Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PANCASILA

PANCASILA PADA MASA ORDE LAMA,


ORDE BARU, DAN ERA REFORMASI

DISUSUSUN OLEH :

1. ISNA IZZATUN NAFSI (16690021)


2. HAIDAR ALI MUHAMMAD (16690034)
3. NISRINA KHOIRUNISA (16690041)
4. NAFIKA AFKARINA (16690048)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA


YOGYAKARTA

2016
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Pancasila Orde
Lama, Orde Baru dan Reformasi.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Pancasila Orde Lama, Orde Baru
dan Reformasi ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Yogyakarta, 15 November 2016

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................................................ ii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan ..................................................................................................................... 1

BAB II : PEMBAHASAN

1. Pancasila Orde Lama .............................................................................................. 2


2. Pancasila Orde Baru ................................................................................................ 5
3. Pancasila era Reformasi .......................................................................................... 7

BAB III : KESIMPULAN .................................................................................................. 11

Daftar pustaka ..................................................................................................................... 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pancasila adalah ideologi dasar bagi bangsa Indonesia. Yaitu berperan sebagai nilai- nilai
yang mendasari segala aspek kehidupan rakyat Indonesia dalam bermasyarakat. Pancasila
memiliki lima sendi utama yaitu, Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan pewakilan,dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila
yang lahir pada tanggal 1 Juni 1945 ini resmi diterapkan sebagai dasar Negara Indonesia yang
masih terus digunakan hingga saat ini. Keberadaannya pun tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan masyarakat Indonesia.
Perwujudan pancasila pun banyak mengalami pasang surut. Bahkan pernah muncul upaya
untuk mengganti Pancasila sebaga dasar negara dan pandangan hidup bangsa dengan ideology
lainnya. Namun upaya ini dapat digagalkan oleh bangsa Indonesia sendiri. Penerapannyapun
berbeda sesuai dengan masa yang ada saat itu. Pancasila mengalami perkembangan di setiap
masanya, terutama dalam mengartikan pancasila itu sendiri. Dalam makalah ini akan dibahas
penerapan Pancasila Orde Lama, Orde Baru, dan masa Reformasi yang memiliki perbedaan
satu sama lain. Terdapat banyak hal-hal yang belum relevan dalam penerapan pancasila pada
masa tersebut. Penyelewengan juga banyak terjadi pada masa-masa ini.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pancasila di masa orde lama dan penerapannya ?
2. Bagaimana pancasila di masa orde baru dan penerapannya ?
3. Bagaimana pancasila di era reformasi dan penerapannya ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui pancasila masa orde lama dan penerapannya.
2. Mengetahui pancasila masa orde baru dan penerapannya.
3. Mengetahui pancasila era reformasi dan penerapannya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pancasila di Masa Orde Lama

Ketika Orde lama Pancasila mengalami ideologisasi. Pancasila berusaha untuk dibangun,
dijadikan sebagai keyakinan, dan kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Soekarno dengan berani
membawa ideologi Pancasila yang ketika itu tak dapat dipastikan akan membawa kesejahteraan
bagi bangsa Indonesia sendiri. Pancasila dipahami dengan paradigma yang berkembang pada
suasana transisi dari massyarakat terjajah menjadi masyarakat yang merdeka. Pancasila
diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa ini.

 Periode 1945-1950

Periode Republik Indonesia Serikat (RIS) yang berjalan sembilan bulan tidak banyak
perkembangan mengenai Pancasila. Dalam pembukaan Konstitusi RIS disebut tentang dasar
negara, yaitu “ Pengakuan Ke-Tuhanan yang Maha Esa, Peri Kemanusiaan, kebangsaan,
kerakyatan, dan keadilan sosial....” Seperti pada Pembukaan UUD 1945 yang juga tidak
disebutkan Pancasila. Namun, Pancasila tetap menjadi dasar negara.

Muncul upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara oleh PKI dengan
meakukan pemberontakan di Madiun terjadi pada tanggal 18 September 1948. Pemberontakan ini
dipimpin oleh Muso. Tujuan utamanya adalah mendirikan Negara Soviet Indonesia yang
berideologi komunis. Dengan kata lain, pemberontakan tersebut akan mengganti Pancasila dengan
paham komunis. Pemberontakan ini pada akhirnya bisa digagalkan. Dan upaya-upaya untuk
menjadikan Indonesia sebagai negara Islam oleh DI/TII dipimpin oleh Sekarmaji Marijan
Kartosuwiryo. Pemberontakan ini ditandai dengan didirikannya Negara Islam Indonesia (NII)
oleh Kartosuwiryo pada tanggal 17 Agustus 1949. Tujuan utama didirikannya NII adalah untuk
mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan syari’at islam. Upaya penumpasan
pemberontakan ini memakan waktu yang cukup lama. Kartosuwiryo bersama para pengikutnya
baru bisa ditangkap pada tanggal 4 Juni 1962.

Nilai persatuan dan kesatuan masih tinggi ketika menghadapi Belanda yang masih ingin
mempertahankan penjajahannya di bumi Indonesia. Namun setelah penjajah dapat diusir,
persatuan mulai mendapat tantangan. Dalam kehidupan politik, sila keempat yang mengutamakan
musyawarah dan mufakat tidak dapat dilaksanakan, sebab demokrasi yang diterapkan adalah
demokrasi parlementer, dimana presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara, sedang kepala
pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri. Sistem ini menyebabkan tidak adanya stabilitas
2
pemerintahan. Kesimpulannya walaupun konstitusi yang digunakan adalah Pancasila dan UUD
1945 yang presidensiil, namun dalam praktek kenegaraan system presidensiil tak dapat
diwujudkan.

 Periode 1950-1959

UUDS ditetapkan sesuai UU No. 7 tanggal 15 Januari 1950. Dalam mukaddimah UUD
1950 rumusan sila-sila Pancasila itu disebutkan di alenia keempat. Seperti dalam Pembukaan
UUD 1945 dan konstitusi RIS nama Pancasila tidak disebutkan, tetapi ada kesepakatan bahwa
nilai azas adalah Pancasila. Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi
politik yang tak stabil. Tercatat ada 7 kabinet pada masa ini.

1. 1950-1951-Kabinet Natsir

2. 1951-1952-Kabinet Sukiman-Suwirjo

3. 1952-1953-Kabinet Wilopo

4. 1953-1955-Kabinet Ali Sastroamidjojo I

5. 1955-1956-Kabinet Burhanuddin Harahap

6. 1956-1957-Kabinet Ali Sastroamidjojo II

7. 1957-1959-Kabinet Djuanda
Padahal Soekarno sendiri mengatakan bahwa jangan ada partai yang berlandasakan
Pancasila karena itu akan menjadikan Pancasila menjadi sebuah ideologi parokial. Pancasila
adalah ideologi negara yang harus menjiwai semua orang Indonesia baik secara pribadi maupun
komunal.

Pada periode ini, penerapan pancasila diarahkan sebagai ideologi liberal yang pada
nyatanya tidak dapat menjamin stabilitas pemerintahan. Walaupun dasar negara tetap pancasila,
tetapi rumusan sila keempat tidak berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan suara terbanyak.
Pada periode ini persatuan dan kesatuan mendapat tantangan yang berat dengan munculnya
pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia
(PRRI), dan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) yang ingin melepaskan diri dari NKRI.
Dalam bidang politik, demokrasi berjalan lebih baik dengan terlaksananya pemilu 1955 yang
dianggap paling demokratis. Tetapi anggota Konstituante hasil pemilu tidak dapat menyusun
Undang-Undang Dasar seperti yang diharapkan. Sebenarnya Mohamat Natsir yang dalam sidang

3
bicara dengan kritis terhadap Pancasila masih menerima nilai-nilai yang ada di dalamnya. Hal ini
menimbulkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan, yang menyebabkan pemerintah
mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 untuk membubarkan Konstituante, Undang-Undang Dasar
Sementara Tahun 1950 tidak berlaku, dan kembali kepada Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Kesimpulan yang ditarik dari penerapan Pancasila selama periode ini adalah Pancasila diarahkan
sebagai ideology liberal yang ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan.

 Periode 1959-1965

Peran militer dibalik dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sangat besar. Dekrit ini
kemudian dinyatakan sebagai Manifesto Politik Republik Indonesia diuraikan 5 kebijaksanaan,
yaitu kembali ke UUD 1945. Dengan dekrit ini kedudukan Pancasila sebagai sumber hukum
dikukuhkan, namun pernyataan bahwa Pancasila adalah ideologi nasional tidak dinyatakan secara
eksplisit. Hal ini membuat pergumulan tentang ideologi nasional tidak berakhir. Saat itu tidak ada
penolakan terbuka, tetapi banyak proses penafsiran terhadap Pancasila dengan berbagai ideologi.
Karena Pancasila merupakan wadah dan masing-masing memberi isinya, maka berkembang
penafsiran versi : ideologi Islam, Marxis, Kristen, Katolik, dan kebangsaan.

Periode ini dikenal sebagai demokrasi terpimpin, akan tetapi demokrasi justru tidak berada
kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin adalah nilai-nilai pancasila tetapi kepemimpinana
berada pada kekuasaaan pribadi presiden Soekarno. Maka terjadilah berbagai penyimpangan
penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi. Akibatnya presiden Soekarno menjadi otoriter,
diangkat menjadi presiden seumur hidup, politik konfrontasi, dan menggabungkan Nasionalis,
Agama, dan Komunis, yang ternyata tidak cocok dengan kehidupan Negara Indonesia. Terbukti
dengan adanya kemerosotan moral di sebagian masyarakat yang tidak lagi hidup bersendikan
nilai-nilai pancasila, dan berusaha untuk menggantikan Pancasila dengan ideologi lain.
Dalam mengimplementasikan pancasila, presiden Soekarno melaksanakan pemahaman
pancasila dengan paradigma yang disebut dengan USDEK. Untuk mengarahkan perjalanan
bangsa, beliau menekankan pentingnya memegang teguh UUD 1945, sosialisme ala Indonesia,
demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin dan kepribadian nasional. Akan tetapi hasilnya terjadilah
kudeta PKI dan kondisi ekonomi yang memprihatinkan.
Demokrasi bukan berada pada kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin adalah nilai-nilai
Pancasila tetapi berada pada kekuasaan pribadi presiden Soekarno. Terjadilah berbagai
penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi. Pada periode ini terjadi
Pemberontakan PKI pada tanggal 30 September 1965 yang dipimpin oleh D.N Aidit. Tujuan
pemberontakan ini adalah kembali mendirikan Negara Soviet di Indonesia serta mengganti

4
Pancasila dengan paham komunis. Pemberontakan ini bisa digagalkan, dan semua pelakunya
berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman sesuai dengan perbuatannya.
Menurut Ketepan MPRS no. XVIII/MPRS /1965 demokrasitrepimpin adalah kerakyatan
yang dipimpn oleh hikmat kebijaksamaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Demokrasi
terpimpin merupakan kebalikan dari demokrasi liberal dalam kenyataanya demokrasi yang
dijalankan Presiden Soekarno menyimpang dari prinsip-prinsip negara demokrasi. Penyimpanyan
tersebut antara lain:
a. Kaburnya sistem kepartaian dan lemahnya peranan partai politik
b. Peranan parlemen yang lemah
c. Jaminan hak-hak dasar warga negara masih lemah
d. Terjadinya sentralisasi kekuasaan pada hubungan antara pusatdan daerah
e. Terbatasnya kebebasan pers sehingga banyak media masayang tidak dijinkan terbit.

Demokrasi terpimpin berakhir karena kegagalan presidenSoekarno dalam mempertahankan


keseimbangan antara kekuatanyang ada yaitu PKI dan militer yang sama-sama berpengaruh.
PKIingin membentuk angkatan kelima sedangkan militer tidakmenyetujuinya. Akhir dari
demokrasi terpimpin ditandai dengandikeluarkannya surat perintah 11 Maret 1966 dari
PresidenSoekarno kepada Jenderal Soeharto untuk mengatasi keadaan.
Pada era orde lama (1955-1961), situasi negara Indonesia diwarnai oleh berbagai macam
kemelut ditingkat elit pemerintahan sendiri. Situasi kacau (chaos) dan persaingan diantara elit
politik dan militer akhirnya memuncak pada peristiwa pembenuhan
6 jenderal pada 1 Oktober 1965 yang kemudian diikuti dengan krisis politik dan kekacauan
sosial. Pada masa ini persoalan hak asasi manusia tidak memperoleh perhatian berarti, bahkan
cenderung semakin jauh dari harapan.

2. Pancasila pada Masa Orde Baru


Pancasila dalam Perspektif Orde Baru Orde baru muncul dengan tekad untuk
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Semangat tersebut muncul
berdasarkan pengalaman sejarah dari pemerintahan sebelumnya yang telah menyimpang dari
Pancasila serta UUD 1945 demi kepentingan kekuasaan. Akan tetapi, yang terjadi sebenarnya
adalah tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada masa orde lama, yaitu Pancasila tetap pada
posisinya sebagai alat pembenar rezim otoritarian baru di bawah Soeharto.

Seperti rezim otoriter pada umumnya lainnya, ideologi sangat diperlukan orde baru
sebagai alat untuk membenarkan dan memperkuat otoritarianisme negara. Sehingga Pancasila
oleh rezim orde baru kemudian ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membenarkan dan

5
memperkuat otoritarianisme negara. Maka dari itu Pancasila perlu disosialisasikan sebagai doktrin
komprehensif dalam diri masyarakat Indonesia guna memberikan legitimasi atas segala tindakan
pemerintah yang berkuasa. dalam diri masyarakat Indonesia. Adapun dalam pelaksanaannya
upaya indroktinisasi tersebut dilakukan melalui berbagai cara, mulai dari pengkultusan Pancasila
sampai dengan Penataran P4.

Upaya pengkultusan terhadap pancasila dilakukan pemerintah orde baru guna


memperoleh kontrol sepenuhnya atas Pancasila dan UUD 1945. Pemerintah orde baru
menempatkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai sesuatu yang keramat sehingga tidak boleh
diganggu gugat. Penafsiran dan implementasi Pancasila sebagai ideologi terbuka, serta UUD
1945 sebagai landasan konstitusi berada di tangan negara. Pengkultusan Pancasila juga tercermin
dari penetapan Hari Kesaktian Pancasila setiap tanggal 1 Oktober sebagai peringatan atas
kegagalan G 30 S/PKI dalam upayanya menggantikan Pancasila dengan ideologi komunis.

Retorika mengenai persatuan kesatuan menyebabkan pemikiran bangsa Indonesia yang


sangat plural kemudian diseragamkan. Uniformitas menjadi hasil konkrit dari kebijakan politik
pembangunan yang unilateral. Gagasan mengenai pluralisme tidak mendapatkan tempat untuk
didiskusikan secara intensif. Sebagai pucaknya, pada tahun 1985 seluruh organisasi sosial politik
digiring oleh hukum untuk menerima Pancasila sebagai satu-satunya dasar filosofis, sebagai asas
tunggal dan setiap warga negara yang mengabaikan Pancasila atau setiap organisasi sosial yang
menolak Pancasila sebagai asas tunggal akan dicap sebagai penghianat atau penghasut.Dengan
demikian, jelaslah bahwa Orde Baru tidak hanya memonopoli kekuasaan, tetapi juga memonopoli
kebenaran. Sikap politik masyarakat yang kritis dan berbeda pendapat dengan negara dalam
prakteknya diperlakukan sebagai pelaku tindak kriminal atau subversif.

Sosialisasi Pancasila melalui Penataran P4 Pada era Orde Baru, selain dengan melakukan
pengkultusan terhadap Pancasila, pemerintah secara formal juga mensosialisasikan nilai-nilai
Pancasila melalui TAP MPR NO II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (P4) di sekolah dan di masyarakat. Siswa, mahasiswa, organisasi sosial, dan lembaga-
lembaga negara diwajibkan untuk melaksanakan penataran P4. Tujuan dari penataran P4 antara
lain adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan
pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan
terpelihara. Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang
kuat terhadap pemerintah Orde Baru. Selain sosialisasi nilai Pancasila dan menerapkan nilai
Pancasila dalam kehidupan berbangsa, dalam kegiatan penataran juga disampaikan pemahaman
terhadap Undang- Undang Dasar 1945 dan Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Pelaksanaan

6
penataran P4 sendiri menjadi tanggung jawab dariBadan Penyelenggara Pelaksanaan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7).

Akan tetapi cara melakukan pendidikan semacam itu, terutama bagi generasi muda,
berakibat fatal. Pancasila yang berisi nilai-nilai luhur, setelah dikemas dalam penataran P4,
ternyata justru mematikan hati nurani generasi muda terhadap makna dari nilai luhur Pancasila
tersebut. Hal itu terutama disebabkan oleh karena pendidikan yang doktriner tidak disertai dengan
keteladanan yang benar. Setiap hari para pemimpin berpidato dengan selalu mengucapkan kata-
kata Pancasila dan UUD1945, tetapi dalam kenyataannya masyarakat tahu bahwa kelakuan
mereka jauh dari apa yang mereka katakan. Perilaku itu justru semakin membuat persepsi yang
buruk bagi para pemimpin serta meredupnya Pancasila sebagai landasan hidup bernegara, karena
masyarakat menilai bahwa aturan dan norma hanya untuk orang lain (rakyat) tetapi bukan atau
tidak berlaku bagi para pemimpin. Atau dengan kata lain Pancasila hanya digunakan sebagai
slogan yang menunjukkan kesetiaan semu terhadap pemerintah yang sedang berkuasa.

3. Pancasila Era Reformasi


Pancasila lahir dari banyak macamnya (pluralitas) keinginan masyarakat yang ingin
memiliki tatanan sosial yang lebih menjamin setiap sila yang ada didalam Pancasila yaitu
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan yang ditopang oleh keyakinan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, dalam satu wadah bangsa dan negara Indonesia. Oleh karena itu, untuk
mengembalikan suasana masyarakat yang memiliki cita ideal dan semangat yang sama ketika
hari kemerdekaan Indonesia, digalakkanlah gerakan reformasi pada hari kamis, 21 Oktober
1998.

Reformasi berasal dari kata reformation dengan akar kata reform yang artinya “make or
become better by removing or putting right what is bad or wrong ”. Pengertian reformasi secara
umum adalah suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal
yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula, sesuai dengan nilai-nilai
ideal yang dicita-citakan rakyat, yakni Pancasila sebagai konsensus nasional. Atas dasar
pengertian reformasi diatas, suatu gerakan reformasi memiliki kondisi atau syarat syarat sebagai
berikut:

1. Gerakan reformasi terjadi akibat terjadinya penyimpangan pada era sebelumnya


yaitu orde baru dan orde lama. Berbagai sebab tersebut, bisa berupa distorsi
kebijakan (ketidaksesuaian atau ketidakcocokan kebijakan) maupun hukum. Hal
tersebut terjadi pada masa orde baru, di mana rezim pemerintahan dalam mengelola
negara menggunakan pendekatan kekeluargaan sehingga semakin menguatkan pola-

7
pola nepotisme, kolusi, dan korupsi (KKN) yang tidak sesuai dengan makna dan
semangat Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.
2. Gerakan reformasi harus dilakukan dengan semangat dan cita-cita yang (berlandasan
ideologis) tertentu, yakni Pancasila sebagai ideologi, dasar, dan filsafat bangsa dan
negara Indonesia.
3. Gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu kerangka struktural
tertentu (dalam hal ini Undang Undang Dasar 1945) sebagai kerangka acuan
reformasi.
4. Gerakan Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan kondisi serta keadaan yang
lebih baik dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
yakni antara lain tatanan politik, ekonomi Indonesia, sosial, budaya, serta kehidupan
keagamaan.
5. Gerakan reformasi pada hakikatnya dilakukan dengan semangat mendekatkan dari
kondisi ideal nilai-nilai Pancasila yang memiliki prinsip sesuai ke-5 silanya.

Pengertian gerakan reformasi secara praksis dan aplikatif berarti mengembalikan tatanan
kenegaraan ke arah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia,
yang selama diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa Orde Lama
maupun Orde Baru. Negara Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yakni merekonstruksi
kehidupan berbangsa dan bernegara. Agar terwujud masyarakat madani yang sejahtera,
masyarakat yang bermartabat kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat
yang demokratis yang bermoral religius serta masyarakat yang bermoral kemanusiaan dan
beradab.

Bila berbicara sebab akibat atau kausalitas, melihat dari sejarah terjadinya gerakan
reformasi, sesungguhnya reformasi ada sebagai aksi atau bentuk perlawanan terhadap penerapan
dan penggunaan GBHN 1998 pada Pembangunan jangka Panjang II Pelita ke-7 di Negara
Indonesia sehingga memunculkan krisis ekonomi Indonesia dan Asia terutama Asia Tenggara
sehingga menyebabkan stabilitas politik menjadi semakin rapuh dan goyah. Sistem politik
dikembangkan ke arah sistem “Birokratik Otoritarian” dan suatu sistem “Korporatik”.

Sistem tersebut ditandai dengan konsentrasi kekuasaan dan partisipasi di dalam pembuatan
keputusan-keputusan nasional yang berada hampir seluruhnya pada tangan penguasa negara,
kelompok militer, kelompok cerdik cendikiawan dan kelompok pengusaha oligopolistik yang
bekerjasama dengan masyarakat bisnis internasional.

8
Keberhasilan gerakan reformasi diawali dengan peristiwa gerakan demonstrasi massal di
seluruh pelosok negeri Indonesia yang dilakukan oleh hampir seluruh lapisan masyarakat,
termasuk aktivis mahasiswa dan puncaknya terjadi pendudukan gedung DPR RI, sehingga
berakibat tumbangnya (lebih tepatnya mundur dari jabatan) Presiden Soeharto pada Kamis, 21
Mei 1998, dan kemudian digantikan oleh Wakil Presiden Prof. Dr. Baharuddin Jusuf Habibie dan
kemudian menjabat sebagai presiden. Tidak lama setelahnya terjadi pembentukan Kabinet
Reformasi Pembangunan.

Pemerintahan Presiden B.J. Habibie merupakan pemerintahan transisi yang akan


mengantarkan rakyat Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh, terutama
perubahan paket Undang Undang politik 1985, kemudian diikuti dengan reformasi ekonomi
Indonesia yang menyangkut perlindungan hukum. Yang lebih mendasar, reformasi dilakukan
pada kelembagaan tinggi dan tertinggi negara yaitu pada susunan DPR dan MPR, yang dengan
sendirinya harus dilakukan melalui pemilu secepatnya.

Dalam sejarah panjang stabilitas Negara Indonesia ini, Orde Reformasi memiliki
kesamaan alasan utama kemunculan dengan rezim atau era yang lain, yaitu ingin mengoreksi atau
memperbaiki hal hal yang salah atau kurang tepat di masa ataupun era sebelumnya. Contohnya
saja, orde baru yang hadir akibat adanya keinginan untuk memperbaiki moral dan mental bangsa
dan masyarakat ekonomi politiknya. Akan tetapi, sayang sekali harapan berbeda dari kenyataan,
maka orde baru kemudian dikoreksi oleh era reformasi.

Dalam orde atau era reformasi tersebut dalam sejarahnya, dilakukan pengembangan dalam
hak-hak rakyat di wilayah tataran elit maupun dalam tataran rakyat bawah Rakyat bebas untuk
berserikat dan berkumpul dengan mendirikan partai politik LSM, dan lain-lain.

Penegakan hukum telah lebih terjamin khususnya bila dibandingkan pada zaman orde lama
dan orde baru. Akan tetapi tidak dapat kita naifkan bahwa para elit politik atau pejabat masih
menyayangi KKN dari pada negaranya sehingga terjadi inkonsistensi dalam penegakan hukum.

Dalam bidang sosial budaya, di satu sisi kebebasan berbicara, bersikap, dan bertindak amat
memacu kreativitas masyarakat. Namun, di sisi lain justru menimbulkan semangat
primordialisme. Benturan antar-suku, antar-umat beragama, antar-kelompok, dan antar-daerah
terjadi di berbagai tempat. Kriminalitas meningkat dan pengerahan massa menjadi cara untuk
menyelesaikan berbagai persoalan yang berpotensi tindakan kekerasan. Fakta empiris yang
dihadapi saat ini adalah munculnya ego kedaerahan dan primordialisme sempit. Munculnya

9
indikasi tersebut sebagai salah satu gambaran menurunnya pemahaman tentang Pancasila sebagai
suatu ideologi, dasar falsafah negara, azas, paham negara.

Padahal seperti diketahui Pancasila sebagai sistem yang terdiri atas lima sila
(sikap/prinsip/pandangan hidup) dan merupakan suatu keutuhan yang saling menjiwai dan dijiwai
itu digali dari kepribadian bangsa Indonesia yang majemuk bermacam etnis/ suku bangsa, agama,
dan budaya yang bersumpah menjadi satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa persatuan, sesuai
dengan Bhinneka Tunggal Ika.

Menurunnya rasa persatuan dan kesatuan di antara sesama warga bangsa saat ini adalah
yang ditandai dengan adanya konflik di beberapa daerah, baik konflik horizontal maupun konflik
vertikal, seperti halnya yang masih terjadi di Papua dan Maluku. Berbagai konflik yang terjadi
dan telah banyak menelan korban jiwa antar-sesama warga bangsa dalam kehidupan masyarakat,
seolah-olah wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila yang lebih
mengutamakan kerukunan telah hilang dari kehidupan masyarakat Indonesia.

Orde Reformasi yang baru berjalan 12 tahun lebih telah memiliki empat presiden. Namun,
berbagai perkembangan fenomena kehidupan ekonomi Indonesia, politik, sosial, budaya, etnisitas
masih jauh dan cita ideal nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi dasar negara yang sesungguhnya.
Pancasila secara formal tetap dianggap sebagai dasar dan ideologi negara, tetapi hanya sebatas
pada retorika pernyataan politik.

Ideologi negara yang seharusnya menjadi acuan dan landasan seluruh elemen bangsa
Indonesia khususnya para negarawan dan para politisi serta pelaku ekonomi Indonesia dalam
berpartisipasi membangun negara, justru menjadi kabur dan terpinggirkan. Hasilnya NKRI
mendapat tantangan yang berat. Timor-Timur yang telah lama bergabung dalam NKRI melalui
perjuangan dan pengorbanan lepas dengan sekejap pada masa reformasi tersebut. Daerah-daerah
lain juga mengancam akan berdiri sendiri bila tuntutannya tidak dipenuhi oleh pemerintah pusat.
Tidak segan-segan, sebagian masyarakat menerima aliran dana asing dan rela mengorbankan
kepentingan bangsanya sebagai imbalan dolar. Dalam bahasa intelijen, Indonesia saat ini tengah
mengalami apa yang dikenal dengan “subversi asing”, yakni kita saling menghancurkan negara
sendiri karena campur tangan secara halus pihak asing.

10
BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, pancasila serta penerapannya pada masa orde lama, orde
baru, dan era reformasi sangat erat kaitannya dengan kesadaran setiap warga negara terhadap
pancasila. Kesadaran terhadap pelaksanaan pancasila merupakan hasil dari buah pikiran manusia,
yang apabila sudah tertanam pancasila maka dalam mengimplementasikan nilai-nilainya akan
lebih mudah. Pada masa orde lama, pancasila dijadikan sebagai keyakinan dan kepribadin bangsa
Indonesia yang implementasinya berbeda-beda. Terjadi perkembangan dalam pengertian
pancasila selama pergantian periode pemerintahan. Negara Indonesia mengalami kekacauan yang
mengakibatkan terjadinya krisis politik dan tidak diakuinya hak asasi manusia. Pada masa orde
baru, penafsiran dan implementasi Pancasila sebagai ideologi terbuka serta UUD 1945 sebagai
landasan konstitusi berada di tangan negara. Pancasila memonopoli kekuasaan dan juga
memonopoli kebenaran. Bahkan pancasila sebagai landasan hidup masyarakat justru semakin
meredup, hal ini karena pemimpin yang tingkah lakunya dinilai tidak sesuai dengan pancasila dan
norma serta aturan yang hanya berlaku bagi rakyat tidak untuk para pemimpin. Pada era reformasi,
muncul gerakan penataan ulang ketatanegaraan yang pada orde sebelumnya mengalami
penyimpangan dari nilai-nilai dasar pancasila. Pada masa ini hak-hak rakyat dikembangkan dan
diberi kebebasan untuk berserikat atau berkumpul dengan mendirikan partai polotik, LSM, dll.
Namun pancasila yang seharusnya menjadi landasan seluruh bangsa terutama bagi para pemimpi
justru menjadi kabur dan terpingirkan. Sehingga muncul berbagai ancaman bahkan tantangan bagi
bangsa Indonesia.

11
DAFTAR PUSTAKA

A. Ubaidillah dkk. 2000. Pendidikan kewargaan demokrasi, ham, dan masyarakat madani.
Jakarta. IAIN Jakarta press.
Abdulgani, Ruslan. 1988.Pancasila:Perjalanan Sebuah Ideologi. Jakarta: Grasindo.
Andreas Doweng Bolo, dkk. 2012. Pancasila kekuatan pembebas. Yogyakarta. Kanisius.

Komalasari, Kokom.2007. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Lentera Cendekia.

Raharjo, M Dawam. 1999.Orde Baru dan Orde Transisi:Wacana Kritis Atas Penyalahgunaan
Dan Krisis Ekonomi. Yogyakarta:UII Press.

12

Anda mungkin juga menyukai