Anda di halaman 1dari 18

BAB 6

Undang-Undang Dasar 1945 dan Perubahannya


A. Pengertian, Kedudukan, Fungsi dan Sifat UUD 1945
UUD 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri dan tersusun atas tiga bagian, yaitu:
1. Bagian Pembukaan, terdiri dari 4 alinea
2. Bagian Batang Tubuh, terdiri dari 16 Bab, 37 Pasal, 4 Pasal Aturan Peralihan, dan 2
Pasal Aturan Tambahan
3. Bagian Penjelasan, yang meliputi Penjelasan Umum dan Penjelasan Pasal demi Pasal
Adapun yang dimaksud dengan UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis. Maka sebagia
hukum, UUD itu, mengikat, baik bagi pemerintah, setiap lembaga negara dan lembaga
masyarakat, serta mengikat bagi setiap warga negara Indonesia dimanapun ia berada, maupun
bagi setiap penduduk yang ada diwilayah negara Republik Indonesia. Sebagai hukum dasar
tertulis , UUD dalam kerangka tata aturan atau tata tingkatan norma hukum yang berlaku
menempati kedudukan yang tinggi, yang mempunyai fungsi sebagai alat pengontrol bagi
norma hukum yang kedudukannya lebih rendah, apakah telah sesuai atau tidak dengan
ketentuan UUD.
B. Pembukaan UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 yang terdiri dari 4 alinea itu menjadi sumber motivasi dan
aspirasi perjuangan tekad bangsa Indonesia.
1. Makna Tiap-Tiap Alinea Pembukaan UUD 1945
a. Alinea Pertama
Alinea ini mengungkapkan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan yang tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan, sehingga harus ditentang dan dihapuskan
agar semua bangsa di dunia dapat menjalankan hak kemerdekaannya yang merupakan hak
asasinya. Selain itu, alinea ini juga mengandung suatu pertanyaan subyektif, yaitu aspirasi
bangsa Indonesia sendiri untuk membebaskan diri dari penjajah.
b. Alinea Kedua
Alinea ini menunjukan adanya ketepatan dan ketajaman penilaian, yaitu:
1) Bahwa perjuangan pergerakan di Indonesia telah sampai pada tingkat yang
menentukan;
2) Bahwa momentum yang telah dicapai tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan
kemerdekaan;
3) Bahwa kemerdekaan tersebut bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih harus diisi
dengan mewuudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur.
c. Alinea Ketiga
Alinea ini memuat motivasi spiritual yang luhur serta suatu pengukuhan dari proklamasi
kemerdekaan. Dan alinea ini juga menunjukan ketakwaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan
Yang Maha Esa. Berkat ridho-Nyalah bangsa Indonesia berhasil dalam perjuangan mencapai
kemerdekaan.
d. Alinea Keempat
Alinea ini mengandung rumusan yang panjang dan padat dan terdapat penegasan:
1) Negara Indonesia mempunyai fungsi yang sekaligus menjadi tujuannya yaitu
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan.
2) Negara berbentuk Republik dan berkedaulatn rakyat.
3) Negara Indonesia mempunyai dasar falsafah Pancasila yitu Ketuhanan Yang Maha
Esa, kemanusiaan yang adil dan beradap, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksaan dalam permusyawaratam atau perwakilan, dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Pokok-Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945
Pokok-pokok pikiran dimaksud terdiri dari empat pokok pikiran, yaitu:
Pokok pikiran pertama : Persatuan
Pokok pikiran kedua : Keadilan sosial
Pokok pikiran ketiga : Kerakyatan
Pokok pikiran keempat : Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemaunsiaan yang adil dan beradab
3. Hubungan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945
Antara Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 keduanya merupakan satu kesatuan
yang tak dapat dipisahkan, yakni sebagai rankaian nilai dan norma yang terpadu.
C. Batang Tubuh UUD 1945
Terdapat dua Pasal Aturan Tambahan yang merupakan perwujudan dari poko-pokok
pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, didalamnya memuat materi yang
pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
1. Berisi materi pengaturan tentang bentuk negara dan sistem pemerintahan negara
termasuk didalamnya pengaturan tentang kedudukan, tugas wewenang dan saling
hubungan antara lembaga negara yang satu dengan yang lainnya.
2. Berisi materi mengenai hubungan negara dengan warga negara dn penduduknya, serta
konsepsi negara di berbagai bidang politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan
keamanan, dll.
D. Gerak Pelaksanaan UUD 1945
UUD 1945 berlaku di Indonesia dalam dua kurun waktu:
1. Kurun Waktu 1945-1949
Selama kurun waktu 1945-1949 tersebut, terdapat dua perkembangan penting dalam
ketatanegaraan, yaitu:
a. Berubahnya fungsi Komite Nasional Pusat dari pembantu Presiden menjadi badan
yang diserahi kekuasaan legislative dan ikut menetakan GBHN berdasarkan Maklumat
Wakil Presiden No. X (iks) tanggal 16 Oktober 1945
b. Perubahan sistem Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Parlementer berdasarkan usul
Badan Pekerja Komite Naional Indonesia Pusat (BP-KNIP) pada tanggal 11
November 1945, yang kemudian disetujui oleh Presiden dan diumumkan dengan
Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945.
2. Kurun Waktu 1949-1959
Konstitusi RIS merupakan konstitusi yang kedua dan berlaku sejak 27 Desember 1949
sampai tanggal 17 Agustus 1950, lebih kurang delapan bulan. Sejak berdirinya RIS, timbul
desak-desakan untuk menjadikan RIS kembali menjadi negara kesatuan. Desakan itu terutama
datang dari daerah-daerah yang merasa tidak puas dengan terbentuknya negara federal hasil
KMB serta ingin bergabung dengan negara RI (Yogyakarta). Kelancaran perubahan negara
RIS ke negara Kesatuan RI ini tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan perjuangan diplomasi
delegasi RI dalam perundingan KMB, yakni disetujuinya TNI sebagai APRIS (Angkatan
Perang Republik Indonesia Serikat), bukan KNIL (Koninklijke Nederlands Indische Leger)
seperti yang semula dikehendaki oleh pihak Belanda. Negara kesatuan RI mempunyai
undang-undang dasar sementara yang diberi nama Undang-Undang Dasar Sementara RI
(1950).
Penentu sistem Parlementer yang dianut oleh UUDS (1950) berpihak pada landasan
pemikiran demokrasi liberal yang mengutamakan kebebasan individu, bukan bersumber pada
pemikiran dalam UUD 1945 yang menganut sistem Presidensial dengan berpijak pada
landasan demokrasi Pancasila, yang berintikan pada kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permmusyawaratan atau perwakilan, sebagai prinsip keseimbangan,
keselarasan dan keserasian antara hak dan kewajiban. Sistem Kabinet Parlementer yang
dianut UUDS 1945 mengakibatkan semakin meningkatnya ketidakstabilan politik dan
pemerintahan, sebagaimana hal itu tampak dengan sering terjadinya pergantian kabinet. Pada
bulan September 1955 dan Desember 1955 diadakan pemilihan umum, masing-masing untuk
memilih anggota DPR dan anggota Konstituante. Tugas Kontituante adalah membuat suatu
rancangan undang-undanpuladasar yang tetap sebagai pengganti UUDS 1950. Untuk
mengambil putusan mengenai Undang-Undang Dasar yang tetap, Pasal 13 UUDS 1950
menyatakan bahwa:
1) Untuk mengambil putusan tentang Rancangan Undang-Undang Dasar baru, sekurang-
kurangnya 2/3 jumlah anggota Kontituante harus hadir.
2) Rancangan tersebut diterima jika disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
anggota yang hadir.
3) Rancangan yang telah diterima oleh Konstituate dikirimkan kepada Presiden untuk
disahkan oleh Pemerintah.
4) Pemerintah harus mengesahkan rancangan itu dengan segera serta mengumumkan
undang-undang dasar itu dengan keluhuran.
Demikian pula DPR hasil pemilu 1955 dalam sidangnya tanggal 27 Juli 1959 secara
aklamasi menyatakan kesediannya untuk bekerja terus berdasarkan UUD 1945. Dictum Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 adalah:
1) Menetapkan pembubaran Konstituante
2) Menetapkan UUD 1945 berlaku bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, terhitung mulai hari tanggal penetapan Dekrit ini, dan tidak
diberlakunnya UUD 1950.
3) Pembentukan MPRS yang terdiri atas Anggota-anggota DPR ditambah dengan utusa-
utusan dari daerah dan golongan-golongan, serta DPAS, akan diselenggarakan dalam
waktu sesingkat-singkatnya.
Dekrit itu diumumkan oleh Presiden dari Istana Merdeka dihadapan rakyat pada tanggal
5 Juli 1959, pada hari Minggu pukul 17.00. Dekrit tersebut dituangkan dalam Keputusan
Presiden No. 150 Tahun 1959 dan diumukan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
(LNRI) No 75 Tahun 1959.
3. Kurun Waktu Setelah 5 Juli 1959
a. Masa Demokrasi Terpimpin atau Orde Lama (Masa 5 Juli 1959-11 Maret 1966)
Demokrasi Terpimpin dalam pengertian demokrasi yang khas Indonesia yang sesuai
dengan Sila ke-4 dari Pancaasila. Kata terpimpin mengacu kepada “dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan”. Tetapi dalam pelaksanaannya
ternyata demokrasi terpimpin cenderung bergeser menjadi terpimpin oleh Presiden atau
Pemimpin Besar Revolusi. Akibatnya adalah terjadinya penyimpangan-penyimpangan
terhadap Pancasila dan UUD 1945.
Penyimpangan-penyimpangan yang pokok antara lainsebagai berikut:
1) Penyimpangan ideologis, yakni konsepsi Pancasila berubah menjadi konsep Nasakom
2) Demokrasi terpimpin yang semula bersumberkan pada sila ke-4 dari Pancasila yang
cenderung pemusatan kekuasaan pada Presiden atau Pemimpin Besar Revolusi
3) MPRS telah mengambil putusan untuk mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden
seumur hidup
4) Dalam tahun 1960, karena DPR tidak dapat menyetujui Rancangan Pendapat dan
Belanja Negara yang dianjukan oleh Pemerintah, Presiden waktu itu membubarkan
DPR hasil Pemilu 1955 dan membentuk DPR Goong Royong, yang disingkat DPR-
GR
5) HAK budget DPR tidak berjalan, karena setelah tahun 1960 Pemerintah tidak
mengajukan RUU APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR sebelum berlakunya
tahun anggaran yang bersangkutan
6) Pimpinan lembaga tertingi negara dijadikan menteri negara, yang berarti sebagai
pembantu Presiden
Penyimpangan-penyimpangan tersebut bukan saja mengakibatkan tidak berjalannya
sistem yang ditetapkan dalam UUD 1945, melainkan juga mengakibatkan memburuknya
keadaan politik dan keamanan, serta terjadinya kemerosotan dibidang ekonomi,
memburuknya keadaan itu mencapai puncaknya dengan pemberontakan G-30S PKI.
b. Masa Demokrasi Pancasila atau Orde Baru
1) Masa Awal Orde Baru (1966-1968)
Soeharto selaku pengemban Supersemar, mengeluarkan keputusan atas nama Presiden
atau Panglima Tertinggi ABRI atau Mandataris MPR atau Pemimpin Besar Revolusi untuk
membubarkan PKI dan ormas-ormasnya. Hal ini sebagai awal lahirnya Orde Baru, yakni orde
atau tatanan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara atas dasar penjelasan Pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kata murni dan konsekuen ini justru ditekankan
karena pelaksannaan Pancasila dan UUD 1945 pada masa sebelumnya diwarnai oleh
banyaknya penyimpangan yang pada akhirnya mengakibatkan bencana nasional G-30S PKI
dan membawa kemerosotan kehidupan diberbagai bidang. Tekad pembaharuan inilah yang
melahirkan Orde Baru bertekad melaksanakan pembangunan Nasional sebagai perjuangan
untuk mengisi kemerdekaan.
2) Masa Konsolidasi Orde Baru (1968-1973)
Dalam rangka penyiapan Pemilu, sejak bulan November 1966 pemerintah mengajukan
tiga RUU kepada DPR-GR, yaitu:
1) RUU tentang Kepartaian, Keormasan dan Kekaryaan;
2) RUU tentang Pemilihan Umum;
3) RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Untuk membahas ketiga RUU tersebut DPR-GR membentuk sebuah panitia yang
disebut Panitia Khusus 3 RUU (Pansus 3 RUU). Kedua pansus dan DPR-GR sepakat untuk
membahas RUU mengenai Pemilihan Umum. Setelah melalui pembicaraan dan berbagai
konsultasi, maka tercapailah konsesus sebagai pegangan dalam membahas RUU Pemilu,
yakni:
1) Jumlah anggota DPR tidak boleh terlalu membesar;
2) Terdapat perimbangan yang baik antara jumlah perwakilan Pulau Jawa dan luar Jawa;
3) Faktor jumah penduduk diperhatikan;
4) Terdapat anggota yang diangkat disamping yang dipilih;
5) Tiap Kabupaten dijamin minimal seorang wakil;
6) Persyaratan mengenai domisili calon dihapuskan.
3) Masa Membangun Landasan di Bidang Politik untuk Tinggal Landas (1973-1998)
Sidang Umum MPR tahun 1973 telah berhasil melaksanakan tugasnya, antara lain:
a) Menetapkan Peraturan Tata Tertib MPR;
b) Membuat GHBN;
c) Memilih Presiden dan Wakil Presiden;
d) Menentukan penyelenggaraan Pemilu selambat-lambatnya tahun 1977, yang diikuti
oleh tiga peserta Pemilu ialah dua partai politik dan Golkar.
Sebagai pelaksanaan GHBN tahun 1973, dalam tahun 1975 dihasilkan UU Pemilu No. 4
tahun 1975 sebagai perubahan atas UU No. 15 Tahun 1969, yang intinya ialah bahwa peserta
Pemilu terdiri dari tiga organisasi kekuatan sosial poitik, yaitu Partai Persatuan Pembangunan,
Partai Demokrasi Indonesia, dan Partai Golongan Karya. Selain itu, juga dihasilkan UU No. 5
Tahun 1975 mengenai susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD sebagai perubahan
atas UU No. 16 Tahun 1969. Perubahan ini tidak bersifat fundamental, tetapi penyesuaian
dengan GHBN dan UU Pemilu.
c. Masa Orde Reformasi
Untuk pertama kalinya dalam sejarah ketatanegaraan RI, melalui keputusan Rapat
Paripurna MPR-RI ke-12 tanggal 19 Oktober 1999 di Jakarta, telah terjadi Perubahan
Pertama UUD Negara RI Tahun 1945. Rapat tersebut dihadiri oleh sebanyak 654 orang
anggota daro 695 orang anggota MPR-RI. Perubahan Kedua atas UUP Negara RI 1945
terjadi dalam Sidang Tahunan MPR-RI yang digelar dari tanggal 7-8 Agustus 2000.
Perubahan Ketiga 1945 diputuskan dalam Rapat Paripurna MPR-RI ke-7 (lanjutan 2)
tanggal 9 November 2001. Selanjutunya di tahun 2002 telah terselenggara Sidang Tahunan
MPR-RI ke-6 pada tanggal 10 Agustus 2002, hasilnya adalah Perubahan Keempat UUD
1945. Kesemua perubahan UUD 1945 yang dilakukan tidak satupun yang merubah
Pembukaan UUD 1945

BAB 7
Problematika Ketatanegaraan Pasca
Amandemen UUD 1945 dan Perubahan
Ketatanegaraan Indonesia
AMANDEMEN UUD 1945

PERTAMA
TAHUN 1999
1. Membatasi kekuasaan Presiden
2. Memperkuat kedudukan DPR sebagai lembaga Legislatif

KEDUA
TAHUN 2000
Rumusan Perubahan pasal-pasal meliputi:
1. Wilayah negara dan pembagian Pemerintah Daerah
2. Menyempurnakan perubahan pertama dalam hal kedudukan DPR
3. Ketentuan-ketentuan terperinci tentang HAM

KETIGA
TAHUN 2001
Mengubah Dan Atau Menambah Ketentuan-Ketentuan Tentang:
1. Asas-asas landasan negara
2. Kelembagaan negara dan hubungan antar lembaga negara
3. Pemilihan umum (Pemilu)

KEEMPAT
TAHUN 2002
Meliputi Ketentuan:
A. Alasan Dilakukan Amandemen UUD 1945
Secara Filosofis, alasan mengapa UUD 1945 harus dilakukan perubahan adalah:
Pertama, karena UUD 1945 adalah momen utama dari berbagai kekuatan politik dan
ekonomi yang dominan pada saat dirumuskannya konstitusi itu.
Kedua, UUD 1945 disusun oleh manusia yang sesuai kodratnya tidak akan pernah sampai
kepada tingkat kesempurnaan.
Alasan lain, karena berdasrkan kenyataan bahwa UUD 1945 sebagai subsistem tatana
konstitusi dalam pelaksanaanya yang tidak berjalan sesuai dengan staatside
mewujudkan negara berdasarkan konstitusi.
A. Pasca Amandemen UUD 1945
1. Struktur Ketatanegaraan RI “Setelah” Amandemen UUD 1945
Undang-Undang Dasar merupakan hukum teringgi dimana kedaulatan berada ditangan
rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan
(separation of power) kepada 6 Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar,
yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan
Mahkamah Konstitusi (MK).
2. Perubahan (Amandemen) UUD 1945:
1) Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum [Pasal 1 ayat (3)] dengan
menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, penghormatan
kepada hak asasi manusia serta kekuasaan yang dijalankan atas prinsip due process of
law.
2) Mengatur mekanisme pengngkatan dan pemberhentian para pejabat negara, seperti
Hakim.
3) Sistem konstitusional berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and balances) yaitu
setiap kekuasaan dibatasi oleh Undang-Undang berdasarkan fungsi masing-masing.
4) Setiap lembaga negara sejajar kedudukannya dibawah UUD 1945.
5) Menata kembali lembaga-lembaga negara yang ada serta membentuk beberapa
lembaga negara baru agar sesuai dengan sistem konstitusional dan prinsip negara
berdasarkan hukum.
6) Penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan masing-masing lembaga
disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi modern.
3. Lembaga-Lembaga Negara Pasca Amandemen UUD 1945
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
1) Menghilangkan supremasi kewenangannya
2) Menghilangkan kewenangannya menetapkan GHBN
3) Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena Presiden dipilih
secara langsung melalui pemilu)
b. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
1) Posisi dan kewenangannya diperkuat
2) Mempunyai kekuasaan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan Presiden,
sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah
berhak mengajukan RUU
3) Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah
c. Dewan Perwakila Daerah (DPD)
1) Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik
Indonesia
2) Dipilih secara langsung oleh masyarakat didaerah melalui pemilu
3) Mempunnyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkaitan
dengan kepentingan daerah
d. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
1) Anggota BPK dipilih DPR dengan pengelolaan keuangan (APBN) dan daerah
(APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan
ditindaklanjuti oleh apparat penegak hukum
2) Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi
3) Mengintegrasi peran BPKB sebagai instansi pengawas internal departemen yang
bersangkutan ke dalam BPK
e. Presiden
1) Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR
2) Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja
3) Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan
pertimbangan DPR
f. Mahkamah Agung (MA)
1) Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang
menyelenggarakan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)]
2) Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan
dibawah Undang-Undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-Undang
3) Dibawahnya terdapat badan-badan Peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum,
lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, dan lingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)
g. Mahkamah Konstitusi (MK)
1) Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi {the guardian
of the constitution}
2) Mempunyai kewenangan: menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa
kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus
sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai
dugaan pelanggaran oleh Presiden dana tau Wakil Presiden menurut (UUD 3)
B. Wewenang, Tugas dan Fungsi Lembaga Tinggi Negara
1. Legislatif
a. Wewenang, Tugas, dan Hak MPR
1) Melakukan amandemen
2) Melantik Presiden dan wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum
3) Memutuskan usul DPR berdasarkan keputusan MK untuk memberhentikan
Presiden atau wakil Presiden dalam masa jabatannya
b. Wewenang DPR
1) Memberikan persetujuan atas RUU yang diusulkan presiden
2) Memberikan persetujuan atas PERPU
3) Meminta MPR untuk mengadakan siding istimewa guna meminta
pertanggung jawaban Presiden
Menurut UUD 1945:
a. Hak Budget, yaitu hak untuk menyusun rancangan APBN
b. Hak Inissiatif, yaitu hak untuk mengusulkan RUU
Menurut UUD 1945 hasil amandemen 2002 pasal 20A ayat (2) dan (3):
a. Hak Amandemen (mengadakan perubahan)
b. Hak Interpelasi (meminta keterangan)
c. Hak Bertanya
Fungsi DPR:
a. Fungsi Legislasi (Membuat UU)
b. Fungsi Anggaran (Menetapkan APBN)
c. Fungsi Pengawasan (Mengawasi jalannya Pemerintahan yang dijalankan
oleh Presiden)
Tugas DPR:
a. Membuat UU
b. Menetapkan UU tentang APBN
2. Eksekutif
a. Wewenang, Tugas dan Fungsi Presiden
1) Presiden memegang posisi sentral dan dominan sebagai mandataris MPR,
meskipun kedudukannya tidak “neben” akan tetapi “untergeordnef”
2) Presiden menjalankan kekuasaan pemerintahan negara tertinggi
(consentration of power and responsibility upon the president)
3) Presiden selain memegang kekuasaan eksekutif (executive power), juga
memegang legilatif (legislative power) dan kekuasaan yudikatif (judicative
power)
3. Yudikatif
a. Mahkamah Agung (MA)
Merupakan lembaga tinggi Negara dari peradilan Tata Usaha Negara,
PN, PA, dan PM.
Fungsi, Wewenang dan Tugas MA:
a. Fungsi Peradilan
1) Memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa
2) Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat
pertama dan terakhir atas putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap
3) Memutus permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Tinggi
Banding atau Tingkat Terakhir dari semua lingkungan peradilan
b. Fungsi Pengawasan
1) Melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan di semua
lingkungan peradilan dalam menjankan kekuasaan kehakiman
2) Mengawasi tingkah laku dan perbuatan para hakim di semua
lingkungan peradilan dalam menjalankan tugasnya
3) Meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dalam teknis
peradilan dari semua lingkungan peradilan
c. Fungsi Pengaturan
1) Menguji secara materil peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang
2) Menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan dari
tingkat yang lebih rendah daripada undang-undang atas alasan
bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi
3) Mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran
penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup
diatur dalam UU No. 14 Tahun 1985
d. Fungsi Pemberi Nasihat
1) Memberikan nasihat umum hukum kepada Presiden selaku kepala
negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi
2) Dapat memberikan pertimbanga-pertimbangan dalam bidang huku baik
diminta maupun tidak kepada Lembaga Tinggi Negara lain
b. Mahkamah Konstitusi (MK)
Wewenang, Tugas dan Fungsi MK
1) MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD
2) Memutus sengketa wewenang lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD
3) Memutus pembubaran partai politik
C. Hubungan Horizontal Antara Lembaga Tinggi Negara

LEGISLATIF EKSEKUTIF YUDIKATIF

1. Hubungan Antara MPR dan Presiden

MPR PRESIDEN

Berdasarkan hasil amandemen yang ke-4 UUD 1945 tahun 2002:


a. Presiden dapat diberhentikan oleh MPR
b. MPR tidak dapat diberhentikan oleh Presiden
c. Presiden bertanggung jawab kepada rakyat bukan kepada MPR, karena
Presiden bukan diangkat oleh MPR
d. Presiden dilantik oleh MPR
2. Hubungan Antara MPR dan DPR

MPR DPR

Berdasarkan hasil amandemen yang ke-4 UUD 1945 tahun 2002:


a. MPR terdiri atas anggota MPR
b. MPR dan DPR sama-sama mengawasi pemerintahan yang dijalankan Presiden
c. MPR dan DPR bersama-sama membuat UU
3. Hubungan Antara DPR dan Presiden
c

DPR PRESIDEN

Berdasarkan hasil amandemen ke-4 UUD 1945 tahun 2002:


a. Membuat UU
b. Menetapkan UU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
c. DPR mengawasi jalannya pemerintahan yang dijalankan Presiden
d. Presiden tidak dapat dijatuhkan oleh DPR dan sebaliknya
4. Hubungan Antara MA dan Lembaga-Lembaga Lainnya
c

MA LEMBAGA-LEMBAGA LAINNYA

a. MA berhakuntuk meguji secara material peraturan yang lebih rendah


tingkatannya dari UU yang telah dibuatoleh lembaga legislative
b. MA dapat menyatakan sah atau tidaknya Peraturan yang dibuat oleh lembaga
legislatif
c. MA, Presiden, MPR, DPR sama-sama lembaga tinggi negara (Supra Structural
Negara)
D. Lembaga-Lembaga Baru Paska Amandemen UUD 1945
Hal yang mempengaruhi dibentuknya lembaga negara yang baru:
1) Tiadanya kredibilitas lembaga yang telah ada akibat suatu asumsi dan bukti
mengenai kasus korupsi yang sistematik dan mengakar yang sulit untuk diberantas
2) Tidak independennya lembaga-lembaga negara yang ada, karena satu atau lain hal
tunduk dibawah pengaruh satu kekuasaan negara atau kekuasaan lain
3) Ketidakmampuan lembaga-lembaga negara yang telah ada untuk melakukan tugas
yang urgen dalam masa transisi demokrasi karena persoalan birokrasi dan KKN
4) Adanya pengaruh global dengan pembentukan lembaga negara baru dibanyak
negara menuju demokrasi
5) Tekanan lembaga-lembaga Internasional
Adapun lembaga-lembaga indenpenden (khusus) yang ada dalam sistem
ketatanegaraan di Indonesia pasca amandemen UUD 1945 adalah:
1. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
Komnas HAM adalah sebuah lembaga mandiri di Indonesia yang
kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya dengan fungsi
melaksanakan kajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, investigasi, dan
mediasi terhadap persoala-persoalan hak asasi manusia.
a. Tujuan Komnas HAM
1) Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi
manusia sesuai dengan Pancasilam, UUD 1945, dan Piagam PBB serta
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
2) Meningkatkan perlindungan dan penengakan hak asasi manusia guna
berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya
berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan
b. Landasan Hukum Komnas HAM
1) Instrumen Nasional
a. UUD 1945 beserta amandemennya
b. Tap MPR No. XVII/MPR/1998
c. UU No. 39 Tahun 1999
d. UU No. 26 Tahun 2000
e. Peraturan perundang-undangan nasional lain yang terkait
2) Instrumen Internasional
a. Piagam PBB 1945
b. Deklarasi Universal HAM 1948
c. Instrumen internasional lain mengenai HAM yang telah disahkan dan
diterima oleh Indonesia
2. Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
KPAI adalah organisasi di Indonesia dengan tujuan memantau, memajukan,
dan melindungi hak anak, serta mencegah berbagai kemungkinan pelanggaran hak
anak yang dilakukan oleh Negara, perorangan, atau lembaga.
3. Komisi Pemilihan Umum (KPU)
a. Pengertian
Secara institusional, KPU yang sekarang merupakan KPU yang ketiga
yang dibentuk setelah Pemilu demokratis sejak reformasi 1998.
b. Tugas dan Wewenang
1) Merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum
2) Menerima, meneliti dan menetapkan Partai-Partai Politik yang berhak
sebagai peserta Pemilihan Umum
3) Menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II untuk
setiap daerah pemilihan
4. Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan)
Komnas Perempuan adalah lembaga indenpenden di Indonesia yang
dibentuk sebagai mekanisme nasional untuk menghapuskan kekerasan terhadap
perempuan.
Dalam menjalankan mandatnya, Komnas Perempuan mengambil peran sebagai
berikut:
1) Menjadi pusat sumber (informasi) tentang hak asasi perempuan sebagai HAM
dan kekerasan terhadap perempuan sebagai pelanggaran HAM
2) Menjadi negosiator dan mediator antara pemerintah dengan komunitas korban
dan komunitas pejuang hak asasi perempuan, dengan menitikberatkan pada
kepentingan korban
3) Menjadi pemantau dan pelopor tentang pelanggaran HAM berbasis jender
secara berkala dengan bekerja sama dengan institusi-institusi HAM lainnya
5. Komisi Yudisial (KY)
KY adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU No. 22 Tahun
2004 yang berfungsi mengawasi prilaku hakim dan mengusulkan nama calon
hakim agung.
a. Sejarah Pembentukan Komisi Yudisial
Berawal pada tahun1968 muncul ide pembentukan Majelis Pertimbangan
Penelitian Hakim (MPPH) yang berfungsi untuk memberikan pertimbangan
dalam mengambil keputusan akhir mengenai saran-saran atau usul-usul yang
berkenaan dengan pengangkatan, promosi, kepindahan, pemberhentian, dan
tindakan atau hukuman jabatan para hakim.
b. Tujuan Komisi Yudisial
1) Agar dapat melakukan monitoring secara intensif terhadap
penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur
masyarakat
2) Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kekuasaan kehakiman baik yang
menyangkut rekruitmen hakim agung maupun monitoring prilaku hakim
3) Menjadi penghubung antara kekuasaan pemerintah dan kekuasaan
kehakiman untuk menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman
c. Wewenang Komisi Yudisial
Berwenang untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan
wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta prilaku hakim.
d. Tugas Komisi Yudisial
1) Mengusulkan pengangkatan hakim agung dengan tugas utama:
a. Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung
b. Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung
c. Menetapkan calon Hakim Agung
d. Mengajukan calon Hakim Agung
2) Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta prilaku
hakim, dengan tugas utama:
a. Menerima laporan pengaduan masyarakat tentang prilaku hukum
b. Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran prilaku hakim
c. Membuat laporan hasil pemeriksaan berupa dokumentasi yang
disampaikan kepada MA dan tindasannya kepada Presiden dan DPR
e. Pertanggungjawaban dan Laporan
KY bertanggungjawab kepada public melalui DPR, dengan cara
menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap
dan akurat.
6. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
KPPU adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk
untuk memenuhi amanat Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang larangan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
a. Perjajian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk
secara bersama-sama mengontrol produksi atau pemasaran barang atau jasa
yang dapat menyebabkan praktek monopoli atau persaingan usaha tida sehat.
b. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi atau pemasaran
melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan
praktek mknopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
c. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang
dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau
menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
1) Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
2) Keberagaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen
menentukan pilihan
3) Efisiensi alokasi SDA
4) Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya
produksi
7. Komisi Pemberantas Korupsi (KPK)
KPK adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk
mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi di Indonesia.
8. Komisi Ombudsman Republik Indonesia
Komisi Ombudsman Rebuplik Indonesia adalah lembaga negara di
Indonesia yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan
public baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintah,
termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha
Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau
prseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan APBD.
Tugas Ombudsman Rebupblik Indonesia adalah:
1. Menerima laporan atau dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan
pelayanan public
2. Melakukan pemeriksaan substansi atas laporan
3. Menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangannya
9. Komisi Hukum Nasional (KHN)
KHN adalah guna mewujudkan sistem hukum nasional untuk menegakkan
supremasi hukum dan hak-hak asasi manusia berdasarkan keadilan dan kebenaran
dengan melakukan pengkajian masalah hukum serta penyusunan rencana
pembaruan dibidang hukum secara obyektif dengan melibatkan unsur-unsur dalam
masyarakat.
Tugas KHN adalah:
1. Memberikan pendapat atas permintaan Presiden tentang berbagai kebijakan
hukum yang dibuat atau direncanakan oleh Pemerintah dan tentang masalah-
masalah hukum yang berkaitan dengan kepentingan umum dan kepentingan
nasional.
2. Membantu Presiden dengan bertindak sebagai Panitia Pengarah (Steering
Committee) dalam mendesain rencana umum pembaruan dibidang hukum yang
sesuai dengan cita-cita negara hukum dan rasa keadilan.
10. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT)
KNKT adalah sebuah lembaga independen yang dibentuk berdasarkan
Keppres No. 05/1999. Komisi ini bertanggung jawab melakukan investigasi atas
kecelakaan transportasi baik darat, laut maupun udara kemudian memberikan
usulan-usulan perbaikan agar kecelakaan yang sama tidak lagi terjadi di masa
depan.
E. Permasalahan Ketatanegaraan Pasca Amandemen UUD 1945
Seharusnya konstitusi mampu menciptakan suatu sistem yang digunakan untuk
menyelesaikan persoalan tata hubungan kelembagaan Negara itu dan upaya Bangsa
Indonesia mencapai tujuan nasionalnya. Namun, yang terjadi justru aroma konflik
antar lembaga negara, khususnya antara Presiden dengan DPR dalam penetapan
kebijakan negara, penyusunan kabinet dan hubungan Pusat dengan Daerah yang
sampai kini tetap menjadi isu-isu politik yang strategis, bersifat laten dan tidak mudah
menyelesaikan secara tuntas.
Dari persepektif sejarah, sebenarnya eksistensi UUD 1945 memang
dimaksudkan untuk bersifat sementara, hal ini telah ditegaskan secara implinsit
didalam aturan tambahan UUD 1945, yang menyatakan:
1. Dalam 6 bulan sesudah akhirya peperangan Asia Timur Raya, Presiden Indonesia
mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang ditetapkan dalam UUD ini
2. Dalam 6 bulan sesudah MPR dibentuk, Majelis itu bersidang untuk menetapkan
UUD

Anda mungkin juga menyukai