Anda di halaman 1dari 7

KELOMPOK 5 :

Nur Salsabila (Ketua) 8018210071

Allysha Salsabila (Wakil Ketua) 8018210080

Ryan Richie Farandy (Anggota) 8018210059

David Togar (Anggota) 8018210030

Silvi Eldiasta Sari (Anggota) 8018210012

Hiary Nophaan (Anggota) 8017210013

KASUS

Perusakan dan pembiaran rusaknya kawasan dan bangunan cagar budaya terjadi
lagi. Dari kawasan Candi Borobudur dilaporkan telah terjadi perubahan tanpa izin
terhadap Manohara, salah satu bangunan yang terletak dalam kawasan Candi
Borobudur. Candi Borobudur sendiri bukan hanya telah ditetapkan sebagai
bangunan cagar budaya, tetapi juga telah menjadi warisan dunia yang diakui
secara internasional.

Manohara awalnya dibangun sebagai pusat studi atau penelitian mengenai Candi
Borobudur. Hal itu terungkap dalam siaran pers yang dikeluarkan Kepala Balai
Konservasi Borobudur (BKB), Tri Hartono. Disebutkannya, "Dalam rancangan
JICA Masterplan yang telah disusun pada tahun 1979 tentang Borobudur
Archaeological Park, Manohara direncanakan untuk digunakan sebagai Centre of
Borobudur Studies".

JICA adalah Japan Internatonal Cooperation Agency, suatu lembaga Pemerintah


Jepang yang memberikan bantuan dalam memberikan master plan study (study
perencanaan utama) terhadap pembangunan suatu kawasan.

Namun seperti disebutkan Tri Hartono, dalam perkembangannya, telah terjadi


perubahan kebijakan dan Manohara difungsikan sebagai hotel untuk wisatawan
umum. Belakangan, Manohara akan dijadikan pula pusat meditasi (meditation
centre).

Menanggapi hal ini, Kepala BKB menulis surat bernomor 0857/E12/HM/2018


tertanggal 8 Juni 2018 yang isinya menyebutkan pembangunan sarana
pemanfaatan Candi Borobudur (Meditation Centre Manohara) belum memiliki
studi kelayakan sehingga dapat terimplikasi melakukan pelanggaran peraturan
Undang Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Justru yang muncul adalah surat dari Direksi PT Taman Wisata Candi Borobudur,
Prambanam dan Ratu Boko bernomor 1498/PF.201/VI/2018 perihal permohonan
ekskavasi (penggalian) pada lahan pembangunan Manohara Meditation Centre.
Menanggapi itu, Kepala BKB membalasnya dengan surat bernomor
0877/E12/HM/2018 bahwa tidak bisa melakukan ekskavasi karena sesuai
peraturan UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya bahwa pembangunan
Meditation Centre Manohara harus didahului dengan studi kelayakan pelestarian
cagar budaya.

Sayangnya, Direktur Utama PT TWC Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko


mengabaikan surat Pelaksana Tugas Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan
Permuseuman nomor 3962/E2/KB/2018 tanggal 9 Juli 2018 yang tidak memberi
rekomendasi pembangunan Meditation Centre Manohara. Pembangunan
Meditation Centre Manohara tetap dilakukan dengan dimulai kegiatan
pembongkaran pada beberapa bagian bangunan.

Soal

1.Bagaimana sistematika hukum terkait Pariwisata dengan UU Cagar Budaya


2.Analisis Kasus terkait dengan pariwisata dan UU Cagar Budaya!

Jawaban :

1. Sistematika hukum menurut Soerjono Soekanto

1.Masyarakat Hukum : Dalam kasus ini yang di maksud masyarakat hukum


adalah pengelola Dimana terdapat dalam UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang
cagar budaya dalam pasal 1 yaitu berbunyi “Pengelolaan adalah upaya terpadu
untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan Cagar Budaya melalui
kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk
sebesarbesarnya kesejahteraan rakyat” dalam artikel tersebut adanya
pembongkaran bangunan balai konservasi Borobudur (manohara) Sebagai pusat
atau penelitian mengenai candi Borobudur . dalam pasal Pasal 66. Setiap orang
dilarang merusak Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-
bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal. Setiap orang
dilarang mencuri Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-
bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal

2.Subjek Hukum :Dalam artikel tersebut yang menjadi subjek hukum pada kasus
tersebut adalah pemerintah Provinsi magelang dan pengelola candi Borobudur UU
No. 11 tahun 2010 dalam Pasal 37 “Pemerintah membentuk sistem Register
Nasional Cagar Budaya untuk mencatat data Cagar Budaya. Benda, bangunan,
struktur, lokasi, dan satuan ruang geografis yang telah ditetapkan sebagai Cagar
Budaya harus dicatat di dalam Register Nasional Cagar Budaya” .Pada pasal 40
no.2 UU cagar budaya yang berbunyi “Pengelolaan Register Nasional Cagar
Budaya di daerah sesuai dengan tingkatannya menjadi tanggung jawab pemerintah
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota” dalam hal ini bahwa pemerintah adalah
tanggung jawab dari kasus tersebut

3.Hak dan Kewajiban Hukum : Dalam kasus ini yang dimaksud hak dan
kewajiban terdapat dalam UU nomor 11 tahun 2010 pasal 22 poin 1 Setiap orang
yang memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya berhak memperoleh
kompensasi apabila telah melakukan kewajibannya melindungi Cagar Budaya”

4.Objek Hukum :Dalam kasus dapat dikaitkan kedalam UU Nomor 10 Tahun


2009 Tentang Kepariwisataan dalam pasal 33 ayat 1 bahwa “ Dalam rangka
meningkatkan penyelenggaraan kepariwisataan Pemerintah melakukan
koordinasi strategis lintas sektor pada tataran kebijakan, program, dan kegiatan
kepariwisataan”.
Dalam UU nomor 11 tahun 2010 pasal 21 poin 2. “Cagar Budaya atau benda,
bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang diduga sebagai Cagar
Budaya yang disita sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilindungi oleh aparat
penegak hukum sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini”. Pasal 9
poin a Lokasi dapat ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya apabila: a.
mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur
Cagar Budaya.

5..Peristiwa Hukum : terdapat dalam UU no 11 tahun 2010 pasal 1 poin 1 “Cagar


Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan
Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan
keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan”. pasal 1 poin
4 “Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam
dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang
menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan
manusia” pasal 1 poin 5 “Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat
dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya,
dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti
kejadian pada masa lalu”. Pasal 1 poin 6 “Kawasan Cagar Budaya adalah satuan
ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya
berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas”

2. SISTEMATIKA HUKUM

1. Masyarakat Hukum adalah pengelola tempat wisata Candi Borobudur.


Sesuai UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Pasal 26 poin (i)
yang berisi “berperan aktif dalam upaya pengembangan prasarana dan
program pemberdayaan masyarakat.” Sesuai dengan UU No. 11 Tahun
2010 tentang Cagar Budaya Pasal 14 poin (1) yang berisi “Warga negara
asing dan/atau badan hukum asing tidak dapat memiliki dan/atau
menguasai cagar budaya , kecuali warga negara asing dan/atau badan
hukum asing yang tinggal dan menetap di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.”
2. Subjek Hukum disini adalah Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah. Sesuai dengan UU No. 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan. Sesuai dengan UU No. 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan Pasal 23 poin (c), dan (d) yang berisi “Pemerintah dan
Pemerintah Daerah berkewajiban: c. memelihara, mengembangkan, dan
melestarikan aset nasional yang menjadi daya tarik wisata dan aset
nasional yang belum tergali; dan d. mengawasi dan mengendalikan
kegiatan kepariwisataan dalam rangka mencegah dan menanggulangi
berbagai dampak negatif bagi masyarakat luas.” Sesuai dengan UU No. 11
Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Pasal 18 poin (1) yang berisi “Benda
Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya
bergerak yang dimiliki oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau
setiap orang yang dapat disimpan dan/atau dirawat di museum.”
Sesuai dengan UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Pasal 30
poin (d), (e), dan (i) yang berisi “Pemerintah Kabupaten/Kota berwenang:
d. melaksanakan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran
usaha pariwisata; e. mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan
kepariwisataan di wilayahnya; i. memelihara dan melestarikan daya tarik
wisata yang berada di wilayahnya.
3. Peristiwa Hukum
- UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Pasal 24 poin (b).
“Setiap orang berkewajiban: b. membantu terciptanya suasana aman,
tertib, bersih, berperilaku santun, dan menjaga kelestarian lingkungan
destinasi pariwisata.”
- UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Pasal 25 poin (b).
“Setiap wisatawan berkewajiban: b. Memelihara dan melestarikan
lingkungan.”
- UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Pasal 95 ayat (1) dan
ayat (2) poin (c).
“1. Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mempunyai tugas
melakukan melakukan perlindungan, pengembangan, dan Pemanfaatan
Cagar Budaya.”
“2. Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan tingkatannya
mempunyai tugas: c. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan
Cagar Budaya.”
4. Objek Hukum
- UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Pasal 27 poin (a) dan
(b).
“a. Setiap orang dilarang merusak sebagian atau seluruh fisik daya
tarik wisata.”

“b. Merusak fisik daya tarik wisata sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah melakukan perbuatan mengubah warna, mengubah bentuk,
menghilangkan spesies tertentu, mencemarkan lingkungan,
memindahkan, mengambil, menghancurkan, atau memusnahkan daya
tarik wisata sehingga berakibat berkurang atau hilangnya keunikan,
keindahan, dan nilai autentik suatu daya tarik wisata yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.”
- UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Pasal 30 poin (h).
“Pemerintah kabupaten/kota berkewajiban: h. menyelenggarakan
pelatihan dan penelitian kepariwisataan dalam lingkup
kabupaten/kota”
- UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Pasal 96 ayat (1) poin
(p).
“1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan tingkatannya
mempunyai wewenang: p. menghentikan proses pemanfaatan ruang
atau proses pembangunan yang dapat menyebabkan rusak, hilang, atau
musnahnya Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya.”

Anda mungkin juga menyukai