Anda di halaman 1dari 8

Nama : Clara Irene Putri Assang

NIM : R021231056
Prodi : Fisioterpi

Judul : Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan Republik Indonesia


Dosen Pengampu : Saharuddin, S.IP., M.Si.

A. UNDANG-UNDANG DASAR 1945 KEDUDUKAN PANCASILA DAN KONSEP


DASAR UNDANG-UNDANG

PENGERTIAN HUKUM DASAR NEGARA


Ada dua macam hukum dasar, yaitu hukum dasar tertulis (Undang-Undang Dasar) dan hukum
dasar tidak tertulis (Konvensi).

Hukum Dasar Tertulis (Undang-Undang Dasar)


E.C.S. Wade dalam bukunya Constitutional Law mengatakan bahwa secara umum
undang-undang dasar adalah suatu naskah yang memaparkan kerangka dan tugas-tugas pokok
dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan cara kerja badan-badan tersebut.
Jadi pada prinsipnya mekanisme dan dasar setiap sistem pemerintahan diatur dalam
undang-undang dasar.
Hukum Dasar Tidak Tertulis (Konvensi)
Konvensi adalah hukum yang yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggara negara
secara tidak tertulis.
Pengertian Undang-Undang 1945
Yang dimaksud dengan undang-undang dasar dalam UUD 1945 adalah hukum
dasar tertulis yang bersifat mengikat bagi pemerintah, lembaga negara, lembaga
masyarakat, dan warga negara Indonesia di mana pun mereka berada, serta setiap
penduduk yang ada di wilayah Republik Indonesia. Sebagai hukum, UUD 1945 berisi
norma, aturan, atau ketentuan yang harus dilaksanakan dan ditaati.
Kedudukan Undang-Undang 1945
Dalam kerangka tata susunan norma hukum yang berlaku, UUD 1945 ialah
hukum yang
menempati kedudukan tertinggi yang juga menjadi sumber hukum. Di mana
undang-undang
dasar terbagi atas Pembukaan (4 alinea), Batang tubuh UUD 1945 (37 Pasal;16 bab;4
pasal
aturan peralihan;2 ayat aturan tambahan), dan Penjelasan UUD 1945 (umum dan per
pasal)
sebelum amandemen yang mana pembagian tersebut ialah satu kesatuan utuh yang tidak
dapat
Dipisahkan.
Sifat-sifat Undang-Undang Dasar 1945
Sifat undang-undang yang singkat dan supel itu juga dikemukakan dalam Penjelasan:
1. Undang-Undang Dasar itu sudah cukup apabila telah memuat aturan- aturan
pokok saja, hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah
pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan
negara dan kesejahteraan sosial.
2. UUD 1945 yang singkat dan supel itu lebih baik bagi negara seperti Indonesia ini,
yang masih harus berkembang, harus terus hidup secara dinamis, masih terus akan
mengalami perubahan-perubahan.
Isi Undang-Undang Dasar 1945
Isi UUD 1945 setelah amandemen, ditetapkan hanya terdapat 16 bab dengan
dihapuskannya Bab IV tentang DPA, namun jumlah babnya bertambah menjadi 22 bab.
Pada
pasalnya pun tetap 37 pasal dengan 3 pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan,
namun tiap pasalnya dikembangkan dan ditambah ayatnya sehingga total menjadi 72 pasal.
Makna Pembukaan UUD 1945
Makna yang terkandung dalam tiap-tiap Alinea Pembukaan UUD 1945, secara
keseluruhan sebenarnya merupakan suatu kesatuan yang logis. Tiap-tiap alinea dalam
Pembukaan UUD 1945, sejak dari alinea I sampai dengan alinea IV merupakan suatu
kesatuan.
Isi Pembukaan Undang-Undang 1945
Berdasarkan sudut sejarah/terjadinya isi pembukaan UUD 1945 terlihat bahwa :
• Alinea 1 = pernyataan hak kemerdekaan dari segala bangsa
• Alinea 2 = berhasilnya perjuangan bangsa Indonesia
• Alinea 3 = kemerdekaan rakyat Indonesia atas rahmat Tuhan yang Maha Esa.
• Alinea 4 = pembentukan pemerintah Indonesia dengan dasar Pancasila sebagai asas
kerohanian bangsa.
Berdasarkan sudut isinya/kesepadanan isi pembukaan UUD 1945 terlihat bahwa :
• Alinea 1 = tuntutan hak kodrat dan hal moril bangsa.
• Alinea 2 = perjuangan bangsa telah sampai pada titik puncak/kulminasi
• Alinea 3 = awal hidup luhur bangsa
• Alinea 4 = ikrar berdirinya negara kesatuan RI dengan memiliki dasar, tujuan, dan cita-
cita.
Sifat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
1. Pembukaan UUD 1945 Sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental,
(Staatfundamentalnorm), artinya menurut ilmu hukum tatanegara memiliki
beberapa unsur mutlak terbagi atas segi terjadinya dan segi isinya.
2. Pembukaan UUD’45 bersifat tetap tidak dapat diubah, artinya selamanya terlekat
dalam kelangsungan hidup bangsa Indonesia sepanjang masa di dalam bernegara
yang terjadi 2 sebab yaitu secara formal dan secara material.
3. Pembukaan UUD’45 bersifat konkrit/jelas, artinya dengan adanya Pembukaan
UUD’45 sebagai Kata Pengantar UUD Negara RI maka adanya Negara Kesatuan
RI menjadi konkrit/jelas.
4. Pembukaan UUD’45 bersifat tertulis, yaitu memiliki kekuatan yang dapat
dipaksakan, tegas dan jelas formulasinya.
Tujuan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Tujuan pembukaan UUD 1945 terbagi atas 4 macam, yaitu :
1. Alinea 1 = pertanggungjawaban atas proklamasi kemerdekaan RI
2. Alinea 2 = cita-cita kemerdekaan, yaitu terpeliharanya kemerdekaan, kedaulatan
negara, kesatuan bangsa, negara dan daerah atas keadilan hukum dan keadilan
moril
3. Alinea 3 = pernyataan kemerdekaan sebagai permulaan hidup luhur dan suci atas
rahmat Tuhan YME.
4. Alinea 4 = penentuan asas tujuan yang tetap (kesejahteraan politik, ekonomi,
sosial, kebahagiaan, rokhaniah, badaniah dan Tuhaniah.

Pokok-Pokok Pikiran Dalam Pembukaan UUD 1945


Pokok-pokok Pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum
dasar negara baik hukum dasar tertulis (UUD) maupun hukum dasar tidak tertulis
(convensi).
1. Pokok Pikiran Pertama : Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar asas persatuan dengan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Pokok Pikiran Kedua : Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
3. Pokok Pikiran Ketiga : Negara yang berkedaulatan rakyat; berdasarkan atas
kerakyatan, dan permusyawaratan/perwakilan.
4. Pokok Pikiran Keempat Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
menurut Gasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

HUBUNGAN ANTAR POKOK PIKIRAN PEMBUKAAN UUD 1945 DENGAN


BATANG TUBUH UUD 1945
Pembukaan UUD 1945, mempunyai fungsi hubungan langsung yang bersifat
kausal organs dengan batang tubuh UUD 1945. Karena isi dalam Pembukaan
dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945. Maka, Pembukaan UUD 1945 yang
memuat dasar filsafat negara dan Undang-Undang Dasar merupakan satu kesatuan
walaupun dapat dipisahkan, bahkan merupakan rangkaian kesatuan nilai dan norma
yang terpadu. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang didalamnya terkandung
Pokok-pokok Pikiran Persatuan Indonesia. Keadilan sosial, Kedauatan Rakyat
berdasarkan atas Permusyawaratan/Perwakilan serta Ketuhanan Yang Maha Esa
menurut dasar kemanusiaan yang Adil dan Beradab yang inti sarinya merupakan
pencernaan dari dasar filsafat Pancasila.
PENGERTIAN, SIFAT, ISI BATANG BATANG TUBUH
Batang tubuh UUD’45 ialah peraturan Negara yang memuat ketentuan- ketentuan
pokok dan menjadi salah satu sumber daripada peraturan perundang- undangan
lainnya yang kemudian dikeluarkan oleh negara itu. Negara Indonesia yang meiliki
tiga sifat utama, yaitu fleksibel/elastis/supel, rigid (tidak kaku), luwes (gemulai). Isi
batang tubuh UUD berdasarkan hasil amandemen 2002 terdiri dari 37 pasal yang
terbagi lagi dari 16 bab menjadi 26 bab dan 3 pasal aturan peralihan dan 2 pasal
aturan tambahan.
PROSES PERUBAHAN/AMANDEMEN 1945
1. Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan
dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat, apabila diajukan oleh
sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
2. Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara
tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah
beserta alasannya.
3. Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari
jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
4. Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan
dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu
dan seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
5. Khusus tentang bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat
dilakukan perubahan.
B. AMANDEMEN/PERUBAHAN UUD’45 DAN DINAMIKA PELAKSANAAN
UUD’45 SEJAK AWAL KEMERDEKAAN HINGGA ERA GLOBAL

MASA KEMERDEKAAN (1945-1949)


Selama periode ini, sistem pemerintahan berubah dari presidensial menjadi parlementer
karena berdirinya negara RIS setelah hasil sidang KMB. Dalam periode ini pun terjadi
tujuh pergantian kabinet yang melibatkan berbagai pemimpin, termasuk Kabinet Natsir,
Kabinet Sukirman, Kabinet Wilopo, Kabinet Ali Sastroamijoyo I, Kabinet Burhanudin
Harahap, Kabinet Ali Sastroamijoyo II, dan Kabinet Juanda di mana dari pergantian
kabinet ini memicu upaya konstituante untuk mengadakan sidang, tetapi upaya tersebut
selalu gagal sehingga akibat ketidakstabilan politik dan pergantian kabinet yang sering,
Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959.
MASA ORDE LAMA (1959-1966)
Orde Lama adalah periode pemerintahan di Indonesia yang berlangsung dari 5 Juli 1959-
11 Maret 1966, saat Presiden menyerahkan Supersemar kepada Letjen Soeharto. Adapun
penyimpangan yang terjadi seperti tidak sesuai dengan ketentuan UUD 1945, pembuatan
UUD oleh presiden tanpa persetujuan DPR, pembubaran DPR oleh Presiden, pemilihan
presiden seumur hidup, stabilitas nasional yang terancam, dan adanya intervensi soeharto.
MASA ORDE BARU
Orde Baru adalah rezim pemerintahan yang muncul setelah seminar TNI/AD kedua di
Seskoad Bandung pada Agustus 1966 yang mana landasan konstitusionalnya tetap UUD
1945, tetapi landasan strukturalnya adalah kabinet Ampera sedangkan landasan
operasionalnya adalah Tap MPR sejak sidang umum ke IV tahun 1966 masa ini bertujuan
menegakkan kebenaran dan keadilan demi Ampera, Tritura, dan Hanura secara
konstitusional. Adapun perubahan signifikan dalam struktur politik dan pemerintahan
Indonesia, yaitu perubahan pemimpin, pembentukan lembaga negara, dan mekanisme
kegiatan kenegaraan.

MASA REFORMASI
Proses reformasi di Indonesia diawali dengan keinginan untuk mengamandemen juga
muncul karena terdapat sifat "multi-interpretabel" pada pasal-pasal UUD 1945, yang pada
masa Orde Lama dan Orde Baru mengakibatkan sentralisasi kekuasaan, terutama di
tangan Presiden. Melalui serangkaian Sidang Umum MPR tahun 1999, Sidang Tahunan
MPR tahun 2000, Sidang Tahunan MPR tahun 2001, dan Sidang Tahunan MPR tahun
2002, UUD 1945 mengalami perubahan atau amandemen yang bertujuan untuk
menyempurnakan Batang Tubuh UUD 1945 tanpa mengubah isi Pembukaan UUD 1945.
Pembukaan UUD 1945 dianggap sebagai ikrar berdirinya negara Kesatuan Republik
Indonesia dan tetap memuat Pancasila sebagai Dasar Negara. Dari amandemen tersebut
sebagai upaya untuk memperbaharui UUD 1945 tanpa mengganggu nilai-nilai dasar
Pancasila yang diakui sebagai fondasi negara Indonesia.

C. SISTEMATIKA KETATANEGARAAN NEGARA KESATUAN RI TUJUH


KUNCI POKOK SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA
Meskipun UUD 1945 telah diamandemen, ketujuh kunci pokok tersebut masih relevan
dalam sistem pemerintahan Indonesia dewasa ini. Ketujuh kunci pokok itu adalah:
1. Indonesia adalah Negara yang Berdasarkan Hukum (Rechtsstsat)
2. Sistem Konstitusional
3. Kekuasaan Negara yang Tertinggi di Tangan Rakyat
4. Presiden adalah Penyelenggara Pemerintah Negara yang Tertinggi di
bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat
5. Presiden Tidak Bertanggung Jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat
6. Menteri Negara adalah Pembantu Presiden dan Menteri Negara Tidak
Bertanggung Jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat
7. Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak Terbatas
SUSUNAN KEKUASAAN RI
Konsep kekuasaan negara menurut demokrasi sebagai terdapat dalam UUD 1945 sebagai
berikut:
1. Kekuasaan di Tangan rakyat
2. Pembagian Kekuasaan
3. Pembatasan kekuasaan
4. Pengambilan Keputusan
5. Pengawasan
D. SISTEM KELEMBAGAAN RI KELEMBAGAAN NEGARA
UUD 1945 bukan hanya mengandung semangat dan perwujudan pokok pikiran
yang terkandung di dalam Pembukaannya, tetapi juga merupakan rangkaian kesatuan
pasal-pasalnya.
Menurut MPR No.VI/MPR/1973 dan Tap. MPR No.III/MPR/1978. MPR
me-netapkan bahwa MPR adalah lembaga tertinggi negara sedangkan lembaga tinggi
negara terdiri Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Pertimbangan Agung, Badan
Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung.

E. HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA RI HUBUNGAN


ANTARA MPR DAN PRESIDEN
1. MPR adalah pemegang kekuasaan tinggi sebagai wakil rakyat, bersama
dengan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan Presiden, sesuai dengan
Pasal I ayat (2) UUD 1945.
2. MPR dan Presiden dipilih langsung oleh rakyat, sesuai dengan Pasal 2
ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1) UUD 1945.
3. Sebelum amendemen tahun 2002, MPR memiliki kekuasaan tertinggi,
termasuk dalam pengangkatan dan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil
Presiden.
4. Setelah amendemen tahun 2002, Presiden dapat diberhentikan sebelum
masa jabatannya berakhir atas alasan-alasan seperti pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, dll atau jika tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden, sesuai dengan Pasal 7A UUD 1945.
HUBUNGAN ANTARA MPR DAN DPR
1. MPR terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipilih melalui pemilu, sesuai
dengan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945.
2. MPR adalah pemegang kedaulatan rakyat tertinggi (Pasal 2 ayat (1)) dan
memiliki kekuasaan untuk mengubah UUD serta menyelesaikan
masalah-masalah yang bersifat dasar dan struktural.
3. DPR dan MPR menjalin kerjasama yang simultan dalam melakukan
pengawasan terhadap jalannya pemerintahan yang dilakukan oleh
Presiden.
4. Anggota DPR merangkap sebagai anggota MPR, sehingga MPR
menggunakan DPR sebagai mitra dalam pengawasan pelaksanaan
kebijakan Presiden.
5. DPR memiliki hak-hak tertentu, seperti hak angket, hak amandemen, hak
interpelasi, hak budget, dan hak tanya inisiatif (Pasal 20-A).
6. MPR melalui wewenang DPR mengemudikan pembuatan
Undang-Undang dan peraturan-peraturan lainnya agar sesuai dengan UUD
1945. Selain itu, MPR juga menilai dan mengawasi wewenang
lembaga-lembaga lainnya.
HUBUNGAN ANTARA DPR DAN MENTERI-MENTERI
1. Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, sesuai dengan
Pasal 17 ayat UUD 1945. Menteri-menteri tidak bertanggung jawab
kepada DPR, melainkan kepada Presiden.
2. Kedudukan menteri-menteri tidak dapat dilepaskan dari penafsiran
tentang kedudukan Presiden, yang juga tidak bertanggung jawab kepada
DPR, membentuk sistem Kabinet Presidensial.
3. DPR tidak memiliki kewenangan untuk menjatuhkan atau
memberhentikan menteri-menteri secara langsung.
4. DPR harus memberikan pertimbangan kepada Presiden secara serius dan
tulus ikhlas. Presiden juga harus memperhatikan suara DPR dengan
sungguh-sungguh.

HUBUNGAN ANTARA PRESDEN DAN MENTERI-MENTERI


1. Presiden memiliki kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan
menteri-menteri negara, sesuai dengan Pasal 17 ayat (2) UUD 1945.
2. Menteri-menteri adalah pembantu Presiden, dan mereka memiliki peran
penting dalam menjalankan pemerintahan.
3. Menteri-menteri memengaruhi Presiden dalam menentukan politik negara
yang berkaitan dengan departemennya.
4. Dalam praktik pemerintahan, Presiden dapat melimpahkan sebagian
wewenang kepada pembantu pimpinan dari Presiden, tetapi hal ini tidak
boleh mengurangi prinsip dasar dari sistem Kabinet Presidensial, di mana
Presiden dan menteri-menteri bekerja sama untuk menjalankan
pemerintahan negara.

HUBUNGAN ANTARA MA DAN LEMBAGA LAINNYA


1. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan
kehakiman lainnya sesuai dengan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945.
2. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna mewujudkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila. Ini menunjukkan bahwa sistem kehakiman
Indonesia berlandaskan prinsip"Rule of law" atau negara hukum, di mana
perlindungan hak-hak asasi manusia dijamin dan pemerintahan berdasar
hukum.
3. Undang-undang Pokok Kehakiman (UU No. 14 tahun 1970) menjamin
hak-hak asasi manusia yang mendapatkan perlindungan, dan pengadilan
mengadili sesuai dengan hukum tanpa membeda-bedakan orang.
4. Pengadilan hanya dapat menghadapkan seseorang di depannya jika
ditentukan oleh undang-undang dan hanya dapat dijatuhi pidana jika
pengadilan, berdasarkan alat bukti yang sah, dan yakin orang tersebut
bersalah atas perbuatan yang dituduhkan.
5. Mahkamah Agung memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat
tentang soal-soal hukum kepada lembaga negara lain jika diminta.
6. Mahkamah memiliki wewenang untuk menyatakan tidak sah peraturan
perundangan dari tingkat yang lebih tinggi. Putusan tentang tidak sahnya
peraturan tersebut dapat diambil oleh instansi yang bersangkutan.

HUBUNGAN ANTARA BPK DENGAN DPR


1. BPK memiliki tugas memeriksa keuangan negara, termasuk pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan hasil
pemeriksaannya dilaporkan kepada DPR.
2. BPK berwenang meminta keterangan yang wajib diberikan oleh siapa
pun, badan/instansi pemerintah, atau badan swasta yang tidak
bertentangan dengan UU.
3. BPK bertugas memeriksa pertanggungjawaban pemerintah tentang
keuangan negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Anggaran
perusahaan milik negara, danlain-lain.
4. Keanggotaan BPK harus independen dan tidak mewakili golongan atau
kepentingantertentu. Peran BPK dalam memeriksa keuangan negara
adalah membantu memastikantransparansi dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan negara, serta mencegah penyalahgunaan dana publik.

Anda mungkin juga menyukai