Oleh :
Muh. Ihsan
E1A1 11 041
I .1. Umum
Ada dua jenis persimpangan didalam perencanaan pertemuan dua ruas jalan atau
lebih yaitu persimpangan sebidang dan persimpangan tidak sebidang. Persimpangan
sebidang adalah persimpangan dimana ruas jalan saling bertemu dalam satu bidang
sedangkan persimpangan tidak sebidang dimana ruas jalan bertemu tidak dalam satu
bidang tetapi salah satu ruas berada diatas atau dibawah ruas jalan yang lain.
Perencanaan persimpangan jalan tidak sebidang dilakukan bila kapasitas
persimpangan tersebut sudah mendekati atau lebih besar dari kapasitas masing-masing
ruas jalan sehingga arus lalu lintas untuk masing-masing lengan persimpangan sama
sekali tidak boleh terganggu. Bila hal ini terjadi maka praktis persimpangan tersebut
akan terjadi kemacetan yang tidak mungkin dihindari .
Persimpangan tidak sebidang adalah satu-satunya pilihan bila pengaturan maupun
pengendalian arus lalu lintas pada persimpangan sebidang tidak lagi dapat dilakukan
untuk memperbesar kapasitas .
Melihat angka pertumbuhan lalu lintas yang semakin tinggi dari tahun ketahun
sehingga pada suatu saat nanti diperkirakan akan timbul permasalahan dimana kapasitas
persimpangan khususnya pada persimpangan sebidang tersebut tidak mampu lagi
menerima atau menampung arus lalu lintas yang ada sehingga akan terjadi
kemacetan – kemacetan , serta adanya problema pertemuan jalan pada jalan bebas
hambatan dengan jalan lain yang dilintasinya dimana tidak mungkin dibuat
persimpangan sebidang maka perencanaan persimpangan tidak sebidang perlu
dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
BAB II
SEBIDANG ( INTERCHANGE)
Perencanaan pertemuan tidak sebidang dilakukan bila volume lalu lintas yang
melalui suatu pertemuan sudah mendekati kapasitas jalan-jalannya, maka arus lalu lintas
tersebut harus bisa melewati pertemuan tanpa terganggu atau tanpa berhenti, baik itu
merupakan arus menerus atau merupakan arus yang membelok sehingga perlu diadakan
pemisahan bidang ( Grade sparation ) yang disebut sebagai simpang tidak sebidang
( Interchange ). Pada pertemuan tidak sebidang ini ada kemungkinan untuk membelok
dari jalan yang satu kejalan yang lain dengan melalui jalur-jalur penghubung ( ramp ).
Elemen atau bagian-bagian dari persimpangan tidak sebidang dapat dilihat pada gambar
sebagai berikut :
Sesuai dengan fungsinya, maka jalur-jalur jalan dalam daerah interchange bisa
digolongkan sbb:
Jalur utama adalah merupakan jalur untuk arus lalu lintas yang utama, arus mana
bisa menerus , bisa juga membelok baik kekiri maupun kekanan.
Collector & Distributor road adalah satu atau lebih jalur yang dipisahkan, teapot
sejajar dan searah dengan jalur utama, pada jalur mana kenderaan masuk, atau dari jalur
mana kenderaan keluar dari suatu arah utama tanpa mengganggu arus alalu lintas dijalur
utama tersebut pada ujung-ujungnya jalur ini disatukan kembali dengan jalur
* Diamond interchange
* Rotary interchange
* Directional interchange
* Diamond
Type ini dipakai apabila suatu jalan utama memotong suatu jalan
lokal , type ini juga merupakan yang paling sederhana , tetapi harus
diusahakan supaya jalan keluar dan masuk keinterchange ditandai
dengan jelas untuk menghindari kekeliruan.
* Rotary
* Directional Interchange
Apabila arus lalu lintas pada interchange yang hendak membelok
kekanan cukup besar , maka hubungan-hubungan indirect tak bisa
dipakai lagi karena terhambat oleh gerakan weaving ( khusus untuk arus
yang akan membelok kekanan ). Pada directional interchange, daerah
weaving ditiadakan dengan membuat belokan kekanan secara semi direct
ataupun direct sebagai akibatnya diperlukan banyak bangunan jembatan
sehingga biayanya relatif lebih mahal.
Lokasi Simpang
Susun MT
Haryono
3.2 Metode Perhitungan Ramp Pada Simpang Susun MT Haryono
fm =
−0 , 00065⋅V r +0 , 192
= −0,00065⋅60+0,192
= 0,153
1432 ,39
Maka, D = Rc
1432 ,39
= 358
0
= 4 ,0011
Dari buku “Konstruksi Jalan Raya dan Baja I” halaman 113 Tabel 4.7 Metode
Bina Marga, diperoleh :
e = 0,054 m
Ls = 50 m
Direncanakan Tikungan Spiral – Circle – Spiral (S-C-S) :
V 3 V ⋅e
0 , 022⋅ r −2 , 727⋅ r tabel
Ls min = R c⋅c c
o
16,860 < 83o . . . . . . . . . . (aman)
θc =
β−2 θs
o o
= 90 −16 ,860
o
= 81,993
Syarat 3 : θc > 0
o
81,993 > 0o . . . . . . . . . . (aman)
θC
0
⋅2⋅π⋅Rc
Lc = 360
0
81 , 993
0
⋅2⋅3 , 14⋅358
= 360
= 512,06 m
Syarat 4 : Lc ≥ 25 m
512,06 m ≥ 25 m . . . . . . . . . . (aman)
L
s2
−R c⋅( 1−Cos θs )
p = 6⋅Rc
2
50
−358⋅( 1−Cos 8 , 0060 )
= 6⋅358
= 0,290 m
L
s3
Ls − − R c⋅Sin θs
40⋅R
k = c2
3
50
50− 2
−358⋅Sin 8 ,006 0
= 40⋅358
= 24,98 m
1
( Rc + p )⋅Tan 2 β +k
Ts =
( 358+0 ,29 )
0
−358
= Cos 45
= 148,69 m
L =
Lc +2⋅L s
= 512,06 + 2 x 50
= 612,06 m
Syarat 5 : L < 2 . Ts
612,06 m < 2 . (383,274) m
612,06 m < 766,547 m . . . . . . . . . . (aman)
= −0,00065⋅60+0,192
= 0,153
1432 ,39
Maka, D = Rc
1432 ,39
= 179
0
= 8,002
Dari buku “Konstruksi Jalan Raya dan Baja I” halaman 113 Tabel 4.7 Metode
Bina Marga, diperoleh :
e = 0,086 m
Ls = 50 m
Direncanakan Tikungan Spiral – Circle – Spiral (S-C-S) :
V 3 V r⋅e tabel
r
0 , 022⋅ −2 , 727⋅
Ls min = R c⋅c c
o
16,860 < 90o . . . . . . . . . . (aman)
θc =
β−2 θs
o o
= 90 −16 ,860
o
= 73,98
Syarat 3 : θc > 0
o
73,98 > 0o . . . . . . . . . . (aman)
θC
0
⋅2⋅π⋅Rc
Lc = 360
0
73 , 98
0
⋅2⋅3 , 14⋅179
= 360
= 231,03 m
Syarat 4 : Lc ≥ 25 m
231,06 m ≥ 25 m . . . . . . . . . . (aman)
L
s2
−R c⋅( 1−Cos θs )
p = 6⋅Rc
2
50
−179⋅( 1−Cos 8 , 0060 )
= 6⋅179
= 0,583 m
L
s3
Ls − − R c⋅Sin θs
40⋅R
k = c2
3
50
50− 2
−179⋅Sin 8 , 006 0
= 40⋅179
= 24,971 m
1
( Rc + p )⋅Tan 2 β +k
Ts =
L =
Lc +2⋅L s
= 231,03 + 2 x 50
= 331,03m
Syarat 5 : L < 2 . Ts
331,03 m < 2 . (204,554) m
331,03 m < 409,108 m . . . . . . . . . . (aman)
c. Untuk R
Data – data : Vr = 80 Km/Jam emaks = 10 % = 0,10
Rc = 1146 m c = 0,4
o
β = 90
fm =
−0 , 00065⋅V r +0 , 192
= −0,00065⋅60+0,192
= 0,14
1432 ,39
Maka, D =
Rc
1432 ,39
= 1146
= 1,2499
Dari buku “Konstruksi Jalan Raya dan Baja I” halaman 113 Tabel 4.7 Metode
Bina Marga, diperoleh :
e = 0,033 m
Ls = 70 m
Direncanakan Tikungan Spiral – Circle – Spiral (S-C-S) :
V 3 V r⋅e tabel
r
0 , 022⋅ −2 , 727⋅
Ls min = R c⋅c c
o
3,502 < 90o . . . . . . . . . . (aman)
θc =
β−2 θs
o o
= 90 −3, 502
o
= 86,5
Syarat 3 : θc > 0
o
86,5 > 0o . . . . . . . . . . (aman)
θC
0
⋅2⋅π⋅Rc
Lc = 360
0
86 , 5
0
⋅2⋅3 , 14⋅1146
= 360
= 1729 m
Syarat 4 : Lc ≥ 25 m
1729 m ≥ 25 m . . . . . . . . . . (aman)
L
s2
−R c⋅( 1−Cos θs )
p = 6⋅Rc
2
50
−1146⋅( 1−Cos 1 ,7510 )
= 6⋅1146
= 0,178 m
L
s3
Ls − − R c⋅Sin θs
40⋅R
k = c2
3
70
70− 2
−1146⋅Sin 1, 7510
= 40⋅1146
= 34,98 m
1
( Rc + p )⋅Tan 2 β +k
Ts =
( 1146+0 ,178 )
0
−1146
= Cos 45
= 474,9 m
L =
Lc +2⋅L s
= 1729 + 2 x 70
= 1869 m
Syarat 5 : L < 2 . Ts
1869 m < 2 . (1181) m
1869 m < 2362 m . . . . . . . . . . (aman)
a. Tikungan 1
Diketahui :
V
r = 80 e = 0.054
R 35
c = 8
Ls = 50
f
1. m = -0.00065 x Vr + 0.192
= 0.14
landai
2. relatif = 0.00444
o
3. e max = 0.000764527 k
b. Tikungan 2
Diketahui :
Vr = 60 e = 0.086
R
c = 179
Ls = 50
f
1. m = -0.00065 x Vr + 0.192
= 0.153
2. landai relatif = 0.00636
o
3. e max = 0.005360093 k
c.. Tikungan 3
Diketahui :
Vr = 80 e = 0.033
Rc = 114
6
Ls = 70
1. fm = -0.00065 x Vr + 0.192
= 0.14
2. landai relatif = 0.002271429
3. e max = -0.096026439 ok
1 3