Anda di halaman 1dari 10

Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia sejak Orde Lama,

Orde Baru dan Orde Reformasi


Pengertian dan pelaksanaan demokrasi di setiap negara berbeda, hal ini ditentukan oleh sejarah,
budaya dan pandangan hidup, dan dasar negara serta tujuan negara tersebut. Sesuai dengan
pandangan hidup dan dasar negara, pelaksanaan demokrasi di Indonesia mengacu pada landasan
idiil dan landasan kkonstitusional UUD 1945. Dasar demokrasi Indonesia adalah kedaulatan
rakyat seperti yang yang tercantum dalam pokok pikiran ketiga pembukaan UUD 1945 : “
Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar kerakyatan,
permusyawaratan/perwakilan”. Pelaksanaannya didasarkan pada UUD 1945 Pasal 1 ayat (2)
“Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”.

1.DEMOKRASI LIBERAL

Pada tanggal 14 November 1945, pemerintah RI mengeluarkan maklumat yang berisi perubahan
sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem parlementer dengan sistem demokrasi liberal,
kekuasaan ditujukan untuk kepentingan individu atau golongan. Dengan sistem kabinet
parlementer, menteri-menteri bertanggung jawab kepada DPR. Kebijaksanaan pemerintah harus
disesuaikan dengan mayoritas DPR, sebab kalau tidak sesuai kabinet dapat dijatuhkan oleh DPR
melalui mosi tidak percaya. Selain itu, karena kemerdekaan mengeluarkan pendapat ditafsirkan
sebagai sikap sebebas-bebasnya, kritik yang selalu dilancarkan kaum oposisi bukan membangun
melainkan menyerang pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah tidak stabil.

Keluarnya Maklumat Pemerintah 3 November 1945 memberi peluang yang seluas-luasnya


terhadap warga negara untuk berserikat dan berkumpul, sehingga dalam waktu singkat
bermuncullah partai- partai politik bagai jamur di musim penghujan.

Keanggotaan badan konstituante yang dipilih dalam pemilu 1955, membagi aspirasi politik
dalam dua kelompok, yakni golongan nasionalis dan agama. Karena perbedaan di antara mereka
tidak dapat diatasi dan tidak menemukan titik terang dalam hasil pemungutan suara dalam siding
konstituante, maka Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1945 untuk
menyelamatkan negara dan kemudian menjadi sumber hukum dalam penyelenggaraan
pemerintahan.

Dampak negatif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut. Ternyata
UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD 45 yang harusnya menjadi
dasar hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan pelaksanaannya hanya

menjadi slogan-slogan kosong belaka. Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan
lembaga tinggi negara. Hal itu terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai
Orde Baru. Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak Dekrit, militer
terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang disegani. Hal itu semakin terlihat pada
masa Orde Baru dan tetap terasa sampai sekarang.

2.DEMOKRASI PADA MASA ORDE LAMA


Pada masa ini, demokrasi dengan sistem pemerintahan parlementer berakhir. Hal ini disebakan
karena sistem pemerintahannya berubah dari parlementer ke presidensial sesuai dengan UUD
yang berlaku. Jadi, pada masa ini terjadi perubahan yang fundamental. Ciri-ciri pemerintahan
pada masa ini :

• Peran dominan presiden,

• Terbatasnya partai-partai politik,

• Berkembangnya pengaruh komunis,

• Meluasnya peranan ABRI sebagai unsur-unsur sosial politik.

Pada masa ini, demokrasi yang digunakan adalah demokrasi terpimpin. Dasar hukum
pelaksanaan demokrasi ini ditetapkan dalam Sidang Umum ke-3 MPRS tahun 1965, dengan
Ketetapan MPRS No.VIII/MPRS/1965. Menurut Ketetapan MPRS tersebut, prinsip
penyelenggaraan demokrasi ini ialah musyawarah mufakat tetapi apabila musyawarah mufakat
tersebut tidak dapat dilaksanakan maka ada 3 kemungkinan cara :

• Pembicaraan mengenai persolan tesebut ditangguhkan,

• Penyelesaian mengenai persoalan tersebut diserahkan kepada pimpinan agar mengambil


kebijaksanaan untuk menetapkan keputusan dengan memerhatikan pendapat-pendapat yang ada,
baik yang saling bertentangan maupun yang tidak,

• Pembicaraan mengebai persoalan tersebut ditiadakan.

Dalam pelaksanaan demokrasi terpimpin terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam


pengambilan keputusan, yaitu :

• Pada tahun 1960 presiden membubarkan DPR hasil pemilu, sedangkan dalam penjelasan UUD
ditentukan bahwa presiden tidak mempunyai wewenanguntuk membubarkan DPR

• Dengan ketetapan MPRS No.III/MPRS/1963, Ir.Soekarno diangkat presiden seumur hidup. Hal
ini bertentangan dengan ketentuan UUD 1945 yang menetapkan masa jabatan presiden selama 5
tahun

• DPRGR yang mengganti DPR hasil pemilu ditonjolkan perannya sebagai pembantu pemerintah
sedangkan fungsi kontrol ditiadakan

• Penyelewengan di bidang perundang-undangan seperti menetapkan Penetapan Presiden


(Penpres) yang memakai Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai sumber hukum

• Didirikan badan-badan ekstra kontitusional seperti front nasional yang dipakai oleh pihak
komunis sebagai arena kegiatan, sesuai dengan taktik komunis internasional bahwa pembentukan
front nasional sebagai persiapan ke arah terbentuknya demokrasi rakyat
• Partai politik dan pers yang dianggap menyimpang dari rel revolusi tidak dibenarkan,
sedangkan politik mercusuar di bidang hubungan luar negeri dan ekonomi dalam negeri telah
menyebabkan keadaan ekonomi menjadi kian suram.

Dengan sistem demokrasi terpimpin, kekuasaan presiden menjadi sangat besar atau bahkan telah
berlaku sistem pemusatan kekuasaan pada diri presiden. Gejala pemusatan kekuasaan ini bukan
saja bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi, bahkan cenderung otoriter. Penyimpangan-
penyimpangan tersebut bukan saja mengakibatkan tidak berjalannya sistem pemerintahan yang
ditetapkan dalam UUD 1945, melainkan mengakibatkan memburuknya keadaan politik dan
keamanan, serta terjadinya kemerosotan dalam bidang ekonomi. Puncak dari segala keadaan ini
adanya pemberontakan G 30 S/PKI. Dengan adanya G 30 S/PKI, masa demokrasi terpimpin
berakhir dan dimulainya sistem pemerintahan demokrasi Pancasila.

PELAKSANAAN DEMOKRASI TERPIMPIN

Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari dikeluarkannya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga Jatuhnya kekuasaan Sukarno. Disebut Demokrasi terpimpin
karena demokrasi di Indonesia saat itu mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Sukarno.
Terpimpin pada saat pemerintahan Sukarno adalah kepemimpinan pada satu tangan saja yaitu
presiden.

Tugas Demokrasi terpimpin :

Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak setabil sebagai
warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih mantap/stabil. Demokrasi
Terpimpin merupakan reaksi terhadap Demokrasi Parlementer/Liberal. Hal ini disebabkan
karena : Pada masa Demokrasi parlementer, kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala
negara. Sedangkan kekuasaan Pemerintah dilaksanakan oleh partai.

Dampaknya: Penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi
(menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan di
tangan presiden).

Pelaksanaan masa Demokrasi Terpimpin :

Kebebasan partai dibatasi Presiden cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus
kepala pemerintahan. Pemerintah berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945.
Dibentuk lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front Nasional.

Penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan Demokrasi terpimpin dari UUD 1945 adalah sebagai


berikut:

1. Kedudukan Presiden

Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Akan tetapi, kenyataannya
bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS tunduk kepada Presiden. Presiden menentukan
apa yang harus diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut tampak dengan adanya tindakan presiden
untuk mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan
wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang
masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.

2. Pembentukan MPRS

Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Tindakan
tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena Berdasarkan UUD 1945 pengangkatan anggota
MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui pemilihan umum sehingga partai-partai
yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR.

Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan syarat :

Setuju kembali kepada UUD 1945, Setia kepada perjuangan Republik Indonesia, dan Setuju pada
manifesto Politik. Keanggotaan MPRS terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan
daerah, dan 200 orang wakil golongan. Tugas MPRS terbatas pada menetapkan Garis-Garis
Besar Haluan Negara (GBHN).

3. Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan karena DPR menolak
RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah. Presiden selanjutnya menyatakan pembubaran
DPR dan sebagai gantinya presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong
(DPR-GR). Dimana semua anggotanya ditunjuk oleh presiden. Peraturan DPRGR juga
ditentukan oleh presiden. Sehingga DPRGR harus mengikuti kehendak serta kebijakan
pemerintah. Tindakan presiden tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sebab berdasarkan
UUD 1945 presiden tidak dapat membubarkan DPR.

Tugas DPR GR adalah sebagai berikut :

Melaksanakan manifesto politik


Mewujudkan amanat penderitaan rakyat
Melaksanakan Demokrasi Terpimpin

4. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara

Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.3
tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh Presiden sendiri. Keanggotaan DPAS terdiri atas satu
orang wakil ketua, 12 orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang wakil
golongan. Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul
kepada pemerintah.

Pelaksanaannya kedudukan DPAS juga berada dibawah pemerintah/presiden sebab presiden


adalah ketuanya. Hal ini disebabkan karena DPAS yang mengusulkan dengan suara bulat agar
pidato presiden pada hari kemerdekaan RI 17 AGUSTUS 1959 yang berjudul ”Penemuan
Kembali Revolusi Kita” yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia

(Manipol) ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan Penpres No.1 tahun 1960.

Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi
Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan
MANIPOL USDEK.

5. Pembentukan Front Nasional

Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959. Front Nasional
merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita
yang terkandung dalam UUD 1945. Tujuannya adalah menyatukan segala bentuk potensi
nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan. Front Nasional dipimpin oleh
Presiden Sukarno sendiri. Tugas front nasional adalah sebagai berikut.

Menyelesaikan Revolusi Nasional


Melaksanakan Pembangunan
Mengembalikan Irian Barat

6. Pembentukan Kabinet Kerja

Tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk kabinet Kerja. Sebagai wakil presiden diangkatlah Ir.
Juanda. Hingga tahun 1964 Kabinet Kerja mengalami tiga kali perombakan (reshuffle). Program
kabinet ini adalah sebagai berikut.

Mencukupi kebutuhan sandang pangan


Menciptakan keamanan negara
Mengembalikan Irian Barat.

7. Keterlibatan PKI dalam Ajaran Nasakom

Perbedaan ideologi dari partai-partai yang berkembang masa demokrasi parlementer


menimbulkan perbedaan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara yang
berdampak pada terancamnya persatuan di Indonesia. Pada masa demokrasi terpimpin
pemerintah mengambil langkah untuk menyamakan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa
dan bernegara dengan menyampaikan ajaran NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis).
Tujuannya untuk menggalang persatuan bangsa.

Bagi presiden NASAKOM merupakan cerminan paham berbagai golongan dalam masyarakat.
Presiden yakin bahwa dengan menerima dan melaksanakan Nasakom maka persatuan Indonesia
akan terwujud. Ajaran Nasakom mulai disebarkan pada masyarakat. Dikeluarkan ajaran
Nasakom sama saja dengan upaya untuk memperkuat kedudukan Presiden sebab jika menolak
Nasakom sama saja dengan menolak presiden.
Kelompok yang kritis terhadap ajaran Nasakom adalah kalangan cendekiawan dan ABRI. Upaya
penyebarluasan ajaran Nasakom dimanfaatkan oleh PKI dengan mengemukakan bahwa PKI
merupakan barisan terdepan pembela NASAKOM. Keterlibatan PKI tersebut menyebabkan
ajaran Nasakom menyimpang dari ajaran kehidupan berbangsa dan bernegara serta mengeser
kedudukan Pancasila dan UUD 1945 menjadi komunis. Selain itu PKI mengambil alih
kedudukan dan kekuasaan pemerintahan yang sah. PKI berhasil meyakinkan presiden bahwa
Presiden Sukarno tanpa PKI akan menjadi lemah terhadap TNI.

8. Adanya ajaran RESOPIM

Tujuan adanya ajaran RESOPIM (Revolusi, Sosialisme Indonesia, dan Pimpinan Nasional)
adalah untuk memperkuat kedudukan Presiden Sukarno. Ajaran Resopim diumumkan pada
peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-16.

Inti dari ajaran ini adalah bahwa seluruh unsur kehidupan berbangsa dan bernegara harus dicapai
melalui revolusi, dijiwai oleh sosialisme, dan dikendalikan oleh satu pimpinan nasional yang
disebut Panglima Besar Revolusi (PBR), yaitu Presiden Sukarno.

Dampak dari sosialisasi Resopim ini maka kedudukan lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi
negara ditetapkan dibawah presiden. Hal ini terlihat dengan adanya pemberian pangkat menteri
kepada pimpinan lembaga tersebut, padahal kedudukan menteri seharusnya sebagai pembantu
presiden.

9. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

TNI dan Polri disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri
atas 4 angkatan yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, dan
Angkatan Kepolisian. Masing-masing angkatan dipimpin oleh Menteri Panglima Angkatanyang
kedudukannya langsung berada di bawah presiden. ABRI menjadi salah satu golongan
fungsional dan kekuatan sosial politik Indonesia.

10. Pentaan Kehidupan Partai Politik

Pada masa demokrasi Parlementer, partai dapat melakukan kegiatan politik secara leluasa.
Sedangkan pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan partai dibatasi oleh penetapan presiden
No. 7 tahun 1959. Partai yang tidak memenuhi syarat, misalnya jumlah anggota yang terlalu
sedikit akan dibubarkan sehingga dari 28 partai yang ada hanya tinggal 11 partai.

Tindakan pemerintah ini dikenal dengan penyederhanaan kepartaian.

Pembatasan gerak-gerik partai semakin memperkuat kedudukan pemerintah terutama presiden.


Kedudukan presiden yang kuat tersebut tampak dengan tindakannya untuk membubarkan 2
partai politik yang pernah berjaya masa demokrasi Parlementer yaitu Masyumi dan Partai
Sosialis Indonesia (PSI). Alasan pembubaran partai tersebuat adalah karena sejumlah anggota
dari kedua partai tersebut terlibat dalam pemberontakan PRRI dan Permesta. Kedua Partai
tersebut resmi dibubarkan pada tanggal 17 Agustus 1960.
11. Arah Politik Luar Negeri

Politik Mercusuar

Politik Mercusuar dijalankan oleh presiden sebab beliau menganggap bahwa Indonesia
merupakan mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia. Untuk
mewujudkannya maka diselenggarakan proyek-proyek besar dan spektakuler yang diharapkan
dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan yang terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-
proyek tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar mencapai milyaran rupiah diantaranya
diselenggarakannya GANEFO (Games of the New Emerging Forces ) yang membutuhkan
pembangunan kompleks Olahraga Senayan serta biaya perjalanan bagi delegasi asing. Pada
tanggal 7 Januari 1965, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB sebab Malaysia diangkat
menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Besarnya kekuasaan Presiden dalam
Pelaksanaan demokrasi terpimpin tampak dengan:

a. Pengangkatan Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan
wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai- partai besar serta wakil ABRI yang
masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.

b. Pidato presiden yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” pada tanggal 17 Agustus
1959 yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai
GBHN atas usul DPA yang bersidang tanggal 23-25 September 1959.

c. Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi
Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan
MANIPOL USDEK.

d. Pengangkatan Ir. Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi yang berarti sebagai presiden
seumur hidup.

e. Pidato presiden yang berjudul ”Berdiri di atas Kaki Sendiri” sebagai pedoman revolusi dan
politik luar negeri.

f. Presiden berusaha menciptakan kondisi persaingan di antara angkatan, persaingan di antara


TNI dengan Parpol.
g. Presiden mengambil alih pemimpin tertinggi Angkatan Bersenjata dengan
di bentuk Komandan Operasi Tertinggi (KOTI).

PELAKSANAAN DEMOKRASI DI INDONESIA PADA MASA ORDE


LAMA,ORDE BARU
Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi
dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi. Pada saat itu kondisi politik dan keamanan
dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam suasana
transisional dari masyarakat terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama
adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan.
Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat 3
periode implementasi Pancasila yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan
periode 1959-1966. Orde baru berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap orde lama yang telah menyimpang dari Pancasila.
Situasi internasional kala itu masih diliputi konflik perang dingin. Situasi politik dan keamanan
dalam negeri kacau dan ekonomi hampir bangkrut. Indonesia dihadapkan pada pilihan yang sulit,
memberikan sandang dan pangan kepada rakyat atau mengedepankan kepentingan strategi dan
politik di arena internasional seperti yang dilakukan oleh Soekarno.
Seperti juga Orde Baru yang muncul dari koreksi terhadap Orde Lama, kini Orde Reformasi, jika
boleh dikatakan demikian, merupakan orde yang juga berupaya mengoreksi penyelewengan yang
dilakukan oleh Orde Baru. Hak-hak rakyat mulai dikembangkan dalam tataran elit maupun
dalam tataran rakyat bawah. Rakyat bebas untuk berserikat dan berkumpul dengan mendirikan
partai politik, LSM, dan lain-lain. Penegakan hukum sudah mulai lebih baik daripada masa Orba.
Namun, sangat disayangkan para elit politik yang mengendalikan pemerintahan dan kebijakan
kurang konsisten dalam penegakan hukum. Dalam bidang sosial budaya, disatu sisi kebebasan
berbicara, bersikap, dan bertindak amat memacu kreativitas masyarakat. Namun, di sisi lain
justru menimbulkan semangat primordialisme. Benturan antar suku, antar umat beragama, antar
kelompok, dan antar daerah terjadi dimana-mana. Kriminalitas meningkat dan pengerahan masa
menjadi cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang berpotensi tindakan kekerasan.
Pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Lama:
a. Masa demokrasi Liberal 1950-1959. Masa demokrasi liberal yang parlementer presiden
sebagai lambang atau berkedudukan sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif.
Masa demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya
partai-partai politik. Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan:
Dominannya partai politik; Landasan sosial ekonomi yang masih lemah; Tidak mampunya
konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950.
b. Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959: Bubarkan
konstituante; Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950; Pembentukan MPRS dan
DPAS
b.Masa demokrasi Terpimpin 1959-1966. Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS
No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong
diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom
dengan ciri: Dominasi Presiden; Terbatasnya peran partai politik; Berkembangnya pengaruh
PKI; Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain: Mengaburnya sistem kepartaian,
pemimpin partai banyak yang dipenjarakan. Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya
dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR; Jaminan HAM lemah; Terjadi
sentralisasi kekuasaan; Terbatasnya peranan pers; Kebijakan politik luar negeri sudah memihak
ke RRC (Blok Timur). Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh
PKI.

Pemahaman tentang orde lama,orde baru,dan masa reformasi:


orde lama : sebutan bagi masa pemerintahan presiden Soekarno (sebutan ini muncul tentunya
pasca pemerintahannya).
orde baru : sebutan bagi masa pemerintahan presiden Suharto (sebutan ini muncul untuk
membedakan dengan pemerintahan sebelumnya yaitu masa presiden Soekarno).pemerintahan
orde lama berakhir setelah keluar Surat Perintah Sebelas Maret 1966 yang dikuatkan dengan
Ketetapan MPRS No.IX/MPRS/1966.dengan inilah maka demokrasi pancasila telah digunakan
pada era orde baru
Masa reformasi : Kekuasaan orde baru sampai tahun 1998 dalam ketatanegaraan Indonesia
tidak mengamalkan nilai-nilai demokrasi sebagaimana yang terkandung dalam pancasila dan
UUD 1945.
Gerakan Reformasi telah membawa perubahan-perubahan dalam bidang politik dan usaha
penegakan kedaulatan rakyat,serta meningkatkan peran serta masyarakat dan mengurangi
dominasi pemerintah dalam kehidupan politik .
Jadi, meskipun bangsa Indonesia telah berganti-ganti system demokrasi dan pemerintahan
,namun pada akhirnya hingga sekarang system demokrasi yang digunakan adalah system
demokrasi Pancasila.
demokrasi terpimpin: istilah yang dipopulerkan saat masa pemerintahan presiden
Soekarno,tepatnya setelah dekrit presiden 1959 kembali ke UUD 1945.
demikian semoga memuaskan.
Istilah Orde Lama sebenarnya diciptakan oleh pemerintahan Suharto yang menamakan diri
sebagai Orde Baru.
Jadi pemerintahan sebelum era Suharto pada tahun 1966 disebut Orde Lama, dimana selalu
dicitrakan kondisi yang kurang baik.
Padahal kondisi yang sesungguhnya tidak selalu demikian. Bukankan kemerdekaan Indonesia
terjadi pada masa sebelum Orde Baru.
Memang dalam periode sebelum th. 1966, negara Indonesia adalah negara baru yang sedang
mencari bentuk jati dirinya, sehingga sering terjadi pergolakan, pemberontakan. Dengan
demikian pemerintahan dengan demokrasi terpimpin nampaknya merupakan alternatif paling
tepat.
Kebijakan Pemerintah
Sejak pemerintahan orde lama hingga orde reformasi kini, kewenangan menjalankan anggaran
negara tetap ada pada Presiden (masing-masing melahirkan individu atau pemimpin yang sangat
kuat dalam setiap periode pemerintahan sehingga menjadikan mereka seperti “manusia setengah
dewa”). Namun tiap-tiap masa pemerintahan mempunyai cirinya masing-masing dalam
menjalankan arah kebijakan anggaran negara. Hal ini dikarenakan untuk disesuaikan dengan
kondisi: stabilitas politik, tingkat ekonomi masyarakat, serta keamanan dan ketertiban.
Sistem pemerintahan
Orde lama : kebijakan pada pemerintah, berorientasi pada politik,semua proyek diserahkan
kepada pemerintah, sentralistik,demokrasi Terpimpin, sekularisme.
Orde baru : kebijakan masih pada pemerintah, namun sektor ekonomi sudah diserahkan ke
swasta/asing, fokus pada pembangunan ekonomi, sentralistik, demokrasi Pancasila, kapitalisme.
Soeharto dan Orde Baru tidak bisa dipisahkan. Sebab, Soeharto melahirkan Orde Baru dan Orde
Baru merupakan sistem kekuasaan yang menopang pemerintahan Soeharto selama lebih dari tiga
dekade. Betulkah Orde Baru telah berakhir? Kita masih menyaksikan praktik-praktik nilai Orde
Baru hari ini masih menjadi karakter dan tabiat politik di negeri ini. Kita masih menyaksikan
koruptor masih bercokol di negeri ini. Perbedaan Orde Baru dan Orde Reformasi secara kultural
dan substansi semakin kabur. Mengapa semua ini terjadi? Salah satu jawabannya, bangsa ini
tidak pernah membuat garis demarkasi yang jelas terhadap Orde Baru. Tonggak awal reformasi
11 tahun lalu yang diharapkan bisa menarik garis demarkasi kekuatan lama yang korup dan
otoriter dengan kekuatan baru yang ingin melakukan perubahan justru “terbelenggu” oleh faktor
kekuasaan.Sistem politik otoriter (partisipasi masyarakat sangat minimal) pada masa orba
terdapat instrumen-instrumen pengendali seperti pembatasan ruang gerak pers, pewadahunggalan
organisasi profesi, pembatasan partai poltik, kekuasaan militer untuk memasuki wilayah-wilayah
sipil, dll.
Orde reformasi : pemerintahan tidak punya kebijakan (menuruti alur parpol di DPR),
pemerintahan lemah, dan muncul otonomi daerah yang kebablasan, demokrasi Liberal
(neoliberaliseme), tidak jelas apa orientasinya dan mau dibawa kemana bangsa ini.
DENGAN Dekrit 5 Juli 1959, Soekarno membubarkan Konstituante yang bertugas merancang
UUD baru bagi Indonesia, serta memulai periode yang dalam sejarah politik kita disebut sebagai
“Demokrasi Terpimpin”. Peristiwa ini sangat penting, bukan saja karena menandai berakhirnya
eksperimen bangsa Indonesia dengan sistem demokrasi yang liberal, tetapi juga tindakan
Soekarno tersebut memberikan landasan awal bagi sistem politik yang justru kemudian dibangun
dan dikembangkan pada masa Orde Baru.
Namun, di balik kesan kuat adanya keterputusan antara “Orde Lama” dan “Orde Baru”, terdapat
pula beberapa kontinuitas yang cukup penting. Pertama, dua-duanya sangat anti terhadap hal-hal
yang dapat menyebabkan disintegrasi teritorial Indonesia, dua-duanya dapat dikatakan sangat
“nasionalis” dalam hal itu. Dengan demikian, baik Soekarno maupun Soeharto amat
mementingkan retorika “persatuan” dan “kesatuan”. Bahkan, sejak 1956, Soekarno sudah
menuduh partai politik di Indonesia pada waktu itu sebagai biang keladi terpecah-belahnya
bangsa, dan sempat mengajak rakyat untuk “mengubur” partai-partai tersebut dalam sebuah
pidato yang amat terkenal.
SUMBER:
Referensi :
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090126174820AAFGt08
http://yunaniabiyoso.blogspot.com/2008/04/perbedaan-determinasi-kebijakan.html
http://labtani.wordpress.com/2008/11/07/sejarah-perekonomian-indonesia/
http://www.mudrajad.com/upload/Reformasi%20di%20Persimpangan%20Jalan.pdf
Pohan, Aulia. 2008. Potret Kebijakan Moneter Indonesia.Jakarta:Rajawali pers.

Anda mungkin juga menyukai