DISUSUN OLEH
MUHAMMAD ABDUH
150406083
DOSEN MATAKULIAH :
A. LATAR BELAKANG
B. APA ITU MASJID ?
C. FUNGSI MASJID
D. ARSITEKTUR MASJID
E. SEJARAH MESJID AL OSMANI LABUHAN DELI
F. KONDISI MESJID AL OSMANI LABUHAN DELI
G. ELEMEN ARSITEKTUR MESJID AL OSMANI LABUHAN DELI
H. KESIMPULAN
A. LATAR BELAKANG
Masjid merupakan bangunan yang bukan sekedar tempat bersujud, persucian, tempat
salat dan bertayamum, namun Masjid juga merupakan tempat melaksanakan segala aktivitas
kaum Muslim yang bersangkut paut dengan ketaatan terhadap Tuhan . Di Indonesia yang
mayoritas penduduknya beragama Islam tersebar banyak masjid mulai dari pedesaan hingga
kota – kota besar. Tuntutan kebutuhan pada masa sekarang ini menyebabkan semakin banyak
terlihat bangunan masjid dengan segala kelengkapannya, dengan bentuk, gaya, corak, dan
penampilannya berdasarkan kurun waktu, daerah, lingkungan kehidupan, adat istiadat dan
kebiasaan, serta latar belakang dari yang membangun .
Sumatera Utara yang merupakan provinsi dengan mayoritas penduduk Suku Melayu
memiliki beberapa kawasan antara lain Kabupaten Labuhan Deli
Kata masjid secara etimologi diambil dari akar kata sajada-sujudun, yang memiliki
arti patuh, taat, serta tunduk. Lalu kata sajada ini diberikan awalan ma, sehingga terbentuklah
kata masjid. Bentuk hormat tersebut dilakukan dengan cara meletakkan dahi, kedua tangan ,
lutut, dan kaki ke tanah yang lalu diberikan nama sujud oleh syari’at adalah bentuk lahiriyah
yang paling nyata dari makna-makna di atas (Yasu’i & Tottel, 1986).
Oleh karena itu dapat diartikan “masjid” adalah tempat untuk bersujud. Pengertian
kata masjid, seiring dengan perjalanan waktu, akhirnya mengalami perubahan. Masa
sekarang ini kata masjid lebih sering diartikan sebagai bangunan yang dipergunakan sebagai
tempat shalat. Secara umum masjid merupakan bangunan yang bukan sekedar tempat
bersujud, persucian, tempat salat dan bertayamum, namun masjid juga merupakan tempat
melaksanakan segala aktivitas kaum Muslim yang bersangkut paut dengan ketaatan terhadap
Tuhan (Shihab, 1997).
- Masjid Jami adalah masjid yang digunakan untuk shalat Jum’at (Rasyid, 1976).
- Memorial mosque adalah masjid yang digunakan sebagai tanda peringatan
peristiwa penting dalam sejarah Islam, contohnya Masjidil Haram di Mekah dan
Masjid Nabawi di Madinah.
- Masjid makam atau masyad, yaitu masjid yang berdiri pada kawasan
pemakaman, seperti Masjid Sendang Duwur di Lamongan dan Masjid Astana
Gunung Jati di Cirebon.
- Musholla digunakan untuk masjid yang hanya digunakan untuk shalat sehari –
hari tanpa melakukan shalat Jum’at (Tjandrasasmita, 1976).
Dikenal pula beberapa masjid yang diberi nama masjid agung di Jawa, masjid raya di
Sumatera serta masjid negara yang terletak pada pusat pemerintahan yang dijadikan simbol
kekuasaan. Ada pula masjid madrasah yang merupakan masjid yang juga digunakan sebagai
madrasah, serta masjid wanita yang mengkhususkan kaum wanita yang dapat menggunakan
masjid ini untuk shalat dan pengajian. Contohnya pada Masjid Isteri di Kauman Yogyakarta
yang didirikan tahun 1922/1923 M dan Masjid Isteri di Kampung Pengkolan, Garut yang
didirikan tanggal 1 Februari 1926 (Aboebakar, 1955)
C. FUNGSI MASJID
Dengan pengertian dari masjid yang merupakan tempat untuk bersujud, jelas fungsi
masjid adalah sebagai sarana tempat untuk menyampaikan pembicaraan mengenai pokok –
pokok kehidupan (yang berhubungan dengan ibadah, maupun kebudayaan yang berdasarkan
Islam) dalam upaya menyampaikan ajaran Islam dan sebagai tempat melaksanakan ibadah
salat. Peran dan fungsi masjid tidak hanya sebatas memfasilitasi pelaksanaan salat saja,
masjid juga berfungsi sebagai pusat pengendalian pemerintah, administrasi, dakwah, sebagai
tempat musyawarah, belajar ilmu pengetahuan, sebagai tempat memutuskan perkara, dan
sebagai tempat yang berkaitan dengan urusan agama (Mustofa, 2008). Jadi masjid merupakan
sarana tempat untuk kegiatan umat Islam, oleh karena itu pembangunan masjid dilakukan
secara bersama, tanpa ada kepentingan suatu kelompok manapun.
Pada bentuk awalnya masjid itu bukanlah bangunan yang megah perkasa seperti
masjid-masjid yang tampil pada masa kerajaan, yang penuh dengan keindahan dengan ciri-
ciri keagungan arsitektur pada penampilan fisiknya.
Masjid pertama yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW adalah sangat sederhana.
Denahnya memiliki bentukan segi empat dengan hanya dinding yang dibuat semacam
serambi yang langsung terhubung dengan lapangan terbuka yang merupakan bagian pusat
dari masjid yang berbentuk segi empat tersebut. Bagian pintu masuknya ditandai dengan
penggunaan gapura atau gerbang yang terdiri dari tumpukan batu yang bahannya berasal dari
batu – batu yang terdapat di daerah setempat, dan juga bahan-bahan yang dipergunakan
adalah material yang terdapat daerah tersebut, sehingga amat sederhana mutu bahan-bahan
yang dipergunakan itu, seperti batu-batu alam atau batu-batuan gunung, pohon, dahan dan
daun kurma (Rochym, 1983)
D. ARSITEKTUR MASJID
Perkembangan Islam pada kelompok-kelompok suku dan bangsa di luar wilayah Arab,
berpengaruh langsung pada keragaman arsitektur sarana ibadah Islam, terutama masjid.
Arsitektur masjid tidak pernah diatur dengan secara detail dan terperinci baik dalam Al-
Quran ataupun Hadist (Nana, 2002). Ada beberapa panutan untuk merencanakan dan
mendirikan masjid yang indah dan agung selama masih maengikuti batas-batas ajaran Islam.
Batasan-batasan tersebut yaitu (Muti’ah, 2011) :
-Tidak boleh menyerupai produk ajaran agama lain (Tasyabbuuh), seperti gereja, kelenteng,
candi dan bengunan ibadah lainnya. Artinya secara sepintas saja akan langsung dikenali
bahwasanya bangunan tersebut adalah bangunan masjid, dengan ciri khasnya, seperti menara,
beratap kubah, dan lain-lainnya.
Masjid hendaknya mencerminkan simbol ajaran Islam. Seperti segitiga yang merupakan
simbol dari Islam yang berarti Iman, Islam dan Ihsan merupakan pondasi segi enam sebagai
simbol Rukun Islam, dan lain-lain
- Tidak boleh berlebihan (ishraf), jangan hanya karena ingin merancang bangunan
masjid yang indah lalu melebihi kebutuhan yang dituntut, keindahan jangan menjadi tujuan
tanpa mempertimbangkan fungsi, karena Allah tidak menyukai orang yang berlebihan.
- Kubah.
Pada bangunan ibadah seluruh umat beragama menggunakan kubah sebagai atap
pada bangunan. Akan tetapi kubah lebih dominan digunakan pada bangunan
masjid dan gereja. Kubah merupakan karakteristik arsitektur Islam dari masa
pembaruan Islam dengan arsitektur barat yang disebut arsitektur Byzantium
(Rochim, 1983).
- Menara.
Menara merupakan bangunan yang memiliki ukuran tinggi yang ukurannya jauh
lebih tinggi dari bangunan induknya. Struktur bangunan menara juga merupakan
bangunan yang ukuran ketinggiannya lebih besar dibandingkan dengan
ketebalannya. Bangunan menara dapat berdiri sendiri ataupun juga dapat
ditemukan di bangunan lain. Fungsi menara pada bangunan masjid digunakan
oleh seseorang yang mengumandangkan adzan (muadzim) untuk tempat
mengumandangkan adzan sebagai tanda shalat.
- Taman.
Taman merupakan bagian dari bangunan yang menghubungkan bangunan dengan
alam. Taman juga berfungsi untuk peralihan unsur kontiunitas antara elemen
interior pada ruang dalam yang didominasi unsur tumbuhan, bunga, dan daun.
- Aula Shalat.
Aula shalat merupakan ruangan yang luas yang berfungsi sebagai tempat untuk
shalat dan aktifitas keagamaan lainnya. Ruang shalat biasanya dibagi menjadi dua
bagian dengan pembatas. Untuk membedakan daerah pria dan wanita.
- Mihrab.
Mihrab merupakan bagian tempat berdirinya imam dalam melaksanakan shalat
yang terdapat di aula shalat. Mihrab biasanya berbentuk sebuah bidang dinding
yang melengkung ke dalam sehingga menciptakan ruang. Arahnya berada pada
arah kiblat yang merupakan orientasi shalat.
- Mimbar.
Mimbar merupakan sebuah podium yang difungsikan untuk penyampai khutbah
(khotib). Terdapat pada sisi kanan mihrab. Kedudukannya lebih tinggi dari ruang
shalat dengan tujuan agar khatib dapat dilihat oleh jamaah. Arah hadap mimbar ke
arah jamaah sehingga membelakangi arah kiblat.
Ciri umum arsitektur masjid selalu mengenai pola atau ornamen yang terus berulang
dan berirama, serta struktur yang melingkar. Ornamen pada bangunan masjid umumnya
berbentuk ukiran dari Al-Quran dalam kaligrafi dengan latar belakang pola geometrik atau
dengan corak alami (Rochym, 1983). Tujuannya adalah untuk mendapat manfaat dari ayat-
ayat Al-Quran yang berfungsi untuk mengingat tentang ajaran Islam.Macam-macam motif
yang terdapat pada masjid, yaitu: motif Arabesque, dalam hal motif ajaran Islam melarang
memakai motif berbentuk hewan dan manusia. Oleh karena itu, para seniman muslim suka
menciptakan motif yang berbentuk geometris dan floral (tumbuhan), termasuk pada bagian
interior bangunan. Menurut Yulianto Sumalyo (2000) unsur kebudayaan dan gaya seni pada
daerah setempat mempengaruhi bentuk, tata ruang, konstruksi, dekorasi, dan aspek
arsitektural lainnya pada bangunan masjid. Tanpa meninggalkan aturan-aturan penting seperti
arah qiblat dan aturan-aturan masjid lainnya. Penggabungan unsur-unsur budaya pada
bangunan masjid juga merupakan suatu bentuk usaha masyarakat atau umat Islam setempat
dalam menunjukkan identitasnya.
E. SEJARAH MESJID AL OSMANI LABUHAN DELI
Masjid Al – Osmani merupakan sebuah masjid yang terbuat dari material utama
berupa kayu bercat kuning dan hijau dengan ukuran 16 m x 16 m yang dibangun pada tahun
1854 M oleh seorang Sultan Deli ke 7 yaitu Sultan Osman Perkasa Alam. Fungsi utama
pembangunan masjid ini yakni sebagai masjid tempat sultan melaksanakan shalat serta
kegiatan keagamaan dan syiar Islam.
Pada tahun 1854 M bahan pembangunan Masjid ini menggunakan bahan kayu
dengan atap menggunakan atap perisai dengan bentuk berupa atap piramid berlapis dua.
Selain itu pada masa awal pembangunannya, kolom – kolom pada masjid al – osmani masih
menggunakan bahan dasar berupa besi. Kemudian pada tahun 1870 M hingga 1872 M masjid
ini dibangun secara permanen oleh anak Sultan Osman, yakni Sultan Mahmud Perkasa Alam
yang juga merupakan Sultan Deli ke 8. Pada tahun 1870 M tersebut, Menurut Ahmad Faruni
selaku Badan Kepengurusan Masjid (BKM) Sultan Mahmud Perkasa Alam melakukan
perubahan dari segi bahan pembentuk bangunan, menggunakan susunan bata yang diplester
yang dilapisi dengan cat berwarna kuning dan hijau sama seperti warna pada saat pertama
kali dibangun.
Pemilihan warna kuning dan hijau dilatarbelakangi dari warna kuning yang
merupakan warna kebangsaan melayu yang memiliki arti kemegahan dan kemuliaan dan
hijau merupakan warna yang melambangkan kesilaman. Perubahan juga terjadi pada atap
yang digunakan, yakni dari penggunaan atap perisai menjadi atap kubah yang menggunakan
kerangka kayu dengan material terbuat dari tembaga. Menurut Bapak Ahmad Faruni,
dahulunya perubahan atap dari atap perisai menjadi atap kubah dimaksudkan untuk
memberikan kesan agung kepada Masjid Al – Osmani.
Selain itu perubahan juga terjadi pada bahan pembentuk kolom, yang sebelumnya
terbuat dari besi digantikan dengan bahan berupa batu. Pemugaran besar-besaran terhadap
bangunan masjid juga dilakukan pada tahun 1870 M yang diarsiteki arsitek asal Jerman yaitu
GD Langereis. Selain dibangun secara permanen, ukurannya juga diperluas menjadi 26 x 26
meter. Renovasi itu selesai tahun 1872 M.
Lalu pada tahun 1927 M dilakukan perbaikan bangunan, namun tidak merubah bentuk
bangunan yang dilakukan oleh Deli Maatchappij, perbaikan di lakukan kembali pada tahun
1963 M - 1964 M dengan penambahan luas bangunan pada serambi bagian belakang yang
mengubah luas bangunan menjadi 30 m x 40 m oleh walikotamadya KDH TK II Medan yaitu
H.M. Saleh Arifin. Pada tahun 1991 M – 1992 M dilakukan pemugaran berupa penambahan
pagar dan gapura yang dilakukan H. Bachtiar Djafar yang merupakan Walikotamadya KDH
TK II Medan.
Sebagai Masjid Kesultanan, dahulunya istana Kesultanan Deli yang pertama dibangun
di depan masjid ini sehingga sultan cukup berjalan kaki jika ingin ke masjid. Sekarang
setelah lebih dari 150 tahun berlalu istana itu sudah rata dengan tanah, berganti bangunan
sekolah dasar.
F. KONDISI MESJID AL – OSMANI LABUHAN DELI
A. KEADAAN TAPAK
Masjid Al – Osmani terletak di Jalan Yos. Sudarso km 17,5 tepatnya berada di
wilayah Desa Pekan Labuhan, Kecamatan Medan Labuhan, Kabupaten Medan,
Provinsi Sumatera Utara Kawasan masjid Al – Osmani berada di Jalan Yos Sudarso
dengan luas lahan 1 hektar yang pada sisi lahan dibatasi oleh pagar dan terdapat
gapura di sebelah selatan yang difungsikan sebagai gerbang masuk kawasan Masjid
Al - Osmani,
Ketika kita melintas didepan mesjid ini . Mesjid ini sangat terlihat megah dan
mencolok dari pinggir jalan Yos Sudarso , karena warna kuning hijau khas melayu
dan pemilihan warna hitam pada atap yang menambah kesan megah bangunan
bersejarah ini . Gerbang masuk yang asimetrik ini menambah kesan welcoming pada
komplek mesjid ini
B. KEADAAN BANGUNAN
Bangunan masjid berdenah persegi panjang berukuran 30 m x 40 m, yang
terdiri dariserambi serta ruang utama (aula shalat). Serambi masjid berdenah persegi
panjang yang berada di sekeliling ruang utama yakni ruang shalat.
1. Kubah
Kubah yang digunakan pada aula shalat Masjid Al – Osmani terdiri dari kubah
tunggal bersegi delapan yang pada bagian atas nya meruncing dengan kerangka
yang terbuat dari kayu dan material yang terbuat dari tembaga. Bentuk kubah
dengan bentuk segi delapan dengan ujung yang runcing pada bangunan Masjid Al
– Osmani mirip seperti kubah Batu Karang yang terdapat di Mesir. Kubah bersegi
delapan ini mulai digunakan pada tahun 1872 M, pada masa awal pembangunan
dahulunya Masjid Al – Osmani menggunakan atap berupa atap perisai berbentuk
pyramid berlapis dua. Perubahan bentuk atap ini dilatarbelakangi dari keinginan
sang sultan yang menginginkan penggunaan kubah pada bagian atap masjid agar
memberikan kesan agung pada bangunan masjid.
3. Makam
Aula shalat merupakan ruangan luas yang berfungsi sebagai tempat untuk
shalat dan aktifitas keagamaan lainnya. Aula shalat pada bangunan Masjid Al –
Osmani berdenah persegi panjang dengan ukuran 17 m x 14,5 m. Aula shalat ini
merupakan bangunan asli yang dibangun sejak tahun 1872 M. Untuk mencapai
aula shalat terdapat penampil di serambi. Pada penampil terdapat tangga,
penggunaan tangga pada penampil dikarenakan bentuk bangunan masjid berupa
bangunan panggung dengan terdapat tangga sebagai jalur masuk, hal ini
merupakan karakteristik dari bangunan Arsitektur Melayu.
Pada aula shalat ini terdapat tiga buah pintu pada sisi selatan dan timur dan
dua buah pintu pada sisi utara bangunan, yang dimana pada sisi sebelah barat
tidak terdapat pintu dikarenakan terdapat mihrab. Selain pintu juga terdapat
jendela pada sisi kanan dan kiri mihrab yang terletak pada sisi barat aula shalat.
Pada aula shalat ini juga terdapat empat buah kolom utama (soko guru) yang
berbentuk segi delapan dengan ukuran 100 cm x 100 cm. Keempat buah kolom
utama ini memiliki grid dengan ukuran 8 m x 10 m. Ukuran luas aula shalat
bangunan Masjid Al – Osmani tidak pernah ada perubahan, hal ini dikarenakan
peluasan bangunan dilakukan pada daerah serambi, agar dapat menampung
jemaah yang meningkat pada hari – hari besar seperti Idul Fitri maupun Idul
Adha.
Aula shalat masjid ini merupakan bangunan asli dari Masjid Al – Osmani,
sehingga tidak ada perubahan bentuk dan luas bangunan sejak pertama kali
dibangun pada tahun 1872 hingga kini ruang shalat biasanya dibagi menjadi dua
bagian dengan pembatas, untuk membedakan daerah pria dan wanita. Aula shalat
pada masjid ini juga dibagi menjadi dua bagian dengan pembatas, 2/3 bagian aula
shalat untuk lelaki dan 1/3 bagian aula shalat untuk wanita. Aula shalat masjid ini
memiliki dinding berwarna kuning dengan percampuran warna hijau pada lis-lis
tertentu pada ruangan, penggunaan keramik juga diterapkan pada dinding bagian
bawah aula shalat. Pada aula shalat ini terdapat empat buah kolom utama yang
menopang dinding yang terdapat lengkungan khas Arsitektur Mesir pada bagian
atasnya. Warna yang digunakan pada dinding yang ditopang oleh kolom tersebut
dan plafon aula shalat menggunakan cat berwarna putih.
5. Mihrab
Mihrab pada Masjid Al - Osmani mirip berupa ruang yang terbuat dari dinding
yang melengkung ke dalam dengan terdapat lengkungan dan kolom pada bagian
depan dinding mihrab. Mihrab pada masjid ini berada di bagian tengah dari sisi
barat / kiblat aula shalat.
6. Mimbar
7. Dinding
Dinding pada bangunan masjid ini terbuat dari material berupa susunan bata
khas Arsitektur Mesir yang membedakannya adalah pada arsitektur Mesir batu
bata tersebut diekspos berupa wujud material asli tanpa di plester sedangkan pada
arsitektur Masjid Al – Osmani dinding yang terbuat dari batu bata dengan
ketebalan berukuran 60 cm tersebut diplester menggunakan semen dan dilapisi
menggunakan cat berwarna kuning cerah yang pada arsitektur Melayu Deli
melambangkan kemegahan pada suatu bangunan. Penggunaan dinding yang
diplester dengan penggunaan cat berwarna kuning menurut Bapak Anwar selaku
pengurus masjid hal ini bertujuan untuk melambangkan bahwasanya bangunan
masjid ini merupakan bangunan Melayu, dikarenakan dahulunya bangunan masjid
ini merupakan masjid kesultanan Deli . Pada dinding bangunan masjid terdapat lis
dinding yang timbul pada bagian atas dinding dengan cat berwarna hijau yang
merupakan warna yang melambangkan bangunan Islam.
Sedangkan pada bagian interior aula shalat menggunakan cat bewarna putih
pada bagian dinding plafond yang merupakan lambang dari kesucian, penggunaan
warna kuning yang melambangkan kemegahan dan kemakmuran pada dinding
aula shalat, serta pada kolom soko guru dan pada lis dinding, lis pada sisi pintu
masjid, dan pada kolom menggunakan warna hijau penggunaan warna hijau yang
merupakan warna yang identik dengan bangunan Islam pada Arsitektur Melayu
Deli.
Ketebalan Dinding Masjdi Al Osmani
8. Atap
Pintu pada aula shalat memiliki tiga buah pintu pada sisi selatan dan timur
dan dua buah pintu pada sisi utara bangunan, yang dimana pada sisi sebelah barat
tidak terdapat pintu dikarenakan terdapat mihrab. Pintu – pintu pada aula shalat
masjid terbuat dari kayu.
Pintu yang terdapat pada bagian tengah dari tiga barisan pintu pada sisi
selatan dan timur aula masjid memiliki dua daun pintu yang terbuat dari kayu
dengan ukuran 1,6 m dengan ketinggian 3 m bentuk nya lebih besar dibandingkan
pintu pada sisi kanan dan kiri nya. Pada daun pintu terdapat ornamen geometri
khas arsitektur Cina. Pada bagian atas pintu terdapat hiasan berbentuk 2/3
lingkaran yang merupakan bentuk khas ornamen pada arsitektur Mesir.
Warna yang digunakan pada pintu ini yaitu warna kuning dan hijau yang
merupakan warna yang sering digunakan pada Arsitektur Melayu.Pintu pada sisi
kanan dan kiri dari pintu tengah memiliki bentuk dan warna yang sama hanya saja
ukurannya lebih kecil yaitu 1,4 m dengan ketinggian 2,5 m. Yang membedakan
pintu – pintu ini dengan pintu yang terdapat di tengah yaitu lengkungan pada
bagian atas berbentuk lingkaran dengan ujung yang patah berbeda dengan
lengkungan pada pintu utama.
10. Jendela
Pada bangunan Masjid Al-Osmani ini terdapat dua jenis jendela yang
diterapkan pada bangunannya. Kedua jenis jendela ini memiliki bentuk yang
berbeda-beda dan begitu juga dengan perletakkannya. Jendela yang pertama
terletak pada sisi barat bangunan masjid, sedangkan jendela yang lainnya terletak
pada bagian atas dinding-dinding dibawah plafon masjid.
Jenis jendela yang pertama berada pada bagian sisi barat bangunan masjid.
Terdapat empat buah jendela berukuran besar dengan bentuk melengkung yang
tersusun berjajar. Ukuran dari jendela ini sendiri adalah 30 cm x 80 cm. Jendela
ini difungsikan sebagai elemen pencahayaan dan juga sebagai tempat keluar
masuknya udara.
Apabila dilihat dari gaya arsitektur nya, maka jenis jendela ini mengadopsi
gaya Arsitektur Mesir. Hal ini dapat terlihat dari lengkungan jendela yang
berbentuk 2/3 lingkaran, yang merupakan ciri khas dari Arsitektur Mesir. Jendela
pada bangunan mesir berbentuk sama seperti pada pintu yaitu dengan bentuk
berupa percampuran antara persegi panjang dan lengkungan setengah lingkaran.
Selain mengadopsi Arsitektur Mesir, jenis jendela ini juga memperlihatkan corak
Arsitektur Melayu yang dapat dilihat pada pola ornament yang menghiasinya.
Sehingga dapat dikatakan bahwa jendela pada bangunan masjid ini mengalami
perpaduan gaya arsitektur, yaitu Arsitektur Mesir dan Arsitektur Melayu.
11. Kolom
Pada Masjid Al-Osmani terdapat empat jenis kolom dengan ukuran dan bentuk
yang berbeda-beda. Setiap kolom ini tersebar perletakkannya pada bangunan
mesjid, yaitu pada ruangan serambi, serambi belakang, aula shalat dan teras depan
bangunan. Kolom – kolom ini memiliki juga memiliki jumlah yang berbeda-beda
sesuai dengan perletakkannya. Kolom bangunan yang pertama dapat terlihat pada
area lorong serambi yang dimana lorong tersebut memiliki ukuran sekitar 2m.
Area ini memiliki jumlah kolom sebanyak 26 buah yang tersusun berbaris dan
saling berhadapan.Kolom ini memiliki bentuk silidris dengan landasan tapak
berbentuk persegi dan difinishing dengan cat berwarna hijau. Diameter
penampang kolom ini sendiri sama dengan ukuran kolom praktis pada umumnya,
yaitu 15cm.
Selain dua jenis kolom diatas, terdapat juga kolom yang terletak pada bagian
ruang aula shalat. Kolom ini memiliki bentukan segi delapan dengan dimensi yang
cukup besar, yaitu 1m x 1m dengan jumlah 4 buah kolom yang berbaris saling
berhadapan. Jenis kolom berpenampang besar ini dinamakan Soko Guru, yaitu
sebuah kolom yang berfungsi untuk menopang kubah yang ada diatasnya. Soko
Guru ini difinishing dengan cat berwarna kuning dan hijau pada sisi sudutnya.
Jenis kolom yang terakhir yaitu terletak pada penampil bangunan masjid.
Kolom ini memiliki ukuran yang besar dan berbetuk segi delapan dengan ukuran
1,2 meter. Terdapat 2 buah kolom pada masing-masing penampil,yang dimana
pada setiap bagian atasnya terdapat sebuah kubah kecil.
Kolom yang terdapat pada penampil yang diterapkan pada bangunan Masjid
Al-Osmani ini mengadopsi gaya Arsitektur Mesir. Hal ini dapat dilihat dari segi
bentukan tubuh kolom yang berbentuk segi delapan. Bentukan dasar segi delapan
ini merupakan ciri khas dari bangunan-bangunan dengan gaya Arsitektur Mesir.
12. Lantai
Lantai pada bangunan Masjid Al-Osmani dapat terlihat pada seluruh ruangan
yang ada pada bangunan. Salah satunya yaitu dapat dilihat pada bagian Perbedaan
: Kolom aula shalat Masjid Al-Osmani mengadopsi Arsitektur Mesir
Selain pada bagian serambi dan ruang dalam bangunan, penggunaan material
lantai juga dapat dijumpai pada bagian penampil bangunan masjid. Penutup lantai
ini juga menggunakan material keramik berwarna putih, tetapi dengan ukuran
yang bebeda, yaitu 30 cm x 30 cm. Pada bagian teras serambi ini, penerapan gaya
Arsitektur Mesir dapat terlihat dengan adanya permainan level tinggi lantai yang
bertingkat-tingkat.
13. Ornamen
Pada dinding mihrab ini terdapat ornamen kaligrafi khas Arsitektur Mesir
dikarenakan warna coklat yang digunakan pada kaligrafi tersebut merupakan
warna khas Arsitektur Mesir. Ornamen kaligrafi yang bertuliskan “Allah” dan
“Muhammad” ini dipadukan dengan ornamen floral dari Arsitektur Mesir.
Ornamen kaligrafi ini difungsikan sebagai hiasan pada aula shalat Masjid Al -
Osmani.
Ornamen geometris Arsitektur Cina berbentuk persegi dan garis – garis yang
merupakan bentuk sumbangan dari Cong A Fie selaku kerabat sultan Ornamen
“Roda Bunga” yang terdapat pada berupa ornamen dengan bentuk dasar 2/3
lingkaran
Ornamen yang kedua yakni ornamen yang terdapat pada sekeliling jendela
ventilasi yang terdapat pada bagian atas dinding. Ornamen yang terdapat pada
sekeliling jendela ini merupakan ornamen “Bunga Cengkih” yang memiliki arti
berupa kemegahan. Ornamen bunga cengkih merupakan ornamen khas Arsitektur
Melayu.
Ornamen berupa kaligrafi bertuliskan “Allah” dan “Muhammad” dengan
percampuan motif flora merupakan ornamen Arsitektur Mesir yang dilihat dari
segi warna Ornamen “Bunga Cengkih” yang merupakan ornamen
Floral dari Arsitektur Melayu yang memiliki arti berupa kemegahan Ornamen
yang ketiga yakni ornamen yang terdapat pada plafond masjid. Ornamen yang
terdapat pada plafond masjid Al – Osmani ini merupakan ornamen Muqarnas
Arsitektur Mesir yang dilihat dari pemilihan warna berupa warna coklat, warna
pasir, dan warna terakota.Ornamen Muqarnas ini terdiri dari bentuk perpaduan
berbagai ornamen floral dari Arsitektur Melayu yaitu Ornamen Pucuk Rebung
pada keempat sisi dari muqarnas yang berbentuk segi delapan dan ornamen Itik
Sekawan yang terdapat pada sisi dari bentuk dasar Muqarnas yang berbentuk
persegi.
H. KESIMPULAN