XII MIPA 4 DEPOLITISASI (Penghilangan/ penghapusan kegiatan politik)parpol dan ormas pernah dilakukan oleh pemerintahan ORBA dengan penyeragaman ideologis malalui ideologi Pancasila. Dengan alasan Pancasila telah menjadi konsensus nasional, keseragaman dalam pemahaman Pancasila perlu disosialisasikan HISTORY
Presiden Soeharto mengajukan nama Eka Prasetya Pancakarsa dengan maksud menegaskan bahwa penyusunan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dipandang sebagai janji yang teguh, kuat, konsisten, dan tulus mewujudkan 5 cita-cita
Takwa kepada Tuhan
Mencintai sesama Mencintai tanah air, Suka menolong orang Yang Maha Esa dan Demokratis dan patuh manusia dengan selalu menempatan lain, sehingga dapat menghargai orang lain pada putusan rakyat ingat kepada orang lain, kepentingan negara di meningkatkan yang berlainan yang sah tidak sewenang-wenang atas kepentingan pribadi kemampuan orang lain agama/kepercayaan
(Referensi Bahan Penataran P4 dalam Anhar Gonggong ed, 2005:159)
PENGAJUAN P4 Presiden mengajukan draft P4 kepada MPR. Pada tanggal 21 Maret 1978 rancangan P4 disahkan menjadi Tap MPR No. II/MPR/1978. Setelah disahkan, pemerintah membentuk Komisi Penasihat Presiden mengenai P4 yang dipimpin oleh Dr. Roeslan Adulgani dan sebagai badan pelaksana dibentuk Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksana P4(BP7) yang berkedudukan di Jakarta. BP7 memiliki tugas untuk mengkoordinasi pelaksanaan program Penatran P4 yang dilaksanakan pada tingkat nasional maupun region. Tujuan penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. P4 Yang melaksanakan P4 adalah ASN(termasuk pegawai BUMN), baik sipil maupun militer, para pelajar, mulai dari sekolah menengah sampai perguruan tinggi yang dilaksanakan setiap awal tahun ajaran atau tahun akademik. Melalui penataran P4, pemerintah memberikan penekanan pada masalah “suku”, “agama”, “ras”, dan “antargolongan” (SARA). Pada tahun 1992 terjadi konflik antar kaum muslim dan non muslim di Jakarta yang mengakibatkan banyak kritikan dalam pelaksanaan P4. Fakta ini kemudian disampaikan kepada presiden agar masalah P4 ditinjau kembali. “ Setelah P4 dilaksankan, selanjutnya orsospol yang diseragamkan dalam arti harus mau menerima Pancasila sebagai satu- satunya asas partai dan organisasi, yang dikenal dengan sebutan “asas tunggal”. ” Gagasan asas tunggal disampaikan oleh Presiden Soeharto dalam pidato pembukaan Rapat Pimpinan ABRI(Rapim ABRI) di Pekanbaru, Riau, pada tanggal 27 Maret 1980 dan dilontarkan kembalipada acara ulang tahun Korps Pasukan Sandi Yudha(Kopasandha) di Cianjur, Jakarta, tanggal 16 April 1980. GAGASAN ASAS TUNGGAL • Gagasan asas tunggal pada awalnya menimbulkan reaksi yang cukup keras dari berbagai pimpinan Islam dan beberapa Purnawirawan militer. Namun Presiden Soeharto tetap mengajukan gagasannya kepada MPR. • Melalui sidang MPR ‘asas tunggal’ akhirnya diterima menjadi ketetapan MPR, yaitu Tap MPR No. II/1983. • Tanggal 19 Januari 1985, pemerintah dengan persetujuan DPR, mengeluarkan UU No. 3/1985 yang menetapkan bahwa parpol dan Golkar harus menerima Pancasila sebagai asas tunggal mereka. • 4 bulan kemudian, tanggal 17 Juni 1985, pemerintah mengeluarkan UU No.8/1985 tentang ormas, yang menetapkan bahwa seluruh organisasi sosial atau massa harus mencantumkan Pancasila sebagai asas tunggal mereka. SETELAH PENYERAGAMAN
• Sudah tidak ada lagi orsospol yang berasaskan
selain Pancasila. • Demokrasi Pancasila yang mengakui hak hidup “ Bhinneka Tunggal Ika”, dipergunakan oleh pemerintahan ORBA untuk mematikan kebhinekaan, termasuk memenjarakan atau mencekal tokoh- tokoh pengkritik kebijakan pemerintah ORBA