daruba.
-14-

(4) SPALD-T kawasan tertentu direncanakan pada pusat komersil seperti di


Desa Darame, Yayasan, Daruba, CBD Gotalamo dan kawasan pariwisata di
Desa Juanga.

Paragraf 6
Rencana Pengembangan Jaringan Drainase

Pasal 26

(1) Rencana Pengembangan Jaringan Drainase terdiri atas saluran drainase


primer, sekunder dan tersier
(2) Jaringan drainase primer adalah saluran drainase yang menerima air
buangan dari saluran drainase sekunder dan membuangnya ke badan air.
Jaringan drainase primer direncanakan di tepi jalan lingkar Morotai, jalan
penghubung Desa Wawama-Daeo Majiko, jalan penghubung Desa Darame-
Dehegila-KEK, dan jalan penghubung Desa Aha-Pilowo.
(3) Jaringan drainase sekunder meliputi saluran drainase yang direncanakan
menerima air buangan dari saluran drainase tersier dan membuangnya ke
saluran drainase primer. Jaringan drainase sekunder direncanakan di tepi
jalan lokal yang berada di setiap blok.
(4) Jaringan drainase tersier meliputi saluran drainase yang direncanakan
menerima air buangan dari masing-masing kapling. Jaringan drainase
tersier direncanakan di ruas-ruas jalan lingkungan di seluruh sub BWP.

Paragraf 7
Rencana Pengembangan Jaringan Persampahan

Pasal 27

(1) Rencana pengembangan jaringan persampahan di Kawasan Perkotaan


Daruba dan Sekitar KEK Morotai berupa penambahan TPS/TPS 3R
sebanyak 10 unit.
(2) Rencana penambahan TPS/TPS 3R di Kawasan Perkotaan Daruba dan
Sekitar KEK Morotai meliputi Desa Juanga, Pandanga, Joubela, Gotalamo,
Darame, Yayasan, Daruba, Momojiu, Sabatai Tua dan Daeo.

Paragraf 8
Rencana Pengembangan Jaringan Jalur Evakuasi Bencana

Pasal 28
(1) Rencana pengembangan jaringan jalur evakuasi bencana ditujukan
sebagai jalur penyelematan saat terjadinya bencana khususnya tsunami.
(2) Rencana jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa pemanfaatan jaringan jalan yang telah ada yang memungkinkan
untuk pergerakan dengan kendaraan roda empat dan diarahkan diarahkan
ke wilayah dengan permukaan yang lebih tinggi dan cukup aman.

BAB IV
RENCANA POLA RUANG
Bagian Kesatu
Umum
-15-

Pasal 29

(1) Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d terdiri
dari:
a. Zona lindung; dan
b. Zona budidaya.
(2) Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan
dalam peta rencana pola ruang dengan ketelitian skala 1:5.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(3) Peta rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tersebut
merupakan peta zonasi bagi Peraturan Zonasi.

Bagian Kedua
Zona Lindung

Pasal 30

Zona lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf a,


meliputi:
a. Zona Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya;
b. Zona Perlindungan Setempat; dan
c. Zona Ruang Terbuka Hijau.

Paragraf 1
Zona Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya

Pasal 31

(1) Zona perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, adalah peruntukan ruang yang
merupakan bagian dari kawasan lindung yang mempunyai fungsi pokok
sebagai perlindungan terhadap kawasan di bawahannya meliputi kawasan
gambut dan kawasan resapan air.
(2) Rencana zona perlindungan terhadap kawasan bawahannya meliputi sub
zona resapan air (RA).
(3) Sub zona resapan air (RA) ditetapkan seluas kurang lebih 330,8 Ha pada:
a. Sub BWP C, meliputi: blok C1;
b. Sub BWP D, meliputi: blok D1, blok D2;
c. Sub BWP E, meliputi: blok E1, blok E2, blok E3; dan
d. Sub BWP F, meliputi: blok F1, blok F2, blok F3, blok F4.

Paragraf 2
Zona Perlindungan Setempat

Pasal 32

(1) Zona perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf


b, adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung
yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan terhadap sempadan
-16-

pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, dan


kawasan sekitar mata air.
(2) Rencana zona perlindungan setempat, terdiri dari:
a. Sub zona sempadan sungai (SS), ditetapkan seluas kurang lebih
1.290,8 Ha pada:
1. Sub BWP A, meliputi: blok A1, blok A2, blok A9;
2. Sub BWP C, meliputi: blok C1, blok C2, blok C3;
3. Sub BWP D, meliputi: blok D1, blok D2;
4. Sub BWP E, meliputi: blok E1, blok E2, blok E3, blok E4; dan
5. Sub BWP F, meliputi: blok F1, blok F3, blok F4, blok F5.
b. Sub zona sempadan pantai (SP), ditetapkan seluas kurang lebih 501 Ha
pada:
1. Sub BWP A, meliputi: blok A1, blok A3, blok A4, blok A6, blok A7,
blok A9;
2. Sub BWP B, meliputi: blok B1, blok B2, blok B3, blok B4;
3. Sub BWP C, meliputi: blok C1, blok C2, blok C3;
4. Sub BWP E, meliputi: blok E2, blok E3, blok E4; dan
5. Sub BWP F, meliputi: blok F1, blok F2, blok F4, blok F5.
c. Sub zona sekitar danau/waduk (DW), ditetapkan seluas kurang lebih
5,3 Ha pada:
1. Sub BWP C, meliputi: blok C1;
2. Sub BWP D, meliputi: blok D2; dan
3. Sub BWP E, meliputi: blok E1.
d. Sub zona hutan bakau/mangrove (MV), ditetapkan seluas kurang lebih
36,8 Ha pada Sub BWP C, meliputi: blok C1, blok C2, blok C3.

Paragraf 3
Zona Ruang Terbuka Hijau

Pasal 33

(1) Zona Ruang Terbuka Hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf
c, adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam.
(2) Rencana zona ruang terbuka hijau, terdiri dari:
a. Sub zona hutan kota (RTH-1) ditetapkan seluas kurang lebih 200,6 Ha
pada Sub BWP A meliputi blok A6.
b. Sub zona taman kota (RTH-2) ditetapkan seluas kurang lebih 23,7 Ha
pada:
1. Sub BWP A, meliputi: blok A3, blok A5, blok A7; dan
2. Sub BWP B, meliputi: blok B1, blok B3.
c. Sub zona taman desa (RTH-4) ditetapkan seluas kurang lebih 52 Ha
pada:
1. Sub BWP A, meliputi: blok A1, blok A6, blok A7, blok A9;
2. Sub BWP C, meliputi: blok C1, blok C2;
3. Sub BWP D, meliputi: blok D1, blok D2, blok D3;
4. Sub BWP E, meliputi: blok E3; dan
-17-

5. Sub BWP F, meliputi: blok F1, blok F2, blok F3, blok F4.
d. Sub zona pemakaman (RTH-7) ditetapkan seluas kurang lebih 2,2 Ha
pada:
1. Sub BWP A, meliputi: blok A1, blok A6;
2. Sub BWP C, meliputi: blok C3;
3. Sub BWP E, meliputi: blok E2, blok E4; dan
4. Sub BWP F, meliputi: blok F2, blok F5.

Bagian Ketiga
Zona Budidaya

Pasal 34

Zona budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf b,


meliputi:
a. Zona perumahan;
b. Zona perdagangan dan jasa;
c. Zona sarana pelayanan umum;
d. Zona perkantoran;
e. Zona industri;
f. Zona peruntukan lainnya;
g. Zona campuran; dan
h. Zona hutan produksi.

Paragraf 1
Zona Perumahan

Pasal 35

(1) Zona perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf a, adalah


peruntukan ruang yang terdiri atas kelompok rumah tinggal yang
mewadahi kehidupan dan penghidupan masyarakat yang dilengkapi
dengan fasilitasnya.
(2) Rencana zona perumahan terdiri dari:
a. Sub zona rumah kepadatan tinggi (R-2), ditetapkan seluas kurang lebih
30,2 Ha pada:
1. Sub BWP A, meliputi: blok A1, blok A2, blok A3, blok A4, blok A5,
blok A6; dan
2. Sub BWP C, meliputi: blok C3.
b. Sub zona rumah kepadatan sedang (R-3), ditetapkan seluas kurang
lebih 368,2 Ha pada:
2. Sub BWP A, meliputi: blok A1, blok A2, blok A4, blok A5, blok A6,
blok A7, blok A8, blok A9;
3. Sub BWP B, meliputi: blok B1, blok B2, blok B3, blok B4;
4. Sub BWP C, meliputi: blok C1, blok C2, blok C3;
5. Sub BWP D, meliputi: blok D1, blok D2;
6. Sub BWP E, meliputi: blok E1, blok E2, blok E3, blok E4; dan
-18-

7. Sub BWP F, meliputi: blok F5.


c. Sub zona rumah kepadatan rendah (R-4), ditetapkan seluas kurang
lebih 309,3 Ha pada:
1. Sub BWP A, meliputi: blok A9;
2. Sub BWP C, meliputi: blok C1, blok C2;
3. Sub BWP D, meliputi: blok D1, blok D2, blok D3;
4. Sub BWP E, meliputi: blok E3, blok E4; dan
5. Sub BWP F, meliputi: blok F1, blok F2, blok F3, blok F4, blok F5.

Paragraf 2
Zona Perdagangan dan Jasa

Pasal 36

(1) Zona perdagangan dan jasa Pasal 32 huruf b, adalah peruntukan ruang
yang merupakan bagian dari kawasan budi daya difungsikan untuk
pengembangan kegiatan usaha yang bersifat komersial, tempat bekerja,
tempat berusaha, serta tempat hiburan dan rekreasi, serta fasilitas
umum/sosial pendukungnya.
(2) Rencana zona perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud dalam, terdiri
dari:
a. Sub zona perdagangan dan jasa skala kota (K-1), ditetapkan seluas
kurang lebih 32,5 Ha pada Sub BWP A, meliputi: blok A1, blok A2, blok
A3, blok A4, blok A5, blok A6;
b. Sub zona perdagangan dan jasa skala kecamatan dan/atau sub BWP
(K-2), ditetapkan seluas kurang lebih 5,6 Ha pada:
1. Sub BWP A, meliputi: blok A4, blok A6;
2. Sub BWP B, meliputi: blok B1; dan
3. Sub BWP C, meliputi: blok C3.
c. Sub zona perdagangan dan jasa skala desa dan/atau lingkungan (K-3),
ditetapkan seluas kurang lebih 0,14 Ha pada:
1. Sub BWP A, meliputi: blok A9;
2. Sub BWP B, meliputi: blok B1;
3. Sub BWP E, meliputi: blok E3, blok E4; dan
4. Sub BWP F, meliputi: blok F5.

Paragraf 3
Zona Sarana Pelayanan Umum

Pasal 37

(1) Zona sarana pelayanan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32


huruf c, adalah peruntukan ruang yang dikembangan untuk menampung
fungsi kegiatan yang berupa pendidikan, kesehatan, peribadatan, sosial
budaya, olahraga, perkantoran pemerintah dan rekreasi dengan
fasilitasnya yang dikembangkan dalam bentuk tunggal/ renggang,
deret/rapat dengan skala pelayanan yang ditetapkan dalam RTRWK.
-19-

(2) Rencana zona sarana pelayanan umum, terdiri dari:


a. Sub zona sarana pelayanan umum skala kota (SPU-1), ditetapkan
seluas kurang lebih 3,3 Ha pada:
1. Sub BWP A, meliputi: blok A1, blok A3, blok A6; dan
2. Sub BWP B, meliputi: blok B2.
b. Sub zona sarana pelayanan umum kecamatan dan/atau sub BWP
(SPU-2), ditetapkan seluas kurang lebih 6,9 Ha pada:
1. Sub BWP A, meliputi: blok A2, blok A3, blok A4, blok A5, blok A6;
2. Sub BWP B, meliputi: blok B3;
3. Sub BWP E, meliputi: blok E3; dan
4. Sub BWP F, meliputi: blok F5.
c. Sub zona sarana pelayanan umum desa dan/atau lingkungan (SPU-3),
ditetapkan seluas kurang lebih 7,3 Ha pada:
1. Sub BWP A, meliputi: blok A1, blok A3, blok A5, blok A6, blok A7,
A9;
2. Sub BWP B, meliputi: blok B1, blok B2, blok B3, blok B4;
3. Sub BWP C, meliputi: blok C1, blok C2;
4. Sub BWP D, meliputi: blok D1, blok D2;
5. Sub BWP E, meliputi: blok E3, blok E4; dan
6. Sub BWP F, meliputi: blok F5

Paragraf 4
Zona Perkantoran

Pasal 38

(1) Zona perkantoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf d, adalah


peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya
difungsikan untuk pengembangan kegiatan pelayanan pemerintahan dan
tempat bekerja/berusaha, tempat berusaha, dilengkapi dengan fasilitas
umum/sosial pendukungnya.
(2) Rencana zona perkantoran (KT), ditetapkan seluas kurang lebih 14,5 Ha
pada:
a. Sub BWP A, meliputi: blok A1, blok A2, blok A3, blok A4, blok A5, blok
A6, blok A7, blok A9
b. Sub BWP B, meliputi: blok B1, blok B2, blok B3;
c. Sub BWP C, meliputi: blok C1, blok C2, blok C3;
d. Sub BWP D, meliputi: blok D1, blok D2;
e. Sub BWP E, meliputi: blok E3; dan
f. Sub BWP F, meliputi: blok F5.

Paragraf 5
Zona Industri

Pasal 39

(1) Zona industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf e, adalah


peruntukan ruang untuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah,
bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang
-20-

dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan


rancang bangun dan perekayasaan industri.
(2) Rencana zona industri, terdiri dari:
a. Sub zona kawasan industri (KI), ditetapkan seluas kurang lebih 2,2 Ha
pada Sub BWP F meliputi: blok F4; dan
b. Sub zona sentra industrii kecil dan menengah (SIKM), ditetapkan
seluas kurang lebih 1,7 Ha pada Sub BWP F meliputi: blok F4.

Paragraf 6
Zona Peruntukan Lainnya

Pasal 40

(1) Zona peruntukan lainnya lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32


huruf f, adalah peruntukan ruang yang dikembangkan untuk menampung
fungsi kegiatan di daerah tertentu berupa pertanian, pertambangan,
pariwisata, dan peruntuk an-peruntukan lainnya. Yang termasuk dalam
zona peruntukan lainnya.
(2) Rencana zona peruntukan, terdiri dari:
a. Sub zona pertanian;
b. Sub zona ruang terbuka non hijau;
c. Sub zona pertahanan dan keamanan;
d. Sub zona pariwisata;
(3) Rencana sub zona pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
teridiri dari:
a. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PL-1.1), ditetapkan seluas
kurang lebih 1.680 Ha pada:
1. Sub BWP A, meliputi: blok A1;
2. Sub BWP C, meliputi: blok C1, blok C2, blok C3;
3. Sub BWP D, meliputi: blok D1, blok D2;
4. Sub BWP E, meliputi: blok E1, blok E2; dan
5. Sub BWP F, meliputi: blok F1, blok F2, blok F3, blok F4, blok F5.
b. Sawah dan Pertanian Tanaman Pangan (PL-1.2), ditetapkan seluas
kurang lebih 53,4 Ha pada:
1. Sub BWP C, meliputi: blok C1, blok C2; dan
2. Sub BWP F, meliputi: blok F1, blok F4.
c. Hortikultura (PL-1.3), ditetapkan seluas kurang lebih 886,8 Ha pada:
1. Sub BWP A, meliputi: blok A7, blok A8, blok A9;
2. Sub BWP B, meliputi: blok B1, blok B2;
3. Sub BWP C, meliputi: blok C1, blok C2, blok C3;
4. Sub BWP D, meliputi: blok D1, blok D2, blok D3;
5. Sub BWP E, meliputi: blok E1, blok E2, blok E3, blok E4; dan
6. Sub BWP F, meliputi: blok F1, blok F2, blok F3, blok F4.
d. Perkebunan (PL-1.4), ditetapkan seluas kurang lebih 5.418,1 Ha pada:
-21-

1. Sub BWP A, meliputi: blok A7, blok A8, blok A9;


2. Sub BWP C, meliputi: blok C1, blok C2, blok C3;
3. Sub BWP D, meliputi: blok D1, blok D2, blok D3;
4. Sub BWP E, meliputi: blok E1, blok E2, blok E3, blok E4; dan
5. Sub BWP F, meliputi: blok F1, blok F2, blok F3, blok F4, blok F5.
(4) Rencana sub zona ruang terbuka non hijau (PL-3) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, ditetapkan seluas kurang lebih 0,013 Ha yang
tersebar pada Sub BWP C, meliputi: blok C2.
(5) Rencana sub zona pertahanan dan keamanan (PL-7) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, ditetapkan seluas kurang lebih 729,1 Ha
yang tersebar pada:
a. Sub BWP A, meliputi: blok A3, blok A4, blok A5, blok A6, blok A7; dan
b. Sub BWP B, meliputi: blok B2, blok B3.
(6) Rencana sub zona pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
terdiri dari:
a. Pariwisata Alam (PL-13.1), ditetapkan seluas kurang lebih 472,1 Ha
pada:
1. Sub BWP A, meliputi: blok A7, blok A9;
2. Sub BWP B, meliputi: blok B1, blok B2, blok B3, blok B4;
3. Sub BWP E, meliputi: blok E3; dan
4. Sub BWP F, meliputi: blok F1, blok F2, blok F4, blok F5.
b. Pariwisata Budaya dan Sejarah (PL-13.2), ditetapkan seluas kurang
lebih 10,1 Ha pada:
1. Sub BWP A, meliputi: blok A4, blok A7, blok A9;
2. Sub BWP B, meliputi: blok B3; dan
3. Sub BWP C, meliputi: blok C3.
c. Pariwisata Buatan dan Hiburan (PL-13.3), ditetapkan seluas kurang
lebih 3,5 Ha pada Sub BWP B, meliputi: blok B3.

Paragraf 7
Zona Campuran

Pasal 41

(1) Zona campuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf g, adalah


ruang yang diperuntukan untuk dua atau lebih peruntukian campuran
(multifungsi) secara vertikal dan kompak antara penggunaan hunian
dengan fungsi kantor dan/atau perdagangan dan jasa.
(2) Rencana zona campuran (C), ditetapkan seluas kurang lebih 91,9 Ha
berupa kegiatan perumahan, perkantoran, perdagangan dan jasa pada Sub
BWP D, meliputi: blok D2.

Paragraf 8
Zona Hutan Produksi

Pasal 42

(1) Zona hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf h,


adalah peruntukan ruang yang berupa kawasan hutan yang dimanfaatkan
-22-

untuk memproduski hasil hutan yang dapat dieksploitasi hasil hutannya


dengan cara tebang pilih maupun tebang habis.
(2) Rencana zona hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat
huruf, terdiri dari:
a. Sub zona hutan produksi tetap (HP), ditetapkan seluas kurang lebih
240 Ha pada:
1. Sub BWP C, meliputi: blok C1;
2. Sub BWP D, meliputi: blok D1, blok D2;
3. Sub BWP E, meliputi: blok E1, blok E3;
4. Sub BWP F, meliputi: blok F1, blok F2, blok F3, blok F4.
b. Sub zona hutan produksi konversi (HPK), ditetapkan seluas kurang
lebih 290,6 Ha pada:
1. Sub BWP C, meliputi: blok C1, blok C2;
2. Sub BWP D, meliputi: blok D1, blok D2;
3. Sub BWP E, meliputi: blok E1, blok E3; dan
4. Sub BWP F, meliputi: blok F1, blok F2, blok F3, blok F4.

BAB V
PENETAPAN SUB BWP YANG DIPRIORITASKAN PENANGANANNYA

Pasal 43

(1) Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya meliputi:


a. Sub BWP A; dan
b. Sub BWP B.
(2) Penetapan sub BWP yang diprioritaskan penanganannya sebagaimana
dimaksud pada Pasal 2 huruf e digambarkan dalam Peta Penetapan Sub
BWP yang Diprioritaskan dengan ketelitian skala 1:5.000 sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.

BAB VI
KETENTUAN PEMANFATAAN RUANG

Pasal 44

(1) Ketentuan pemanfaatan ruang merupakan acuan dalam mewujudkan


rencana pola ruang dan rencana jaringan prasarana sesuai dengan
Rencana Detail Tata Ruang.
(2) Ketentuan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf f, berpedoman pada:
a. Rencana struktur ruang;
b. Rencana pola ruang;
c. Peraturan zonasi; dan
d. Penetapan sub BWP yang diprioritaskan penangannya.
(3) Ketentuan pemanfaatan ruang terdiri atas:
a. Program perwujudan rencana struktur ruang dan pola ruang di BWP;
b. Lokasi pemanfaatan ruang yang direncanakan berupa blok atau sub
blok;
-23-

c. Pendanaan program pemanfaatan yang dapat bersumber dari Anggaran


Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, swasta dan/atau kerja sama pendanaan dan/atau sumber lain
yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Instansi pelaksana program pemanfaatan meliputi Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, dan/atau masyarakat;
dan
e. Waktu dan tahapan pelaksanaan yang terdiri dari 4 (empat) tahap
pembangunan atau 5 (lima) tahunan.
(4) Program pemanfaatan ruang kawasan perkotaan Daruba dan sekitar KEK
Daruba merupakan program pemanfaatan ruang yang terintegrasi dengan
program pemanfaatan ruang Kabupaten Pulau Morotai.
(5) Program pemanfaatan ruang disusun berdasarkan indikasi program utama
5 (lima) tahunan sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB VII
PERATURAN ZONASI
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 45

(1) Peraturan zonasi berfungsi sebagai:


a. perangkat operasional pengendalian pemanfaatan ruang;
b. acuan dalam pemberian izin pemanfaatan ruang;
c. acuan dalam pemberian insentif dan disinsentif;
d. acuan dalam pengenaan sanksi; dan
e. rujukan teknis dalam pengembangan atau pemanfaatan lahan dan
penetapan lokasi investasi.
(2) Peraturan zonasi bermanfaat untuk:
a. menjamin dan menjaga kualitas ruang BWP minimal yang ditetapkan;
b. menjaga kualitas dan karakteristik zona dengan meminimalkan
penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan karakteristik zona; dan
c. meminimalkan gangguan atau dampak negatif terhadap zona.
(3) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat materi
tentang:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;
c. ketentuan tata bangunan;
d. ketentuan prasarana dan sarana minimal;
e. ketentuan pelaksanaan;
f. ketentuan khusus; dan
g. standar teknis.
(4) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf a dikelompokkan sebagai berikut:
a. kegiatan diperbolehkan dengan kode I;
b. kegiatan diizinkan bersyarat terbatas dengan kode T;
c. kegiatan diizinkan bersyarat tertentu dengan kode B; dan
d. kegiatan tidak diizinkan dengan kode X.
-24-

(5) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada


ayat (3) huruf b, meliputi:
a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB);
b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB);
c. Jumlah Lantai; dan
d. Koefisien Dasar Hijau (KDH).
(6) Ketentuan tata bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c,
meliputi:
a. Garis Sempadan Bangunan (GSB);
b. Jarak Antar Bangunan; dan
c. Orientasi dan Tampilan Bangunan.
(7) Ketentuan prasarana dan sarana minimal sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf d, meliputi:
a. jalan;
b. drainase;
c. saluran air kotor/limbah;
d. persampahan;
e. kelistrikan;
f. telekomunikasi;
g. pemadam kebakaran;
h. ruang terbuka hijau dan/atau non hijau; dan
i. sarana pelayanan umum/fasilitas pendukung lainnya.
(8) Ketentuan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e,
meliputi:
a. variansi pemanfaatan ruang;
b. insentif dan disinsentif; dan
c. penggunaan lahan yang tidak sesuai;
(9) Ketentuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f, berupa
ketentuan yang diterapkan pada setiap zona dan/atau sub zona serta
kawasan tertentu lainnya yang membutuhkan pengaturan tertentu,
meliputi:
a. Kawasan keselamatan operasional penerbangan pada:
5. Sub BWP A, meliputi: blok A1, blok A2, blok A3, blok A4, blok A5,
blok A6, blok A7, blok A8, blok A9;
6. Sub BWP B, meliputi: blok B1, blok B2, blok B3, blok B4;
7. Sub BWP C, meliputi: blok C1, blok C2, blok C3;
8. Sub BWP D, meliputi: blok D1, blok D2, blok D3;
9. Sub BWP E, meliputi: blok E1, blok E2, blok E3, blok E4; dan
10. Sub BWP F, meliputi: blok F1, blok F2, blok F3, blok F5.
b. Kawasan rawan bencana alam gempa bumi pada:
1. Sub BWP A, meliputi: blok A1, blok A2, blok A3, blok A4, blok A5,
blok A6, blok A7, blok A8, blok A9;
2. Sub BWP B, meliputi: blok B1, blok B2, blok B3, blok B4;
3. Sub BWP C, meliputi: blok C1, blok C2, blok C3;
4. Sub BWP D, meliputi: blok D1, blok D2, blok D3; dan
5. Sub BWP E, meliputi: blok E1.
c. Kawasan rawan bencana alam tsunami dan/atau sempadan pantai
dan/atau kawasan reklamasi pada:
1. Sub BWP A, meliputi: blok A1, blok A3, blok A4, blok A6, blok A7,
blok A8, blok A9;
2. Sub BWP B, meliputi: blok B2, blok B3, blok B4;
3. Sub BWP C, meliputi: blok C2;
4. Sub BWP E, meliputi: blok E1, blok E2, blok E3, blok E4; dan
-25-

5. Sub BWP F, meliputi: blok F4, blok F5.


d. Kawasan rawan bencana alam banjir pada:
1. Sub BWP C, meliputi: blok C1, blok C2, blok C3; dan
2. Sub BWP D, meliputi: blok D1, blok D2.
e. Kawasan sebagai TES dan/atau TEA pada:
1. Sub BWP A, meliputi: blok A5, blok A6;
2. Sub BWP B, meliputi: blok B3;
3. Sub BWP C, meliputi: blok C1;
4. Sub BWP D, meliputi: blok D1, blok D2; dan
5. Sub BWP F, meliputi: blok F5.
(10)Standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf g, yang
digunakan oleh Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan RDTR dan PZ
mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(11)Ketentuan peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dituangkan dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.

BAB VIII
PERIZINAN DAN REKOMENDASI

Bagian Kesatu
Perizinan

Pasal 46

(1) Setiap orang yang akan melakukan pemanfaatan ruang wajib memiliki izin
dari pejabat berwenang yang secara operasional menjadi tugas Kepala
SKPD dan/atau instansi terkait sesuai fungsinya.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
a. izin untuk luas lahan perencanaan skala kecil; dan
b. izin untuk luas lahan perencanaan skala besar.
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai berikut:
a. izin prinsip pemanfaatan ruang;
b. izin kegiatan pemanfaatan ruang; dan
c. izin pemanfaatan ruang.
1. Izin prinsip pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a, untuk luas lahan perencanaan tertentu diberikan setelah
menadapatkan pertimbangan dari BKPRD.
2. Izin kegiatan pemanfaatan ruang dan izin pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d, diberikan Kepala SKPD
bidang perizinan dan/atau instansi terkait sesuai jenis kegiatan yang
dilakukan dan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menjadi persyaratan untuk
mendapatkan izin mendirikan bangunan (IMB).

Bagian Kedua
Rekomendasi
-26-

Pasal 47

Kepala SKPD, UKPD dan/atau instasi terkait yang memberikan rekomendasi


dalam pemanfaatan ruang sebagai kelengkapan administrasi dan/atau teknis,
harus sesuai Rencana Detail Tata Ruang, Peraturan Zonasi, dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 48

Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan dan rekomendasi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 43, diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB IX
INSENTIF DAN DISINSENTIF

Pasal 49

(1) Ketentuan insentif berlaku bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang sejalan
dengan rencana tata ruang dan memberikan dampak positif bagi
masyarakat dan lingkungan.
(2) Jenis insentif dapat berupa:
a. Keringanan, pengurangan dan/atau pembebasan pajak;
b. Pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang dan/atau
urun saham;
c. Pembangunan dan/atau pengadaan prasarana dan/atau sarana; dan
d. Pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau
Pemerintah Daerah.
(3) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberlakukan pada seluruh
blok atau sub zona.
(4) Jenis insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh
pejabat berwenang setelah mendapatkan pertimbangan BKPRD, dan
diberikan kepada calon yang akan memanfaatkan ruang sebelum
mendapatkan izin kegiatan pemanfaatan ruang.

Pasal 50

(1) Ketentuan disinsentif berlaku bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak
sejalan dengan rencana tata ruang dan memberikan dampak negatif bagi
masyarakat dan lingkungan.
(2) Jenis disinsentif dapat berupa:
a. pengenaan denda secara progresif;
b. membatasi penyediaan prasarana dan/atau sarana, pengenaan
kompensasi dan penalti;
-27-

c. pemberian persyaratan khusus dalam proses perizinan;


d. tidak diberikan izin atau perpanjangan izin bagi kegiatan yang tidak
sesuai dengan ketentuan;
e. pelarangan pengembangan untuk pemanfaatan ruang yang telah
terbangun; dan
f. pengenaan pajak/retribusi yang lebih tinggi disesuaikan besarnya
biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan
akibat pemanfaatan ruang.
(3) Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberlakukan pada
seluruh blok atau sub zona.
(4) Jenis disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh
pejabat berwenang setelah mendapatkan pertimbangan BKPRD, dan
diberikan kepada calon yang akan memanfaatkan ruang sebelum
mendapatkan izin kegiatan pemanfaatan ruang.

Pasal 51

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif dan disinsentif
diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB X
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT

Pasal 52

Hak masyarakat dalam kegiatan pemanfaatan ruang yaitu:


a. berperan serta dalam proses penyusunan peraturan zonasi;
b. mengetahui secara terbuka RDTR;
c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai
akibat dari penataan ruang;
d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai
akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan tata
ruang;
e. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan
yang tidak sesuai dengan RDTR Kawasan Perkotaan Daruba dan Sekitar
KEK Morotai;
f. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat yang
berwenang;
g. mengajukan gugatan ganti rugi kerugian kepada pemerintah dan/atau
pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai rencana
tata ruang menimbulkan kerugian; dan
h. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian terhadap perubahan
status tanah dan ruang udara yang semula dimiliki oleh masyarakat
sebagai akibat pelaksanaan RDTR Kawasan Perkotaan Daruba dan Sekitar
KEK Morotai, diselenggarakan dengan cara musyawarah untuk mufakat.

Pasal 53
-28-

(1) Peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah
meliputi:
a. pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan wilayah;
b. pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan
termasuk bantuan untuk memperjelas hak atas ruang di wilayah dan
termasuk pelaksanaan tata ruang;
c. pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam
penyusunan strategi dan struktur pemanfaatan ruang;
d. pengajuan ususlan keberatan dan perubahan rencana terhadap
rancangan RDTR;
e. kerjasama dalam penelitian dan pengembangan dan/atau bantuan
tenaga ahli; dan
f. terjaminnya usulan masyarakat dalam rencana tata ruang.
(2) Peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang meliputi:
a. pemantauan terhadap pemanfaatan ruang daratan, ruang laut, dan
ruang udara serta ruang bawah tanah berdasarkan peraturan
perundang-undangan, agama, adat, atau kebiasaan yang berlaku;
b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan
pemanfaatan ruang wilayah;
c. memanfaatkan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan;
d. bantuan teknik dan pengelolaan dalam pemanfaatan dan/atau kegiatan
menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan
hidup.
(3) Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang meliputi:
a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang, termasuk pemberian
informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang zona dan/atau
sub zona yang dimaksud dan/atau sumber daya tanah, air, udara, dan
sumberdaya lainnya; dan
b. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban
pemanfaatan ruang.

Pasal 54

(1) Tata cara peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Bupati dan/atau pejabat berwenang;
(2) Tata cara peran serta masyarakat dalam pengendalian pemantauan ruang
disampaikan secara lisan atau tertulis kepada Bupati dan/atau pejabat
berwenang.

Pasal 55

Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:


a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat
yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan
ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundiang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
-29-

BAB IX
PENYIDIKAN

Pasal 56

(1) Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, pegawai


negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup dan
tanggung jawabnya di bidang penataan ruang diberi wewenang khusus
sebagai penyidik untuk memmbantu pejabat penyidik kepolisian negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang
berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan
tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang sehubungan dengan
peristiwa tindak pidana dalam penataan ruang;
d. melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen berkenaan dengan
tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat
bahan bukti dan dokumen lain serta melakukan penyitaan dan
penyegelan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat
dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dalam bidang penataan
ruang;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana dalam bidang penataan ruang.
(3) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan kepada pejabat penyidik
kepolisian negara Republik Indonesia.
(4) Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
memerlukan tindakan penangkapan dan penahanan, penyidik pegawai
negeri sipil melakukan koordinasi dengan pejabat penyidik kepolisian
negara Republik Indonesia sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(5) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui pejabat
penyidik kepolisian negara Republik Indonesia.
(6) Pengangkatan pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan tata cara proses
penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

BAB X
KETENTUAN PIDANA

Pasal 57

Setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Peraturan Daerah ini


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, akan dikenakan sanksi sesuai
-30-

peraturan perundang-undangan yang berlaku setelah dilakukan penyidikan


oleh pejabat yang berwenang.

BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 58

(1) Jangka waktu rencana detail tata ruang BWP Kawasan Perkotaan Daruba
dan Sekitar KEK Morotai adalah 20 (dua puluh) tahun.
(2) Rencana Detail Tata Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau
kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Dalam lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam
skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan
dan/atau perubahan batas administrasi kota yang ditetapkan dengan
undang-undang, maka rencana detail tata ruang dapat ditinjau kembali
lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 59

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, semua peraturan yang
berkaitan dengan penataan ruang di BWP Kawasan Perkotaan Daruba dan
Sekitar KEK Morotai sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah
ini dinyatakan tetap berlaku.

Pasal 60

(1) Izin pemanfatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa
berlakunya;
(2) Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan:
a. untuk izin yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut
disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku pada Peraturan Daerah
ini;
b. untuk izin yang sudah dilaksanakan pembangunannya, dilakukan
penyesuaian dengan masa transisi berdasarkan ketentuan peraturan
perundangan; dan
c. untuk izin yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan dilakukan penyesuaian dengan ketentuan yang
terdapat pada Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat
-31-

dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat


pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian rugi yang layak.
(3) Pemanfaatan ruang yang diselenggarakan tanpa izin dan bertentangan
dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, akan diterbitkan dan disesuaikan
dengan Peraturan daerah ini secara bertahap.
(4) Pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini,
agar dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 61

Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahui, memerintahkan pengundangan


Peraturan Daerah ini, dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
KABUPATEN PULAU MOROTAI.

Ditetapkan di Morotai
Pada tanggal

BUPATI PULAU MOROTAI

……………………….

Diundangkan di Morotai
Pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI

……………………………………….

LEMBAGA DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI TAHUN ……. NOMOR….. SERI …


NOMOR

Anda mungkin juga menyukai