Anda di halaman 1dari 2

I.

Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan pasal 15 angka (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan didefinisikan bahwa daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki
keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan
hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Ada
berbagai macam daya tarik wisata yang menjadi ciri khas daerah di seluruh penjuru
wilayah Negara Indonesia, salah satunya adalah Monumen Nasional (Monas) yang berada
di DKI Jakarta. Sebagai Tugu Nasional, maka didalamnya terdapat nilai sejarah untuk
mengenang perlawanan dan melestarikan perjuangan rakyat Indonesia pada masa revolusi
kemerdekaan Indonesia 1945. Keberadaannya diharapkan dapat membangkitkan rasa
kebangsaan serta semangat patriotisme generasi saat ini.1

Dalam upaya perlindungan, Monas saat ini sudah ditetapkan sebagai benda cagar budaya.
Sebagai cagar budaya, Monas dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992, dan terakhir diubah
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Setiap orang, menurut Pasal
66 ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2010, dilarang merusak cagar budaya, baik seluruh
maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal. Monas termasuk 37
benda cagar budaya DKI Jakarta yang kemudian dikukuhkan Peraturan Menteri Kebudayaan
dan Pariwisata Nomor PM.13/PW.007/MKP/05 tentang Penetapan Gedung, Gereja, Rumah
Kediaman, Museum, Rumah Sakit, Lapangan dan Monumen, Masjid, Makam, Menara
Syahbandar, dan Stasiun Kereta Api yang Berlokasi di Wilayah Provinsi DKI Jakarta sebagai
Benda Cagar Budaya, Situs, atau Kawasan yang Dilindungi Undang-Undang No.5 Tahun
1992 tentang Cagar Budaya. Monas sebagai cagar budaya bukan sebatas tugunya sebab
dalam peraturan menteri itu disebutkan Lapangan Merdeka/Monas sebagai benda cagar
budaya. Selain itu, pohon-pohon yang tumbuh di Monas sebagai taman kota juga dilindungi
Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Pasal 12 huruf g
melarang setiap orang/badan untuk memotong, menebang pohon atau tanaman yang tumbuh
di sepanjang jalan, jalur hijau, dan taman.2

Belakangan ini, mencuat rencana pembangunan lintasan balap Formula E yang akan
melintasi area di dalam kawasan Monas dan Jalan Medan Merdeka Selatan. Formula E
sendiri merupakan kependekan dari Formula Electric alias balapan mobil bertenaga listrik.
Ajang yang diinisiasi FIA ini disebut-sebut sebagai balapan mobil masa depan karena dinilai
bisa menyaingi F1 plus ramah lingkungan.Jika rencana tersebut terealisasi, maka akan
menjadi daya tarik wisata tersendiri bagi DKI Jakarta khususnya kawasan Monas.

Padahal, Monas memiliki daya tarik dari segi historical bagi wisatawan domestik
maupun mancanegara. Hal ini berpotensi menggeser keunikan dan keaslian Monas sebagai
salah satu cagar budaya. Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor Nomor 11 Tahun 2010
Tentang Cagar Budaya, Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 mengamanatkan bahwa “negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di
tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya” sehingga kebudayaan Indonesia perlu dihayati
oleh seluruh warga negara. Oleh karena itu, kebudayaan Indonesia yang mencerminkan
nilai-nilai luhur bangsa harus dilestarikan guna memperkukuh jati diri bangsa,
mempertinggi harkat dan martabat bangsa, serta memperkuat ikatan rasa kesatuan dan
persatuan bagi terwujudnya cita-cita bangsa pada masa depan. Kebudayaan Indonesia yang

1
Nunung Marzuki. Mengenal Lebih Dekat: Bangunan Bersejarah Indonesia (Jakarta, Pacu Minat Baca, 2009),
8
2
Gaudensius Suhardi, 2020, “15 Tahun untuk Monas”, https://mediaindonesia.com/podiums/1737-15-tahun-
untuk-monas, diakses pada tanggal 31 Mei 2020 pukul 23.48 Wita
memiliki nilai-nilai luhur harus dilestarikan guna memperkuat pengamalan Pancasila,
meningkatkan kualitas hidup, memperkuat kepribadian bangsa dan kebanggaan nasional,
memperkukuh persatuan bangsa, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai
arah kehidupan bangsa.3

Selain itu, masalah lingkungan juga merupakan salah satu dari beberapa isu yang
mengiringi pro-kontra realisasi pembangunan Formula E tersebut. Pasal 86 Undang-
Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya secara tegas menyatakan bahwa
pemanfaatan yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan wajib didahului dengan
kajian, penelitian, dan/atau analisis mengenai dampak lingkungan. Melalui Surat Nomor B-
3/KPPKKM/02/2020 yang diteken Menteri Sekretaris Negara yang juga Ketua Komisi
Pengarah Medan Merdeka, Pratikno, maka penyelenggaraan Formula E di kawasan Monas
telah mendapat izin resmi. Dalam surat tersebut, tertera beberapa syarat sebagai berikut :
1. Dalam merencanakan konstruksi lintasan tribun penonton dan fasilitas lainnya harus
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, antara lain UU No 11 Tahun
2010 tentang Cagar Budaya.
2. Menjaga keasrian, kelestarian vegetasi pepohonan, dan kebersihan lingkungan di kawasan
Medan Merdeka.
3. Menjaga keamanan dan ketertiban di sekitar kawasan Medan Merdeka.
4. Melibatkan instansi terkait guna menghindari perubahan fungsi, kerusakan lingkungan,
dan kerusakan cagar budaya di kawasan Medan Merdeka.

Dengan melihat berbagai polemik yang muncul, terdapat berbagai macam pula
kontradiksi dalam penyelenggaraannya, salah satunya dari segi hukum. Penyelenggaraan
Formula E memerlukan kajian lebih lanjut. Karna Monumen Nasional memiliki nilai luhur
yang tidak hanya dimiliki oleh masyarakat Kota Jakarta, namun juga seluruh rakyat
Indonesia. Oleh karena itu, topic pada penulisan ini adalah “TINJAUAN YURIDIS
TERHADAP REALISASI FORMULA E SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN DAYA TARIK
WISATA MONUMEN NASIONAL”.

3
Karisoh, Maria Frianni Louisa, “Pemberlakuan Sanksi Pidana Terhadap Perbuatan Melawan Hukum Menurut
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan” Jurnal Lex Societatis 7, No. 4 (2019): 101-
109.

Anda mungkin juga menyukai