Anda di halaman 1dari 59

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah museum berakar pada kata “Mouseion” yang dalam bahasa Yunani
berarti "Kursi Muses."Mouseion merupakan lembaga filosofis atau tempat
kontemplasi. Kata Mouseion kemudian diturun dalam bahasa latin menjadi
museum. Museum, pada zaman Romawi, dibatasi penggunaannya untuk
menyebut tempat diskusi filosofis. Di sini museum lebih cenderung sebagai
prototipe universitas ketimbang sebuah lembaga untuk melestarikan dan
menginterpretasikan aspek materi dan warisan.
Kata museum dihidupkan kembali di Eropa pada abad ke-15 untuk
menggambarkan koleksi Lorenzo de’ Medici di Florence. Tetapi istilah
museum pada waktu itu dimaksudkan menyampaikan konsep kelengkapan
daripada menunjukkan sebuah bangunan. Dua abad berikutnya, Eropa
menggunakan istilah museum untuk menggambarkan koleksi keingintahuan.
Pada abad ke-18, setelah pendirian British Museum pengertian museum mulai
mengarah pada lembaga yang didirikan untuk melestarikan dan menampilkan
koleksi bagi umum. Selanjutnya penggunaan kata museum selama akses ke-19
dan abad ke-20 melambangkan bangunan rumah materi budaya yang bisa
diakses oleh publik.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 19 Th 1995, museum
merupakan lembaga, lokasi penyimpanan, perawatan,pengamanan dan
pemanfaatan benda-benda, bukti materiil hasil budaya manusia, alam dan
lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan
budaya bangsa. Sedangkan menurut Intenasional Council of Museum (ICOM ),
dalam Pedoman Museum Indonesia.
Perkembangan kebudayaan di Indonesia mempunyai tahapan yang
berbeda-beda di tiap daerah dan mempunyai bentuk beraneka ragam, sehingga
secara budaya setiap wilayah Nusantara sejatinya mempunyai bentuk budaya
unikum dan tidak dijumpai di lingkup budaya daerah lainnya. Kebudayaan

1
unik di tiap daerah adalah cerminan dari kepribadian bangsa yang merupakan
refleksi dari jati diri bangsa Indonesia. Ketika kebudayaan di tiap daerah
tersebut diharapkan untuk tetap menjadi acuan dari generasi ke generasi
berikutnya. Sebagai simbol hakikat kebangsaan, maka diperlukan adanya
pendokumentasian, inventarisasi dan juga pengenalan kepada khalayak dari
berbagai daerah. Saat itulah lembaga yang disebut museum sangat
diperlukan.Dalam hal ini kaitan antara lembaga museum dan kebudayaan
nasional beserta kebudayaan daerah yang unikum menjadi jelas. Museum
adalah lembaga bagi kebanggaan perkembangan kebudayaan di tiap daerah di
Nusantara (Wijayanto, 2015).
Di pulau buton khususnya di kota bau-bau dapat di jumpai museum,di
mana museum ini bernama “Museum Baadia” di mana museum ini juga sering
di sebut pusat kebudayaan wolio. Bangunan museum ini dulunya adalah kamali
sultan buton Ke-38 (Sultan Terakhir) La ode Muhammad Falihi, yang
memerintah tahun 1938-1960.Setelah berakhir masa jabatanya, kamali di
alihfungsikan menjadi museum. Bangunan ini terletak di benteng baadia yang
berjarak 1 KM di sisi selatan keraton buton. Sedangkan keraton buton sendiri
terletak di perbukitan dengan struktur tanah yang berbatu dan kering dengan
kemiringan tanah mencapai 40%, dengan ketinggian ± 100 m di atas
permukaan laut. Secara administratif keraton buton merupakan suatu wilayah
pemerintahan kelurahan melai,kecamatan murhum, kota bau-bau.Keraton
buton merupakan wilayah bekas kesultanan yang terletak antara 5,210-5,30 LS
dan 122,300-122,450 BT. (Buku Panduan (trail map) Benteng
Wolio(Buton) yang dibuat oleh Pusat Kajian Indonesia Timur (PUSKIT)
Universitas Hasanuddin bekerjasamadengan Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kota
Bau-Bau. 2005).
Jumlah pengunjung di museum baadia keraton buton perharinya berkisar
antara 200 – 300 orang perhari, jadi dapat di klasifikasikan jumlah pengunjung
museum kereaton buton pertahunya ± 65,200 orang, pengunjung yang biasanya
datang berkunjung berasal dari makassar, kendari, ambon, ternate dan
pengunjung dari daerah sekitar kota bau-bau serta turis manca negara.Ketua

2
Media Center Benteng Keraton Buton Wawan Erwiansyah, Senin (28/12/2015)
https://regional.kompas.com/read/2015/12/28/15540361/Akhir.Tahun.Kunjung
an.Wisatawan.ke.Benteng.Keraton.Buton.Meningkat.. Penulis : Kontributor
Baubau, Defriatno Neke.
Salah satu dari karya nyata peradaban yang berhubungan erat dengan
arsitektur, tentunya adalah rumah adat. Rumah adat Buton, yang merupakan
rumah tempat tinggal suku Wolio, disebut dengan Banua Tada. Banua Tada
berasal dari dua kata Banua dan Tada.Kata “Banua” dalam bahasa setempat
berarti rumah sedangkan “Tada”berarti siku.Jadi Banua Tada dapat diartikan
sebagai “rumah siku”. Banua Tada, berdasarkan status sosial penghuninya,
dibedakan menjadi tiga yaitu Banua Tada Tare Talu Pale, Banua Tada Tare
Pata Pale dan Kamali. Banua Tada Tare Talu Pale yang berarti rumah siku
bertiang tiga adalah tempat tinggal rakyat biasa, Banua Tada Tare Pata Pale
yang berarti rumah siku bertiang empat adalah tempat tinggal para pejabat atau
pegawai istana, sementara Kamali yang lebih dikenal dengan nama Malige
merupakan tempat tinggal para raja atau sultan dan keluarganya. (Buku
Panduan (trail map) Benteng Wolio (Buton) yang dibuat oleh Pusat
Kajian Indonesia Timur (PUSKIT) Universitas Hasanuddin bekerjasamadengan
Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Bau-Bau. 2005).
Dari hasil pengamatan menunjukan bahwa tidak ada satupun tempat atau
gedung yang khusus menyediakan ciri khas budaya buton baik dari segi
makanan, minuman, karyaseni dan bentuk bangunan yang representatif untuk
fasilitas pembelajaran. Atas dasar tersebut sehingga perlu adanya gedung
museum serta fasilitas-fasilitas lain yang menunjang agar dapat dimanfaatkan
dalam memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat sesuai dengan peruntukan
bangunannya.
Untuk itu keinginan membangun dan membangkitkan kembali kesadaran
masyarakat akan budaya Buton. Maka dibutuhkan sarana seperti gedung
khusus untuk mempromosikan dan mempopulerkan budaya tradisional Buton.
Untuk itu judul yang diajukan Museum Kebudayaan Tradisional Buton di
Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton.

3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dikemukakan di atas,
maka permasalahan yang diungkapkan adalah :
1. Bagaimana merancang Museum Kebudayaan Tradisional Buton di
Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton yang dapat memperkenalkan
budaya Buton ?
2. Bagaimana Menyusun DED, Rencana kerja dan syarat–syarat (RKS)
dan Menghitung Rencana Anggaran biaya (RAB) Sesuai kaidah–kaidah
yang berlaku ?
C. Tujuan Dan Saran
Berikut ini adalah tujuan dari perancangan Museum Kebudayaan
Tradisional Buton di Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton adalah:
1. Memberikan pemahaman kepada anggota masyarakat dan sivitas
akademika tentang eksistensi dan peran Museum.
2. Memberikan informasi tentang perkembangan kebudayaan buton baik
secara horisontal atau vertikal, baik melalui berbagai koleksi, simbol dan
dokumen yang terkait dengan penyelenggaraan Museum Kebudayaan
Tradisional Buton di Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton dari
tahun ke tahun.
3. Menambah dan meningkatkan kualitas sarana dan prasarana wisata yang
bersifat edukatif-rekreatif.
Sasaran dari pembahasan ini adalah untuk mendapatkan kriteria-kriteria
atau ketentuan-ketentuan yang dapat digunakan untuk menyusun suatu
landasan dalam perancangan bangunan Museum Kebudayaan Tradisio
nal Buton di Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton.
D. Manfaat perancangan
Manfaat dari Penelitian ini adalah :
1. Dalam ilmu pengetahuan dapat memberikan pedoman untuk dijadikan
sebagai landasan dalam perancangan bangunan khususnya dalam hal
bangunan yang berhubungan dengan budaya atau ciri khas Buton.

4
2. Untuk Pemerintah daerah khususnya Kecamatan pasar wajo, Kabupaten
Buton, penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu hal yang dapat
memberikan kontribusi yang baik bagi Kabupaten Buton.
3. Untuk masyarakat khususnya Kecamatan pasarwajo Kabupaten Buton
adalah memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam bemuseum dan
mengenal budaya Buton, serta menyediakan fasilitas yang digunakan
sebagai tempat untuk memamerkan budaya tradisional buton yang dibuat
dan penigalan-peninggalan sejarah yamg ada di Kabupaten Buton.
E. Ruang Lingkup dan batasan Pembahasan
Lingkup pembahasan dibatasi pada perancangan bentuk bangunan fisik
arsitektural Museum Kebudayaan Tradisional Buton di Kecamatan
Pasarwajo Kabupaten Buton khusus budaya Buton berdasarkan fungsi
sebagai fasilitas untuk kegiatan pelayanan kebutuhan masyarakat dengan
pertimbangan utama berdasarkan pada disiplin ilmu arsitektur,sementara
pembahasan dengan tinjauan dari disiplin ilmu lain hanya merupakan
penunjang.
F. Metode dan Sistematika Pembahasan
Pembahsaan dilakukan dengan metode diskriptif, yaitu menguraikan dan
menjelaskan data kuantitatif,kemudian dianalisa untuk memperoleh suatu
kesimpulan. Dua cara yang dilakukan untuk pengumpulan data yaitu :
1. Data Primer
a) Wawancara dengan narasumber yang terkait untuk mendapatkan
informasi yang solid.
b) Observasi atau survey lapangan, dengan tujuan memperoleh gambaran
tentang ruang-ruang yang dibutuhkan, persyaratan ruang dan bangunan,
persyaratan khusus pada ruang-ruang tertentu,struktur organisasi dan
lain-lain.
2. Data sekunder
Studi literatur terutama mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
persyaratan ruang dan persyaratan bangunan pada gedung serbaguna,
sehinggga landasan teori yang tepat untuk menganalisa data-data yang

5
diperoleh. Pembahasan menggunakan pendekatan teoritis dan pendekatan
studi, yang melengkapi dari data wawancara dan observasi/survey
lapangan. Hasil dari pendekatan tersebut dikembangkan untuk
mendapatkan konsep perencanaan dan perancangan arsitektur.
1) Bab I Pendahuluan merupakan uraian tentang latar belakang,
perumusan masalah, tujuan penelitian,sasaran penelitian, teknik
pengumpulan dan teknik analisis,manfaat penelitian, lingkup penelitian
dan sistematika penulisan.
2) Bab II Tinjauan Pustaka merupakan uraian tentang kajian kepustakaan
acuan perancangan bangunan tunggal Museum Kebudayaan
Tradisional Buton di Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton yang
berupa referensi – referensi dari literatur,pengertian, teori baik dari ilmu
arsitektur dan dari ilmu lain, studi kasus dan ide rancangan, serta segala
seuatu yang berhubungan dengan judul yang diambil.
3) Bab III Tinjauan Lokasi perancangan merupakan uraian tentang
pembahasan dan tinjauan mengenai tempat atau lokasi perencanaan,dan
pengenalan serta analisa mengenai semua aspek yang dapat mempengaruhi
poses perancangan.
4) BAB IV ACUAN PERANCANGAN menguraikan dasar pendekatan
pada perencanaan dan perancangan Museum Kebudayaan Tradisional
Buton di Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton yang meliputi
pendekatan aspek fungsional, pendekatan aspek kontektual, pendekatan
aspek teknis, dan pendekatan aspek kinerja.
5) Bab V Kesimpulan merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran
dari seluruh tahapan sebelumnya yang menjadi acuan dalam proses
perancangan Museum Kebudayaan Tradisional Buton di Kecamatan
Pasarwajo Kabupaten Buton.
6) Daftar Pustaka.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Judul
1. Pengertian Perancangan
Perancangan adalah penggambaran, perencanaan dan pembuatan
sketsa atau pengaturan dari beberapa elemen yang terpisah ke dalam satu
kesatuan yang utuh dan berfungsi (Syifaun Nafisah,2003 : 2).
2. Pengertian Museum
Museum ialah lembaga yang diperuntukkan bagi masyarakat umum.
Museum berfungsi mengumpulkan, menjaga/merawat, serta menyajikan
dan melestarikan warisan budaya masyarakat untuk tujuan studi, penelitian
serta kesenangan atau hiburan (Ayo Kita Mengenal Museum : 2009).
3. Pengertian kebudayaan
Kebudayaan atau yang dapat disebut juga “Peradaban‟ mengandung
pengertian yang sangat luas dan mengandung pemahaman perasaan suatu
bangsa yang sangat kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni,
moral, hukum, adat-istiadat, kebiasaan dan pembawaan lainnya yang
diperoleh dari anggota masyarakat. (Taylor, 1897).

4. Pengertian Tradisional
Menurut Julius HR.2009, tradisi (bahasa Latin: Traditio,“diteruskan”)
atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu
yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu
kelompok masyarakat, biasanya pada satu negara, kebudayaan, waktu
tertentu atau penganut agama. Dari konsep tradisi lahirlah istilah
tradisional. Tradisional merupakan sikap mental dalam memberikan
respon terhadap berbagai persoalan dalam masyarakat berdasarkan tradisi.
Dalam suatu Negara terdapat beragam suku dan budaya, khususnya di
Indonesia yang memiliki 1.128 suku dan budaya (Badan Pusat Statistik).

7
Budaya adalah sebuah warisan sosial juga adalah segala sesuatu yang
tercipta atau dilakukan oleh sekumpulan individu disuatu tempat tertentu
di masa lalu dan kemudian melalui waktu hingga sampai di masa
selanjutnya. Pemberian itu kemudian diulang sebagai sebuah tradisi yang
sebagian berasal dari warisan masa lalu oleh generasi sekarang ( Julius
HR. 2009 ).
B. Tijauan Rumah Adat Buton dan Artefak Buton (Rumah Malige)
Salah satu dari karya nyata peradaban yang berhubungan erat dengan
arsitektur, tentunya adalah rumah adat. Rumah adat Buton, yang merupakan
rumah tempat tinggal suku Wolio, disebut dengan Banua Tada. Banua Tada
berasal dari dua kata Banua dan Tada.Kata “Banua” dalam bahasa setempat
berarti rumah sedangkan “Tada”berarti siku. Jadi Banua Tada dapat diartikan
sebagai “rumah siku”.
Banua Tada, berdasarkan status sosial penghuninya, dibedakan
menjadi tiga yaitu Banua Tada Tare Talu Pale, Banua Tada Tare Pata Pale
dan Kamali.Banua Tada Tare Talu Pale yang berarti rumah siku bertiang tiga
adalah tempat tinggal rakyat biasa, Banua Tada Tare Pata Pale yang berarti
rumah siku bertiang empat adalah tempat tinggal para pejabat atau pegawai
istana, sementara Kamali yang lebih dikenal dengan nama Malige merupakan
tempat tinggal para raja atau sultan dan keluarganya.
Sebenarnya jika dilihat dari segi konstruksi bangunannya, ketiga rumah
yang dibedakan berdasarkan penghuninya tersebut tetap berbentuk sama,
yakni bentuk dasar rumah siku. Namun Istana Malige mendapat sedikit
tambahan ruang dan ornamen yang menandakan bahwa rumah tersebut
merupakan rumah Sultan.
Saat ini, Rumah Malige atau Istana Malige lebih dikenal sebagai rumah
adat Buton, dibandingkan dengan Banua Tada. Selain karena Istana Malige
dijadikan salah satu cagar pusaka kekayaan Buton, Istana Malige juga
memiliki latar sejarah dan budaya yang menarik. Arsitektur Istana Malige
dinilai kaya akan nilai-nilai yang terkait dengan peradaban masyarakat Buton
di masa lampau dan masih bertahan hingga saat ini.

8
Jika ditelusuri lebih jauh, setiap unsur yang terdapat di Rumah Malige
memang tidak ada yang dibuat tanpa lepas dari makna atau nilai di dalamnya.
Struktur bangunan Istana Malige dianalogikan sebagai tubuh manusia. Bagian
atap dianalogikan dengan kepala, badan rumah dengan badan, kolong rumah
dengan kaki dan pusat rumah dengan hati. Menurut kepercayaan orang
Buton,hati merupakan titik sentral tubuh manusia. Dengan demikian, sebuah
rumah juga dipercaya harus memiliki hati. Itulah sebabnya masyarakat Buton
memiliki tradisi memberi lubang rahasia pada salah satu kayu terbaiknya
sebagai tempat menyimpan emas. Inilah yang diibaratkan sebagai hati dari
rumah. Bentuk bangunan Istana Malige yang memiliki ruangan yang lebih
tinggi di belakang juga dianalogikan sebagai orang yang sedang sujud di
dalam sholat-nya.

Gambar II.1 Atap istana Malige dan sisi kanan atap


(Sumber:http://www.google.co.id/imgres)

Gambar II.2 Balok penghubung dan Jendela Istana Malige


(Sumber:http://www.google.co.id/imgres)

9
Gambar II.3 Tiang Istana istana Malige
(Sumber:http://www.google.co.id/imgres)

Berikut merupakan makna atau nilai simbolis yang terdapat pada


Rumah Malige :
1. Atap istana Malige disusun sebagai analogi posisi kedua tangan dalam
sholat, tangan kanan berada di atas tangan kiri. Kemudian pada sisi kanan
dan  kiri atap terdapat kotak memanjang yang berfungsi sebagai bilik atau
gudang. Kotak ini dimaksudkan untuk menunjukkan adanya tanggung
jawab Sultan terhadap kemaslahatan rakyat.
2. Balok penghubung pada Istana Malige harus diketam halus. Ini merupakan
penggambaran budi pekerti orang beriman sebagai analogi yang wajib
dijunjung oleh penghuni istana.
3. Tiang Istana dibagi menjadi 3. Tiang pertama disebut Kabelai (tiang
tengah), tiang ini ditandai dengan adanya kain putih pada ujung bagian
atas. Kabelai disimbolkan sebagai keesaan Tuhan yang pencerminannya
diwujudkan dalam pribadi Sultan. Tiang kedua adalah tiang utama yang
digunakan sebagai tempat meletakkan tada (penyangga). Bentuk tada
melambangkan stratifikasi sosial atau kedudukan pemilik rumah dalam
Kesultanan. Tiang ketiga adalah tiang pembantu, bermakna pelindung,
gotong royong dan keterbukaan kepada rakyatnya.Ketiga tiang ini
dianalogikan pula sebagai simbol kamboru-mboru talu palena yang berarti
ditujukan kepada tiga keturunan pewaris jabatan penting yakni Tanailandu,
Tapi-Tapi dan Kumbewaha.

10
4. Tangga dan pintu mempunyai makna saling melengkapi.Tangga depan
berkaitan dengan posisi pintu depan yang dimaksudkan sebagai arah hadap
bangunan.Arah hadap bangunan yang berorientasi Timur ke Barat
bermakna posisi manusia yang sedang sholat menghadap
kiblat.Pemaknaan ini juga berkaitan dengan perwujudan Sultan sebagai
pencerminan Tuhan yang harus dihormati dan secara simbolis
mengingatkan pada perjalanan manusia dari lahir,berkembang dan
meninggal dunia.
Sementara tangga dan pintu belakang yang menghadap Utara,yang 
disimbolkan sebagai penghargaan kepada arwah leluhur.
1. Lantai yang terbuat dari kayu jati melambangkan bahwa sultan adalah
bangsawan dan melambangkan pribadi sultan yang selalu tenang dalam
menghadapi persoalan.
2. Dinding sebagai penutup atau batas visual melambangkan terdapatnya
kerahasiaan antara alam kehidupan dan alam kematian. Dinding-dinding
tersebut dipasang rapat sebagai upaya untuk mengokohkan dan simbol
prinsip Islam pada diri Sultan sebagai khalifah.
3. Jendela (bhalo-bhalo bamba) berfungsi sebagai tempat keluar masuknya
udara. Pada bagian atasnya terdapat bentuk hiasan balok melintang yang
memberi kesan adanya pengaruh Islam yang mendalam. Begitu pula pada
bagian jendela lain yang menyerupai kubah.Kentalnya pengaruh Islam
pada hiasan-hiasan di jendela ini menunjukkan pula bahwa masyarakat
Buton sangat berpegang teguh pada ajaran Islam.
4. Simbol nanas pada dekorasi merupakan simbol kesejahteraan yang
ditumbuhkan dari rakyat.Secara umum simbol ini menyiratkan bahwa
masyarakat Buton agar mempunyai sifat seperti nanas, yang walaupun
penuh duri dan berkulit tebal tetapi mempunyai rasa yang manis.
5. Bosu-bosu adalah buah pohon Butun (baringtonia asiatica) merupakan
simbol keselamatan, keteguhan dan kebahagiaan yang telah mengakar
sejak masa pra-Islam.Pada pemaknaan yang lain, sesuai arti bahasa daerah,

11
bosu-bosu adalah tempat air menuju ke kesucian dengan mengambil sifat
air yang suci.
6. Ake yang merupakan hiasan yang bentuknya seperti patra (daun). Pada
Istana Malige, Ake dimaksudkan sebagai wujud kesempurnaan dan
lambang bersatunya antara Sultan (manusia) dengan Tuhan. Konsep ini
banyak dikenal pada ajaran tasawuf, khususnya Wahdatul Wujud.
7. Kamba atau kembang yang berbentuk kelopak teratai melambangkan
kesucian. Oleh karena bentuknya yang juga seperti matahari, orang Buton
biasa pula menyebutnya lambang Suryanullah (surya=matahari,
nullah=Allah).Bentuk ini adalah tempat digambarkannya Kala pada masa
klasik dan merupakan pengembangan sinar Majapahit pada masa Pra Islam
di Buton.
8. Terdapatnya Naga pada bumbungan atap melambangkan kekuasaan dan
pemerintahan.Keberadaan Naga mengisahkan pula asal-usul bangsa Wolio
yang diyakini datang dari daratan Cina.
9. Terdapatnya tempayan melambangkan kesucian.Tempayan ini mutlak
harus ada di setiap bangunan Kamali maupun rumah rakyat biasa.
Dari penjabaran tentang nilai-nilai dan makna simbolis yang
terdapat di dalamnya, Rumah Malige dapat dikatakan sebagai sebuah
artefak yang keberadaannya dapat mengungkap berbagai sistem kehidupan
masyarakat, termasuk sistem sosial dan kepercayaan.Sebuah kekayaan
(pusaka) daerah yang wajib dilestarikan.
Adapun susunan ruangan dalam istana ini adalah sebagai berikut:
1. Lantai pertama terdiri dari 7 petak atau ruangan, ruangan pertama dan
kedua berfungsi sebagai tempat menerima tamu atau ruang sidang anggota
Hadat Kerajaan Buton. Ruangan ketiga dibagi dua, yang sebelah kiri
dipakai untuk kamar tidur tamu dan sebelah kanan sebagai ruang makan
tamu. Ruangan keempat juga dibagi dua, berfungsi sebagai kamar anak-
anak Sultan yang sudah menikah. Ruang kelima sebagai kamar makan
Sultan, atau kamar tamu bagian dalam, sedangkan ruangan keenam dan
ketujuh dari kiri ke kanan dipergunakan sebagai makar anak perempuan

12
Sultan yang sudah dewasa, kamar Sultan dan kamar anak laki-laki Sultan
yang dewasa.
2. Lantai kedua dibagi menjadi 14 buah kamar, yaitu 7 kamar di sisi sebelah
kanan dan 7 kamar di sisi sebelah kiri. Tiap kamar mempunyai tangga
sendiri-sendiri hingga terdapat 7 tangga di sebelah kiri dan 7 tangga
sebelah kanan, seluruhnya 14 buah tangga. Fungsi kamar-kamar tersebut
adalah untuk tamu keluarga, sebagai kantor dan sebagai gudang. Kamar
besar yang letaknya di sebelah depan sebagai kamar tinggal keluarga
Sultan,sedangkan yang lebih besar lagi sebagai Aula.
3. Lantai ketiga berfungsi sebagai tempat rekreasi.
4. Lantai keempat berfungsi sebagai tempat penjemuran. Di samping kamar
bangunan Malige terdapat sebuah bangunan seperti rumah panggung
mecil, yang dipergunakan sebagai dapur, yang dihubungakan dengan satu
gang di atas tiang pula. Di anjungan bangunan ini dipergunakan sebagai
kantor anjungan. Pada bangunan Malige terdapat 2 macam hiasan, yaitu
ukiran naga yang terdapat di atas bubungan rumah, serta ukiran buah
nenas yang tergantung pada papan lis atap dan di bawah kamar-kamar sisi
depan. Adapun kedua hiasan tersebut mengandung makna yang sangat
dalam, yakni ukiran naga merupakan lambang kebesaran kerajaan Buton.
Sedangkan ukiran buah nenas, dalam tangkai nenas itu hanya tumbuh
sebuah nenas saja, melambangkan bahwa hanya ada satu Sultan di dalam
kerajaan Buton. Bunga nenas bermahkota, berarti bahwa yang berhak
untuk dipayungi dengan payung kerajaan hanya Sultan Buton saja. Nenas
merupakan buah berbiji, tetapi bibit nenas tidak tumbuh dari bibit itu,
melainkan dari rumpunya timbul tunas baru.
C. Analogi Bentuk Dan Tampilan bangunan
1. Bentuk
Bentuk merupakan penjabaran geometris dari bagian semesta bidang yang
ditempati oleh obyek tersebut, yaitu ditentukan oleh batas-batas terluarnya namun
tidak tergantung pada lokasi (koordinat) dan orientasi (rotasi)-nya terhadap
bidang semesta yang ditempati. Bentuk obyek juga tidak tergantung pada sifat- sifa

13
t spesifik seperti: warna, isi dan bahan (sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/
Bentuk).

Setiap ruangan dengan bentuk tertentu akan mempunyai sifat yang


tertentu pula.masing-masing bentuk mencerminkan simboliknya. Secara garis
besar bentu dasar ruangan dapat di bagi menjadi 3 macam yaitu :

a) Segi Empat
Akan menimbulkan kesan sederhana dan lebih tenang karena
bersifat statis, netral dan tidak mempunyai arah tertentu.
b) Segitiga
Akan menunjukkan stabilitas yang dalam perletakannya dapat
sangat stabil atau sebaliknya kurang stabil atau sangat kritis dan
menimbulkan kesan tersudut.
c) Lingkaran
Umumnya bersifat stabil dan introvert (terpusat kedalam),jika di
letakkan pada pusat tengah suatu bidang maka sifat alaminya,yaitu
sebagai poros. Pendekatan penampilan bangunan dapat diuraikan dengan
memperhatikan hal-hal berikut:
1) Fungsi
Sebagai bangunan tempat pengujian hasil priklanan yang bersifat
rekreatif dan juga mempertimbangkan bentuk dengan fungsi bangunan
itu sendiri sehingga bentu bangunan menggambarkan ekspresi dari
kegiatan yang ada.
2) Filosofi
Penampilan bangunan menggambarkan sifat universal yang
dinamis.
1. Proporsi dan Skala
Proporsi adalah suatu prinsip, tidak hanya dari arsitek tetapi dari
kehidupan sehari-hari, misalnya : hukum proporsi alam bahwa bintang
bersinar di malam hari, air sungai mengalir ke laut dan sebagainya. Dari

14
kenyataan ini bahwa arsitektur adalah sesuatu yang berkualitas baik seni
dan proporsi. Dalam arsitektur, proporsi dijelaskan sebagai berikut :
a) Menurut Vitruvius (1486), proporsi adalah sesuatu yang berhubung
an dengan ukuran dengan ukuran dari seluruh aspek pekerjaan dan bagia
n tertentu yang dijadikan standar.
b) Menurut Alberti, proporsi berasal dari kata concinnities, yang
artinya suatu keberhasilan kombinasi dari angka dan ukuran.
Jadi proporsi merupakan hubungan antar bagian dari suatu desain atau
hubungan antara bagian dengan keseluruhan. Oleh karena itu suatu
perbandingan akan merupakan dasar dari setiap sistem proporsi yaitu suatu
nilai yang memiliki harga tetap, dapat digunakan sebagai pembanding yan
g lain (sumber:http://okrek.blogdetik.com/category/arsitektur/page/2).
Sedangkan skala adalah suatu system pengukuran (alat pengukur)
yang menyenangkan, dapat dalam satuan cm,inchi atau apa saja dari unit-
unit yang akan diukur. Dalam arsitektur  yang dimaksut dengan skala
adalah hubungan harmonis antara bangunan beserta komponen-
komponennya dengan manusia. Skala-skala itu ada beberapa jenis yaitu:
skala intim, skala manusiawi, skala monumental/megah, skala kejutan
(Sumber:http://asmanakbarfitrial.blogspot.com/2013/04/prinsipprinsipdes
aindalamarsitektur.html).
Jika perbandingannya adalah tubuh manusia maka pada umumnya ada
tiga skala yaitu:
a) Skala alamiah: Merupakan ekspresi dimensi yang sesungguhnya
mengukur keadaan normalnya.
b) Skaa Heroik: Usaha untuk membuat bangunan terlihat menjadi
besar sehingga manusia terasa kecil.
c) Skala Intim: Usaha untuk mendapatkan bangunan atau ruangannya
kelihatan lebih kecil dari bangunan sesungguhnya
(sumber:http://ingo1.wordpress.com/2013/05/3/elemen%E2%80%93 ele
men dasar dalam perancangan-arsitektur/).

15
D. Teori dan Jenis Arsitektur
1. Teori
Suatu teori dalam arsitektur digunakan untuk mencari apa yang
sebenarnya harus dicapai dalam arsitektur dan bagaimana cara yang baik
untuk merancang. Teori dalam arsitektur cenderung tidak seteliti dan secermat
dalam ilmu pengetahuan yang lain (objektif), suatu ciri penting dari teori
ilmiah yang tidak terdapat dalam arsitektur adalah pembuktian yang terperinci.
Desain arsitektur sebagian besar lebih merupakan kegiatan merumuskan dari
pada kegiatan menguraikan. Arsitektur tidak memilahkan bagian-bagian,justru
arsitektur mencernakan dan memadukan beberapa unsur dalam cara-cara baru
dan keadaan baru, sehingga hasil seluruhnya tidak dapat diramalkan. Teori
dalam arsitektur adalah hipotesa, harapan dan dugaan-dugaan tentang apa
yang terjadi bila semua unsur yang menjadikan bangunan dikumpulkan dalam
satu cara, tempat dan waktu tertentu. Dalam teori arsitektur tidak dapat
dirumuskan atau cara untuk meramalkan bagaimana nasib rancangannya.
Misalnya: tidak terdapatnya cara untuk meramalkan bahwa menara Eiffel
mulanya dianggap sebagai suatu cela di kaki langit Paris dan kemudian menja
di lambing kota yang langgeng dan asasi(Sumber:http://id.shvoong.com/
exactsciences/architecture/2029960teoriarsitektur/
#ixzz1UCIBgYw3.Online.Diaksestangal 3 mei 2013).
Para ahli teori seringkali mendasarkan diri pada analogi :
a. Analogi Matematis
Beberapa ahli teori menganggap bahwa bangunan-bangunan yang
dirancang dengan bentuk-bentuk murni, ilmu hitung dan geometri (seperti
golden section) akan sesuai dengan tatanan alam semesta dan merupakan
bentuk yang paling indah.Prinsip-prinsip ini banyak digunakan pada
bangunan jaman Renaissance.
b. Analogi Biologis
Pandangan para ahli teori yang menganalogikan arsitektur sebagai
analogi biologis berpendapat bahwa membangun adalah proses biologis
bukan proses estetis. Analogi biologis terdiri dari dua bentuk yaitu ‘organik’

16
(dikembangkan oleh Frank Lloyd Wright). Bersifat umum: terpusat pada
hubungan antara bagian-bagian bangunan atau antara bangunan dengan
penempatannya/penataannya dan ‘biomorfik’. Lebih bersifat khusus, terpusat
pada pertumbuhan proses-proses dan kemampuan gerakan yang berhubungan
dengan organisme.
Arsitektur organik FL Wright mempunyai 4 karakter sifat:
1) Berkembang dari dalam ke luar, harmonis terhadap sekitarnya dan tidak
dapat dipakai begitu saja.
2) Pembangunan konstruksinya timbul sesuai dengan bahan-bahan alami, apa
adanya (kayu sebagai kayu, batu sebagai batu, dll).
3) Elemen-elemen bangunannya bersifat terpusat (integral).
4) Mencerminkan waktu,massa, tempat dan tujuan.
Secara asli dalam arsitektur istilah organik berarti sebagian  untuk
keseluruhan, serta keseluruhan untuk sebagian. Arsitektur Biomorfik kurang
terfokus terhadap hubungan antara bangunan dan lingkungan dari pada
terhadap proses-proses dinamik yang berhubungan dengan pertumbuhan dan
perubahan organisme. Biomorfik arsitektur berkemampuan untuk berkembang
dan tumbuh melalui: perluasan, penggandaan, pemisahan, regenerasi dan
perbanyakan. Contoh : kota yang dapat dimakan (Rudolf Doernach), struktur
pnemuatik yang bersel banyak (Fisher,Conolly,Neumark,dll).
a. Analogi Romantik
Arsitektur harus mampu menggugah tanggapan emosional dalam diri
si pengamat. Hal ini dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan
menimbulkan asosiasi (mengambil rujukan dari bentuk-bentuk alam dan masa
lalu yang akan menggugah emosi pengamat) atau melalui pernyataan yang
dilebih-lebihkan (penggunaan kontras, ukuran, bentuk yang tidak biasa yang
mampu menggugah perasaan takut, khawatir, kagum dan lain-lain).
b. Analogi Linguistik
Analogi linguistik menganut pandangan bahwa bangunan-bangunan
dimaksudkan untuk menyampaikan informasi kepada para pengamat
dengan salah satu dari tiga cara sebagai berikut:

17
1) Model Tata bahasa
Arsitektur dianggap terdiri dari unsur-unsur (kata-kata) yang ditata
menurut aturan (tata bahasa dan sintaksis) yang memungkinkan
masyarakat dalam suatu kebudayaan tertentu cepat memahami dan
menafsirkaa apa yang disampaikan oleh bangunan tersebut. Ini akan
tercapai jika ‘bahasa’ yang digunakan adalah bahasa umum/publik yang
dimengerti semua orang (langue).
2) Model Ekspresionis
Dalam hal ini bangunan dianggap sebagai suatu wahana yanng
digunakan arsitek untuk mengungkapakan sikapnya terhadap proyek
bangunan tersebut. Dalam hal ini arsitek menggunakan ‘bahasa’nya
pribadi (parole). Bahasa tersebut mungkin dimengerti orang lain dan
mungkin juga tidak.
3) Model Semiotik
Semiologi adalah ilmu tentang tanda-tanda. Penafsiran semiotik
tentang arsitektur menyatakan bahwa suatu bangunan merupakan suatu
tanda penyampaian informasi mengenai apakah ia sebenarnya dan apa
yang dilakukannya. Sebuah bangunan berbentuk bagaikan piano akan
menjual piano. Sebuah menara menjadi tanda bahwa bangunan itu
adalah gereja.
c. Analogi Mekanik
Menurut Le Corbusir, sebuah rumah adalah mesin untuk berhuni
merupakan contoh analogi mekanik dalam arsitektur. Bangunan seperti halnya
dengan mesin hanya akan menunjukkan apa sesungguhnya mereka, apa yang
dilakukan, tidak menyembunyikan fakta melalui hiasan yang tidak relevan
dengan bentuk dan gaya-gaya atau dengan kata lain keindahan adalah fungsi
yang akan menyatakan apakah mereka itu dan apa yang mereka lakukan.
d. Analogi Adhocis
Arsitektur berarti menanggapi kebutuhan langsung dengan menggunaka
n bahan-bahan yang mudah diperoleh tanpa membuat rujukan dan cita-cita.

18
e. Analogi Pemecahan masalah
Arsitektur adalah seni yang menuntut lebih banyak penalaran daripada
ilham dan lebih banyak pengetahuan faktual daripada semangat
(Borgnis,1823). Pendekatan ini sering juga disebut dengan pendekatan
rasionalis, logis, sistematik atau parametrik. Pendekatan ini menganggap
bahwa kebutuhan-kebutuhan lingkungan merupakan masalah yang dapat
diselesaikan melalui analisis yang seksama dan prosedur-prosedur yang
khusus dirumuskan untuk itu.
f. Analogi Bahasa Pola
Manusia secara biologis adalah serupa dan dalam suatu kebudayaan
tertentu terdapat kesepakatan-kesepakatan untuk perilaku dan juga untuk
bangunan. Jadi arsitektur harus mampu mengidentifikasi pola-pola baku
kebutuhan-kebutuhan agar dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Pendekatan tipologis atau pola menganggap bahwa hubungan lingkungan
perilaku dapat dipandang dalam pengertian satuan-satuan yang digabungkan
untuk membangun sebuah bangunan atau suatu rona kota.
g. Analogi Dramaturgi
Kegiatan-kegiatan manusia dinyatakan sebagai teater dimana seluruh
dunia adalah panggungnya, karena itu lingkungan buatan dapat dianggap
sebagai pentas panggung. Manusia memainkan peranan dan bangunan-
bangunan merupakan rona panggung dan perlengkapan yang menunjang
pagelaran panggung. Analogi dramaturgi digunakan dengan dua cara dari titik
pandang para aktor dan dari titik pandang para dramawan. Dalam hal pertama
arsitek menyediakan alat-alat perlengkapan dan rona-rona yang diperlukan
untuk memainkan suatu peranan tertentu. Dari titik pandang para dramawan,
arsitek dapat menyebabkan orang bergerak dari satu tempat ke tempat lain
dengan memberikan petunjuk-petunjuk visual. Pemanfaatan analogi
dramaturgi ini membuat sang arsitek yang bertindak hampir seperti dalang,
mengatur aksi seraya menunjangnya.

19
Jika kita amati perkembangannya (berdasarkan teori dan pandangan-
pandangan di atas), masalah arsitektur adalah masalah yang berkaitan dengan
fungsi, komunikasi dan keindahan. Mana yang paling penting, fungsi atau
keindahan dan komunikasi sebagai sarana pemuasan emosional,atau kedua-
duanya? Setiap orang berhak untuk mengambil sikap atas pertanyaan ini.
Cara pandang pemakai, pengamat dan arsitek seringkali tidak sama bahkan
bertentangan. Oleh pemakai, arsitektur pada awalnya hanya dipandang
sebagai obyek/produk/hasil yang muncul karena kebutuhan semata (untuk
melindungi diri dari alam). Selanjutnya arsitektur dianggap harus memiliki
nilai-nilai lain seperti komunikasi dan keindahan yang merupakan sarana
pemuasan ‘emosi’ (bagi pemakai,pengamat atau arsitek?). Masalah
fungsi,komunikasi dan estetika selalu menjadi perdebatan sejak jaman Barok,
renaissance sampai ke jaman arsitektur Post Modern.Persepsi nilai-nilai ini
sangat berbeda sesuai dengan perbedaan budaya, masyarakat, tempat,
teknologi dan waktu.
2. Jenis Arsitektur
1. Menurut Bruce Allsop (1980) jenis Arsitektur adalah :
a) Arsitektur rakyat (Folk Architecture)
Karya arsitektur yang berkembang di masyarakat atas dadar
pertimbangan lingkungan/iklim setempat.
b) Arsitektur vernakular (Vernacular Architecture)
Arsitektur yang dikembangkan oleh tukang atas dasar pengalama
nnya.
c) Arsitektur tradisional (Traditional Architecture)
Arsitektur yang dibuat dengan cara yang sama secara turun
temurun dengan sedikit/tanpa perubahan sering disebut arsitektur
kedaerahan.
d) Arsitektur spiritual (Spiritual Architecture)
Arsitektur yang dikembangkan atas dasar nilai-nilai religi.

20
e) Arsitektur monumental (Monumental Architecture)
Arsiektur yang mampu mengingatkan pada peristiwa/satu hal.
Karakternya agung dan megah.
f) Arsitektur utilitas (Utility Architecture)
Arsitektur yang berfungsi sebagai pelayanan umum dalam
lingkup luas. Contoh: stasiun, terminal.
2. Perkembangan Arsitektur menurut ciri dan karakteristik Arsitekturnya:
1) Primitif tergantung pada Alam.
2) Tradisional berkembang secara turun temurun.
3) Klasik : bentuk di ilhami oleh pngetahuan, matematik dan ukur ruang.
4) Modern: setelah revolusi industry XIX, bentuk siplitis dan jujur.
3. Perkembangan Arsitektur menurut peradabannya adalah :
a. Purba:
Awal : AsiaKecil, Mesir, Mesopotamia, India, Cina,
Amerika.
Lanjutan : Laut Tengah, Yunani, Persia, Helenisme, Romawi.
b. Agama Besar:
1) Hindu : Awal, Lanjutan.
2) Budha : Awal, Lanjutan.
3) Kristen : Yudaisme, Kristen Awal,Kristen Antik, Romanesk,
Bizantin.
4) Islam : Awal, Khalifah Utama, Ummayah, Abbasiyah.
c. Klasik:
1) Revival.
2) Safawiyah.
3) Moghul.
4) Usmaniyah.
5) Kolonial.
d. Neo Klasik
e. Modern:
1) Neo Kolonial.

21
2) Gerakan Modern.
3) Internasional.
4) Modern Akhir.
f. Pasca Modern:
1) Populis.
2) Klasik Bebas/Post Modern.
3) Dekonstruksi.
4) Rekayasa Iptek
E. Tinjauan Bangunan Museum
1. Pengklasifikasian Museum
Tujuan pokok mendirikan sebuah museum adalah untuk melestarikan
dan memanfaatkan bukti material manusia dan lingkungannya, untuk ikut
serta membina dan mengembangkan seni, ilmu dan teknologi dalam rangka
peningkatan penghayatan nilai budaya dan kecerdasan kehidupan bangsa
(Susilo dkk.,1993:27).
Termasuk ke dalam ini juga yaitu pemanfaatan museum untuk
memenuhi tujuan penelitian, pendidikan dan hiburan.Bagi dunia pendidikan,
keberadaan museum tidak dapat dipisahkan dalam proses pembelajaran
tentang hal yang berkaitan dengan sejarah perkembangan manusia, budaya
dan lingkungannya. Museum merupakan wahana untuk mengabadikan dan
mendokumentasikan kegiatan-kegiatan maupun peristiwa-peristiwa dan
benda-benda bersejarah (Pamuji,2010).
Dewasa ini banyak didirikan museum diseluruh wilayah Indonesia. Ag
aknya telah tumbuh kebanggaan kepada pentingnya kebudayaan daerah
sebagai komponen penegak kebudayaan nasional. Setiap peninggalan yang
berhubungan dengan perkembangan sejarah kebudayaan Indonesia dapat
dijadikan koleksi museum.Begitu pun setiap hasil kebudayaan etnik, dapat
dijadikan bahan yang dipamerkan dalam museum-museum. Kehadiran
museum mutlak adanya di Indonesia.

22
Museum yang dimaksudkan di sini adalah sebagai suatu kawasan
yang menyediakan koleksi penunjang cabang-cabang ilmu pengetahuan
alam, teknologi dan ilmu pengetahuan social. Sebuah benda dapat dikatakan
koleksi apabila memnuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Benda itu memiliki nilai sejarah dan nilai ilmiah. Termasuk nilai
keindahan, termasuk objek-objek koleksi umum seni rupa atau museum
sejarah kesenian.
b) Benda harus dapat diidentifikasi baik mengenai bentuk atau wujudnya
(morfologis), tipenya (tipologis), gaya, fungsi, asalnya secara historical,
geografikal, jenisnya dalam orde biologi atau periodesasinya dalam
geologi (untuk benda sejarah alam).
c) Benda harus dapat dijadikan dokumen dalam arti sebagai bukti kenyataan
dan bukti kehadiran (realitas dan eksistensinya) suatu penelitian ilmiah.
d) Benda harus dapat dijadikan monument atau bakal jadi monument dalam
sejarah alam dan budaya. Reproduksi atau replica yang sah menurut
persyaratan permuseuman, Museum ini juga menyediakan fasilitas-
fasilitas baik untuk mewadahi kreatifitas dan pengetahuan anak tentang
pengelolaan museum maupun koleksinya.
2. Klasifikasi Museum
Jenis museum ada bermacam-macam dan dapat ditinjau dari berbagai
sudut. Yang paling sering digunakan adalah dari segi koleksinya. Selain itu
jenis museum juga dapat ditinjau dari segi penyelenggara dan menurut
kedudukannya (Susilo dkk,1993:25).
1. Secara garis besar pembagian jenis museum dari segi koleksi dapat
dibagi menjadi dua bagian besar,yaitu:
a) Museum Umum
Museum umum yang koleksinya terdiri dari kumpulan
bukti material manusia dan atau lingkungannya yang berkaitan
dengan berbagai cabang seni, disiplin ilmu dan teknologi.
b) Museum Khusus

23
Museum Khusus yang koleksinya terdiri dari kumpulan
bukti material manusia atau lingkungannya yang berkaitan dengan
satu cabang seni, satu cabang ilmu atau satu cabang teknologi.
2. Jenis museum berdasarkan kedudukannya terdapat tiga jenis:
a) Museum Nasional
Museum nasional yang koleksinya terdiri dari kumpulan
benda yang berasal,mewakili dan berkaitan dengan bukti material
manusia dan atau lingkungannya dari seluruh wilayah Indonesia
yang bernilai nasional.
b) Museum Propinsi
Museum propinsi yang koleksinya terdiri dari kumpulan
benda yang berasal,mewakili dan berkaitan dengan bukti material
manusia dan atau lingkungannya dari wilayah propinsi dimana
museum berada.
c) Museum Lokal
Museum lokal yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda
yang berasal, mewakili dan berkaitan dengan bukti material
manusia dan atau lingkungannya dari wilayah kabupaten atau
kotamadya dimana museum tersebut berada.
3. Jenis museum menurut jenis koleksinya:
a) Museum Arkeologi
Museum arkeologi merupakan museum yang
mengkhususkan diri untukmemajang artefak arkeologis. Museum
arkeologi banyak yang bersifat museum terbuka (museum yang
terdapat di ruang terbuka atau Open Air Museum). Di Indonesia,
contoh dari museum arkeologi adalah Museum Trowulan di
Trowulan, Jawa Timur.
b) Museum Seni
Museum seni, lebih dikenal dengan nama galeri seni,
merupakan sebuah ruangan untuk pameran benda seni, mulai dari

24
seni visual yaitu diantaranya lukisan, gambar dan patun.Beberapa
contoh lainnya adalah senikeramik, seni logam dan furnitur.
c) Museum Biografi
Museum Biografi merupakan museum yang didedikasikan
kepada bendayang terkait dengan kehidupan seseorang atau
sekelompok orang dan terkadang memajang benda-benda yang
mereka koleksi. Beberapa museum terletak di dalam rumah atau
situs yang terkait dengan orang yang bersangkutan pada saat dia
hidup.
d) Museum Anak
Museum anak merupakan institusi yang menyediakan
benda pameran dan program acara untuk menstimulasi pengalama
n informal anak. Berlawanan dengan museum tradisional yang
memiliki peraturan untuk tidak menyentuh benda pameran, museu
m ini biasanya memiliki benda yang dirancang untuk dimainkan
oleh anak-anak. Museum anak kebanyakan merupakan organisasi
nirlaba dan dikelola oleh sukarelawan atau oleh staf profesional
dalam jumlahyang kecil. Contoh dari museum anak ini adalah
Museum Anak Kolong Tangga yang terletak di Yogyakarta. Pada
museum ini terdapat beberapa mainan anak tradisional.
e) Museum Universal
Museum universal atau dikenal pula dalam bahasa Inggris
sebagai. Museum encyclopedic merupakan museum yang umum
kita jumpai. Biasanya merupakan institusi besar, yang bersifat
nasional dan memberikan informasi kepada pengunjung mengenai
berbagai variasi dari tema lokal dan dunia. Museum ini penting
karena meningkatkan rasa keingin-tahuan terhadap dunia. Contoh
museum universal adalah British. Museum di London dan
Inggris.

25
f) Museum Etnologi
Museum etnologi merupakan museum yang mempelajari,
mengumpulkan, merawat, dan memamerkan artefak dan obyek
yang berhubungan dengan etnologi dan antropologi. Museum
seperti ini biasanya dibangun di negara yang memiliki kelompok
etnis atau etnis minoritas yang berjumlah banyak. Contoh dari
museum ini adalah Museum Indonesia di TMII.
g) Museum Rumah Bersejarah
Museum rumah bersejarah, atau yang lebih dikenal dengan
rumah bersejarah merupakan yang terbanyak jumlahnya di dunia
dari kategori museum sejarah. Museum ini biasanya beroprasi
dengan dana yang terbatas dan staff yang sedikit. Kebanyakan
dikelola oleh relawan dan sering kali tidak memenuhi syarat
untuk menjadi museum profesional. Contoh dari rumah bersejarah
ini di Indonesia adalah Museum Sasmita Loka Ahmad Yani.
h) Museum Sejarah
Museum sejarah mencakup pengetahuan sejarah dan
kaitannya dengan masa kini dan masa depan. Beberapa di antara
museum tersebut memiliki benda koleksi yang sangat beragam,
mulai dari dokumen, artefak dalam berbagai bentuk, benda
sejarah yang terkait dengan even kesejarahan tersebut. Ada
beberapa macam museum sejarah, diantaranya, rumah bersejarah
yang merupakan bangunan yang memiliki nilai sejarah atau
arsitektural yang tinggi. Kedua adalah situs bersejarah yang
menjadi museum, seperti Pulau Robben. Ketiga adalah museum
ruang terbuka atau disebut juga dengan nama open air museum.
Pada museum ini, para masyarakat yang berada di dalamnya
berusaha untuk membuat ulang kehidupan pada suatu waktu
dengan sebaik mungkin,termasuk diantaranya bangunan dan
bahasa. Contoh museum sejarah di Indonesia adalah Museum
Sumpah Pemuda dan Museum Fatahillah.

26
i) Museum Maritim
Museum maritim merupakan museum yang
mengkhususkan diri kepada peresentasi sejarah, budaya atau
arkeologi maritim. Mereka menceritakan kaitan antara masyarakat
dengankehidupan yang berkaitan dengan air atau maritim.
Terdapat beberapa jenis museum maritim, diantaranya : Museum
arkeologi maritim yang menceritakan mengenai kaitan arkeologi
dengan maritim. Museum ini biasanya memajang dan
mengawetkan kapal karam dan artefak yang terkait dengan
lingkungannya. Museum sejarah maritim, merupakan museum
yang mengedukasi masyarakat mengenai sejarah maritim di suatu
komunitas atau masyarakat. Contoh dari museum ini adalah
Museum Maritim San Francisco dan Mystic Seaport. Museum
militer maritim. Contoh dari museum ini adalah Museum
Nasional Angkatan Laut Amerika Serikat. Contoh lainnya adalah
Museum Laut, Udara dan Luar Angkasa Intrepid (Ayo Kita
Mengenalmuseum,2009).
3. Sistem Penyajian Museum
Menurut (Sutaarga 1989: 86), penyajian koleksi museum yang paling
tepat adalah dengan cara pameran,baik berbentuk tetap,pameran
khusus,maupun pameran keliling. Untuk berbagai bentuk pameran itu
perlu dikuasai teknik pameran.Teknik pameran adalah suatu pengetahuan
yang memerlukan fantasi, imajinasi, daya improvisasi, keterampilan teknis
dan artistik tersendiri. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam penyajian koleksi pada sebuah museum.Beberapa komponen dasar
yang menjadi pertimbangan pada sistem penyajian, pemasangan dan
perletakan objek pameran antara lain:
a) Teknik peragaan
Sarana teknik peragaan adalah koleksi sebagai tempat
perletakan objek pameran agar pengunjung dapat menikmati objek
yang dipamerkan dengan baik. Dinding masif, tidak fleksibel dalam

27
pengaturan Panil, fleksibel dalam pengaturan Vitrin, objek terlindungi
dengan kaca Penggantung di plafon, untuk pemasangan dalam waktu
singkat.
b) Teknik penyajian,yang terdiri atas:
Penyajian diletakkan atau dipasang pada dinding atau panel,
tetapi harus dipikirkan adanya kerusakan baik oleh alam maupun oleh
ulah manusia. Penyajian tertutup, objek pameran diletakkan di dalam
vitrin, dapat mengurangi kenyamanan pengamatan,namun aman
terhadap gangguan alam maupun gangguan manusia. Penyajian secara
audiovisual, objek pameran disajikan melalui sarana visual dengan
cara pemutaran slide atau film.
4. Klasifikasi syarat museum
1. Persyaratan berdirinya museum
a) Lokasi yang Strategis
Lokasi yang dipilih bukan untuk kepentingan
pendirinya,tetapi untuk masyarakat umum, pelajar, mahasiswa,
ilmuwan, wisatawan dan masyarakat umu lainnya.
b) Lokasi harus sehat
Lokasi yang tidak terletak di daerah industri yang banyak
pengotoran udara, bukan daerah yang berawah atau tanah pasi,
elemen iklim yang berpengaruh pada lokasi itu antara lain:
kelembaban udara setidaknya harus terkontrol mencapai netral
yaitu 55-65 %.
c) Persyaratan Bangunan.
a. Persyaratan umum
Persyaratan umum yang mengatur bentuk ruang museum
yang bisa dijabarkan sebagai berikut :

1) Bangunan dikelompokan dan dipisahkan sesuai :


a) Fungsi dan aktivitasnya.
b) Ketenangan dan keramaian.

28
c) Keamanan.
2) Pintu masuk (main entrance) utama diperuntukan bagi
pengunjung.
3) Pintu masuk khusus (service utama) untuk bagian pelayanan,
perkantoran, rumah jaga serta ruang-ruang pada bangunan
khusus.
4) Area semi publik terdiri dari bangunan administrasi termasuk
perpustakaan dan ruang rapat.
5) Area privat terdiri dari:
a) Laboratorium Konservasi.
b) Studio Preparasi.
c) Storage.
6) Area publik/umum terdiri dari :
a) Bangunan utama, meliputi pameran tetap, pameran
temporer dan peragaan.
b) Auditorium,keamanan, gift shop, cafetaria, ticket box,
penitipan barang, lobby/ruang istirahat dan tempat parkir.
b. Persyaratan Khusus
Persyaratan khusus yang mengatur bentuk ruang museum yang
bisa dijabarkan sebagai berikut:
1) Bangunan utama, yang mewadahi kegiatan pameran tetap dan
temporer harus dapat :
a) Memuat benda-benda koleksi yang akan dipamerkan.
b) Mudah dalam pencapaiannya baik dari luar atau dalam.
c) Merupakan bangunan penerima yang harus memiliki daya
tarik sebagai bangunan utama yang dikunjungi oleh
pengunjung museum.
d) Memiliki sistem keamanan yang, baik dari segi konstruksi,
spesifikasi ruang untuk mencegah rusaknya benda-benda
secara alami ataupun karena pencurian.
2) Bangunan auditorium harus dapat :

29
a) Dengan mudah dicapai oleh umum.
b) Dapat dipakai untuk ruang pertemuan diskusi dan ceramah

3) Bangunan Khusus harus :


a) Terletak pada tempat yang kering.
b) Mempunyai pintu masuk yang khusus.
c) Memiliki sistem keamanan yang baik (terhadap kerusakan,
kebakaran dan pencurian).
4) Bangunan Administrasi harus:
a) Terletak di lokasi yang strategis baik dari pencapaian
umum maupun terhadap bangunan lainnya.
2. Persyaratan Ruang
Persyaratan ruang pada ruang pamer sebagai fungsi utama dari
museum. Beberapa persyaratan teknis ruang pamer sebagai berikut :
a. Pencahayaan dan Penghawaan
Pencahayaan dan penhawaan merupakan aspek teknis
utama yang perlu diperhatikan untuk membantu memperlambat
proses pelapukan dari koleksi. Untuk museum dengan koleksi utama
kelembaban yang disarankan adalah 50% dengan suhu 21°C-26°C.
Intensitas cahaya yang disarankan sebesar 50 lux dengan
meminimalisir radiasi ultra violet.
b. Ergonomi dan Tata Letak
Untuk memudahkan pengunjung dalam melihat,menikmati
dan mengapresiasi koleksi, maka perletakan peraga atau koleksi turut
berperan. Berikut standar-standar perletakan koleksi di ruang pamer
museum.
c. Jalur Sirkulasi di Dalam Ruang Pamer
Jalur sirkulasi di dalam ruang pamer harus dapat
menyampaikan informasi, membantu pengunjung memahami koleksi
yang dipamerkan. Penentuan jalur sirkulasi bergantung juga pada
alur cerita yang ingin disampaikan dalam pameran.

30
F. Standar Ruang Lingkup dan Pelayanan pada museum
Standar Organisasi Ruang Secara umum organisasi ruang pada
bangunan museum terbagi menjadi lima zona/area berdasarkan kehadiran
publik dan keberadaan koleksi/pajangan. Zona-zona tersebut antara lain:
1) Zona Publik - Tanpa Koleksi
2) Zona Publik - Dengan Koleksi
3) Zona Non Publik – Tanpa Koleksi
4) Zona Non Publik – Dengan Koleksi
a. Standar Kebutuhan Ruang
Berdasarkan pada pembagian zona publik dan zona nonpublik, ruang-
ruang pada bangunan museum dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Tabel II.1 StandarKebutuhan Ruang Museum Berdasarkan Pembagian
Zona Sumber: Time Saver Standards for Building Type
Zona Kelompok Ruang Ruang
 R. Pameran
Koleksi  R. Kuliah Umum
 R. Orientasi
 R. Pemeriksa
 Teater
Publik
 Food Service
Non-Koleksi  R. Informasi
 Toilet Umum
 Lobby
 Retail
Non-Publik Koleksi  Bengkel (Workshop)
 Bongkar-Muat
 Lift Barang
 Loading Dock
 R. Penerimaan

31
 Dapur Katering
 R. Mekanikal
 R. Elektrika
 Food Service-Dapur
Non-Koleksi  Gudang
 Kantor Retail
 Kantor Pengelola
 R. Konferensi
 R. Keamanan
 Ruang Penyimpanan
Koleksi
 Ruang Jaringan
Keamanan Berlapis
Komputer
 Ruang Perlengkapan
Keamanan
b. Standar Ruang Pamer
Didalam perancangan sebuah museum perlu beberapa pertimbangan
yang berkaitan dengan penataan ruang dan bentuk museumnya sendiri
antara lain:
a) Ditemukan tema pameran untuk membatasi benda-benda yang
termasuk dalam kategori yang dipamerkan.
b) Merencanakan sistematika penyajian sesuai dengan tema yang
terpilih, jenis penyajian tersebut terdiri dari :
1) sistem menurut kronologis
2) sistem menurut fungsi
3) sistem menurut jenis koleksi
4) sistem menurut bahan koleksi
5) sistem menurut asal daerah.
c) Memilih metoda penyajian agar dapat tercapai maksud penyajian
berdasarkan tema yang dipilih antara lain:

32
1) metoda pendekatan esteis.
2) metoda pendekatan romantik/tematik.
3) metoda pendekatan intelektual ( Susilo tedjo, 1988 )
c. Standar Luas Ruang Objek Pamer
Dalam hal luas objek pamer akan memerlukan ruang dinding yang
lebih banyak (dalam kaitannya dengan luas lantai) dibandingkan dengan
penyediaan ruang yang besar, hal ini sangat diperlukan untuk lukisan-lukisan
besar dimana ukuran ruang tergantung pada ukuran lukisan. Sudut pandang
manusia biasanya (54° atau 27° dari ketinggian) dapat disesuaika terhadap
lukisan ysng diberi cahaya pada jarak 10m,artinya tinggi gantungan lukisan
4900 diatas ketinggian mata dan kira – kira 700 di bawahnya.
Tabel II.2 Standar Luas Objek Pamer (Sumber : Ernst Neufert, 1997,
hal.135 )
Ruang yang Dibutuhkan Objek Pamer
Lukisan 3 – 5 m2 luas dinding
Patung 6 – 10 m2 luas lantai
Benda-benda kecil / 400 keping 1 m2 ruang lemari cabinet
d. Standar Visual Objek Pamer
Galeri dan ruang pameran harus merupakan sebuah lingkungan visual
yang murni, tanpa kekacauan visual (termostat, alat pengukur suhu/
kelembaban, alat pemadam kebakaran, akses panel, signage, dll). Bahan
permukaan display tidak boleh dapat teridentifikasi (secara pola atau tekstur).
Permukaannya harus dapat dengan mudah di cat, sehingga warna dapat diatur
menyesuaikan setiap pameran. Dinding display dengan tinggi minimal 12 kaki
diperlukan bagi sebagian besar galeri museum seni baru, namun museum yang
didedikasikan untuk seni kontemporer harus memiliki langit-langit lebih
tinggi, 20 kaki adalah ketinggian yang cukup fleksibel.
e. Tata Letak Ruang
Tidak selamanya denah jalur sirkulasi yang sinambung di mana bentuk
sayap bangunan dari ruang masuk menuju keluar.Ruang–ruang samping
biasanya digunakan untuk ruang pengepakan, pengiriman, bagian untuk

33
bahan–bahan tembus pandang (transparan), bengkel kerja untuk pemugaran,
serta ruang kuliah.
Ruang pameran dengan pencahayaan dari samping, tinggi tempat
gantung yang baik antara 30° dan 60°, dengan ketinggia ruang 6700 dan tinggi
ambang 2130 untuk lukisan atau 3040–3650 untuk meletakkan patung,
hitungan ini berdasarkan di Boston.
Ruang pameran dengan penggunaan ruang yang sangat tepat, penyekat
ruang di antara tiang tengah dapat diatur kembali misalnya diletakkan di
antara penyangga,jika dinding bagian luar terbuat kaca, maka penataan jendela
pada dinding dalam juga dapat bervariasi.
f. Persyaratan Ruang
Ruang untuk memperagakan hasil karya seni,benda-benda budaya dan
ilmu pengetahuan harus memenuhi persyaratan berikut:
a) Benar–benar terlindung dari pengrusakan,pencurian,kebakaran,
kelembaban, kekeringan, cahaya matahari langsung dan debu.
b) Setiap peragaan harus mendapat pencahayaan yang baik (untuk
kedua bidang tersebut), biasanya dengan membagi ruang sesuai
dengan koleksi yang ada menurut :
1. Benda koleksi untuk studi (mis : mengukir, menggambar)
diletakkan dalam kantong-kantongnya dan disimpan di dalam
lemari (dilengkapi laci-laci) kira-kira berukuran dalam 800 dan
tinggi 1600.
2. Benda koleksi untuk pajangan mis: lukisan, lukisan dinding,
keramik, furniture. ( Ernst Neufert,hlm.135 ).
g. Fasilitas Yang ada Pada Bangunan museum
a. Fasilitas Ruang Luar
Fasilitas ruang luar pada gedung Museum Kebudayaan
Tradisional Buton di Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton
tersebut adalah tersedianya lapangan parkir. Tempat parkir kendaraan
merupakan fasilitas yang perlu disediakan oleh bangunan dan jika
jumlah parkir melebihi 20 kendaraan maka harus disediakan ruang

34
duduk untuk istirahat sopir dengan ukuran minimal 2,00 x 3,00 meter.
Penataan halaman parkir juga harus mengupayakan adanya pohon
peneduh dan perkerasan halaman parkir harus menggunakan bahan
yang dapat meresap ai (Instruksi Gubernur DKI Jakarta nomor 17 tahun
1992).
h. Kebijakan dan Perencanaan
Menyajikan koleksi, baik yang bersifat permanen,maupun yang
bersifat temporer, bukan tindakan yang datang tanpa pemikiran dan
perencanaan. Koleksi museum merupakan harta warisan budaya bangsa, maka
perlu perencanaan untuk perawatan dan penyajiannya. Menurut Sutaarga
(1989: 82), metode penyajian dapat disesuaikan dengan motivasi masyarakat
lingkungan atau pengunjung museum, yaitu dengan menggunakan secara
terpadu ketiga metode, yaitu:
1) Metode estetik, untuk meningkatkan penghayatan terhadap nilai-nilai
artistik dari warisan budaya atau koleksi yang tersedia.
2) Metode tematik atau metode intelektual dalam rangka penyebarluasan
informasi tentang guna, arti dan fungsi koleksi museum.
3) Metode romantik, untuk menggugah suasana penuh pengertian dan
harmoni pengunjung mengenai suasana dan kenyataan-kenyataan
sosial-budaya di antara berbagai suku bangsa. Setelah kita mengetahui
kebijakan dan metode-metode penyajian koleksi yang telah
ditetapkan, barulah dapat disusun rencana yang lebih nyata tentang
bentuk dan teknik pamerannya. Kita mengenal tiga bentuk pameran
yaitu : (Sutaarga, 1989: 85):
1. Pameran tetap.
2. Pameran khusus.
3. Pameran keliling.
Sutaarga (1989: 85) mengemukakan bahwa rencana untuk ketiga
bentuk pameran ini tergantung dari faktor-faktor sebagai berikut.
1. Persediaan koleksi dan dokumentasi foto serta data informasi mengenai
koleksi yang tersedia. Apabila jumlah koleksi belum memadai, sedangkan

35
tema pameran sudah jelas, maka museum itu dapat meminjam koleksi dari
museum lain atau meminjam dari koleksi perorangan.
2. Persediaan peralatan dan bahan serta tenaga yang akan mendukung
pelaksanaan penataan dan penyebaran informasi.
3. Biaya persiapan dan pelaksanaan untuk kegiatan pameran.
4. Penyebaran publisitas tentang rencana kegiatan atau pameran
tersebut,dalam rangka mengumpulkan pengunjung bila pameran tersebut
sudah dibuka untuk umum.
i. Penyajian
Menurut Sutaarga (1989: 86), penyajian koleksi museum yang paling
tepat adalah dengan cara pameran, baik berbentuk tetap,pameran khusus,
maupun pameran keliling.Untuk berbagai bentuk pameran itu perlu dikuasai
teknik pameran. Teknik pameran adalah suatu pengetahuan yang memerlukan
fantasi,imajinasi, daya improvisasi, keterampilan teknis dan artistik tersendiri.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyajian koleksi pada
sebuah museum. Beberapa komponen dasar yang menjadi pertimbangan pada
sistem penyajian, pemasangan dan perletakan objek pameran antara lain:
a). Sarana peragaan koleksi, sebagai tempat perletakan objek pameran
agar pengunjung dapat menikmati objek yang dipamerkan dengan baik.
Dinding masif, tidak fleksibel dalam pengaturan panil, fleksibel dalam
pengaturan vitrin, objek terlindungi dengan kaca penggantung di plafon, untuk
pemasangan dalam waktu singkat.
b). Teknik penyajian, yang terdiri atas: Penyajian diletakkan atau
dipasang pada dinding atau panel, tetapi harus dipikirkan adanya kerusakan
baik oleh alam maupun oleh ulah manusia. Penyajian tertutup, objek pameran
diletakkan di dalam vitrin,dapat mengurangi kenyamanan pengamatan, namun
aman terhadap gangguan alam maupun gangguan manusia. Penyajian secara
audiovisual, objek pameran disajikan melalui sarana visual dengan cara
pemutaran slide atau film.

36
j. Pameran Tetap
Umumnya koleksi yang ditata dalam ruangan-ruangan pameran tetap
hanya terdiri atas 25-40 persen saja dari seluruh benda koleksi yang dimiliki
museum. Setiap museum selalu berusaha untuk memperluas dan melengkapi
koleksinya. Karenanya di samping realia, juga dibuat replika untuk menambah
koleksi yang ada. Untuk menyusun suatu pameran tetap diperlukan semacam
skenario yang lengkap. Sebagai contoh, museum sejarah memerlukan skenario
yang secara kronologis dapat menggambarkan untaian peristiwa sejarah dalam
ruangan-ruangan pameran tetapnya (Sutaaraga,1989: 88).
k. Pameran Khusus atau Pameran Temporer
Di samping menyelenggarakan pameran tetap, yang disusun untuk
jangka waktu yang lama, perlu juga disediakan paling sedikitnya sebuah
ruangan pameran yang diperlukan untuk penyelenggaraan pameran khusus
atau temporer. Sesuai dengan namanya, pameran temporer diselenggarakan
sementara untuk jangka waktu yang singkat antara satu minggu hingga tiga
bulan atau paling lama sampai satu tahun. Selain itu pameran temporer disebut
juga pameran khusus karena diselenggarakan secara khusus seperti untuk
memperingati peristiwa atau tokoh-tokoh penting. Selain itu dapat pula dipilih
tema atau topik yang khusus (Sutaarga, 1989: 90).
a). Pameran Keliling
Pameran keliling umumnya berupa suatu paket. Sejumlah benda
koleksi telah dihimpun dan terjaring dalam suatu desain pameran keliling,
lengkap dengan petunjuk tata ruang dan teknik pamerannya. Topiknya sudah
jelas, disertai label yang siap dipasang dan katalog pameran yang sudah siap
diedarkan (Sutaarga, 1989: 92).
G. Pencahayaan pada Museum
Museum sebagai ruang pamer benda-benda koleksi yang mempunyai
nilai sejarah atau seni yang tinggi harus dapat memberikan pencahayaan yang
baik yang dapat menonjolkan karakter dari benda-benda tersebut.
Pencahayaan di dalam sebuah museum baik cahaya alami maupun buatan,
seperti dari lampu listrik, dapat menimbulkan proses kerusakan pada berbagai

37
bahan benda koleksi. Batu, logam dan keramik pada umumnya tidak peka
terhadap cahaya, tetapi bahan-bahan organik, seperti pada tekstil, kertas,
koleksi ilmu hayat,sangat peka terhadap cahaya tersebut. Cahaya merupakan
suatu bentuk elektromagentik, memiliki dua jenis radiasi, yang terlihat dan
tidak terlihat. Di antara sekian banyak radiasi, maka radiasi ultraviolet dan
infra merah tidak terlihat oleh mata kita. Unsur ultraviolet sangat
membahayakan bagi benda-benda koleksi dan dapat menimbulkan berbagai
perubahan baik pada bahan maupun warna. Sekalipun ultraviolet itu
sebenarnya sudah banyak terserap oleh bumi, namun lampu-lampu listrik pun
mengeluarkan radiasi ultraviolet dan dalam penggunaannya sebagai alat
penerangan dalam ruang pamer museum perlu adanya modifikasi dan
iluminasi untuk mengurangi radiasi ultraviolet tersebut (Sutaarga, 1989: 72).
1. Pencahayaan Alami
Pencahayaan alami berasal dari sinar matahari. Sebagai sumber
pencahayaan, sinar matahari mempunyai kualitas pencahayaan langsung yang
baik. Pencahayaan alami dapat diperoleh dengan memberikan bukaan bukaan
pada sebuah ruangan berupa jendela, ventilasi dan pintu. Melalui bukaan
tersebut memungkinkan sinar matahari untuk membantu aktivitas terutama
visual pada sebuah ruangan. Penggunaan sumber cahaya matahari sebagai
sumber pencahayaan alami dapat mengurangi biaya operasional.
2. Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan pada sebuah museum memiliki tujuan sebagai
berikut :
a). Menciptakan suasana ruang pamer museum melalui teknik
pencahayaan.
b). Menciptakan ruang pamer museum yang mengutamakan kenyamanan
bagi pengunjung.
c). Meningkatkan value dari suatu desain arsitektur dalam penataan
ruang pamer museum dan benda yang dipamerkan dengan tidak
melupakan aspek konservasi dan faktor yang dapat merusak objek pamer.

38
Fungsi pencahayaan buatan pada museum dapat dilihat dari dua segi,
yaitu:
a) Lighting function fungsi ini dimaksudkan agar manfaat fungsional
dan kebutuhan fisikal dapat terpenuhi dengan baik. Pada museum
sangatlah penting benda yang dipajang dapat dilihat dengan baik
terutama bila ada penjelasan berupa tulisan. Penjelasan tersebut
harus mendapat cahaya yang cukup agar dapat terbaca. Oleh
karena itu, aspek kuantitas sangat berperan dalam pemenuhan
fungsi ini.
b) Architectural function fungsi ini, pencahayaan buatan lebih
berperan sebagai pemenuhan kebutuhan visual dan
psikologis.Ruang pamer dalam sebuah museum dituntut agar
menjadi ruang yang mencerminkan museum dan barang yang
dipajang dalam museum tersebut. Dalam pemenuhan fungsi ini
aspek kualitas sangat berperan.
3. Keuntungan dan Kerugian Pencahayaan Buatan pada Museum
1. Keuntungan
a) Lebih mudah dikendalikan/ dikontrol.
b) Cahaya dapat diarahkan dan diatur.
c) Lebih fleksibel sehingga mudah disesuaikan, diatur dan dimodifikasi.
d) Sumber cahaya memiliki banyak variasi
e) Produk cahayanya menarik, dapat membangun kesan emosional bagi
pengunjung museum.
2. Kerugian
a) Memerlukan teknologi khusus untuk instalasinya sehingga seringkali
perlu konsultan lighting agar mendapat hasil yang maksimal.
b) Biaya yang diperlukan cukup banyak termasuk dalam operasional dan
perawatan.
c) Tidak hemat energi.
d) Produk cahaya seringkali kurang alamiah.

39
e) Spektrum warnanya tidak sempurna sehingga seringkali dapat
menimbulkan distorsi.
4. Syarat-syarat Umum Pencahayaan pada Museum
Egan (Winaya,2010) menyatakan terdapat syarat-syarat umum dalam
pencahayaan pada sebuah museum, diantaranya :
a) Emphasis (Accent)
Emphasis (accent) digunakan sebagai penarik perhatian pengamat
terhadap suatu objek yang ditonjolkan. Dengan adanya emphasis,
objek akan tampil lebih dramatis serta menarik.
b) Orientation
Penataan objek pamer pada museum seringkali disesuaikan dengan
bentuk ruang. Penataan pencahayaan pada sirkulasi ruang digunakan
sebagai pembentuk orientasi ruang.
c) Color
Pendefinisian objek pamer yang baik dapat terpenuhi apabila color
rendering index, color appearance, color temperature, memenuhi
persyaratan yang ada. Dalam hal ini,pemilihan jenis lampu juga akan
mempengaruhi.
d) Flexibility
Flexibility perlu diperhatikan terutama dalam ruang pameran yang
bersifat tetap.Penggunaan sumber cahaya yang mudah diletakkan dan
dipindahkan menjadi pertimbangan yang penting.
5. Sistem Pencahayaan Buatan pada Museum
1. Sistem Pencahayaan Merata (General Lighting)
General lighting memberikan iluminasi yang seragam pada
keseluruhan ruang pamer sehingga mendapat kondisi visual yang merata.
Dengan sistem ini, perletakan titik cahaya ditempatkan secara merata pada
bidang plafon. Penggunaan sistem ini akan membantu dalam penciptaan
suasana ruang pamer yang diinginkan secara umum.
2. Sistem Pencahayaan Terarah (Localised Lighting)

40
Localised lighting digunakan untuk menonjolkan suatu objek
terutama pada ruang pamer. Pencahayaan dengan sistem ini dilakukan
dengan mengarahkan sumber cahaya ke arah objek.Sumber cahayanya
sendiri menggunakan lampu dengan reflektor atau armatur khusus.
6. Teknik Pencahayaan Buatan pada Museum
Teknik pada desain pencahayaan buatan merupakan hal-hal yang
berhubungan dengan tata letak lampu dan armaturnya agar menghasilkan efek
cahaya yang diinginkan. Untuk ruang pamer pada museum sendiri
menggunakan teknik-teknik antara lain : (Egan dalam Winaya, 2010).
a) Highlighting
Highlighting merupakan teknik yang digunakan untuk
menciptakan pencahayaan dengan memberikan sorotan cahaya pada
objek-objek tertentu yang dianggap istimewa dalam lingungan
sekitarnya yang lebih rendah intensitas cahayanya. Pada penataan
objek-objek pamer dalam suatu museum, setiap objek diberikan
pencahayaan lebih agar dapat langsung terlihat dengan jelas objek yang
dipamerkan. Dengan menggunakan teknik ini, maka objek dapat terlihat
lebih kontras dan mendapatkan kesan yang lebih menarik.
b) Wall Washing
Wall washing adalah teknik pencahayaan dengan memberikan
pelapisan pencahayaan pada bidang dinding sehingga dinding terlihat
dilapisi secara merata dengan efek cahaya. Dengan teknik ini, dinding
akan terkesan maju atau mendekati pengamatnya sehingga cocok
untuk diterapkan pada ruang-ruang yang berdimensi besar. Hal ini
biasa dilakukan agar tidak terdapat kesan monoton dalam penataan
objek pamer di museum.
c) Beam Play
Beam play adalah teknik pencahayaan dengan memanfaatkan
sorotan cahaya dari suatu sumber sebagai elemen visual. Pada teknik
ini dapat digunakan bidang tangkap tertentu untuk memperlihatkan
efek sorotan cahaya tersebut. pencahayaan ini memberikan kesan

41
yang lebih dramatis pada museum. Pengolahan suasana tidak hanya
terfokus pada bagaimana objek pamer dapat tampil sebaik mungkin
akan tetapi juga bagaimana ruang tersebut dapat memberikan suasana
yang sesuai dengan lingkup dari museum itu sendiri.
d) Back Lighting
Back lighting merupakan teknik pencahayaan buatan dengan
memposisikan objek diantara bidang tangkpa cahaya dengan mata
sehingga objek terlihat sebagai bentuk bayangan. Dalam penggunaan
teknik ini, perlu diperhatikan derajat intensitas cahaya yang digunakan
agar tidak menimbulkan kesilauan bagi pengamatnya. Hal-hal yang
ditonjolkan dengan teknik ini adalah objek itu sendiri. Namun, warna,
finishing, detail dan karakteristik dari objek akan tersamarkan oleh
kegelapan. Back lighting juga dapat digunakan sebagai pencahayaan
dari dalam, sehingga benda pamer terlihat bersinar dan terlihat terang
dari belakang.
e) Down Lighting
Teknik ini merupakan teknik pencahayaan dengan cahaya
lampu yang mengarah langsung ke bawah (vertikal). Down lighting
sangat baik diterapkan pada ruangan yang tinggi dan dapat
menggunakan lampu yang sorotan cahayanya kuat. Biasanya teknik
ini digunakan sebagai pencahayaan merata pada penataan
pencahayaan suatu museum. Seringkali di dalam museum, langit-
langit ruangan sangat tinggi sehingga penggunaan jenis lampu dengan
teknik down lighting cukup sering digunakan.
7. Jenis Lampu yang Dipakai pada Museum
Beberapa jenis lampu yang dipakai dalam ruang pamer museum antara
lain (Egan dalam Winaya, 2010) :
a) Fluorescent
Fluorescent merupakan lampu yang paling sering digunakan di dalam
kehidupan sehari-hari.Kebanyakan lampu ini dipakai untuk pencahayaan

42
merata di dalam ruangan.Tampilan warna yang dihasilkan pun ada bermacam-
macam antara lain warm white,cool white,dan daylight.
3. Keunggulan Fluorescent :
a) Color rendering > 85 (khusus lampu TL dengan color temperature
warm white).
b) Cahayanya difus sehingga tidak menimbulkan pembayangan dan
dapat mereduksi efek silau.
c) Umur lampu cukup lama hampir 20.000 jam.
d) Biayanya relatif murah.
e) Tidak sensitif terhadap naik turunnya voltase.
b) Halogen
Halogen merupakan lampu yang sangat baik digunakan untuk
memberikan fokus pada suatu objek. Pancaran ultraviolet yang dihasilkan pun
sangat sedikit. Akan tetapi, penggunaan lampu dalam jangka waktu yang
cukup lama menyebabkan lampu menjadi panas melebihi lampu-lampu pada
umumnya. Radiasi panas yang dihasilkan oleh lampu ini juga dapat merusak
objek pamer yang ada di dalam museum sehingga penempatan lampu jenis ini
perlu diperhatikan. Selain itu, umur lampu sendiri lebih rendah dari lampu
fluorescent.
8. Standar Pencahayaan Buatan pada Museum
Penerangan di dalam museum tentunya harus sesuai dengan fungsinya.
Menurut persyaratan fungsi museum,warna cahaya lampu yang dapat
digunakan adalah sejuk sedang atau hangat, Penerangan di dalam sebuah
museum juga harus dapat menerangi permukaan tempat pemasangan objek
pamer tanpa meimbulkan efek silau yang menyebabkan ketidaknyamanan atau
mengurangi kemampuan pengamatan. Iluminasi yang diterapkan pada
pencahayaan di museum harus dapat menunjang pengunjung agar dapat
membaca keterangan yang ada, namun tetap memperhatikan objek pamer
yang sensitif terhadap cahaya. Iluminasi atau kuat pencahayaan sendiri yaitu
cahaya yang datang pada suatu permukaan dan dinyatakan dalam lux. Untuk
pencahayaan secara umum, standar iluminasinya adalah 200 lux. Sedangkan

43
untuk benda-benda yang dipamerkan dapat diklasifikasikan berdasarkan
tingkat kepekaan terhadap cahaya.
Objek yang tidak sensitif terhadap cahaya, seperti: metal, batu-batuan,
kaca patri (stained glass), akrilik, dll. Tidak terbatas, tapi 300 lux sudah
mencukupi Lukisan cat minyak/ tempera kayu (sculpture), miniatur lilin 150
lux Lukisan cat air, barang cetakan, anyaman/ permadani/ tenunan (tapestries)
50 lux Sumber. Sutanto (Winaya, 2010).
9. Aspek Konservasi dan Pencahayaan Buatan pada Museum
Cuttle (Winaya,2010) mengatakan bahwa objek yang ditampilkan
dalam sebuah museum, bisa jadi merupakan benda-benda bersejarah yang
sudah cukup tua usianya. Pencahayaan baik alami maupun buatan memiliki
pengaruh yang cukup besar dalam aspek konservasi benda-benda yang
dipamerkan.
1. Kerusakan material dapat disebabkan oleh:
a) Radiasi ultraviolet.
b) Komposisi spektrum lampu.
c) Kuat pencahayaan lampu pada benda pamer.
d) Durasi penyinaran lampu pada benda pajang.
e) Radiasi sinar infra merah yang menimbulkan panas.
2. Kerusakan tersebut dapat dihindarkan dengan cara:
a) Menghindari paparan cahaya alami yang damage factor-nya besar ( >
0.60).
b) Membatasi iluminasi cahaya dengan memberikan iluminasi sebesar
kebutuhan minimum.
c) Sedapat mungkin mereduksi komponen cahaya terutama ultraviolet.
d) Membatasi durasi penyinaran lampu terhadap objek pamer.
Pembatasan iluminasi cahaya yang digunakan dalam ruang pamer
museum dapat dilakukan dengan mengklasifikasikan benda-benda yang
dipamerkan dalam museumantara lain:

44
10. Klasifikasi Material Deskripsi
1. Non-Responsifitas
Objek dari material yang bersifat permanen dan tidak bereaksi
terhadap cahaya. Contoh: sebagian besar logam,batu,sebagian Kristal,
keramik murni, enamel, sebagian besar mineral.
2. Responsifitas rendah
Objek dari material yang relatif tahan aus namun memiliki sedikit
reaksi terhadap cahaya.Contoh: lukisan cat minyak dan
tempera,fresco,kulit tanpa pewarna,kayu,tulang, kayu ivory,pelapis
kayu,beberapa jenis plastik.
3. Responsifitas menengah
Objek dari material yang rapuh dan bereaksi terhadap
cahaya.Contoh: pakaian,lukisan cat air,pastel,rajutan atau sulaman,media
cetak,manuskrip, miniatur,lukisan pada media tertentu,wall paper,kulit
dengan pewarna,specimen tumbuhan,kulit bulu,serta unggas.
4. Responsifitas tinggi
Objek yang sangat sensitif terhadap cahaya.Contoh: sutra, pewarna
yang sangat rapuh,surat kabar.
11. Klasifikasi Material
1. Pembatasan Iluminasi (lux)
Pembatasan Penyinaran (lux h/y) Non-Responsifitas Tidak dibatasi
Tidak dibatasi Responsifitas rendah 200 600.000 Responsifitas menengah 50
150.000 Responsifitas tinggi 50 50.000.Sumber: Cuttle (Winaya, 2010).
Untuk memperkecil kerusakan yang terjadi pada objek pamer, dapat
dilakukan dengan mereduksi gelombang pendek. Pemilihan cahaya yang
digunakan, dalam hal ini khususnya lampu, harus dipilih yang memiliki emisi
ultraviolet kecil atau rendah.Arah cahaya lampu pun berpengaruh terhadap
intensitas cahaya yang jatuh pada objek pamer. Apabila intensitas cahaya yang
jatuh semakin kuat, maka spektrum cahaya juga akan semakin kuat
Lampu yang biasanya digunakan adalah lampu fluorescent dan lampu
halogen. Lampu fluorescent merupakan lampu yang sering sekali dipakai pada

45
museum terutama sebagai general lighting. Lampu ini baik digunakan karena
sesuai dengan faktor konservasi yaitu tidak menimbulkan panas,
memancarkan sangat sedikit radiasi ultraviolet dan memiliki efisiensi yang
tinggi. Sedangkan lampu halogen sering digunakan untuk menciptakan efek
dan suasana yang diinginkan pada museum.Lampu ini memproduksi panas
yang cukup tinggi sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada objek pamer.
Sehingga perletakan dari lampu halogen sendiri harus cukup jauh jaraknya
terutama pada objek pamer yang sensitif.
Kerusakan (ringan ataupun berat) terjadi akibat dari pemakaian lampu
yang tidak sesuai dan tidak pada tempatnya. Kerusakan ringan misalnya
adalah warna yang menjadi pudar. Sedangkan kerusakan berat bisa sampai
merusak material dari objek pamer. Lama penyinaran juga merupakan salah
satu faktor yang diperhitungkan dalam aspek konservasi. Penyinaran yang
terlalu lama dapat merusak benda koleksi. Objek pamer dalam museum
biasanya memiliki nilai historis yang tinggi sehingga perlu adanya perawatan
akan benda koleksi.
Besar iluminasi yang diterima oleh benda pamer selama disinari oleh
cahaya menentukan usia dari benda tersebut dan kelayakannya.
12. Pelaku Kegiatan Di Dalam Museum
1. Pengelola Museum
a) Kepala museum
Kepala museum atau memimpin, mengkoordinir dan bertanggung
jawab atas kelancaran dari seluruh penyelenggaraan kegiatan pameran di
museum.
b) Bagian tata usaha
Bagian tata usaha melaksanakan urusan administrasi, pengadaan
biaya, registrasi koleksi dan ketertiban atau keamanan pameran.
c) Seksi kurator koleksi
Seksi kurator koleksi membuat story line (alur cerita) pameran
dengan kelompok terkait dan mempersiapkan koleksi yang dipamerkan.
d) Seksi preparasi dan konservasi

46
Seksi preparasi dan konservasi melakukan konservasi koleksi dan
mempersiapkan penataan pameran.
e) Seksi edukator bimbingan edukatif
Seksi edukator bimbingan edukatif mempersiapkan tabel dengan
kelompok terkait dan mempersiapkan pemandu pameran serta kegiatan
yang berkaitan dengan pameran.
2. Pengunjung Museum
a) Pengunjung yang bertujuan rekreasi
Untuk melihat-lihat benda yang dipamerkan hanya sekedar untuk
menambah pengetahuan dan mereka mengamati seluruh objek pameran
dengan sekilas tanpa pengamatan yang lebih detail, dapat berupa
rombongan atau individu.
b) Siswa atau pelajar (berpendidikan cukup)
Dengan sifat pengamatan cukup teliti,pengamatan relatif agak
lama,meliputi kegiatan pengamatan visual dan merekam beberapa
keterangan yang ada, biasanya mengamati keseluruhan objek yang
dipamerkan.
c) Peneliti
Mempunyai sifat kegiatan pengamatan yang cermat dan seksama,
waktu pengamatan cukup lama, memandang dari berbagai arah sejauh
memungkinkan, bekal pengetahuan akan benda koleksi cukup tinggi,
jumlah yang datang sedikit.
d) Studi Banding
pengamatan yang cermat dan seksama,waktu pengamatan cukup
lama, mempelajari cara kerja dan mempraktekkan,bakat pengetahuan akan
benda koleksi cukup tinggi.
13. Kegiatan Pengamanan pada Museum
Untuk mengamankan sebuah museum diperlukan suatu sistem
pengamanan yang melibatkan berbagai unit kerja, baik dari dalam maupun
dari luar museum. Tujuan utama dari kegiatan pengamanan museum adalah
mewujudkan suasana aman dan tertib bagi pengunjung museum, petugas

47
museum dan melindungi museum serta isinya dari tindak kejahatan ataupun
bencana alam.
Tiga hal yang harus selalu diperlukan untuk mengamankan sebuah
museum yaitu:

a) Prasarana pengamanan berupa tanda-tanda aturan dan petunjuk tata


tertib bagi pengunjung serta petugas museum agar tercipta kemanan dan
ketertiban di museum.
b) Sarana pengamanan berupa peralatan untuk mendeteksi adanya
gangguan keamanan dan sarana untuk penanggulangan terhadap
gangguan keamanan (antara lain smoke detector, fire extinguisher,
handy-talky).
c) Petugas yang cakap dan terlatih dalam hal tugas pelaksanaan
pengamanan museum.
Selain itu, Soekono (1996:10) mengatakan bahwa terdapat faktorfaktor
lain yang perlu diperhatikan dalam upaya mengamankan sebuah museum,
antara lain:
1. Manusia
Setiap pengunjung yang datang ke museum memiliki tujuan yang
berbeda satu sama lain. Diantaranya ada pengunjung yang
memanfaatkan untuk melakukan studi dan penelitian, selain itu ada
yang berkunjung ke museum sekedar untuk berekreasi dengan keluarga,
tetapi ada juga yang memanfaatkan untuk mencari keuntungan sendiri
dengan cara mencuri barang-barang koleksi yang ada di museum. Di
samping itu juga, ada yang secara sengaja mengotori dinding dan pagar
atau merusak taman dan halaman yang merugikan pihak museum.
Tidak hanya itu, tetapi ada yang lebih penting lagi yaitu sikap dan rasa
tanggung jawab yang tinggi dari pegawai museum itu sendiri di dalam
mengelola museum. Kesadaran inilah yang harus ditanamkan kepada
pegawai,sehingga dalam melaksanakan tugas betul-betul harus cermat
dan teliti dalam menangani benda koleksi yang sangat berharga.

48
2. Fisik Bangunan
Kondisi bangunan gedung yang tidak dalam keadaan baik (bahan
bangunan bermutu rendah, tidak terpelihara dan kondisi tanah tidak
dalam lokasi yang baik). Lokasi gedung jauh dan terpencil, sehingga
bila terjadi kebakaran,pencurian dan perampokan tidak dapat dengan
mudah mendapat bantuan dari pihak lain.
3. Bahan-bahan kimia untuk laboratorium dan konservasi tidak disimpan di
tempat yang baik dan aman antara lain :
a) Pintu jendela dan lemari-lemari koleksi tidak dipasang dengan kunci-
kunci yang baik dan kuat.
b) Sistem penjagaan keamanan belum dilakukan dengan
pengaturanpengaturan yang jelas.
c) Memilih dan menentukan bahan-bahan bangunan yang tidak mudah
terbakar oleh api.
d) Bahan yang dipergunakan pada instalasi listrik tidak memenuhi
Standar.
4. Umur instalasi listrik telah melebihi jangka waktu sepuluh tahun dari
pemasangan pertama, Peralatan dan Sarana
a) Belum terpasang alat penangkal petir sehingga sering terjadi gangguan
sambaran petir.
b) Belum tersedianya alat pemadam api.
c) Pada umumnya saluran air dari hydrant (wall dan freezing hydrant)
tidak mudah diperoleh.
d) Belum semua museum mempunyai peralatan modern dan mampu
mengusahakan jenis peralatan seperti alarm, smoke detector, heat
detector, alarm bell, push button dan sprinkler.
5. Alam dan Lingkungan
a) Kondisi tanah yang labil dan sistem pematangan tanah kurang baik,
sehingga mudah berubah kondisi tanahnya, Letak tanah miring, sistem
pengerukan kurang padat, sehingga dinding bangunan mungkin akan
pecah-pecah.

49
b) Daerah rawa-rawa, sehingga bila terjadi hujan besar museum akan
terkena banjir.
c) Udara di daerah lembab, sehingga bisa merusak koleksi.
d) Lokasi museum dekat dengan pabrik,jalan raya dan laut,sehingga
bising dan kena getaran bumi dan dimungkinkan resapan air laut akan
menyerap ke dinding tembok.
e) Dekat dengan pembuangan sampah, sehingga akan mengganggu
kenyamanan para pengunjung yang datang ke museum.
f) Saluran sanitasi yang kurang baik, sehingga menimbulkan bau
yang kurang sedap.
g) Gangguan hewan atau binatang sejenis insek yang menyerang dan
merusak koleksi jenis kayu, kain, kertas dan juga jenis jamur untuk
koleksi perunggu, batu, dan sebagainya.
6. Pengamanan Terhadap Pencurian dan Kerusakan
Menurut Soekono (1996:16),pengamanan museum terhadap pencurian
dan kerusakan dapat dilakukan dengan dua jenis alat pengamanan, yaitu:
a) Sistem Perlindungan Sekitar (Perimeter Protection System)
Sistem ini dipakai untuk melindungi bangunan terhadap bahaya
dari luar.Penekanan pengamanan terutama ditujukan pada jendela,
pintu, atap, lubang ventilasi dan dinding-dinding yang mudah
ditembus.
b) Sistem Perlindungan Dalam (Interior Protection System)
Saklar Magnetik (Magnetic Contact Switch) Salah satu jenis
peralatan Alarm Security System yang bekerja berdasarkan dua buah
magnet yang saling tarik menarik sehingga mengakibatkan sebuah
saklar yang terdapat di dalam peralatan tersebut dapat memutuskan
aliran listrik antara lain :
1) Pita Kertas Logam (Metal Foil Tape)
Peralatan yang biasanya dipasangkan atau ditempelkan pada
sekeliling kaca yang berfungsi untuk mendeteksi apabila kaca

50
tersebut dipecahkan. Bentuk dari pita kertas ini berupa kertas yang
dikelilingi oleh kawat halus yang mudah putus.
2) Perangkat Kabel (Built-in Wires)
Salah satu sistem yang dibuat dengan memakai kawat atau kabel
sebagai penghubung dari control panel ke semua peralatan yang
terpasang di tempat yang diingini untuk mengirimkan sinyal aliran
listrik.
3) Sensor Pemberitahuan atau Pencegahan Kaca Pecah (Glass
Breaking Sensor) Peralatan yang didesain sama fungsinya
dengan pita kertas logam tetapi memiliki cara kerja yang berbeda.
Glass sensor didesain untuk menangkap frekuensi suara yang
diakibatkan oleh pecahnya suatu kaca.
4) Kamera Pemantau (Photoelectronic Eyes)
Peralatan yang bekerja untuk menampilkan atau menangkap
gambar yang diteruskan ke suatu media yang dapat mengeluarkan
gambar tersebut kembali (monitor).
5) Pendeteksi Getaran (Vibration Detectors) Pendeteksi getaran
adalah suatu alat yang didesain untuk menangkap frekuensi getaran
yang terdapat sekitar alat tersebut. Peralatan ini dapat diset atau
dirubah sensitifnya untuk mendapatkan banyak getaran yang
diinginkan atau bila terjadi suatu tanda bahaya.
6) Pemberitahuan atau Peringatan Getaran (Inertial Vibration Sensor)
Sistem yang dapat memberikan peringatan awal sebelum diberikan
status bahaya melalui peralatan yang sudah disediakan seperti
melalui speaker atau lampu bahaya.
7) Sistem Penyerapan Radar (Absorbtion Radar System) Sistem yang
digunakan untuk mendeteksi sensor aktif yang dipancarkan oleh
suatu peralatan keamanan di suatu daerah. Sensor aktif ini biasanya
dikeluarkan/ dipancarkan dari peralatan seperti Infra Red Sensor
atau Microwave.

51
8) Kabel Pendeteksi Tekanan (Pressure Sensitive Underground
Cables) Peralatan yang dibuat untuk mendeteksi sesuatu yang
menekan alat tersebut. Peralatan in biasanya diletakkan di bawah
karpet yang biasa dilewati seseorang untuk memasuki suatu
ruangan. Bila peralatan tersebut tertekan,akan mengirimkan sinyal
atau tanda adanya perubahan status.
9) Pendeteksi Induksi (Magnetic Induction System) Peralatan yang
biasanya digunakan untuk mendeteksikan suatu daerah/ tempat dari
suatu induksi atau kebocoran sistem,seperti induksi magnetik foil
yang dikeluarkan oleh sebuah gulungan kawat.
10) Alat Pemasuk Data pada Pintu (Access Control by Remote Door
Control) Access control adalah suatu sistem yang dibuat untuk
mengetahui secara pasti siapa, kapan dan dimana. Dengan sistem
ini bisa dibatasi siapa yang dapat memasuki suatu ruangan.
11) Pemantau Gambar (Surveilance System)
Untuk menampilkan kembali sinyal-sinyal yang dikeluarkan oleh
kamera menjadi gambar aslinya.
12) Pendeteksi Gambar Mikro (Microwave Detector)
Alat yang didesain untuk menangkap suatu perubahan objek
dengan cara menangkap perubahan frekuensi dan panas dengan
memancarkan gelombang microwave ke seluruh ruangan.
13) Panel Control (Controlmats)
Panel kontrol adalah pusat dari semua kegiatan suatu sistem.Setiap
sinyal datang, kontrol akal mengetahui tindakan selanjutnya yang
akan dilakukan menurut program yang telah diatur sebelumya.
14) Sistem Ultrasonik (Ultrasonic System)
Suatu detektor yang dibuat untuk mendeteksi suatu perubahan
dengan cara memacarkan gelombang frekuensi ultra. Bila
gelombang ini terpotong atau terganggu,sinyal akan dikirim ke
panel kontrol.
15) Pengubah Sinar Infra Merah (Passive Infra-red)

52
Suatu detektor yang dibuat untuk mendeteksi dengan cara
memancarkan sinar infra merah untuk mendeteksi adanya
perubahan suhu.
7. Pengamanan Terhadap Kebakaran
Soekono (1996: 21) mengemukakan bahwa kerusakan yang
disebabkan oleh kebakaran umumnya tidak dapat diperbaiki. Karena itu
sedapat mungkin kebakaran harus dicegah. Makin modern peralatan yang
dipakai suatu bangunan, makin besar bahaya yang dihadapi. Mengenai
kebakaran itu sendiri telah diadakan pembagian tingkatan sesuai dengan
penyebabnya, yaitu:
a) Tingkat satu, disebabkan oleh terbakarnya bahan-bahan seperti kertas,
tekstil, kayu dan lain-lain.
b) Tingkat dua, disebabkan oleh terbakarnya bahan-bahan seperti minyak,
bahan pelumas, cat, cairan-cairan yang mudah terbakar, dan lain-lain.
c) Tingkat tiga, biasnaya disebabkan oleh adanya korsleting pada alat-alat
listrik yang dipergunakan.
Pemasangan alat pendeteksi serta alat pemadam kebakaran sangat
membantu penanggulangan kebakaran sedini mungkin. Juga harus dihindari
penumpukan koleksi yang terlalu padat dan tidak teratur untuk mencagah
kobaran api yang besar dan cepat meluas. Ada dua sistem alat pendeteksi yang
dikenal, yaitu:
a) Pendeteksi Panas (Thermal Detector) yang akan bereaksi terhadap
perubahan suhu.
b) Pendeteksi asap (Smoke Detector) yang bereaksi terhadap gas atau aerosol
yang keluar pada saat kebakaran.
H. Sistem Pengamanan
1. Pelaksanaan Pengamanan Manual
Pelaksanaan pengamanan manual, pengamanan yang di lakukan tanpa
menggunakan fisik.yaitu:
1. Pengamanan Preventif
1) Pengamanan Preventif Fisik

53
Pengamanan preventif fisik adalah segala usaha dan kegiatan
masyarakat atau pegawai secara fisik untuk mencegah timbulnya
gangguan keamanan dan ketertiban dengan melaksanakan penjagaan,
perondaan, pengadaan sarana pengamanan dan usaha-usaha
menghilangkan kesempatan.
2) Pengamanan Preventif Non Fisik
Pengamanan preventif non fisik adalah segala dan kegiatan
masyaraka atau pegawai untuk mencegah timbulnya gangguan keamanan
dan ketertiban dalam bentuk kegiatan pembinaan, penerangan,
penyuluhan, rapat-rapat koordinasi dalam lingkungannya.
2. Pengamanan Represif
1) Pengamanan Represif Fisik
Pengamanan represif fisik adalah segala usaha dan kegiatan
masyarakat atau pegawai maupun instansi untuk mengatasi dan menindak
semua bentuk gangguan keamanan dan ketertiban secara fisik dan terbatas
dalam bentuk penangkapan seketika pelaku serta pemeriksaan pendahuluan.
2) Pengamanan Represif Non Fisik
Pengamanan represif non fisik adalah segala usaha dan kegiatan
masyarakat atau pegawai maupun instansi untuk menindak pelaku
gangguan.keamanan dan ketertiban yang telah terjadi dalam bentuk
melaporkan secara cepat dan tepat kepada pihak yang berwenang.
2. Pengamanan Sistem Teknologi
Jenis alat pengamanan teknologis yaitu alat-alat yang bekerja secara
otomatis dengan sistem mekanik dan elektronik dan akan berfungsi sesuai
dengan jenisnya masing-masing, antara lain misalnya:
a) Control Panel Fire System
Semua data-data yang dikirim oleh sensor detektor diterima oleh
control panel dan diproses,bila data tersebut menyatakan adanya tanda
peringatan (kebakaran),maka control panel akan mengirimkan berita ke
alat peringatan.Salah satu sensor yang dipasang untuk sensor ini adalah

54
heat detector,yaitu alat yang bekerja untuk mendeteksi panas yang
dikeluarkan HPI (Heat Protection Indicator) pada suhu tertentu.
b) CCTV (Close Circuit Television)
1) Kamera
Kamera berfungsi untuk mengambil gambar dan merubah gambar
tersebut menjadi sinyal-sinyal elektrik dan mengirimkannya ke monitor
atau kontrol prosesor untuk diproses lebih lanjut.
2) Monitor
Monitor berfungsi untuk menerima data dari sinyal elektrik yang
dikirim oleh switcher untuk merubah kembali sinyal tersebut pada gambar
yang diinginkan.
3) Switcher
Switcher berfungsi untuk menerima sinyal data yang dikirim oleh
beberapa kamera untuk diproses kemudian dikirim satu per satu ke
monitor untuk diperlihatkan gambarnya.
4) Video Recorder
Video Recorder berfungsi untuk menyimpan data atau gambar
yang terlihat atau yang dikirimkan oleh setiap kamera pada monitor.
c) Security Alarm
1) Control Panel
Control panel ada bermacam-macam. Fungsinya untuk menerima
data-data yang dikirim oleh sensor-sensor yang terpasang di setiap
ruangan baik di pintu maupun jendela.
2) User Interface-Keypad
User interface-keypad berfungsi untuk memisahkan akses atau
kode untuk menjalankan sistem, mematikan, menghidupkan, dan
mengontrol kegiatan sensor-sensor yang terpasang yang diterima oleh
control panel.
3) Bell

55
Bell berfungsi untuk member peringatan bila terjadi sesuatu yang
tidak diinginkan seperti seseorang yang tidak diinginkan masuk ruangan
yang telah diproteksi oleh alarm.
4) Heavy Duty Door Contact
Heavy duty door contact adalah sejenis sensor yang biasa dipasang
untuk memproteksi pintu dan jendela yang terbuat dari besi atau logam.
5) Microwave
Microwave berfungsi untuk menangkap panas dan perubahan
frekuaensi sekitarnya.
d) Jenis-jenis Sensor
1) Shock Sensor atau Vibration Sensor
Alat ini dipasang pada setiap kaca, digunakan untuk menangkap
getaran bila seseorang mencoba untuk membuka atau merusak kaca.
2) Glass Break
Glass break berfungsi untuk menangkap getaran tinggi seperti
pecahan kaca.
3) Access Control
Access control merupakan salah satu tipe peralatan pengamanan
yang digunakan untuk membatasi seseorang memasuki suatu ruangan.
Akses menuju ruangan dibatasi oleh suatu kode yang telah ditentukan,
sehingga hanya orang-orang yang memiliki kode tersebut saja yang dapat
memasuki ruangan.
3. Central Monitoring
Semua peralatan pengamanan dapat dikontrol dan dipantau dari jarak
jauh melalui jaringan telepon, begitu kejadian diterima control panel dari
sensor kemudian akan dikirim melalui telepon ke central station dan
operator.Central station akan memproses laporan tersebut dengan
menghubungi penanggung jawab setempat.

56
I. Studi Kasus
museum wayang

1. Sejarah Museum Wayang Jakarta

Menurut sumber yang kami dapatkan bahwa pada awalnya bangunan


yang digunakan oleh museum ini bernama De Oude Hollandsche Kerk atau
Gereja Lama Belanda dan konon ceritanaya gereja tersebut dibangun
pertamakali pada tahun 1640.

Kemudian pada Tahun 1732 sempat diperbaiki dan bergantilah


namanya menjadi De Nieuwe Hollandse Kerk atau Gereja Baru Belanda,
Bangunan ini bertahan hingga tahun 1808 kemudian hancur akibat gempa
bumi yang terjadi pada tahun yang sama.

57
Nah di lokasi bekas reruntuhan itulah dibangun sebuah gedung yang
kini disebut sebagai gedung museum wayang dan kemudian diresmikan
pemakaiannya dan peruntukkannya sebagai museum pada tanggal 13 Agustus
1975.

2. Apa yang bisa di tonton atau apa Isi Museum Wayang  

Namanya juga museum wayang tentunya museum ini memiliki


berbagai macam jenis wayang baik jenis wayang indonesia dan berbagai
macam koleksi wayang, boneka dari manca negara. Jika anda berkunjung ke
museum ini anda akan mengenal dan melihat koleksi wayang kulit, wayang
golek, koleksi wayang dan boneka dari negara negara tetangga seperti seperti
Malaysia, Thailand, Suriname, Cina, Vietnam, Perancis, India dan Kamboja,
termasuk juga koleksi set gamelan dan juga lukisan wayang.

Selain koleksi tetnang perwayangan di dalam museum ini anda juga


bisa melihat lihat koleksi piring sebagai tanda batu nisan Jan Pieterszoon
Coen. dan juga sebuah teater wayang serta workshop tentang pembuatan
wayangsecara berkala juga diselenggarakan di Museum ini. Jadi cukup

58
menarik untuk anda kunjungi untuk menambah wawasan anda tetnag dunia
pewayangan

3. Jam Operasional Museum wayang Jakarta

Museum ini buka sestiap hari kecuali hari senin dari jam 09:00 pagi
hingga jam 15:00 sore, untuk hari sabtu dan minggu tutup jam 20:00, jadi
jangan berkunjung ke museum ini pada hari senin ya

4. Dimana Letak Museum Wayang Jakarta ini

Museum ini masih berada dalam kawasan wisata kota tua dan
tentunya areanya sangat berdekatan dengan Jakarta History Museum,
tepatnya berada di Jl. Pintu Besar Utara No.27, Daerah Khusus Ibukota
Jakarta 11110.

Agar menjadi refensi untuk anda yang berencana berkunjung ke


museum ini berikut kami lampirkan peta yang disodorkan oleh google
map.

59

Anda mungkin juga menyukai