Anda di halaman 1dari 24

SEJARAH DAN TEORI ARSITEKTUR

SEJARAH DAN ELEMEN ARSITEKTUR MESJID RAYA AL OSMANI

LABUHAN DELI MEDAN

DISUSUN OLEH

MUHAMMAD ABDUH

150406083

DOSEN MATAKULIAH :

SRI GUNANA SEMBIRING ST.MT.

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

A. LATAR BELAKANG
B. APA ITU MASJID ?
C. FUNGSI MASJID
D. ARSITEKTUR MASJID
E. SEJARAH MESJID AL OSMANI LABUHAN DELI
F. KONDISI MESJID AL OSMANI LABUHAN DELI
G. ELEMEN ARSITEKTUR MESJID AL OSMANI LABUHAN DELI
H. KESIMPULAN
A. LATAR BELAKANG

Masjid merupakan bangunan yang bukan sekedar tempat bersujud, persucian, tempat
salat dan bertayamum, namun Masjid juga merupakan tempat melaksanakan segala aktivitas
kaum Muslim yang bersangkut paut dengan ketaatan terhadap Tuhan . Di Indonesia yang
mayoritas penduduknya beragama Islam tersebar banyak masjid mulai dari pedesaan hingga
kota – kota besar. Tuntutan kebutuhan pada masa sekarang ini menyebabkan semakin banyak
terlihat bangunan masjid dengan segala kelengkapannya, dengan bentuk, gaya, corak, dan
penampilannya berdasarkan kurun waktu, daerah, lingkungan kehidupan, adat istiadat dan
kebiasaan, serta latar belakang dari yang membangun .

Seiring berjalannya waktu , bangunan masjid secara umum memiliki karakteristik


berupa penggunaan atap yang umumnya menggunakan atap kubah, memiliki menara
berukuran tinggi, terdapat taman yang terletak pada sekitar bangunan masjid, terdapat aula
shalat pada ruang dalam shalat yang berupa ruang yang luas dan pada aula shalat terdapat
mihrab yang merupakan bagian dari aula shalat yang berfungsi sebagai tempat imam dalam
pelaksanaan shalat, dan juga terdapat mimbar yang merupakan tempat yang berukuran lebih
tinggi dari lantai aula shalat yang digunakan untuk menyampaikan khutbah , juga terdapat
ruang yg difungsikan untuk bersuci , Namun seringkali beberapa bangunan masjid di
Indonesia tidak memiliki bagian – bagian bangunan masjid tersebut

Sumatera Utara yang merupakan provinsi dengan mayoritas penduduk Suku Melayu
memiliki beberapa kawasan antara lain Kabupaten Labuhan Deli

Pada Kabupaten Labuhan Deli terdapat Masjid Al – Osmani yg sekaligus menjadi


Masjid tertua di Kota Medan karena dibangun sejak 1854 M yang masih dapat difungsikan
dengan baik dan masih bisa dinikmati dari sisi arsitekturnya . hal ini membuat penulis tertarik
untuk membahas bangunan masjid ini karena dibeberapa daerah banyak masjdi tua yang
sudah tidak adapat berfungsi dengan layak padahal sanagt menarik untuk dibahas baik
sejarahnya maupun arsitekturnya
B. APA ITU MASJID ?

Kata masjid secara etimologi diambil dari akar kata sajada-sujudun, yang memiliki
arti patuh, taat, serta tunduk. Lalu kata sajada ini diberikan awalan ma, sehingga terbentuklah
kata masjid. Bentuk hormat tersebut dilakukan dengan cara meletakkan dahi, kedua tangan ,
lutut, dan kaki ke tanah yang lalu diberikan nama sujud oleh syari’at adalah bentuk lahiriyah
yang paling nyata dari makna-makna di atas (Yasu’i & Tottel, 1986).

Oleh karena itu dapat diartikan “masjid” adalah tempat untuk bersujud. Pengertian
kata masjid, seiring dengan perjalanan waktu, akhirnya mengalami perubahan. Masa
sekarang ini kata masjid lebih sering diartikan sebagai bangunan yang dipergunakan sebagai
tempat shalat. Secara umum masjid merupakan bangunan yang bukan sekedar tempat
bersujud, persucian, tempat salat dan bertayamum, namun masjid juga merupakan tempat
melaksanakan segala aktivitas kaum Muslim yang bersangkut paut dengan ketaatan terhadap
Tuhan (Shihab, 1997).

Menurut fungsi dan bentuknya, masjid dibagikan atas beberapa nama.

- Masjid Jami adalah masjid yang digunakan untuk shalat Jum’at (Rasyid, 1976).
- Memorial mosque adalah masjid yang digunakan sebagai tanda peringatan
peristiwa penting dalam sejarah Islam, contohnya Masjidil Haram di Mekah dan
Masjid Nabawi di Madinah.
- Masjid makam atau masyad, yaitu masjid yang berdiri pada kawasan
pemakaman, seperti Masjid Sendang Duwur di Lamongan dan Masjid Astana
Gunung Jati di Cirebon.
- Musholla digunakan untuk masjid yang hanya digunakan untuk shalat sehari –
hari tanpa melakukan shalat Jum’at (Tjandrasasmita, 1976).

Dikenal pula beberapa masjid yang diberi nama masjid agung di Jawa, masjid raya di
Sumatera serta masjid negara yang terletak pada pusat pemerintahan yang dijadikan simbol
kekuasaan. Ada pula masjid madrasah yang merupakan masjid yang juga digunakan sebagai
madrasah, serta masjid wanita yang mengkhususkan kaum wanita yang dapat menggunakan
masjid ini untuk shalat dan pengajian. Contohnya pada Masjid Isteri di Kauman Yogyakarta
yang didirikan tahun 1922/1923 M dan Masjid Isteri di Kampung Pengkolan, Garut yang
didirikan tanggal 1 Februari 1926 (Aboebakar, 1955)
C. FUNGSI MASJID

Dengan pengertian dari masjid yang merupakan tempat untuk bersujud, jelas fungsi
masjid adalah sebagai sarana tempat untuk menyampaikan pembicaraan mengenai pokok –
pokok kehidupan (yang berhubungan dengan ibadah, maupun kebudayaan yang berdasarkan
Islam) dalam upaya menyampaikan ajaran Islam dan sebagai tempat melaksanakan ibadah
salat. Peran dan fungsi masjid tidak hanya sebatas memfasilitasi pelaksanaan salat saja,
masjid juga berfungsi sebagai pusat pengendalian pemerintah, administrasi, dakwah, sebagai
tempat musyawarah, belajar ilmu pengetahuan, sebagai tempat memutuskan perkara, dan
sebagai tempat yang berkaitan dengan urusan agama (Mustofa, 2008). Jadi masjid merupakan
sarana tempat untuk kegiatan umat Islam, oleh karena itu pembangunan masjid dilakukan
secara bersama, tanpa ada kepentingan suatu kelompok manapun.

Pada bentuk awalnya masjid itu bukanlah bangunan yang megah perkasa seperti
masjid-masjid yang tampil pada masa kerajaan, yang penuh dengan keindahan dengan ciri-
ciri keagungan arsitektur pada penampilan fisiknya.

Masjid pertama yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW adalah sangat sederhana.
Denahnya memiliki bentukan segi empat dengan hanya dinding yang dibuat semacam
serambi yang langsung terhubung dengan lapangan terbuka yang merupakan bagian pusat
dari masjid yang berbentuk segi empat tersebut. Bagian pintu masuknya ditandai dengan
penggunaan gapura atau gerbang yang terdiri dari tumpukan batu yang bahannya berasal dari
batu – batu yang terdapat di daerah setempat, dan juga bahan-bahan yang dipergunakan
adalah material yang terdapat daerah tersebut, sehingga amat sederhana mutu bahan-bahan
yang dipergunakan itu, seperti batu-batu alam atau batu-batuan gunung, pohon, dahan dan
daun kurma (Rochym, 1983)

D. ARSITEKTUR MASJID

Perkembangan Islam pada kelompok-kelompok suku dan bangsa di luar wilayah Arab,
berpengaruh langsung pada keragaman arsitektur sarana ibadah Islam, terutama masjid.
Arsitektur masjid tidak pernah diatur dengan secara detail dan terperinci baik dalam Al-
Quran ataupun Hadist (Nana, 2002). Ada beberapa panutan untuk merencanakan dan
mendirikan masjid yang indah dan agung selama masih maengikuti batas-batas ajaran Islam.
Batasan-batasan tersebut yaitu (Muti’ah, 2011) :

-Tidak boleh menyerupai produk ajaran agama lain (Tasyabbuuh), seperti gereja, kelenteng,
candi dan bengunan ibadah lainnya. Artinya secara sepintas saja akan langsung dikenali
bahwasanya bangunan tersebut adalah bangunan masjid, dengan ciri khasnya, seperti menara,
beratap kubah, dan lain-lainnya.

Masjid hendaknya mencerminkan simbol ajaran Islam. Seperti segitiga yang merupakan
simbol dari Islam yang berarti Iman, Islam dan Ihsan merupakan pondasi segi enam sebagai
simbol Rukun Islam, dan lain-lain
- Tidak boleh berlebihan (ishraf), jangan hanya karena ingin merancang bangunan
masjid yang indah lalu melebihi kebutuhan yang dituntut, keindahan jangan menjadi tujuan
tanpa mempertimbangkan fungsi, karena Allah tidak menyukai orang yang berlebihan.

Bangunan masjid terdiri dari bagian bagian bangunan antara lain:

- Kubah.
Pada bangunan ibadah seluruh umat beragama menggunakan kubah sebagai atap
pada bangunan. Akan tetapi kubah lebih dominan digunakan pada bangunan
masjid dan gereja. Kubah merupakan karakteristik arsitektur Islam dari masa
pembaruan Islam dengan arsitektur barat yang disebut arsitektur Byzantium
(Rochim, 1983).
- Menara.
Menara merupakan bangunan yang memiliki ukuran tinggi yang ukurannya jauh
lebih tinggi dari bangunan induknya. Struktur bangunan menara juga merupakan
bangunan yang ukuran ketinggiannya lebih besar dibandingkan dengan
ketebalannya. Bangunan menara dapat berdiri sendiri ataupun juga dapat
ditemukan di bangunan lain. Fungsi menara pada bangunan masjid digunakan
oleh seseorang yang mengumandangkan adzan (muadzim) untuk tempat
mengumandangkan adzan sebagai tanda shalat.
- Taman.
Taman merupakan bagian dari bangunan yang menghubungkan bangunan dengan
alam. Taman juga berfungsi untuk peralihan unsur kontiunitas antara elemen
interior pada ruang dalam yang didominasi unsur tumbuhan, bunga, dan daun.
- Aula Shalat.
Aula shalat merupakan ruangan yang luas yang berfungsi sebagai tempat untuk
shalat dan aktifitas keagamaan lainnya. Ruang shalat biasanya dibagi menjadi dua
bagian dengan pembatas. Untuk membedakan daerah pria dan wanita.
- Mihrab.
Mihrab merupakan bagian tempat berdirinya imam dalam melaksanakan shalat
yang terdapat di aula shalat. Mihrab biasanya berbentuk sebuah bidang dinding
yang melengkung ke dalam sehingga menciptakan ruang. Arahnya berada pada
arah kiblat yang merupakan orientasi shalat.
- Mimbar.
Mimbar merupakan sebuah podium yang difungsikan untuk penyampai khutbah
(khotib). Terdapat pada sisi kanan mihrab. Kedudukannya lebih tinggi dari ruang
shalat dengan tujuan agar khatib dapat dilihat oleh jamaah. Arah hadap mimbar ke
arah jamaah sehingga membelakangi arah kiblat.

Ciri umum arsitektur masjid selalu mengenai pola atau ornamen yang terus berulang
dan berirama, serta struktur yang melingkar. Ornamen pada bangunan masjid umumnya
berbentuk ukiran dari Al-Quran dalam kaligrafi dengan latar belakang pola geometrik atau
dengan corak alami (Rochym, 1983). Tujuannya adalah untuk mendapat manfaat dari ayat-
ayat Al-Quran yang berfungsi untuk mengingat tentang ajaran Islam.Macam-macam motif
yang terdapat pada masjid, yaitu: motif Arabesque, dalam hal motif ajaran Islam melarang
memakai motif berbentuk hewan dan manusia. Oleh karena itu, para seniman muslim suka
menciptakan motif yang berbentuk geometris dan floral (tumbuhan), termasuk pada bagian
interior bangunan. Menurut Yulianto Sumalyo (2000) unsur kebudayaan dan gaya seni pada
daerah setempat mempengaruhi bentuk, tata ruang, konstruksi, dekorasi, dan aspek
arsitektural lainnya pada bangunan masjid. Tanpa meninggalkan aturan-aturan penting seperti
arah qiblat dan aturan-aturan masjid lainnya. Penggabungan unsur-unsur budaya pada
bangunan masjid juga merupakan suatu bentuk usaha masyarakat atau umat Islam setempat
dalam menunjukkan identitasnya.
E. SEJARAH MESJID AL OSMANI LABUHAN DELI

Masjid Al – Osmani merupakan sebuah masjid yang terbuat dari material utama
berupa kayu bercat kuning dan hijau dengan ukuran 16 m x 16 m yang dibangun pada tahun
1854 M oleh seorang Sultan Deli ke 7 yaitu Sultan Osman Perkasa Alam. Fungsi utama
pembangunan masjid ini yakni sebagai masjid tempat sultan melaksanakan shalat serta
kegiatan keagamaan dan syiar Islam.

Pada tahun 1854 M bahan pembangunan Masjid ini menggunakan bahan kayu
dengan atap menggunakan atap perisai dengan bentuk berupa atap piramid berlapis dua.
Selain itu pada masa awal pembangunannya, kolom – kolom pada masjid al – osmani masih
menggunakan bahan dasar berupa besi. Kemudian pada tahun 1870 M hingga 1872 M masjid
ini dibangun secara permanen oleh anak Sultan Osman, yakni Sultan Mahmud Perkasa Alam
yang juga merupakan Sultan Deli ke 8. Pada tahun 1870 M tersebut, Menurut Ahmad Faruni
selaku Badan Kepengurusan Masjid (BKM) Sultan Mahmud Perkasa Alam melakukan
perubahan dari segi bahan pembentuk bangunan, menggunakan susunan bata yang diplester
yang dilapisi dengan cat berwarna kuning dan hijau sama seperti warna pada saat pertama
kali dibangun.

Pemilihan warna kuning dan hijau dilatarbelakangi dari warna kuning yang
merupakan warna kebangsaan melayu yang memiliki arti kemegahan dan kemuliaan dan
hijau merupakan warna yang melambangkan kesilaman. Perubahan juga terjadi pada atap
yang digunakan, yakni dari penggunaan atap perisai menjadi atap kubah yang menggunakan
kerangka kayu dengan material terbuat dari tembaga. Menurut Bapak Ahmad Faruni,
dahulunya perubahan atap dari atap perisai menjadi atap kubah dimaksudkan untuk
memberikan kesan agung kepada Masjid Al – Osmani.

Selain itu perubahan juga terjadi pada bahan pembentuk kolom, yang sebelumnya
terbuat dari besi digantikan dengan bahan berupa batu. Pemugaran besar-besaran terhadap
bangunan masjid juga dilakukan pada tahun 1870 M yang diarsiteki arsitek asal Jerman yaitu
GD Langereis. Selain dibangun secara permanen, ukurannya juga diperluas menjadi 26 x 26
meter. Renovasi itu selesai tahun 1872 M.

Lalu pada tahun 1927 M dilakukan perbaikan bangunan, namun tidak merubah bentuk
bangunan yang dilakukan oleh Deli Maatchappij, perbaikan di lakukan kembali pada tahun
1963 M - 1964 M dengan penambahan luas bangunan pada serambi bagian belakang yang
mengubah luas bangunan menjadi 30 m x 40 m oleh walikotamadya KDH TK II Medan yaitu
H.M. Saleh Arifin. Pada tahun 1991 M – 1992 M dilakukan pemugaran berupa penambahan
pagar dan gapura yang dilakukan H. Bachtiar Djafar yang merupakan Walikotamadya KDH
TK II Medan.

Sebagai Masjid Kesultanan, dahulunya istana Kesultanan Deli yang pertama dibangun
di depan masjid ini sehingga sultan cukup berjalan kaki jika ingin ke masjid. Sekarang
setelah lebih dari 150 tahun berlalu istana itu sudah rata dengan tanah, berganti bangunan
sekolah dasar.
F. KONDISI MESJID AL – OSMANI LABUHAN DELI

A. KEADAAN TAPAK
Masjid Al – Osmani terletak di Jalan Yos. Sudarso km 17,5 tepatnya berada di
wilayah Desa Pekan Labuhan, Kecamatan Medan Labuhan, Kabupaten Medan,
Provinsi Sumatera Utara Kawasan masjid Al – Osmani berada di Jalan Yos Sudarso
dengan luas lahan 1 hektar yang pada sisi lahan dibatasi oleh pagar dan terdapat
gapura di sebelah selatan yang difungsikan sebagai gerbang masuk kawasan Masjid
Al - Osmani,

GERBANG MASUK MESJID AL OSMANI MESJID AL OSMANI TAMPAK DARI JALAN

Ketika kita melintas didepan mesjid ini . Mesjid ini sangat terlihat megah dan
mencolok dari pinggir jalan Yos Sudarso , karena warna kuning hijau khas melayu
dan pemilihan warna hitam pada atap yang menambah kesan megah bangunan
bersejarah ini . Gerbang masuk yang asimetrik ini menambah kesan welcoming pada
komplek mesjid ini

RUANG WUDHU MESJID AL OSMANI KOMPLEK MAKAM MESJID AL OSMANI


Pada bagian dalam kawasan masjid berdiri tiga buah kawasan pemakaman
yang menurut Bapak Anwar sebagai pengurus masjid, pemakaman ini merupakan
tempat peristirahatan terakhir para keluarga Sultan Deli. Makam – makam tersebut
terdapat pada sisi utara, barat, serta selatan dari kawasan. Makam – makam tersebut
dibatasai/dipagari oleh pagar – pagar besi pada sekelilingnya. Pada bagian sentral
kawasan terdapat bangunan masjid yang merupakan bangunan induk di kawasan ini
dengan luas keseluruhan bangunan sebesar 30 m x 40 m disertai dengan ruang wudhu
yang terletak pada sisi selatan bangunan utama masjid. Ruang wudhu di mesjid ini

B. KEADAAN BANGUNAN
Bangunan masjid berdenah persegi panjang berukuran 30 m x 40 m, yang
terdiri dariserambi serta ruang utama (aula shalat). Serambi masjid berdenah persegi
panjang yang berada di sekeliling ruang utama yakni ruang shalat.

PERSPEKTIF EKSTERIOR MESJID AL OSMANI INTERIOR MESJID AL OSMANI

Serambi masjid memiliki lantai yang bertingkat – tingkat khas Arsitektur


Mesir. Pada serambi juga terdapat penampil. Pada penampil terdapat dua buah kolom
berukuran besar pada sisi kanan dan kiri. Kolom ini berbentuk segi delapan dengan
terdapat lengkungan pada bagian atasnya. Penampil ini memiliki atap berupa atap
datar dengan terdapat kubah pada bagian sudut. Aula shalat masjid berdenah persegi
panjang dengan tiga buah pintu pada ketiga sisi bangunan yaitu sisi utara, selatan, dan
timur. Pada sisi sebelah barat tidak terdapat pintu dikarenakan terdapat mihrab. Di
dalam ruang shalat terdapat empat buah tiang (soko guru) yang berbentuk segi
delapan yang difungsikan sebagai penopang dari atap kubah. Selain tiang pada bagian
dalam ruang shalat juga terdapat mihrab dan mimbar.
G. ELEMEN ARSITEKTUR MESJID AL OSMANI

1. Kubah

KUBAH MESJID AL OSMANI

Kubah yang digunakan pada aula shalat Masjid Al – Osmani terdiri dari kubah
tunggal bersegi delapan yang pada bagian atas nya meruncing dengan kerangka
yang terbuat dari kayu dan material yang terbuat dari tembaga. Bentuk kubah
dengan bentuk segi delapan dengan ujung yang runcing pada bangunan Masjid Al
– Osmani mirip seperti kubah Batu Karang yang terdapat di Mesir. Kubah bersegi
delapan ini mulai digunakan pada tahun 1872 M, pada masa awal pembangunan
dahulunya Masjid Al – Osmani menggunakan atap berupa atap perisai berbentuk
pyramid berlapis dua. Perubahan bentuk atap ini dilatarbelakangi dari keinginan
sang sultan yang menginginkan penggunaan kubah pada bagian atap masjid agar
memberikan kesan agung pada bangunan masjid.

Pada bagian sudut serambi Masjid Al – Osmani menggunakan kubah biara


(cloister vault) yang merupakan kubah dengan bentuk dasar berupa persegi
dengan permukaan sisi yang melengkung ke atas membentuk sudut dengan bagian
atas yang meruncing. Kubah pada sudut serambi ini menggunakan kerangka kayu
dan material penutup atap berupa tembaga sama seperti kubah pada aula shalat.
Kubah ini mulai digunakan pada tahun 1872, pada saat dilakukannya renovasi
pada bangunan masjid ini. Pada bagian penampil tidak menggunakan atap berupa
kubah melainkan menggunakan atap datar yang terbuat dari cor beton dengan
plafon kayu dan lisplank yang diukir dengan ornamen melayu .
2. Taman
Taman pada bangunan Masjid Al – Osmani berupa taman terbuka dengan
terdapatsebuah pondok pada lahan tersebut dengan warna dan ornamen khas
arsitektur Melayu. Taman pada Masjid Al – Osmani terletak di sebelah barat laut
dari bangunan utama masjid. Menurut hasil wawancara, dahulunya taman pada
masjid Al – Osmani ini merupakan tempat Sultan Deli dan para kerabat serta
keluarga berkumpul apabila sedang mengunjungi Masjid Al – Osmani

3. Makam

KOMPLEK MAKAM MESJID AL OSMANI

Selain taman, pada kawasan Masjid Al – Osmani yang merupakan masjid


kerajaan ini juga terdapat beberapa kompleks pemakaman berupa lahan dengan
bentuk persegi panjang yang terdapat pada sisi utara, barat, serta selatan dari
kawasan. Makam – makam tersebut dibatasai/dipagari oleh pagar – pagar besi
pada sekelilingnya. Menurut Bapak Anwar selaku penjaga masjid di pemakaman
masjid ini terdapat lima makam Sultan Deli yang pernah berkuasa di Istana
Labuhan Deli, mereka adalah : Tuanku Panglima Pasutan (Sultan Deli ke-4),
Tuanku Panglima Gandar Wahid (Sultan Deli ke-5), Sultan Amaluddin Perkasa
Alam (Sultan Deli ke 6), Sultan Osman Perkasa Alam (Sultan Deli ke-7), dan
Sultan Mahmud Perkasa Alam (Sultan Deli ke-8). Selain makam sultan – sultan
tersebut pada pemakaman ini juga terdapat makam – makam keluarga besar dari
kesultanan Deli.
4. Aula Shalat

Aula shalat merupakan ruangan luas yang berfungsi sebagai tempat untuk
shalat dan aktifitas keagamaan lainnya. Aula shalat pada bangunan Masjid Al –
Osmani berdenah persegi panjang dengan ukuran 17 m x 14,5 m. Aula shalat ini
merupakan bangunan asli yang dibangun sejak tahun 1872 M. Untuk mencapai
aula shalat terdapat penampil di serambi. Pada penampil terdapat tangga,
penggunaan tangga pada penampil dikarenakan bentuk bangunan masjid berupa
bangunan panggung dengan terdapat tangga sebagai jalur masuk, hal ini
merupakan karakteristik dari bangunan Arsitektur Melayu.

Aula Shalat Mesjid Al- Osmani

Pada aula shalat ini terdapat tiga buah pintu pada sisi selatan dan timur dan
dua buah pintu pada sisi utara bangunan, yang dimana pada sisi sebelah barat
tidak terdapat pintu dikarenakan terdapat mihrab. Selain pintu juga terdapat
jendela pada sisi kanan dan kiri mihrab yang terletak pada sisi barat aula shalat.
Pada aula shalat ini juga terdapat empat buah kolom utama (soko guru) yang
berbentuk segi delapan dengan ukuran 100 cm x 100 cm. Keempat buah kolom
utama ini memiliki grid dengan ukuran 8 m x 10 m. Ukuran luas aula shalat
bangunan Masjid Al – Osmani tidak pernah ada perubahan, hal ini dikarenakan
peluasan bangunan dilakukan pada daerah serambi, agar dapat menampung
jemaah yang meningkat pada hari – hari besar seperti Idul Fitri maupun Idul
Adha.
Aula shalat masjid ini merupakan bangunan asli dari Masjid Al – Osmani,
sehingga tidak ada perubahan bentuk dan luas bangunan sejak pertama kali
dibangun pada tahun 1872 hingga kini ruang shalat biasanya dibagi menjadi dua
bagian dengan pembatas, untuk membedakan daerah pria dan wanita. Aula shalat
pada masjid ini juga dibagi menjadi dua bagian dengan pembatas, 2/3 bagian aula
shalat untuk lelaki dan 1/3 bagian aula shalat untuk wanita. Aula shalat masjid ini
memiliki dinding berwarna kuning dengan percampuran warna hijau pada lis-lis
tertentu pada ruangan, penggunaan keramik juga diterapkan pada dinding bagian
bawah aula shalat. Pada aula shalat ini terdapat empat buah kolom utama yang
menopang dinding yang terdapat lengkungan khas Arsitektur Mesir pada bagian
atasnya. Warna yang digunakan pada dinding yang ditopang oleh kolom tersebut
dan plafon aula shalat menggunakan cat berwarna putih.

5. Mihrab

Mihrab pada Masjid Al - Osmani mirip berupa ruang yang terbuat dari dinding
yang melengkung ke dalam dengan terdapat lengkungan dan kolom pada bagian
depan dinding mihrab. Mihrab pada masjid ini berada di bagian tengah dari sisi
barat / kiblat aula shalat.

Mirhab dan Mimbar Masjid Al Osmani

Mihrab masjid Al – Osmani menggunakan cat berwarna kuning keemasan.


Pada dinding mihrab juga terdapat lis dinding yang diberikan cat berwarna hijau.
Penggunaan keramik juga diterapkan pada dinding bagian bawah mihrab.Pada
dinding mihrab terdapat ornamen geometri dengan cat berwarna hijau. Pada
bagian atas dinding mihrab terdapat lengkungan berbentuk lingkaran khas
Arsitektur Mesir.

6. Mimbar

Mimbar merupakan sebuah podium yang difungsikan untuk penyampai


khutbah (khotib) .Mimbar pada Masjid Al – Osmani terletak di sebelah kanan
mihrab. Mimbar pada masjid berupa bangunan dengan ukuran 140 cm x 80 cm
dengan ketinggian 2 m yang terdiri dari dua buah anak tangga sehingga
membentuk seperti panggung dengan tiga bagian tingkatan yang terbuat dari kayu
dengan warna cat kuning dan hijau serta terdapat beberapa ornamen floral
(tumbuhan) . Pada bagian atas mimbar terdapat atap berbentuk trapesium dengan
sudut melengkung ke atas berwarna hijau. dari segi warna yang digunakan. Pada
mimbar Masjid Al – Osmani menggunakan cat berwarna kuning dan hijau senada
dengan warna masjid, hal ini melambangkan bahwasanya mimbar ini merupakan
bagian dari bangunan Masjid Al – Osmani yang merupakan bangunan kesultanan
Melayu Deli.

7. Dinding

Dinding pada bangunan masjid ini terbuat dari material berupa susunan bata
khas Arsitektur Mesir yang membedakannya adalah pada arsitektur Mesir batu
bata tersebut diekspos berupa wujud material asli tanpa di plester sedangkan pada
arsitektur Masjid Al – Osmani dinding yang terbuat dari batu bata dengan
ketebalan berukuran 60 cm tersebut diplester menggunakan semen dan dilapisi
menggunakan cat berwarna kuning cerah yang pada arsitektur Melayu Deli
melambangkan kemegahan pada suatu bangunan. Penggunaan dinding yang
diplester dengan penggunaan cat berwarna kuning menurut Bapak Anwar selaku
pengurus masjid hal ini bertujuan untuk melambangkan bahwasanya bangunan
masjid ini merupakan bangunan Melayu, dikarenakan dahulunya bangunan masjid
ini merupakan masjid kesultanan Deli . Pada dinding bangunan masjid terdapat lis
dinding yang timbul pada bagian atas dinding dengan cat berwarna hijau yang
merupakan warna yang melambangkan bangunan Islam.

Serambi Mesjid Raya Al Osmani

Sedangkan pada bagian interior aula shalat menggunakan cat bewarna putih
pada bagian dinding plafond yang merupakan lambang dari kesucian, penggunaan
warna kuning yang melambangkan kemegahan dan kemakmuran pada dinding
aula shalat, serta pada kolom soko guru dan pada lis dinding, lis pada sisi pintu
masjid, dan pada kolom menggunakan warna hijau penggunaan warna hijau yang
merupakan warna yang identik dengan bangunan Islam pada Arsitektur Melayu
Deli.
Ketebalan Dinding Masjdi Al Osmani

Pada dinding Masjid Al – Osmani Penggunaan cat berwarna kuning pada


dinding bangunan yang memiliki arti kemegahan Ketebalan dinding berukuran 60
cm dengan material berupa susunan bata yang diplester, hal ini menjadikan
bangunan mejid ini menjadi lebih sejuk karena panas diserap cukup baik.
Terdapat lis dinding yang timbul dengan penggunaan cat berwarna hijau yang
identik dengan bangunan islam terdapat tiga buah pintu pada sisi selatan dan
utara aula shalat dan terdapat dua buah pintu pada sisi timur aula shalat.

8. Atap

Atap pada Masjid Al – Osmani memiliki bentuk yang bermacam – macam


yang terdiri dari atap yang digunakan pada aula shalat Masjid Al – Osmani berupa
kubah tunggal dengan bentuk dasar segi delapan dengan kerangka terbuat dari
kayu dengan material penutup atap dari tembaga dengan warna hitamyang
merupakan karakteristik struktur kubah pada Arsitektur Mesir.
Kubah tersebut bertumpu pada dinding berbentuk segi delapan mengikuti
bentuk kubah pada bagian atasnya yang melebar ke arah luar dan berbentuk segi
empat pada bagian bawahnya. Pada bagian bawah atap tersebut dihiasi ornamen
“lebah bergantung” yang merupakan salah satu ornamen arsitektur Melayu Deli
Atap yang digunakan pada penampil Masjid Al – Osmani yaitu atap datar yang
terbuat dari cor beton. Atap cor beton ini ditopang oleh dua buah kolom
berbentuk segi delapan. pada sisi bawah atap.Pada bagian bawah atap pada
serambi juga terdapat lis dinding yang menonjol dengan cat berwarna hijau.
Pada setiap sudut serambi Masjid Al – Osmani terdapat atap dengan bentuk
yang berbeda yakni atap kubah biara dengan bentuk dasar persegi yang terdapat
lengkungan pada permukaannya yang membentuk sudut pada bagian atas nya .
Atap ini terbuat kerangka kayu, dengan penutup atap dari tembaga dengan
9. Pintu

Pintu pada aula shalat memiliki tiga buah pintu pada sisi selatan dan timur
dan dua buah pintu pada sisi utara bangunan, yang dimana pada sisi sebelah barat
tidak terdapat pintu dikarenakan terdapat mihrab. Pintu – pintu pada aula shalat
masjid terbuat dari kayu.
Pintu yang terdapat pada bagian tengah dari tiga barisan pintu pada sisi
selatan dan timur aula masjid memiliki dua daun pintu yang terbuat dari kayu
dengan ukuran 1,6 m dengan ketinggian 3 m bentuk nya lebih besar dibandingkan
pintu pada sisi kanan dan kiri nya. Pada daun pintu terdapat ornamen geometri
khas arsitektur Cina. Pada bagian atas pintu terdapat hiasan berbentuk 2/3
lingkaran yang merupakan bentuk khas ornamen pada arsitektur Mesir.

Salah satu pintu Masjid Al Osmani

Warna yang digunakan pada pintu ini yaitu warna kuning dan hijau yang
merupakan warna yang sering digunakan pada Arsitektur Melayu.Pintu pada sisi
kanan dan kiri dari pintu tengah memiliki bentuk dan warna yang sama hanya saja
ukurannya lebih kecil yaitu 1,4 m dengan ketinggian 2,5 m. Yang membedakan
pintu – pintu ini dengan pintu yang terdapat di tengah yaitu lengkungan pada
bagian atas berbentuk lingkaran dengan ujung yang patah berbeda dengan
lengkungan pada pintu utama.
10. Jendela

Pada bangunan Masjid Al-Osmani ini terdapat dua jenis jendela yang
diterapkan pada bangunannya. Kedua jenis jendela ini memiliki bentuk yang
berbeda-beda dan begitu juga dengan perletakkannya. Jendela yang pertama
terletak pada sisi barat bangunan masjid, sedangkan jendela yang lainnya terletak
pada bagian atas dinding-dinding dibawah plafon masjid.
Jenis jendela yang pertama berada pada bagian sisi barat bangunan masjid.
Terdapat empat buah jendela berukuran besar dengan bentuk melengkung yang
tersusun berjajar. Ukuran dari jendela ini sendiri adalah 30 cm x 80 cm. Jendela
ini difungsikan sebagai elemen pencahayaan dan juga sebagai tempat keluar
masuknya udara.

Salah satu jendela Masjid Al Osmani

Apabila dilihat dari gaya arsitektur nya, maka jenis jendela ini mengadopsi
gaya Arsitektur Mesir. Hal ini dapat terlihat dari lengkungan jendela yang
berbentuk 2/3 lingkaran, yang merupakan ciri khas dari Arsitektur Mesir. Jendela
pada bangunan mesir berbentuk sama seperti pada pintu yaitu dengan bentuk
berupa percampuran antara persegi panjang dan lengkungan setengah lingkaran.
Selain mengadopsi Arsitektur Mesir, jenis jendela ini juga memperlihatkan corak
Arsitektur Melayu yang dapat dilihat pada pola ornament yang menghiasinya.
Sehingga dapat dikatakan bahwa jendela pada bangunan masjid ini mengalami
perpaduan gaya arsitektur, yaitu Arsitektur Mesir dan Arsitektur Melayu.
11. Kolom

Pada Masjid Al-Osmani terdapat empat jenis kolom dengan ukuran dan bentuk
yang berbeda-beda. Setiap kolom ini tersebar perletakkannya pada bangunan
mesjid, yaitu pada ruangan serambi, serambi belakang, aula shalat dan teras depan
bangunan. Kolom – kolom ini memiliki juga memiliki jumlah yang berbeda-beda
sesuai dengan perletakkannya. Kolom bangunan yang pertama dapat terlihat pada
area lorong serambi yang dimana lorong tersebut memiliki ukuran sekitar 2m.
Area ini memiliki jumlah kolom sebanyak 26 buah yang tersusun berbaris dan
saling berhadapan.Kolom ini memiliki bentuk silidris dengan landasan tapak
berbentuk persegi dan difinishing dengan cat berwarna hijau. Diameter
penampang kolom ini sendiri sama dengan ukuran kolom praktis pada umumnya,
yaitu 15cm.

Kolom Utama Mesjid Al Osmani

Penerapan kolom ini bertujuan sebagai penopang dari struktur lengkungan


dinding yang ada pada bagian atasnya. Apabila dilihat dari segi arsitektur, maka
bentuk dan gaya arsitektur dari kolom ini mengadopsi bentukan kolom pada
arsitektur Persia. Hal ini dapat terlihat dari bentukan penampang kolom yang
tergolong langsing ataupun kecil. Selain mengadopsi gaya arsitektur Persia, kolom
ini juga menerapkan konsep arsitektur Melayu, yaitu seperti yang dapat terihat
dari pemilihan warna kolom. Kolom ini difinishing dengan cat berwarna hijau,
yang merupakan warna khas dalam arsitektur Melayu. Warna hijau merupakan
warna yang melambangkan asritektur Islam.
Jenis kolom yang kedua yaitu berada pada area serambi belakang. Kolom ini
memiliki bentuk persegi dengan ukuran kolom 30 cm x 30 cm yang merupakan
karakteristik kolom pada Arsitektur Melayu dan disfinishing dengan cat berwarna
kuning. Penempatan kolom ini tersebar pada serambi dengan jumlah keseluruhan
40 kolom dengan susunan yang saling berbaris. Tidak ada ciri khas arsitektur yang
menonjol pada kolom ini, hal ini dikarenakan kolom ini hanya berperan sebagai
kolom tambahan.

Selain dua jenis kolom diatas, terdapat juga kolom yang terletak pada bagian
ruang aula shalat. Kolom ini memiliki bentukan segi delapan dengan dimensi yang
cukup besar, yaitu 1m x 1m dengan jumlah 4 buah kolom yang berbaris saling
berhadapan. Jenis kolom berpenampang besar ini dinamakan Soko Guru, yaitu
sebuah kolom yang berfungsi untuk menopang kubah yang ada diatasnya. Soko
Guru ini difinishing dengan cat berwarna kuning dan hijau pada sisi sudutnya.

Jenis kolom yang terakhir yaitu terletak pada penampil bangunan masjid.
Kolom ini memiliki ukuran yang besar dan berbetuk segi delapan dengan ukuran
1,2 meter. Terdapat 2 buah kolom pada masing-masing penampil,yang dimana
pada setiap bagian atasnya terdapat sebuah kubah kecil.

Kolom yang terdapat pada penampil yang diterapkan pada bangunan Masjid
Al-Osmani ini mengadopsi gaya Arsitektur Mesir. Hal ini dapat dilihat dari segi
bentukan tubuh kolom yang berbentuk segi delapan. Bentukan dasar segi delapan
ini merupakan ciri khas dari bangunan-bangunan dengan gaya Arsitektur Mesir.
12. Lantai

Lantai pada bangunan Masjid Al-Osmani dapat terlihat pada seluruh ruangan
yang ada pada bangunan. Salah satunya yaitu dapat dilihat pada bagian Perbedaan
: Kolom aula shalat Masjid Al-Osmani mengadopsi Arsitektur Mesir

Lantai Serambi Masjid Al Osmani

Selain pada bagian serambi dan ruang dalam bangunan, penggunaan material
lantai juga dapat dijumpai pada bagian penampil bangunan masjid. Penutup lantai
ini juga menggunakan material keramik berwarna putih, tetapi dengan ukuran
yang bebeda, yaitu 30 cm x 30 cm. Pada bagian teras serambi ini, penerapan gaya
Arsitektur Mesir dapat terlihat dengan adanya permainan level tinggi lantai yang
bertingkat-tingkat.

13. Ornamen

Ornamen yang terdapat pada eksterior Masjid Al Osmani memiliki bentuk


yang berbeda – beda. Ornamen yang pertama yang terdapat pada eksterior Masjid
Al – Osmani yaitu ornamen “Pucuk Rebung” yang merupakan ornamen khas
Arsitektur Melayu yang terletak pada lisplang pada atap yang terdapat pada
bangunan Masjid Al – Osmani. Ornamen Pucuk Rebung diletakkan pada seluruh
lisplang pada atap melambangkan kebahagiaan di kehidupan yang tidak memiliki
ujung. Ornamen yang kedua yaitu ornamen “Pelana Kuda Kencana” yang
terdapat pada sekeliling bagian atas dinding penumpu kubah yang berbentuk segi
delapan. Pada ornamen ini dilakukan perubahan berupa tidak menggunakan
bentuk dasar dari ornamen “Pelana Kuda Kencana” yang berbentuk segitiga
namun digantikan dengan bentuk hati yang disusun secara berlawanan menjadi
satu bentuk Ornamen yang ketiga yaitu ornamen yang menurut pengurus dari
bangunan Masjid (Bapak Anwar) merupakan ornamen dengan bentuk kupu –
kupu yang terbang ini tidak memiliki gaya arsitektur apapun namun pembuatan
ornamen ini memiliki arti berupa keindahan yang bernilai tinggi pada bangunan
Masjid Al – Osmani hal ini tercermin dari ornamen yang terletak pada bagian
tertinggi bangunan masjid.
Selain pada ketiga bagian letak ornamen pada eksterior masjid, ornamen juga
terdapat pada setiap pintu di Masjid Al – Osmani. Pada pintu masjid terdapat dua
buah ornamen. Ornamen yang pertama merupakan ornamen geometris berjumlah
9 buah yang terdiri dari bentuk persegi dan garis – garis khas Arsitektur
Cina.Menurut hasil wawancara dengan Bapak Anwar ornamen geometris cina ini
merupakan bentuk sumbangan dari Cong a Fie selaku sahabat sultan. Ornamen

Ornamen “Pucuk Rebung” pada lisplang melambangkan kebahagiaan yang


tidak terputus (Melayu) Ornamen Kupu – kupu pada dinding penumpu atap yang
memiliki arti berupa keindahan yang bernilai tinggi pada bangunan Masjid.
Ornemen “Pelana Kuda Kencana” pada bagian atas dinding namun dengan bentuk
ornamen yang berbeda kedua yaitu ornamen yang terdapat pada bagian atas pintu
yang menggunakan ornamen Roda Bunga yang merupakan ornamen Arsitektur
Melayu. Ornamen Roda Bunga dengan bentuk setengah lingkaran ini difungsikan
sebagai jendela kaca yang terdapat pada bagian atas pintu.
Ornamen yang terdapat pada interior aula masjid memiliki berbegai macam
bentuk dan gaya arsitektur. Ornamen yang pertama yaitu ornamen kaligrafi yang
terdapat pada dinding sebelah barat yang difungsikan sebagai dinding mihrab.

Ornamen pada Lisplank Masjid Al Osmani

Pada dinding mihrab ini terdapat ornamen kaligrafi khas Arsitektur Mesir
dikarenakan warna coklat yang digunakan pada kaligrafi tersebut merupakan
warna khas Arsitektur Mesir. Ornamen kaligrafi yang bertuliskan “Allah” dan
“Muhammad” ini dipadukan dengan ornamen floral dari Arsitektur Mesir.
Ornamen kaligrafi ini difungsikan sebagai hiasan pada aula shalat Masjid Al -
Osmani.
Ornamen geometris Arsitektur Cina berbentuk persegi dan garis – garis yang
merupakan bentuk sumbangan dari Cong A Fie selaku kerabat sultan Ornamen
“Roda Bunga” yang terdapat pada berupa ornamen dengan bentuk dasar 2/3
lingkaran
Ornamen yang kedua yakni ornamen yang terdapat pada sekeliling jendela
ventilasi yang terdapat pada bagian atas dinding. Ornamen yang terdapat pada
sekeliling jendela ini merupakan ornamen “Bunga Cengkih” yang memiliki arti
berupa kemegahan. Ornamen bunga cengkih merupakan ornamen khas Arsitektur
Melayu.
Ornamen berupa kaligrafi bertuliskan “Allah” dan “Muhammad” dengan
percampuan motif flora merupakan ornamen Arsitektur Mesir yang dilihat dari
segi warna Ornamen “Bunga Cengkih” yang merupakan ornamen
Floral dari Arsitektur Melayu yang memiliki arti berupa kemegahan Ornamen
yang ketiga yakni ornamen yang terdapat pada plafond masjid. Ornamen yang
terdapat pada plafond masjid Al – Osmani ini merupakan ornamen Muqarnas
Arsitektur Mesir yang dilihat dari pemilihan warna berupa warna coklat, warna
pasir, dan warna terakota.Ornamen Muqarnas ini terdiri dari bentuk perpaduan
berbagai ornamen floral dari Arsitektur Melayu yaitu Ornamen Pucuk Rebung
pada keempat sisi dari muqarnas yang berbentuk segi delapan dan ornamen Itik
Sekawan yang terdapat pada sisi dari bentuk dasar Muqarnas yang berbentuk
persegi.

H. KESIMPULAN

Pada kedua bangunan masjid yakni Masjid Al-Osmani yang merupakan


masjid kesultanan Melayu yakni Melayu Deli . Pada Masjid Al – Osmani, gaya
arsitektur yang diterapkan pada bangunan masjid terdiri dari Arsitektur Lokal yaitu
Melayu Deli, hal ini dikarenakan letak masjid yang berada di kawasan Deli serta
Arsitektur Asing yang terdiri dari Mesir, Persia, dan Cina. Penerapan dari kebudayaan
– kebudayaan tersebut dapat dilihat pada bagian bangunan, struktur bangunan masjid
serta ornamen yang terdapat pada kedua bangunan masjid. Seperti pada Masjid Al –
Osmani yang memiliki bagian bangunan yang terdiri dari kubah yang mengadopsi
Arsitektur Mesir, taman yang mengadopsi Arsitektur Mesir, mihrab yang mengadopsi
Arsitektur Mesir, Persia, dan Melayu Deli serta mimbar yang mengadopsI Arsitektur
Melayu Deli.
Selain itu pada masjid Al-Osmani yang terdiri struktur bangunan berupa atap
yang mengadopsi Arsitektur Mesir, dinding yang mengadopsi Arsitektur Mesir daN
Arsitektur Melayu Deli, lantai yang mengadopsi Arsitektur Melayu Deli dan Mesir,
kolom yang mengadopsI Arsitektur Melayu Deli dan Mesir, pintu dan jendela yang
mengadopsi Arsitektur Mesir serta ornamen yang mengadopsi Arsitektur MelayDeli,
Cina dan Mesir Kekayaan elemen arsitektur pada bangunan ini menjadikan bangunan
ini memang pantas disebut sebagai cagar budaya kota medan bahkan dapat jga
kedepannya mesjadi situs warisan dunia karena sejarahnya sebagai mesjid pertama di
kota Medan

Anda mungkin juga menyukai