Anda di halaman 1dari 7

UPAYAH PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DI KAWASAN DIY YOGYAKARTA

Di susun oleh :

NAMA ; INTANIA PUTRI

NIM ; 03061181823081

DOSEN PENGAMPUH :

DR .IR.TUTUR LUSSETYOWATI ,M.T.

SRI LILIANTI KOMARIAH ,S.T.,M.P.PAR

PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2020
UPAYAH PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DI KAWASAN DIY YOGYAKARTA

INTANIA PUTRI
Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya
Kampus UNSRI, Inderalaya, Palembang, Sumatera Selatan
intania2901@gmail.com

ABSTARK

Sebagai salah satu benda cagar budaya bersifat kebendaan, arsitektur tradisional perlu dilakukan
pelestariannya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya,
Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara
melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Oleh karena itu, penting untuk melakukan pelestarian
arsitektur tradisional agar dapat diteruskan kepada generasi berikutnya dalam keadaan baik dan tidak
berkurang nilainya, bahkan perlu ditingkatkan untuk membentuknya sebagai pusaka pada masa datang.
Strategi perlindungan terhadap arsitektur cagar budaya beserta artefaknya perlu dilakukan sebagai upaya
pelestarian benda cagar dunia. Strategi pelestarian tidak hanya berorientasi masa lampau, namun pelestarian
dan perlindungan terhadap arsitektur cagar budaya beserta artefaknya harus dilakukan dengan visi yang
berwawasan dan diperuntukkan bagi kepentingan ke masa kini dan masa depan. Adapun hasil dari strategi
pelestarian dan perlindungan ini agar dapat berguna bagi masyararakat harus dengan memperhatikan dan
menjaga unsur-unsur penting, yaitu:integritas (integrity), keaslian (authenticity) dan kemanfaatan
(sustainability use), baik untuk ilmu pengetahuan, sejarah, agama, jatidiri, kebudayaan, maupun ekonomi
melalui pelestarian cagar budaya yang keuntungannya (benefit) dapat dirasakan oleh generasi saat ini

LATAR BELAKANG

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dijelaskan bahwa
yang dimaksud dari perlindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran,
atau kemusnahan dengan cara Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran. Dalam
pasal 1 dijelaskan juga bahwa Cagar Budaya adalah benda cagar budaya bersifat kebendaan berupa Benda
Cagar Budaya, Arsitektur Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar
Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/ atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Sebagai salah satu benda cagar budaya berwujud arsitektur, arsitektur tradisional perlu dilakukan
pelestariannya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya,
Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara
melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa Pelestarian Cagar Budaya
bertujuan: (1) melestarikan benda cagar budaya bangsa dan benda cagar umat manusia; (2) meningkatkan
harkat dan martabat bangsa melalui Cagar Budaya; (3) memperkuat kepribadian bangsa; (4) meningkatkan
kesejahteraan rakyat; dan (5) mempromosikan benda cagar budaya bangsa kepada masyarakat internasional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dijelaskan dalam Pasal 5
bahwa Benda, arsitektur, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Arsitektur Cagar Budaya,
atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:
a. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
c. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan
d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

Sedangkan RDTR disusun untuk bagian dari wilayah kabupaten/kota yang merupakan kawasan perkotaan
dan/atau kawasan strategis kabupaten atau kawasan strategis kota.hal ini bertujuan untuk mengatur tata
ruang / letak dan zonasi suatu daerah , RDTR yang muatan materinya lengkap, termasuk peraturan zonasi,
sebagai salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang dan sekaligus menjadi dasar penyusunan
RTBL bagi zona-zona yang pada RDTR ditentukan sebagai zona yang penanganannya diprioritaskan. Dalam hal
RTRW kabupaten/kota tidak memerlukan RDTR, peraturan zonasi dapat disusun untuk kawasan perkotaan
baik yang sudah ada maupun yang direncanakan pada wilayah kabupaten/kota. RDTR merupakan rencana
yang menetapkan blok pada kawasan fungsional sebagai penjabaran kegiatan ke dalam wujud ruang yang
memperhatikan keterkaitan antarkegiatan dalam kawasan fungsional agar tercipta lingkungan yang harmonis
antara kegiatan utama dan kegiatan penunjang dalam kawasan fungsional tersebut.

PEMBAHASAN

di dalam uu cagar budaya mengatur segala aturan tentang perlindungan ,pengembangan dan pengadaptasian
cagar budaya ,hal ini bertujuan agar warisan leluhur yang bersejarah dapat terus terlindungi dan di lestarikan
yang wajib di lakukan oleh seluruh rakyat Indonesia ,hal ini bertujuan agar rakyat / Negara dapat memperkuat
kepribadian bangsa dan identitas diri ,agar seluruh generasi dapat melihat sejarah dari budaya
Indonesia.sedangkan rdtr dan tata ruang mengatur ,segala sesuatu tentang zonasi ,tata perletakan
bangunan ,baik dalam suatu kota dan daerah yang bertujuan untuk membuat suatu keharmonisan dan juga
melindungi sumber daya /tanah dari Indonesia

Heritage berasal dari kata inheritance yang berarti warisan atau harta peninggalan. Dalam konteks urban atau
perkotaan, merupakan kekuatan yang kontinuitas dari satu generasi kegenerasi selanjutnya. “Bukan hanya
sesuatu yang ingin kita wariskan kepada generasi mendatang, tapi juga sesuatu yang ingin kita hargai dengan
sepenuh hati”. Tolok ukur dan kriteria lingkungan.Dari uu – uu tersebut memiliki banyak sekali manfaat dan
keuntungan yang di dapat seluruh rakyat Indonesia jika dapat di laksanakan dengan baik ,hal ini dapat
mengambil contoh dari cagar budaya Yogyakarta sebagai tempat yang penerapan peraturan yang baik ,di
tempat tersebut masih kental akan budayanya ,baik dalam tradisi ,penniggalan ,dan juga bangunan- bangunan
/ arsitekturnya
Pemerintah Kota Yogyakarta dan Pemerintah DIY telah menetapkan lima kawasan program Jogja Heritage City.
Lima kawasan itu meliputi Kotabaru, Kotagede, Keraton, Pakualaman, dan Malioboro. (Tempo Yogyakarta,
2014). Kelima wilayah tersebut perlu melakukan pengawasan terhadap pengajuan izin pendirian dan renovasi
bangunan yang tak sesuai dengan konsep program Jogja Heritage City. Kawasan Kotabaru memiliki bangunan
bercorak kolonial sehingga dilarang untuk diubah menjadi fasad Jawa, atau bentuk lain yang tak mencermikan
fasad khas indiesch.

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya menyatakan bahwa: Bangunan
Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk
memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap. Hal tersebut menjelaskan
bahwa bangunan cagar budaya merupakan cagar budaya yang perlu dilestarikan keberadaannya karena
memiliki nilai penting bagi sejarah.
Hal ini tertuang dalam Perda DIY No 6 Tahun 2012, Tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya.
Disebutkan dalam perda tersebut bahwa panduan arsitektur bangunan baru pada kawasan cagar budaya ,dan
dapat terlihat masih banyak tempat tempat di jogja yang masih mempertahankan ke aslianya
seperti ,kotagede ,keraton ,pakualam ,malioboro dan kota baru ,dan ke 5 kawasan tersebut telah tercatat di
peraturan diy sebagai kawasan cagar budaya yang harus di lindungi keaslianya ,dan dapat terlihat di
bangunannya masih memakai struktur khas rumah jawa dan juga ukiran – ukiranya ,dan bukan hanya
arsitektur peningglan Indonesia tetapi juga arsitektur colonial seperti di kotabaru jogja yang masih asli ,selain
arsitekturnya ,kita dapat juga melihat peninggalan – penigglan , artefak yang masih ada hingga sekarang
seperti candi Borobudur adalah salah satu artefak / peninggalan terbesar ,dan juga tradisi – tradisinya yg juga
masih sangat terjaga seperti tradisi di kraton jogja .
Pengendalian peruntukan bangunan cagar budaya telah ditetapkan Peraturan Gubernur DIY Nomor 62 Tahun
2013 tentang pelestarian Cagar Budaya dan UU Nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya. Dalam proses
pengendaliannya ada beberapa aspek pengendalian yang perlu diperhatikan dalam proses penetapan regulasi
tata ruang, yaitu: (1) pemanfaatan dan fungsi bangunan; (2) pengembangan bangunan; dan (3) kepemilikan
bangunan cagar budaya. Ketiga ketentuan tersebut jika dicermati memiliki keterkatian dengan muatan materi
wajib Peraturan Zonasi dalam Permen PU No. 20 tahun 2011 yang meliputi: (1) ketentuan kegiatan dan
penggunaan lahan; (2) intensitas pemanfaatan ruang; (3) tata bangunan; dan (4) ketentuan pelaksanaan.
Berikut bentuk harmonisasi ketentuan peruntukan bangunan cagar budaya terhadap peraturan zonasi di
Kawasan Budaya

Bangunan cagar budaya memerlukan ketentuan sebagai bentuk harmonisasi. Ketentuan pada setiap zona
tersebut tidak dapat disamakan ketentuan nya dengan ketentuan umum pada setiap zona. Hal ini mengingat
bangunan cagar budaya perlu dilestarikan dan perlu dijaga nilai sejarah dan budayanya. Ketentuan yang
diperuntukan bagi bangunan cagar budaya di setiap zona tersebut terdiri dari ketentuan pemanfaatan dan
fungsi bangunan cagar budaya, pengembangan bangunan cagar budaya, dan ketentuan kepemilikan bangunan
cagar budaya. Ketentuan tersebut berdasarkan pada Peraturan Gubernur DIY Nomor 62 Tahun 2013 Tentang
Pelestarian Cagar Budaya dan UU Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.

Pemanfaatan bangunan cagar budaya pada zona perdagangan, perumahan dan perkantoran dapat diizinkan
dengan mendapat izin Pemerintah Daerah dan / atau Pemerintah Kabupaten / Kota untuk. Izin pemanfaatan
diterbitkan setelah mendapatkan rekomendasi dari Dewan Warisan Budaya. Ketentuan dalam
pengembangannya diatur dengan tidak menghilangkan nilai sejarah dari bangunan itu sendiri. Ketentuan
pengembangan bangunan cagar budaya yaitu Pengembangan bangunan cagar budaya dilakukan dengan
adaptasi yaitu dengan menambah fasilitas, sarana, prasarana secara terbatas. Adaptasi dilakukan dengan
prinsip- prinsip pelestarian dan berpedoman pada nilai- nilai penting cagar budaya dengan mendapat ijin
adaptasi dari instansi yang berwenang di bidang kebudayaan pemerintah daerah/ pemerintah kabupaten/
kota disertai rekomendasi dari Dewan Warisan Budaya.; Tanah dan bangunan cagar budaya yang sudah
terdaftar menjadi bangunan cagar tidak boleh dipugar / dirubah bentuk arsitekturnya terkecuali mendapat izin
pemugaran diberi oleh pemerintah, pemerintah daerah, pemerintah Kabupaten / Kota sesuai dengan
kewenangannya setelah mendapat rekomendasi dari Dewan Warisan Budaya.
Ketentuan kepemilikan banguan cagar budaya yaitu Setiap orang yang memiliki dan atau yang menguasai
Cagar Budaya dapat memanfaatkan Cagar Budaya setelah mendapatkan izin Pemerintah Daerah dan / atau
Pemerintah Kabupaten / Kota untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi,
kebudayaan; dan/atau, pariwisata. Izin pemanfaatan diterbitkan setelah mendapatkan rekomendasi dari
Dewan Warisan Budaya. Setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai bangunan cagar budaya dengan
tetap memperhatikan fungsi sosialnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UU Nomor 11
tahun 2010 tentang cagar budaya.
Dan dapat di lihat kewajiban menjaga cagar budaya bukan hanya tugas dari pemerintah, tetapi masyarakt juga
memiliki peran penting dalam menjaga bangunan cagar budaya dengan menaati peraturan dan ketentuan
yang ada serta menyadari akan pentingnya menjaga bangunan cagar budaya yang memiliki nilai sejarah dan
budaya agar tidak menjadi korban perkembangan kota modern.

KESIMPULAN
Dari uu cagar budaya dan rdtr banyak di dapat manfaat dan fungsi yang dapat di rasakan oleh rakya
Indonesia ,karena di uu tersebut telah di atur berbagai macam peraturan contohnya di rdtr yang memiliki
fungsi mengatur keharmonisan zonasi dan tata kota ,yang bertujuan memberikan keyamaana untuk warga
dan juga melindungi sumber daya Negara dan juga uu cagar budaya berfungsi untuk melindungi kekayaan
peninggalan ,budaya dan tradisi Indonesia agar Indonesia tidak kehilangan dari identitas dirinya dan budaya
/peniggalan indoesia dapat di rasakan / dan di pelajari seluruh rakyat Indonesia di berbagai generasi ,jika
dapat di ambil contoh kasusnya adalah cagar budaya jogja yang masih sangat di jaga keaslianya ,pada kawasan
cagar budaya ,dan dapat terlihat masih banyak tempat tempat di jogja yang masih mempertahankan ke
aslianya seperti ,kotagede ,keratin ,pakualam ,malioboro dan kota baru ,dan ke 5 kawasan tersebut telah
tercatat di peraturan diy sebagai kawasan cagar budaya,dan pelestariaan cagar budaya ini banyak
memberikaan manfaat bukan hanya kebudayaanya /peninggalanya yang terlindungin /dapat di pelajari ,hal ini
dapat juga memberikan industry /komersil di daerah itu maju juga ,karena dari kebudayaan tersebut menarik
minat turis luar dan dalam negri untuk datang melihat dan mempelajari budaya tersebut ,yang akan membuat
daerah itu bukan hanya sebagai cagar budaya tetapi juga sebagai daerah wisata ,yang budayannya tidak hanya
di rasakan warga sekitar tetapi rakyat Indonesia bahkan luar negri ,dan contoh dari industrinya yaitu banyak
yang tertarik dengan batik jogja ,cindera mata serta kuliner disana ,membuat industry dan komersil di sana
berkembang contohnya bisa kita lihat di kawasan malioboro jogja yang bukan hanya menjadi kawasan cagar
budaya tetapi komersil yang berkembang juga ,dan cagar budaya juga dapat menjadi ikon /cerminan kota
seperti candi Borobudur dan kota gede jogja .serta sarana tradisi yang masih sangat berkembang dan dapat
terlihat di keratin jogja .hal ini dapat terujud jika semua rakyat Indonesia menjalankan fungsi dan peraturan di
uu tersebut ,karena menjaga kelestarian cagar budaya bukan hanya tugas pemerintah tetapi juga tugas
seluruh rakyat indonesia dari berbagai bidang .
DAFTAR PUSTAKA
https://journal.itny.ac.id/index.php/ReTII/article/view/180
http://repository.its.ac.id/3850/
JURNAL PENELITIAN BAPPEDA YOGJAKARTA
NUSANTARA : JURNAL PENGETAHUAN SOSIAL
https://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/khasanah/article/view/2805

Anda mungkin juga menyukai