Anda di halaman 1dari 9

Lex Crimen Vol. IX/No.

TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIZINAN Cagar Budaya sebagai sumber daya budaya
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 memiliki sifat rapuh, unik, langka, terbatas, dan
TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA1 tidak terbarui. Dalam rangka menjaga Cagar
Oleh : Alexandra E. J. Timbuleng2 Budaya dari ancaman pembangunan fisik, baik
di wilayah perkotaan, pedesaan, maupun yang
ABSTRAK berada di lingkungan air, diperlukan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk pengaturan untuk menjamin eksistensinya.
mengetahui bagaimana tindak pidana di bidang Oleh karena itu, upaya pelestariannya
perizinan menurut Undang-Undang Nomor 11 mencakup tujuan untuk melindungi,
Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya dan mengembangkan, dan memanfaatkannya. Hal
bagaimana sanksi pidana terhadap tindak itu berarti bahwa upaya pelestarian perlu
pidana di bidang perizinan menurut Undang- memperhatikan keseimbangan antara
Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar kepentingan akademis, ideologis, dan
Budaya. Dengan menggunakan metode ekonomis.3
penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Upaya pelestarian cagar budaya dalam dasar
Tindak pidana perizinan di bidang cagar budaya pertimbangan dikeluarkannya UU RI Nomor 11
terjadi apabila terdapat perbuatan di antaranya Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dijelaskan
tanpa izin mengalihkan kepemilikan cagar bahwa cagar budaya merupakan kekayaan
budaya dan tanpa izin Pemerintah atau budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan
pemerintah daerah melakukan pencarian cagar perilaku kehidupan manusia yang penting
budaya. Setiap orang dilarang melakukan artinya bagi pemahaman dan pengembangan
pencarian cagar budaya atau yang diduga cagar sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan
budaya dengan penggalian, penyelaman, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan/atau pengangkatan di darat dan/atau di air dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan
tanpa izin pemerintah atau pemerintah daerah dikelola secara tepat melalui upaya
sesuai dengan kewenangannya atau tanpa izin pelindungan, pengembangan, dan
menteri, gubernur, atau bupati/wali kota, pemanfaatan dalam rangka memajukan
memindahkan cagar budaya dan tanpa izin kebudayaan nasional untuk sebesarbesarnya
menteri, gubernur atau bupati/wali kota, kemakmuran rakyat.4
memisahkan cagar budaya peringkat nasional, Pada dasarnya seluruh kegiatan pelestarian
peringkat provinsi, atau peringkat yang meliputi pelindungan, pengembangan dan
kabupaten/kota, baik seluruh maupun bagian- pemanfaatan cagar budaya harus didahului
bagiannya. 2. Pemberlakuan sanksi pidana atas dengan izin kepada Pemerintah sesuai dengan
tindak pidana perizinan di bidang cagar budaya kewenangannya (Menteri, gubernur,
meliputi pidana penjara dan/atau denda sesuai bupati/wali kota). Pemerintah dapat
dengan perbuatan pidana yang terbukti secara melimpahkan wewenangnya kepada unit
sah dilakukan oleh pelakunya. Tindak pidana Pelaksana Teknis atau Pemerintah Daerah yang
yang dilakukan oleh badan usaha berbadan bergerak dibidang pelestarian cagar budaya.
hukum dan/atau badan usaha bukan berbadan Pemberian izin dapat dibatalkan atau dicabut
hukum, dijatuhkan kepada: (a) badan usaha; apabila dalam pelaksanaan kegiatan
dan/atau (b) orang yang memberi perintah pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan
untuk melakukan tindak pidana. cagar budaya ternyata melenceng dari tujuan
Kata kunci: Tindak Pidana, Perizinan, Cagar semula. Terdapat konsekuensi hukum bagi
Budaya orang yang melakukan kegiatan pelestarian
tanpa izin. Memang sebuah tantangan besar
PENDAHULUAN bagi Bangsa Indonesia dalam melestarikan
A. Latar Belakang cagar budaya yang dihadapkan dengan

1
Artikel Skripsi. Dosen Pembibing: Veibe V. Sumilat, SH.,
MH; Dr. Corneles Dj. Massie, SH, MH 3
2 Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM.
Tentang Cagar Budaya.
16071101353 4
Ibid.

1
Lex Crimen Vol. IX/No. 2/Apr-Jun/2020

perkembangan zaman dan tekanan tindak pidana perizinan cagar budaya


pembangunan.5 sebagaimana akan diuraikan sebagai berikut:
Dengan adanya Undang-Undang Republik 1. Pasal 101. Setiap orang yang tanpa izin
Indonesia Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar mengalihkan kepemilikan Cagar Budaya
Budaya, pemilik cagar budaya berkewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat
untuk menjaga dan memelihara cagar budaya (1) Setiap orang dilarang mengalihkan
yang dimilikinya, walaupun pada kenyataannya kepemilikan Cagar Budaya peringkat
banyak yang merasa keberatan berkaitan nasional, peringkat provinsi, atau peringkat
dengan biaya pemeliharaannya yang tidak kabupaten/kota, baik seluruh maupun
sedikit. Walaupun telah diberikan kompensasi bagian-bagiannya, kecuali dengan izin
dan insentif bagi yang telah melindungi cagar Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota
budaya miliknya, kadang orang tetap sesuai dengan tingkatannya.
berorientasi pada nilai ekonomi yang 2. Pasal 103. Setiap orang yang tanpa izin
terkandung dalam cagar budaya tersebut.6 Pemerintah atau Pemerintah Daerah
Apabila terjadi tindak pidana di bidang melakukan pencarian Cagar Budaya
perizinan cagar budaya, maka bagi pelakunya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
dapat dikenakan sanksi pidana. Perizinan (4) Setiap orang dilarang melakukan
merupakan bagian penting upaya pelestarian pencarian Cagar Budaya atau yang diduga
cagar budaya yang mencakup perlindungan, Cagar Budaya dengan penggalian,
pengembangan, dan pemanfaatan. penyelaman, dan/atau pengangkatan di
darat dan/atau di air sebagaimana dimaksud
B. RUMUSAN MASALAH pada ayat (2), kecuali dengan izin
1. Bagaimanakah tindak pidana di bidang Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai
perizinan menurut Undang-Undang Nomor dengan kewenangannya.
11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya ? 3. Pasal 107. Setiap orang yang tanpa izin
2. Bagaimanakah sanksi pidana terhadap Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota,
tindak pidana di bidang perizinan menurut memindahkan Cagar Budaya sebagaimana
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) Setiap
Tentang Cagar Budaya ? orang dilarang memindahkan Cagar Budaya
peringkat nasional, peringkat provinsi, atau
C. METODE PENELITIAN peringkat kabupaten/kota, baik seluruh
Penelitian hukum yang dilakukan dengan maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan
cara meneliti bahan pustaka atau data izin Menteri, gubernur, atau bupati/wali
sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian kota sesuai dengan tingkatannya.
hukum normatif atau penelitian hukum 4. Pasal 108. Setiap orang yang tanpa izin
kepustakaan (di samping adanya penelitian Menteri, gubernur atau bupati/wali kota,
hukum sosiologis atau empiris yang terutama memisahkan Cagar Budaya sebagaimana
meneliti data primer).7 dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) Setiap
orang dilarang memisahkan Cagar Budaya
PEMBAHASAN peringkat nasional, peringkat provinsi, atau
A. Tindak Pidana Di Bidang Perizinan Menurut peringkat kabupaten/kota, baik seluruh
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan
Tentang Cagar Budaya izin Menteri, gubernur, atau bupati/wali
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 kota sesuai dengan tingkatannya.
Tentang Cagar Budaya, mengatur mengenai 5. Pasal 109 ayat (1) Setiap orang yang tanpa
izin Menteri, membawa Cagar Budaya ke
luar wilayah Negara Kesatuan Republik
5
Ibid. hlm. 47. Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
6
Ibid. Pasal 68 ayat (2) Setiap orang dilarang
7
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum membawa Cagar Budaya sebagaimana
Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo dimaksud pada ayat (1), kecuali dengan izin
Persada, Jakarta. 1995, hlm. 13-14.
Menteri.

2
Lex Crimen Vol. IX/No.

6. Pasal 109 ayat (2) Setiap orang yang tanpa 1. Suatu penderitaan yang bersifat khusus
izin gubernur atau izin bupati/wali kota, yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan
membawa Cagar Budaya ke luar wilayah yang berwenang untuk menjatuhkan
provinsi atau kabupaten/kota sebagaimana pidana atas nama negara sebagai
dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) (2) Setiap penanggung jawab dari ketertiban
orang dilarang membawa Cagar Budaya hukum umum bagi seorang pelanggar,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yakni semata-mata karena orang
kecuali dengan izin gubernur atau tersebut telah melanggar suatu
bupati/wali kota sesuai dengan peraturan hukum yang harus ditegakkan
kewenangannya. oleh negara;
7. Pasal 110. Setiap orang yang tanpa izin 2. Suatu penderitaan (nestapa) yang
Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sengaja dikenakan/dijatuhkan kepada
mengubah fungsi ruang Situs Cagar Budaya seseorang yang telah terbukti bersalah
dan/atau Kawasan Cagar Budaya melakukan suatu tindak pidana.11
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat Perbuatan pidana adalah perbuatan yang
(1) Setiap orang dilarang mengubah fungsi dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan
ruang Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa
Cagar Budaya peringkat nasional, peringkat pidana tertentu, bagi barang siapa yang
provinsi, atau peringkat kabupaten/kota, melanggar larangan tersebut. 12 Dapat juga
baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah
kecuali dengan izin Menteri, gubernur, atau perbuatan oleh suatu aturan hukum dilarang
bupati/wali kota sesuai dengan dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu
tingkatannya. diingat bahwa larangan ditujukan kepada
8. Pasal 111. Setiap orang yang tanpa izin perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian
pemilik dan/atau yang menguasainya, yang ditimbulkan oleh kelakuan orang),
mendokumentasikan Cagar Budaya sedangkan ancaman pidanya ditujukan kepada
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92. orang yang menimbulkan kejadian itu.13
Setiap orang dilarang mendokumentasikan Perbuatan pidana semata menunjuk pada
Cagar Budaya baik seluruh maupun bagian- perbuatan baik secara aktif maupun secara
bagiannya untuk kepentingan komersial pasif, sedangkan apakah pelaku ketika
tanpa seizin pemilik dan/atau yang melakukan perbuatan pidana patut dicela atau
menguasainya. memiliki kesalahan, bukan merupakan wilayah
perbuatan pidana, tetapi sudah masuk pada
B. Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Di pertanggungjawaban pidana.14
Bidang Perizinan Menurut Undang-Undang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010
Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Tentang Cagar Budaya. Pasal 101. Setiap orang
Budaya yang tanpa izin mengalihkan kepemilikan Cagar
Sanksi, sanctie, yaitu akibat hukum terhadap Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
pelanggar ketentuan undang-undang. Ada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
sanksi administrasi, ada sanksi perdata dan ada singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 5 (lima)
sanksi pidana. 8 Sanksi Pidana, strafsanctie, tahun dan/atau denda paling sedikit
akibat hukum terhadap pelanggaran ketentuan Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)
pidana yang berupa pidana dan/atau tindakan.9 dan paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu
Pidana (Straf): hukuman yang dijatuhkan miliar lima ratus juta rupiah).
terhadap orang yang terbukti bersalah Pasal 103. Setiap orang yang tanpa izin
melakukan delik berdasarkan putusan yang Pemerintah atau Pemerintah Daerah
berkekuatan hukum tetap.10 melakukan pencarian Cagar Budaya
Pidana (straf; Bahasa Belanda):
11
Sudarsono, Kamus Hukum, Op.Cit, hlm. 248.
12
Moeljatno, Op.Cit, hlm. 59.
8
Andi Hamzah, Op.Cit, hlm. 138 13
Ibid.
9
Ibid. 14
Ali Mahrus, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Cetakan
10
Ibid, hlm. 119. Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, 2011. hlm. 97.

3
Lex Crimen Vol. IX/No. 2/Apr-Jun/2020

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
dipidana dengan pidana penjara paling singkat tahun dan/atau denda paling sedikit
3 (tiga) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan
tahun dan/atau denda paling sedikit paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 Pasal 111. Setiap orang yang tanpa izin
(satu miliar rupiah). pemilik dan/atau yang menguasainya,
Pasal 107. Setiap orang yang tanpa izin mendokumentasikan Cagar Budaya
Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92
memindahkan Cagar Budaya sebagaimana dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) dipidana (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau Hukuman pokok telah ditentukan dalam
denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus Pasal 10 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
juta rupiah) dan paling banyak “pidana terdiri atas”
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). a. pidana pokok:
Pasal 108. Setiap orang yang tanpa izin 1. pidana mati;
Menteri, gubernur atau bupati/wali kota, 2. pidana penjara;
memisahkan Cagar Budaya sebagaimana 3. pidana kurungan;
dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) dipidana 4. pidana denda;
dengan pidana penjara paling lama 10 5. pidana tutupan.
(sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit b. pidana tambahan:
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan 1. pencabutan hak-hak tertentu;
paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar 2. perampasan barang-barang tertentu;
lima ratus juta rupiah). 3. pengumuman putusan hakim.15
Pasal 109 ayat: Perbedaan antara hukuman pokok dan
(1) Setiap orang yang tanpa izin Menteri, hukuman tambahan, adalah hukuman pokok
membawa Cagar Budaya ke luar wilayah terlepas dari hukuman lain, berarti dapat
Negara Kesatuan Republik Indonesia dijatuhkan kepada terhukum secara mandiri.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat Adapun hukuman tambahan hanya merupakan
(2) dipidana dengan pidana penjara paling tambahan pada hukuman pokok, sehingga tidak
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 10 dapat dijatuhkan tanpa ada hukuman pokok
(sepuluh) tahun dan/atau denda paling (tidak mandiri). 16 Hukuman tambahan hanya
sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta dapat dijatuhkan bersama-sama dengan
rupiah) dan paling banyak hukuman pokok. Penjatuhan hukuman
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus tambahan itu biasanya bersifat fakultatif.
juta rupiah). Hakim tidak diharuskan menjatuhkan hukuman
(2) Setiap orang yang tanpa izin gubernur atau tambahan.17
izin bupati/wali kota, membawa Cagar Tujuan pemidanaan dapat dilihat melalui
Budaya ke luar wilayah provinsi atau dasar pembenaran adanya hukum atau
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud penjahan pidana. Dasar pembenaran
dalam Pasal 69 ayat (2) dipidana dengan penjatuhan pidana ada tiga teori yaitu sebagai
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun berikut:
dan/atau denda paling sedikit 1. Teori Absolut
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan Menurut teori absolut tujuan dari
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus pemidanaan terletak pada hukum pidana itu
juta rupiah). sendiri, “…barang siapa yang dilakukan suatu
Pasal 110. Setiap orang yang tanpa izin perbuatan pidana, harus dijatuhkan hukum
Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota
mengubah fungsi ruang Situs Cagar Budaya 15
Leden Marpaung, Op.Cit, hlm. 107.
dan/atau Kawasan Cagar Budaya sebagaimana 16
Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia,
dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) dipidana Cetakan Kelima, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 66.
17
Leden Marpaung, Op.Cit, hlm.111.

4
Lex Crimen Vol. IX/No.

pidana….” Teori ini desebut juga teori Batas waktu pidana penjara minimal satu
pembalasan, karena bersifat pembalasan hari sampai seumur hidup. Namun pada
(vergelding). Hukum dijatuhkan karena ada umumnya pidana penjara maksimum
dosa. adalah lima belas tahun. Pidana penjara
2. Teori relatif disebut pidana hilang kemerdekaan,
Menurut teori relatif, tujuan pemidanaan bukan saja karena ia tidak dapat bebas
adalah untuk : bepergian tetapi para narapidana
a. Mencegah; kehilangan hak-hak tertetu seperti:
b. Menakut-nakuti, sehingga orang lain a. Hak untuk memilih dan dipilih dalam
tidak melakukan kejahatan; pemilian umum;
c. Memperbaiki orang yang melakukan b. Hak memangku jabatan publik;
tidak pidana; c. Hak untuk bekerja pada perusahan-
d. Memberikan perlindungan kepada perusahan;
masyarakat terhadap d. Hak mendapat gizi tertentu;
kejahatan; e. Hak untuk mengadakan asuransi
Teori ini disebut juga teori tujuan, karena hidup;
menitikberatkan pada tujuan hukuman. f. Hak untuk tetap dalam ikatan
Ancaman hukuman perlu supaya manusia perkawinan;
tidak melanggar.
g. Hak untuk kawin;
3. Teori gabungan.
h. Beberapa hak sipil yang lain.
Menurut teori gabungan, yang merupakan
i. Pidana kurungan.20
kombinasi antara teori absolut dan teori
3. Pidana Kurungan
relatif, tujuan penjatuhan pidana karena
Pidana Kurungan relatif sama dengan
orang tersebut melakukan kejahatan dan
pidana penjara, namun pada pidana
agar ia tidak melakukan kejahatan lagi.18
kurungan batas waktunya minimal satu
Ketentuan pidana yang dapat dijatuhkan
hari dan maksimal satu tahun. Pidana
tercantum pada pasal 10 KUHP, di mana
kurungan diancamkan pada tidak pidana
dibedakan adanya pidanan pokok dan pidana
yang dianggap ringan seperti tidakan
tambahan.
pidana kelpaan dan pelanggaran.
1. Pidana mati
perbedaan lain dengan pidana penjara
Pidana mati pada beberapa negara telah
adalah pelaksaan pidana kurungan lebih
dicabut sendangkan untuk negara kita
ringan daripada pelaksanaan pidana
masih dipertahakan bahakan tidak
penjara.
pidana yang diancam dengan pidana mati
4. Pidana denda
mulai ditambah. Pidana mati dari waktu
Pidana denda merupakan bentuk pidana
ke waktu dilakukan lebih memperhatikan
tertua. Pidana ini terdapat pada setiap
inlai-nilai kemanusiaan, baik dijalankan
masyarakat termasuk pada masyarakat
dengan pemenggalan, penggangtungan
adat. Dalam masyarakat adat Bali
sampai disuntik mati. Menurut
terdapat denda yang dikenakan pada
penetapan presiden Nomor 2 tahun
orang yang membuat kesalahan dan
1064, lembarang negara 1964 Nomor 38,
mengakibatkan tidak stabilnya
ditetapkan menjadi undang-undang
keseimbangan masyarakat adat tersebut.
Nomor 5 tahun 1969 menetapkan bahwa
Pada saat sekarang pidana denda
pidana mati dijalankan dengan
dijatuhkan terhadap tidak pidana ringan
menembak mati terpidana. Pidana dan
berupa pelanggaran atau kejahatan
secara teknis dilaksanankan oleh polisi.19
ringan. Pidana denda merupakan pidana
2. Pidana penjara
satu-satunya pidana yang dapat dipikul
Pidana penjara adalah bentuk pidana
oleh orang lain selain terpidana.
yang beruba kehilangan kemerdekaan.
Walaupun denda dijatuhkan terhadap
18
Yulies Tiena Masriani, Op.Cit, hlm. 66.
terpidana pribadi tidak ada larangan jika
19
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Ed. 2. Cet. 1. Sinar
Grafika, Jakarta, 2007, hlm. 57. 20
Ibid, hlm. 57-58.

5
Lex Crimen Vol. IX/No. 2/Apr-Jun/2020

denda itu secara sukarela dibayar oleh atas orang yang bukan anaknya
orang lain atas nama terpidana. Hasil sendiri;
penagihan denda diperuntukkan bagi kas 5. Hak untuk menjalankan kekuasaan
negara, walaupun peraturan pidana itu bapak, perwakilan atau
dibuat oleh pemerintah daerah begitu pengampuan atas anak sendiri;
pula biaya untuk pidana kurungan 6. Hak menjalangkan pekerjaan
penggati di tanggung oleh negara tertentu.
walaupun peraturan pidanan itu dibuat b. Perampasan barang tertentu
oleh pemerintah daerah pula.21 Pidana perampasan merupakan
5. Pidana tambahan pidana kekayaan, seperti halnya
a. Pencabutan hak-hak tertentu dengan pidana denda, ada dua
Pidana tambahan berupa pencabutan macam barang yang dapat dirampas,
hak-hak tertentu, bukan berarti hak- yaitu barang yang didapat karena
hak terpidana dapat dicabut kejahatan dan barang yang dengan
semuanya. Pencabutan tersebut tidak sengaja digunakan dalam melakukan
meliputi pencabutan hak hidup, hak kejahatan. Perampasan biasa
sipil (perdata), dan hak dilakukan dalam hal kejahatan
ketatanegaraan. keuangan. Benda yang dirampas
1) Tidak bersifat otomatis harus dieksekusi dengan jalan dilelang di
ditetapkan dengan putusan hakim; muka umum oleh jaksa, kemudian
2) Tidak berlaku seumur hidup, tetapi hasilnya disetor ke kas negara sesuai
menurut jangka waktu menurut dengan pos hasil dinas kejaksaan.24
undang-undang dengan suatu c. Pengumuman putusan hakim
putusan hakim.22 Apabila hakim memerintahkan supaya
Pencabutan hak-hak tertentu hanya putusan diumumkan berdasarkan
untuk tidak pidana yang tegas peraturan perundang-undangan atau
ditentukan oleh undang-undang aturan umum lainnya maka harus
bahwa tidak pidana tersebut diancam ditetapkan bagaimana cara
oleh pidana tambahan. Lamanya melaksanakan perintah atas biaya
jangka waktu pencabutan hak-hak terpidana. Apabila terpidana tidak
tertentu adalah pada pidana seumur membayar biaya pengumuman
hidup, lamanya seumur hidup. putusan hakim tersebut, maka diganti
Adapun pada pidana penjara atau dengan pidana penjara atau kurungan
kurungan lamanya minimal dua tahun penggati denda. Pidana tambahan
dan maksimal lima tahun lebih lama berupa pengumuman putusan hakim
dari pidana pokoknya. Dalam pidana hanya dapat dijatuhkan dalam hal-hal
denda lama pencabutan minimal, dua yang ditentukan undang-undang.
tahun dan maksimal lima tahun. Hak- Dalam praktik jarang sekali hakim
hak yang dapat dicabut menurut Pasal menjatuhkan pidanan tambahan ini.25
35 KUHP, yaitu:23 Jenis-jenis hukuman dapat dilihat dari
1. Hak memegang jabatan tertentu; ketentuan Pasal 10 KUHP. Pasal 10 KUHP
2. Hak memasuki angkatan menentukan adanya hukuman pokok dan
bersenjata; hukuman tambahan. Hukuman pokok adalah:
3. Hak memilih dan dipilih yang 1. Hukuman mati;
diadakan berdasarkan aturan- 2. Hukuman penjara;
aturan umum; 3. Hukuman kurungan;
4. Hak menjadi penasihat atau 4. Hukuman denda.
pengururs menurut hukum, wali Hukuman tambahan adalah:
pengawas, pengampu pengawas 1. Pencabutan hak-hak tertentu;

21
Ibid, hlm. 58.
22
Ibid. 24
23 Ibid.
Ibid, hlm. 59. 25
Ibid.

6
Lex Crimen Vol. IX/No.

2. Perampasan/penyitaan barang-barang upaya agar peraturan tersebut ditaati dan


tertentu, dan terlaksana dengan sebaik-baiknya.28
3. Pengumuman putusan hakim.26 Apabila masyarakat dapat hidup damai,
Sanksi pidana yang ada di dalam hukum tenteram dan aman maka kehidupan mereka
pidana merupakan salah satu penderitaan yang perlu diatur dengan sebaik-baiknya. Mengatur
istimewa sebab pidana yang diancamkan kehidupan masyarakat perlu kaidah-kaidah
kepada calon pelanggar kaidah-kaidah yang yang mengikat setiap anggota masyarakat agar
bersangsi tadi, pasti dikenakan kepada tidak terjadi kejahatan dan pelanggaran
pelanggar-pelanggar atau pelaku kejahatan terhadap ketertiban umum. Dalam hal ini
yang dapat berupa pidana mati, pidana penjara hukum pidana sangat besar artinya bagi
dan benda atau sanksi-sanksi lain yang telah kehidupan masyarakat, sebab hukum pidana
ditentukan oleh kaidah-kaidah pidana sesuai adalah: hukum yang mengatur tentang
dengan perkembangan dan pertumbuhan kejahatan dan pelanggaran terhadap
hukum. Maksud ancaman pidana tersebut kepentingan umum dan perbuatan tersebut
adalah untuk melindungi kepentingan orang diancam dengan pidana yang merupakan suatu
dalam pergaulan hidup. Dalam hal ini hukum penderitaan.29
pidana menggunakan ancaman pidana dan Tindak pidana di bidang perizinan cagar
penjatuhan pidana apabila kepentingan- budaya yang telah terbukti secara sah sesuai
kepentingan tersebut seimbang dengan dengan peraturan perundang-undangan yang
pengorbanan yang harus ditanggung oleh berlaku dilakukan oleh pelaku tentunya perlu
korban kejahatan atau pelanggaran.27 dikenakan sanksi pidana untuk memberikan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 efek jera. Hal ini merupakan bagian dari upaya
Tentang Cagar Budaya, mengatur mengenai penegakan hukum untuk melestarikan cagar
Pengawasan, sebagaimana dinyatakan pada budaya dan negara bertanggung jawab dalam
Pasal 99 ayat (1) Pemerintah dan Pemerintah pengaturan pelindungan, pengembangan, dan
Daerah bertanggung jawab terhadap pemanfaatan cagar budaya.
pengawasan Pelestarian Cagar Budaya sesuai
dengan kewenangannya. Ayat (2) Masyarakat PENUTUP
ikut berperan serta dalam pengawasan A. Kesimpulan
Pelestarian Cagar Budaya. Pengaturan yang 1. Tindak pidana perizinan di bidang cagar
dibentuk oleh penguasa negara menimbulkan budaya terjadi apabila terdapat
norma hukum. Kaidah tersebut berupa perbuatan di antaranya tanpa izin
peraturan-peraturan dalam segala bentuk dan mengalihkan kepemilikan cagar budaya
jenisnya. Di dalam kehidupan sehari-hari dan tanpa izin Pemerintah atau
terbukti bahwa norma hukum mengikat setiap pemerintah daerah melakukan pencarian
orang. Pelaksanaan norma hukum mengikat cagar budaya. Setiap orang dilarang
setiap orang. Pelaksanaan norma hukum dapat melakukan pencarian cagar budaya atau
dipaksakan dan dipertahankan oleh negara. yang diduga cagar budaya dengan
Dipertahankan dan dipaksakannya norma penggalian, penyelaman, dan/atau
hukum oleh negara merupakan salah satu pengangkatan di darat dan/atau di air
keistimewaan norma hukum dengan ancaman tanpa izin pemerintah atau pemerintah
pidana (bagi hukum pidana), hukuman (bagi daerah sesuai dengan kewenangannya
hukum perdata dan atau hukum dagang). atau tanpa izin menteri, gubernur, atau
Upaya mewujudkan pertahanan dan paksaan bupati/wali kota, memindahkan cagar
tersebut tidak mungkin dapat berjalan dengan budaya dan tanpa izin menteri, gubernur
sendirinya akan tetapi hal itu harus atau bupati/wali kota, memisahkan cagar
dilaksanakan oleh alat-alat kekuasaan negara. budaya peringkat nasional, peringkat
Pelaksanaan tersebut bukan berarti tindakan provinsi, atau peringkat kabupaten/kota,
sewenang-wenang akan tetapi merupakan baik seluruh maupun bagian-bagiannya.

26
Yulies Tiena Masriani, Op.Cit, hlm. 65-66.
27
Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, Op.Cit, hlm, 211- 28
Sudarsono. Pengantar Ilmu Hukum. Op.Cit. hlm. 166.
212. 29
Ibid. hlm. 209.

7
Lex Crimen Vol. IX/No. 2/Apr-Jun/2020

2. Pemberlakuan sanksi pidana atas tindak Hadjon M. Philipus. dkk. Pengantar Hukum
pidana perizinan di bidang cagar budaya Administrasi Indonesia, Gadjah Mada
meliputi pidana penjara dan/atau denda Press University Yogyakarta. 2002.
sesuai dengan perbuatan pidana yang Hariri Muhwan Wawan. Pengantar Ilmu
terbukti secara sah dilakukan oleh Hukum, Cet. 1. CV. Pustaka Setia
pelakunya. Tindak pidana yang dilakukan Bandung. 2012.
oleh badan usaha berbadan hukum Hartanti Evi, Tindak Pidana Korupsi, Ed. 2. Cet.
dan/atau badan usaha bukan berbadan 1. Sinar Grafika, Jakarta, 2007.
hukum, dijatuhkan kepada: (a) badan HR.Ridwan. Hukum Administrasi Negara. UII
usaha; dan/atau (b) orang yang memberi Press. Yogyakarta. 2003.
perintah untuk melakukan tindak pidana. Husni Lalu, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan
Indonesia, Edisi Revisi, PT. RajaGrafindo,
B. Saran Jakarta, 2008.
1. Untuk mencegah terjadinya tindak Mahmud Marzuki Peter, Penelitian Hukum,
pidana perizinan di bidang cagar budaya, Edisi Pertama Cetakan ke-2, Kencana
maka diperlukan uapaya pemerintah dan Prenada Media Group, Jakarta, 2006.
pemerintah daerah yang bertanggung Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana,
jawab terhadap pelestarian cagar budaya Cetakan Pertama, Sinar Grafika, Jakarta,
sesuai dengan kewenangannya 2011.
melakukan pengawasan yang efektif. Marbun Rocky, Deni Bram, Yuliasara Isnaeni
Masyarakat juga perlu ikut berperan dan Nusya A., Kamus Hukum Lengkap
serta dalam pengawasan pelestarian (Mencakup Istilah Hukum & Perundang-
cagar budaya melalui upaya pelaporan Undangan Terbaru, Cetakan Pertama,
kepada aparatur hukum apabila Visimedia, Jakarta. 2012.
mengetahui adanya perbuatan- Mardani, Penyalahgunaan Narkoba Dalam
perbuatan yang melanggar izin di bidang Perspektif Hukum Islam Dan Hukum
cagar budaya. Pidana Nasional, Ed. 1, PT. RajaGrafindo,
2. Pemberlakuan sanksi pidana atas tindak Jakarta, 2008.
pidana perizinan di bidang cagar budaya Marpaung Leden, Asas-Teori-Praktik Hukum
perlu diterapkan pula terhadap badan Pidana, Sinar Grafika. Cetakan Kedua,
usaha berbadan hukum dan/atau badan Jakarta, 2005.
usaha bukan berbadan hukum yang telah Masriani Tiena Yulies, Pengantar Hukum
terbukti sesuai dengan peraturan Indonesia, Cetakan Kelima, Sinar Grafika,
perundang-undangan yang berlaku Jakarta, 2009.
dengan pidana dengan ditambah 1/3 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Edisi
(sepertiga) dari pidana denda Revisi, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2008.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 Muladi dan Dwidja Priyatno,
sampai dengan Pasal 112. Undang- Pertanggungjawaban Pidana Korporasi.
Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Cagar Budaya. 2010.
Nuh Muhammad. Etika Profesi Hukum. CV.
DAFTAR PUSTAKA Pustaka Setia. Bandung. 2011.
Djamali Abdoel. Pengantar Hukum Indonesia. Prins W.F dan R. Kosim Adisapoetra, Pengantar
Rajawali Pers. PT. Raja Grafindo Persada. Hukum Ilmu Administrasi Negara.
Jakarta. 2009. Pradnya Paramita, Jakarta. 1983.
Hamzah Andi, Terminologi Hukum Pidana, Sinar Pudyatmiko Y. Sri. Perizinan (Problem dan
Grafika, Jakarta, 2008. Upaya Pembenahan) Grasindo. Jakarta,
Helmi. Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, 2009.
Cetakan Pertama. Sinar Grafika. Jakarta. Rahardjo Satjipto, Ilmu Hukum, Cetakan ke- IV,
2012. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006.
Raharjo Satjipto. Hukum dan Perubahan Sosial
Suatu Tinjauan Teoretis Serta

8
Lex Crimen Vol. IX/No.

Pengalaman-Pengalaman di Indonesia. Syamsuddin Aziz. Tindak Pidana Khusus. Sinar


Cetakan Ketiga Genta Publishing. Grafika. Jakarta. 2011.
Yogyakarta. 2009. Thontowi Jawahir. Pengantar Ilmu Hukum.
Rahardjo Satjipto. Ilmu Hukum. PT. Citra Aditya Pustaka Fahima. Yogjakarta. 2007.
Bakti. Bandung. 1991. Tutik Triwulan Titik, Pengantar Hukum Perdata
Ridwan Juniarso H dan Achmad Sodik Sudrajat, di Indonesia, Cetakan Pertama, Jakarta,
Hukum Adminsitrasi Negara dan 2006.
Kebijakan Pelayanan Publik, Cetakan l. Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di
Nuansa. Bandung. 2010. Indonesia. Penerbit Gramedia Pustaka
Masriani Tiena Yulies. Pengantar Hukum Utama. Jakarta. 2001.
Indonesia, Cetakan Kelima, Sinar Grafika, Wiyanto Roni, Asas-Asas Hukum Pidana,
Jakarta. 2009. Cetakan ke-l. Mandar Maju, Bandung,
2012.
Muladi dan Dwidja Priyatno, Yuwono Soesilo. Penyelesaian Perkara Pidana
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi. Berdasarkan Kitab Undang-Undang
Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Hukum Acara Pidana. Alumni. Bandung.
2010. 1982.
Nuh Muhammad. Etika Profesi Hukum. CV.
Pustaka Setia. Bandung. 2011.
Sadjijono. Polri Dalam Perkembangan Hukum
Di Indonesia, (Editor) M. Khoidin,
LaksBang PRESSindo, Yogyakarta. 2008.
Silondae Akbar Arus dan Wirawan B. Ilyas.
Pokok-Pokok Hukum Bisnis. Salemba
Empat. Jakarta. 2011.
Sinambela Poltak Lijan. Reformasi Pelayanan
Publik-Teori, Kebijakan, Dan
Implementasi. Bumi Aksara. Jakarta.
2006.
Soekanto Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian
Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. 1995.
Sudarsono. Kamus Hukum, Cetakan Keenam,
PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2009.
, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan
Kelima, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2007.
Spelt N.M. dan J.B.J.M. ten Berge, Pengantar
Hukum Perizinan, (Penyunting) Philipus.
M. Hadjon, Yuridika. Surabaya. 1993.
Supriadi dan Alimudin, Hukum Perikanan
Indonesia, Cetakan Pertama, Sinar
Grafika, Jakarta, 2011.
Sutedi Adrian. Hukum Perizinan dalam Sektor
Pelayanan Publik. Sinar Grafika. Jakarta.
2009.
, Hukum Perizinan Dalam Sektor
Pelayanan Publik, Sinar Grafika. Jakarta.
2011.
Sutedi Adrian. Hukum Perizinan dalam Sektor
Pelayanan Publik. Sinar Grafika. Jakarta.
2009.

Anda mungkin juga menyukai