Anda di halaman 1dari 20

Landasan Ideal

dan Konstitusional
Politik Luar Negeri
Indonesia Bebas
Aktif

UUD 1945 Pancasila


 Politik luar negeri suatu negara lahir ketika negara
itu sudah dinyatakan sebagai suatu negara yang
berdaulat. Indonesia sebagai sebuah negara
berdaulat juga menjalankan politik luar negeri
yang senantiasa berkembang disesuaikan dengan
kebutuhan dalam negeri dan perubahan situasi
internasional.
 Landasan ideal dalam pelaksanaan politik luar
negeri Indonesia adalah Pancasila yang
merupakan dasar negara Indonesia. Kelima sila
yang termuat dalam Pancasila, berisi pedoman
dasar bagi pelaksanaan kehidupan berbangsa
dan bernegara yang ideal dan mencakup seluruh
sendi kehidupan manusia.
 Sedangkan landasan konstitusional dalam
pelaksanaan politik luar negeri Indonseia adalah
Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
alinea pertama “Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan
oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia
harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan” dan alinea
keempat “... dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial...”
 Tujuan politik luar negeri bebas aktif adalah untuk
mengabdi kepada tujuan nasional bangsa
Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD
1945 alinea keempat. Kemudian agar prinsip
bebas aktif dapatdioperasionalkan dalam politik
luar negeri Indonesia, maka setiap periode
pemerintah menetapkan landasan operasional
politik luar negeri Indonesia yang senantiasa
berubah dengan kepentingan nasional.
 Sejak awal kemerdekaan hingga masa Orde
Lama, landasan operasional dari politik luar negeri
Indonesia yang bebas aktif sebagian besar
dinyatakan melalui maklumat dan pidato-pidato
Presiden Soekarno. Beberapa saat setelah
kemerdekaan, dikeluarkanlah Maklumat Politik
Pemerintah tanggal 1 November 1945 yang isinya
adalah; politik damai dan hidup berdampingan
secara damai; tidak campur tangan dalam urusan
dalam negeri negara lain; politik bertetangga baik
dan kerja sama dengan semua negara di bidang
ekonomi, politik dan lain-lain; serta selalu mengacu
pada Piagam PBB dalam melakukan hubungan
dengan negara lain.
 Selanjutnya, pada masa Demokrasi Terpimpin
1959-1965 landasan operasional politik luar negeri
Indonesia adalah berdasarkan UUD 1945 yang
terdapat dalam pembukaan UUD 1945 alinea
pertama, pasal 11 dan pasal 13 ayat 1 dan 2 UUD
1945, Amanat Presiden yang berjudul “Penemuan
Kembali Revolusi Kita” pada 17 Agustus 1959 atau
dikenal sebagai “Manifesto Politik Republik
Indonesia.”
 Tujuan jangka pendek dan panjang tidak terlepas
dari sejarah Indonesia. Indonesia harus
menghindari keberpihakan pada dua blok yang
bersengketa dan masuk menjadi anggota Non
Blok.
 Pedoman Pelaksanaan Manifesto Politik/Manipol
Indonesia berdasarkan pada amanat Presiden
pada tanggal 17 Agustus 1960 yang terkenal
dengan nama “Djalanja Revolusi Kita”, yang
menetapkan penegasan mengenai cara-cara
pelaksanaan Manipol di bidang politik luar negeri.
 Manipol, Djarek merupakan embrio kelahiran serta
doktrin baru, yaitu dunia tidak terbagi dalam Blok
Barat, Blok Timur dan Blok Asia Afrika/Blok ketiga.
Akan tetapi dunia akan terbagi dua Blok yang
saling bertentangan yaitu New Emerging
Forces/Nefos dan Old Established Forces/Oldefos.
 Nefos merupakan kekuatan-kekuatan baru yang
sedang bangkit. Sementara Oldefos merupakan
kekuatan-kekuatan lama yang sudah mapan.
 Doktrin Nefos dan Oldefos menjadi dasar politik
luar negeri anti imperialis dan kolonialis yang lebih
militan. Soekarno mewujudkan gagasan Nefos dan
Oldefos itu dengan suatu strategi diplomasi yang
agresif dan konfrontatif dengan negara-negara
Barat.
 Pada masa Orde Baru, landasan operasional
politik luar negeri Indonesia semakin dipertegas
dengan beberapa peraturan formal, di antaranya
adalah Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966
tanggal 5 Juli 1966 tentang penegasan kembali
landasan kebijaksanaan politik luar negeri
Indonesia. TAP MPRS ini menyatakan bahwa sifat
politik luar negeri Indonesia adalah :
1) Bebas Aktif, anti-imperialisme dan kolonialisme
dalam segala bentuk manifestasinya dan ikut
serta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial.
2) Mengabdi kepada kepentingan nasional dan
amanat penderitaan rakyat.
 Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang Garis-
Garis Besar Haluan Negaratanggal 22 Maret 1973,
yang berisi:
1) Terus melaksanakan politik luar negeri yang bebas
aktif dengan mengabdikannya kepada
kepentingan nasional, khususnya pembangunan
ekonomi;
2) Mengambil langkah-langkah untuk memantapkan
stabilitas wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat
Daya, sehingga memungkinkan negara-negara di
wilayah ini mampu mengurus masa depannya
sendiri melalui pembangunan ketahanan nasional
masing-masing, serta memperkuat wadah kerja
sama antara negara anggota perhimpunan
bangsa-bangsa Asia Tenggara;
3) Mengembangkan kerja sama untuk maksud-
maksud damai dengan semua negara dan
badan-badan internasional dan lebih
meningkatkan peranannya dalam membantu
bangsa-bangsa yang sedang memperjuangkan
kemerdekaannya tanpa mengorbankan
kepentingan dan kedaulatan nasional.
 Ketetapan-ketetapan MPR era Orde Baru
dijabarkan dalam pola umum pembangunan
jangka panjang dan pola umum Pelita dua hingga
enam, pada intinya menyebutkan bahwa dalam
bidang politik luar negeri yang bebas dan aktif
diusahakan agar Indonesia dapat terus
meningkatkan peranannya dalam memberikan
sumbangannya untuk turut serta menciptakan
perdamaian dunia yang abadi, adil, dan
sejahtera.
 Namun demikian, menarik untuk dicatat bahwa
TAP MPR RI No. IV/MPR/1973 berbeda dengan TAP
MPRS tahun 1966. perbedaan ini seiring dengan
pergantia pemerintahan dari Soekarno ke
Soeharto, sehingga konsep perjuangan Indonesia
yang selalu didengung-dengungkan oleh
Soekarno sebagai anti-kolonialisme dan anti-
imperialisme tidak lagi memnculkan dalam TAP
MPR tahun 1973 di atas. Selain itu, sosok politik luar
negeri Indonesia juga lebih difokuskan pada
upaya oembangunan bidang ekonomi dan
peningkatan kerja samadengan dunia
internasional.
 Selanjutnya TAP MPR RI No. IV/MPR/1978,
pelaksanaan politik luar negeri Indonesia juga
telah diperluas, yaitu ditujukan untuk kepentingan
pembangunna di segala bidang. Realitas ini
berbeda dengan TAP-TAP MPR sebelumnya, yang
pada umumnya hanya mencakup satu aspek
pembangunan saja, yaitu bidang ekonomi. Pada
TAP MPR RI No. II/MPR/1983, sasaran politik luar
negeri Indonesia dijelaskan secara lebih spesifik
dan rinci. Perubahan ini menandakan bahwa
Indonesia sudah mulai mengikuti dinamika politik
internasional yang berkembang saat itu.
 Pasca Orde Baru atau dikenal dengan periode
Reformasi yang dimulai dari masa pemerintahan
B.J. Habibie sampai pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono secara subtansif landasan operasional
politik luar negeri Indonesia dapat dilihatr melalui
ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tanggal 19
Oktober 1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) dalam rangka mewujudkan tujuan
nasional periode 1999-2004.
 GBHN menekankan pada faktor-faktor yang
melatarbelakangi terjadinya krisis ekonomi dan
krisis nasional pada 1997, yang kemudian dapat
mengancam integrasi NKRI. Di antaranya adanya
ketidakseimbangan dalam kehidupan sosial,
politik, dan ekonomi yang demokratis dan
berkeadilan. Oleh karena itu, GBHN juga
menekankan perlunya upaya reformasi di
berbagai bidang, khususnya memberantas segala
bentuk penyelewengan seperti korupsi, kolusi, dan
nepotisme serta kejahatan ekonomi dan
penyalahgunaan kekuasaan.
Menegaskan kembali pelaksanaan politik
bebas dan aktif menuju pancapaian
tujuan nasional

Ikut serta di dalam perjanjian internasional


dan peningkatan kerja sama untuk
kepentingan rakyat Indonesia

Memperbaiki performa, penampilan


diplomat Indonesia dalam rangka
suksesnya pelaksanaan diplomasi pro-aktif
di semua bidang
Meningkatkan kualitas diplomasi dalam
rangka mencapai pemulihan ekonomi
yang cepat melalui intensifikasi kerja sama
regional dan internasional

Meningtensifkan kesiapan Indonesia


memasuki era perdagangan bebas

Memperluas perjanjian ekstradisi dengan


negara-negara tetangga

Mengintensifkan kerja sama dengan


negara-negara tetangga dalam kerangka
ASEAN dengan tujuan memelihara stabilitas
dan kemakmuran di wilayah Asia Tenggara
 Ketetapan MPR di atas, secara jelas menegaskan
arah politik luar negeri Indonesia yang bebas dan
aktif, berorientasi untuk kepentingan nasional,
menitikberatkan pada solidaritas antarnegara
berkembang, mendukung perjuangan
kemerdekaan bangsa, menolak segala bentuk
penjajahan serta meningkatkan kemandirian
bangsa dan kerja sama bagi kesejahteraan rakyat.

Anda mungkin juga menyukai