Anda di halaman 1dari 4

PENERAPAN ADAPTIVE REUSE PADA GEDUNG G.

KOLFF & CO DENGAN


PENDEKATAN KARAKTERISTIK HERITAGE DI KAWASAN KOTA TUA JAKARTA
ABSTRAK
Modernisasi menjadi hal yang sulit dihindari suatu bangsa yang tergolong sedang
berkembang, terlebih Indonesia yang masyarakatnya sangat terbuka. Semangat
modernisasi cenderung diterjemahkan dalam bentuk pembangunan infrastruktur yang
secara sadar atau tidak telah banyak mengorbankan Cagar Budaya di Indonesia, termasuk
di kawasan Kota Tua Jakarta. Kawasan tersebut memiliki bangunan cagar budaya yang
berperan dalam merangkai dan menghubungkan sejarah Kota Jakarta. Bangunan cagar
budaya tersebut perlu dilestarikan untuk menunjang nilai sejarah pada kawasan tersebut.
Dalam pelestarian bangunan cagar budaya memiliki panduan khusus serta kaidah-kaidah
yang disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik dari setiap kawasan. Gedung G. Kolff
and Co menjadi salah satu bangunan yang memiliki nilai sejarah di Kawasan Kota Tua yang
merupakan bangunan yang dapat dialih fungsikan menjadi sesuatu komersial dibutuhkan
masyarakat pada umumnya di era modern ini, bisa jadi merupakan salah satu solusi untuk
meningkatkan kehidupan ke dalam kawasan ini. Hasil dari penulisan ini bertujuan untuk
memberikan rekomendasi berdasarkan hasil evaluasi terhadap konsep revitalisasi
bangunan cagar budaya dan diharapkan dapat memberikan penjelasan tentang karakteristik
arsitektur heritage yang diterapkan pada Infill perancangan bangunan gedung G. Kolff and
Co.

Kata Kunci : Adaptive Reuse, Bangunan Cagar Budaya, Karakteristik Gedung G. Kollf and
Co
PENDAHULUAN
Perkembangan Kota Jakarta saat ini yang mengarah pada pembangunan fisik kota
yang lebih modern dan ekonomis, mengakibatkan faktor budaya dan fisik kawasan budaya
sebagai kawasan cagar budaya kota terabaikan dalam konteks pembangunannya. Arsitektur
atau bangunan cagar budaya berperan dalam merangkai dan menghubungkan sejarah Kota
Jakarta.
Sampai dengan tahun 2007, di Kota Jakarta terdapat 4 (empat) kawasan cagar budaya
antara lain Kota Tua, Menteng, Kebayoran Baru dan Situ Babakan. Didalam kawasan ini
terdapat arsitektur kota dan bangunan cagar budaya yang harus dilestarikan. Masing-
masing kawasan cagar budaya memiliki panduan khusus yang disesuaikan dengan kondisi
dan karakter dari masing-masing kawasan untuk peruntukan pemanfaatan ruang kota dan
bangunan cagar budaya.
Pada tahun 2010, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dalam UU tersebut
berbunyi bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud
pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan
pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara
tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka
memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Mengacu
kepada Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1999, Kawasan Kota Tua Jakarta merupakan
Kawasan Cagar Budaya, sehingga Kota Tua Jakarta perlu dilestarikan melalui upaya
perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan. Upaya perlindungan, pengembangan, dan
pemanfaatan yang diberikan kepada Kawasan Kota Tua Jakarta, diwujudkan melalui
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 Tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2015. Disebutkan
bahwa Kota Tua-Sunda Kelapa dan sekitarnya termasuk di dalam Kawasan Pengembangan
Pariwisata Nasional.
Dalam penelitian ini, penulis memilih untuk melakukan pelestarian bangunan gedung
G. Kolff and Co dengan mengaplikasikan konsep Infill dengan pendekatan arsitektur heritage
sebagai salah satu aplikasi konsep bangunan tua.

TUJUAN
Maksud pada penelitian ini adalah :
 Menerapkan konsep konservasi dan menganalisa sejarah dan budaya
bangunan Gedung G. Kolff
 Meneliti suatu konsep Adaptive Reuse pada Gedung G. Kolff & Co dan
menentukan fungsi baru yang dibutuhkan di era modern, meningkatkan
perekonomian masyarakat setempat serta mendukung kawasan cagar budaya
tanpa menghilangkan nilai sejarah dan karakteristik bangunan tersebut.
 Memberikan suatu ide/gagasan penerapan konsep adaptive reuse untuk
digunakan pada Gedung G. Kolff & Co tentang proses pelestarian bangunan
bersejarah di kawasan Kota Tua.
METODE
Konsep pada perencanaan adaptive reuse Gedung G. Kolff & Co pada penulisan ini
menggunakan metode deskriptif untuk mengetahui suatu karakteristik kawasan dan
bangunan cagar budaya di kawasan Kota Tua Jakarta. Metode evaluatif juga digunakan
untuk menganalisa sinkronik – diakronik untuk perubahan kawasan dan bangunan cagar
budaya.
Dalam hal ini penulis akan menggunakan metode evaluatif untuk mengetahui
perubahan atau evolusi kawasan dan bangunan di Kota Tua. Pendekatan sinkronik yaitu
melihat proses dan sejarah dari sudut pandang rentang waktu. Pendekatan diakrois
menganalisis evolusi dari waktu sehingga menekankan perubahan dari masa lalu. Dengan
melalui pendekatan diakronik dapat memperluas ruang dalam mempelajari sudut sejarah
dalam ruang yg sama.
DAFTAR PUSTAKA

Mufsi Batubara, A. (2015) ‘Menjadi Modern Tanpa Kehilangan Identitas: Problematika


Pelestarian Cagar Budaya di Wilayah Sulawesi Tenggara’, Jurnal Konservasi Cagar
Budaya, 9(1), pp. 4–16. doi: 10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v9i1.158.

Suprihatin, F. Y. et al. ‘PENERAPAN ADAPTIVE REUSE PADA GEDUNG PT. PPI (Ex. PT. TJIPTA NIAGA)
MENJADI HOTEL GALLERY DAN KEGIATAN KOMERSIAL’, pp. 37–44.

Implementation Strategy of the Adaptive Reuse Concept for Historical Old Buildings within the Jakarta
Old Town Area. Retdia Sofiana, Ari widyati Purwantiasning, anisa. 2016

Thomas, Julian. 2004. Archaeology and Modernity. London: Routledge.


Tanudirjo, D.A. 2003. Warisan Budaya Untuk Semua: Arah Kebijakan Pengelola Warisan Budaya
Indoensia Di Masa Mendatang. Makalah disampaikan pada Kongres Kebudayaan V, Bukittinggi, 19-23
Oktober 2003.

2006. Pengelolaan Sumberdaya Budaya Di Perkotaan. Makalah disampaikan pada Seminar Pengelollan
Warisan Budata di Hotel Suwarnadwipa Pelembang, 30-31 Mei.
Pelras,

Anda mungkin juga menyukai