Anda di halaman 1dari 19

DEMOKRASI TERPIMPIN

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

NO NAMA NIM
1 TEMAZISO GEA 222106043
2 PERDAMAIAN ZEGA 222106033
3 YOSAFAT GEA 222106049
4 YATATEMA LAHAGU 222106048
5 ASNIAR WINDI TAFONAO 222106026
6 DEMIANUS TELAUMBANUA 222106008

MATA KULIAH :
SEJARAH NASIONAL INDONESIA

DOSEN PENGAMPU :
DARISALIM TELAUMBANUA, S,H., M.H

UNIVERSITAS NIAS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
TAHUN AKADEMIK 2023/202
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha-Esa karena dengan berkat
rahmat-Nya serta karunia-nya kami kelompok 4 dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Sejarah
Nasional Indonesia dengan judul “Demokrasi Terpimpin” ini dengan baik meskipun masih banyak
kekurangan didalamnya.

Kami kelompok 4 juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telahkami buat dimasa yang akan datang. Mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Demikian isi tugas makalah kami ini, segala kekurangan dan kelemahan baik dalam
penulisan maupun dalam penyusunan masih banyak yang tidak sesuai, mohon
dimaklumi.Terimakasih.

Gunungsitoli, 13 November 2023


Penulis

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……………………………………………………………………………. i
Daftar Isi …………………………………………………………………………………... ii
Bab 1 Pendahuluan ………………………………………………………………………... 1
1. Latar Belakang ……………………………………………………………………. 1
2. Rumusan Masalah ………………………………………………………………… 2
3. Tujuan ……………………………………………………………………………... 2
Bab 2 Pembahasan ……………………………………………………………………….... 3
1. Sejarah Demokrasi Terpimpin …………………………………………………….. 3
2. Perkembangan politik di masa Demokrasi Terpimpin ……………………………. 8
3. Awal diterapkannya Demokrasi Terpimpin ………………………………………. 10
4. Masa Akhir Demokrasi Terpimpin ……………………………………………….. 11
Bab 3 Penutup …………………………………………………………………………….. 14
1. Kesimpulan ……………………………………………………………………….. 14
2. Saran ……………………………………………………………………………… 14
Daftar Pustaka

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah Indonesia pada periode 1959 sampai 1966 adalah masa di mana sistem
"Demokrasi Terpimpin" sempat berjalan di Indonesia. Demokrasi Terpimpin adalah
suatu sistem pemerintahan yang dilaksanakan di Indonesia setelah lengsernya
Demokrasi Parlementer. Ini dikarenakan sistem Demokrasi Parlementer memang tidak
sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia, dimana Demokrasi Parlementer yang lebih
mengarah ke paham liberal sedangkan Indonesia lebih ke sikap gotong-royongnya.
Sehingga pada masa Demokrasi Parlementer tersebut terjadi suatu keadaan krisis
nasional ataupun ketidakstabilan dibidang sosial-politik maupun keamanan yang
mengancam keselamatan negara pada masa itu.
Ketidakcocokan sistem Parlementer dengan jiwa bangsa Indonesia dapat dilihat dari
berbagai peristiwa yang terjadi pada masa Demokrasi Parlementer tersebut. Seperti
adanya pergantian kabinet-kabinet. Setidaknya hanya dalam kurun waktu sepuluh tahun
yaitu tahun 1950 sampai dengan tahun 1959 telah terdapat tujuh kabinet yang pernah
dilaksanakan di Indonesia. Sehingga bila diambil rata-rata maka umur dari setiap kabinet
tersebut hanya dapat bertahan hanya sekitar satu setengah tahun. Itu artinya apapun yang
telah direncanakan dari setiap kabinet-kabinet tersebut tidak dapat terealisasikan secara
maksimal. Selain itu terdapat juga pergejolakan-pergejolakan didaerah daerah seperti di
Sumatera.
dan Sulawesi yang dilakukan PRRI-Permesta, dimana pergejolakan ini ternyata
didukung oleh partai oposisi pemetintah seperti PSI dan Masyumi. Bukan hanya itu
keadaan pada waktu itu juga semakin diperparah ketika Konstituante gagal dalam usaha
untuk menyusun Undang-Undang Dasar baru. Konstituante ini adalah suatu badan yang
dibentuk pada masa Demokrasi Parlementer untuk menyusun Undang-undang Dasar
yang baru karena UUD Sementara tahun 1950 yang dipakai pada masa itu memang tidak
sesuai dengan jiwa dan cita-cita bangsa Indonesia.
Presiden Sukarno dalam rangka untuk menyelamatkan negara dari ketidakstabilan
sosial-politik dan keamanan pada masa itu kemudian mengeluarkan Keputusan Presiden
Republik Indonesia No. 150 Tahun 1959 atau yang sering disebut dengan Dekrit 5 Juli
1959 yang inti isi pokoknya ada tiga yaitu; pertama, pembubaran Konstituante; kedua,
kembali berlakunya UUD 1945; dan yang ketiga, pembentukan MPRS dan DPAS
(Dewan Pertimbangan Agung Sementara). Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dapat dipandang
1
sebagai suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik dengan melalui
pembentukan kepemimpinan yang kuat. Sejak dikeluarkannya Dekerit Presiden ini maka
babak Demokrasi Parlementer pun berakhir dan awal bagi Demokrasi Terpimpin. Pada
masa Demokrasi Terpimpin ini Presiden Sukarno menjadi tokoh sentral pada masa itu.
Sehingga akibat dari sentralisasi kekuasaan ini berdampak pada berbagai penyelewengan
yang terjadi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimankah sejarah demokrasi terpimpin !
2. Bagaimana perkembangan politik di masa demokrasi terpimpin !
3. Bagaimana akhir dari masa demokrasi terpimpin !
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah demokrasi terpimpin
2. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan di masa demokrasi terpimpin
3. Untuk mengetahi bagaimana akhir dari masa demokrasi terpimpin

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Demokrasi Terpimpin


Sejarah Indonesia pada periode 1959 sampai 1966 adalah masa di mana sistem "Demokrasi
Terpimpin" sempat berjalan di Indonesia. Demokrasi Terpimpin adalah suatu sistem
pemerintahan yang dilaksanakan di Indonesia setelah lengsernya Demokrasi Parlementer. Ini
dikarenakan sistem Demokrasi Parlementer memang tidak sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia,
dimana Demokrasi Parlementer yang lebih mengarah ke paham liberal sedangkan Indonesia
lebih ke sikap gotong-royongnya. Sehingga pada masa Demokrasi Parlementer tersebut terjadi
suatu keadaan krisis nasional ataupun ketidakstabilan dibidang sosial-politik maupun keamanan
yang mengancam keselamatan negara pada masa itu.
Ketidakcocokan sistem Parlementer dengan jiwa bangsa Indonesia dapat dilihat dari
berbagai peristiwa yang terjadi pada masa Demokrasi Parlementer tersebut. Seperti adanya
pergantian kabinet-kabinet. Setidaknya hanya dalam kurun waktu sepuluh tahun yaitu tahun
1950 sampai dengan tahun 1959 telah terdapat tujuh kabinet yang pernah dilaksanakan di
Indonesia. Sehingga bila diambil rata-rata maka umur dari setiap kabinet tersebut hanya dapat
bertahan hanya sekitar satu setengah tahun. Itu artinya apapun yang telah direncanakan dari
setiap kabinet-kabinet tersebut tidak dapat terealisasikan secara maksimal. Selain itu terdapat
juga pergejolakan-pergejolakan didaerah daerah seperti di Sumatera.
dan Sulawesi yang dilakukan PRRI-Permesta, dimana pergejolakan ini ternyata didukung
oleh partai oposisi pemetintah seperti PSI dan Masyumi. Bukan hanya itu keadaan pada waktu
itu juga semakin diperparah ketika Konstituante gagal dalam usaha untuk menyusun Undang-
Undang Dasar baru. Konstituante ini adalah suatu badan yang dibentuk pada masa Demokrasi
Parlementer untuk menyusun Undang-undang Dasar yang baru karena UUD Sementara tahun
1950 yang dipakai pada masa itu memang tidak sesuai dengan jiwa dan cita-cita bangsa
Indonesia.
Presiden Sukarno dalam rangka untuk menyelamatkan negara dari ketidakstabilan sosial-
politik dan keamanan pada masa itu kemudian mengeluarkan Keputusan Presiden Republik
Indonesia No. 150 Tahun 1959 atau yang sering disebut dengan Dekrit 5 Juli 1959 yang inti isi
pokoknya ada tiga yaitu; pertama, pembubaran Konstituante; kedua, kembali berlakunya UUD
1945; dan yang ketiga, pembentukan MPRS dan DPAS (Dewan Pertimbangan Agung

3
Sementara). Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk mencari
jalan keluar dari kemacetan politik dengan melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat.
Sejak dikeluarkannya Dekerit Presiden ini maka babak Demokrasi Parlementer pun berakhir dan
awal bagi Demokrasi Terpimpin. Pada masa Demokrasi Terpimpin ini Presiden Sukarno menjadi
tokoh sentral pada masa itu. Sehingga akibat dari sentralisasi kekuasaan ini berdampak pada
berbagai penyelewengan yang terjadi.
1. Faktor-Faktor Lahirnya Demokrasi Terpimpin
a. Adanya rasa tidak puas terhadap hasil-hasil yang dicapai sejak tahun 1945 karena belum
mendekati cita-cita dan tujuan proklamasi seperti masalah kemakmuran dan pemerataan
keadilan yang tidak terbina.Belum utuhnya wilayah RI karena masih ada wilayah yang
masih dijajah Belanda. Instabilitas nasional yang ditandai oleh jatuh bangunnya kebinet
sampai 17 kali, serta pemberontakan yang terjadi didaerah-daerah. Kegagalan tersebut
disebabkan menipisnya rasa nasionalisme, pemilihan Demokrasi Liberal yang tanpa
pemimpin dan tanpa disiplin. Suatu demokrasi yang tidak cocok dengan kepribadian
Indonesia. Serta sistem multi partai yang didasarkan pada Maklumat Pemerintah 3
November 1945 yang ternyata partai-partai itu digunakan sebagai alat perebutan
kekuasaan dan bukan sebagai alat pengabdi negara.
b. Ketidak mampuan Demokrasi Parlementer mewujudkan amanat penderitaan rakyat.
Karena itu, perlu diadakannya suatu koreksi untuk segera kembali pada cita-cita dan
tujuan semula, harus dilakukan dengan cara meninjau kembali sistem politik. Harus
diciptakan suatu sistem demokrasi yang menuntun untuk mengabdi kepada negara dan
bangsa yang beranggotakan orang-orang jujur. Cara yang harus ditempuh untuk
melaksanakan koreksi tersebut adalah:
- Mengganti sistem free fight liberalism dengan Demokrasi Terpimpin yang lebih
sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Dalam Demokrasi Terpimpin perlu
dibentuk suatu Kabinet Gotong Royong yang anggotanya terdiri dari semua partai
dan organisasi berdasarkan perimbangan kekuatan yang ada dalam masyarakat.
- Dewan Perancang Nasional akan membuat blue print masyarakat yang adil dan
makmur.
- Pembentukan Dewan Nasional yang terdiri dari golongangolongan fungsional dalam
masyarakat. Tugas utama Dewan Nasional adalah memberi nasehat kepada kabinet
baik diminta maupun tidak diminta.
- Hendaknya konstituante tidak menjadi tempat berdebat yang berlarut-larut dan
segera menyelesaikan pekerjaannya agar blue print yang dibuat Depernas dapat
didasarkan pada konstitusi baru yang dibuat konstituante.
4
- Hendaknya konstituante meninjau dan memutuskan masalah Demokrasi Terpimpin
dan masalah kepartaian.
- Perlu adanya penyederhanaan sistem kepartaian dengan mencabut Maklumat
Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang telah memberi ruang bagi sistem multi
partai dan menggantinya dengan Undang-Undang Kepartaian serta Undang-Undang
Pemilu.
2. Asas Yang Melahirkan Sistem Demokrasi Terpimpin
Wacana tentang Demokarsi Terpimpin bukanlah sesuatu yang baru muncul ketika
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, akan tetapi wacana tersebut sudah terpintas
dalam diri Soekarno bertahun-tahun sebelum diterapkannya Demokrasi Terpimpin tersebut.
Bagi Soekano, Demokrasi Parlementer yang dipakai bangsa Indonesia merupakan produk
impor yang tidak sesuai dengan keadaan sosial masyarakat kita dan demokrasi tersebut tidak
menjiwai cita-cita bangsa Indonesia.
Berkaitan dengan persoalan di atas maka hampir dari seluruh pidato yan
disampaikan Soekarno, kebanyakan berisikan sekaligus menjelaskan tujuan tentang
Demokrasi Terpimpin. Tetapi dalam hal ini yang perlu disorot adalah asas/dasar yang
melahirkan Demokrasi Terpimpin itu sendiri. Merujuk pada pidato yang disampaikan
Soekarno pada tanggal I juni 194569, ada dua asas yang mendukung lahirnya demokrasi
terpimpin yaitu:
Petama, Mufakat, Permusyawaratan dan Perwakilan. Negara Indonesia bukanlah
satu egara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan
kaya. Tetapi tujuan didirikan negara Indonesia “semua buat semua dan satu buat semua Oleh
karena itu, jikalau memang betul-betul mengerti, mengingat dan mencintai rakyat Indonesia,
marilah kita pupuk prinsip tersebut. Bukan saja rasa keadilan dalam berpolitik, tetapi juga
keadilan dalam masalah ekonomi. Dengan demikian, kesejahteraan bersama yang kita
harapkan akan selalu terjaga dengan sebaik-baiknya.
3. Defenisi Demokrasi Terpimpin
Kata Demokrasi Terpimpin, kemungkinan semua orang sudah pasti pernah
mendengarnya namun jarang sekali diantara yang mendengarkan tau apa sebetulnya
pengertian dari Demokrasi Terpimpin sebagaimana yang dimaksudkan Soekarno. Maka
dalam hal ini, merujuk pada pidato yang disampaikannya, tidak kurang dari 12 butir beliau
kemukakan pengertian demokrasi terpimpin yaitu :
a. Demokrasi Terpimpin ialah demokrasi atau menurut istilah undangundang dasar 1945
“kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawatan perwakilan”.

5
b. Demokrasi Terpimpin bukanlah dictator, berlainan dengan Demokrasi Sentralisme dan
berbeda pula dengan Demokrasi Liberal yang kita praktekkan selama ini.
c. Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang cocok dengan kepribadian dan dasar hidup
bangsa Indonesia.
d. Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi disegala soal kenegaraan dan kemasyarakataan
yang meliputi bidang-bidang politik, ekonomi dan social.
e. Inti dari pada pimpinan dalam Demokrasi Terpimpin adalah permusyawaratan, tetapi suatu
permusyawatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, bukan oleh perdebatan dan
penyiasatan yang diakhiri dengan pengaduan kekuatan dan perhitungan suara pro dan
kontra. Hasil permusyawatan perwakilan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan itu
kemudian diserahkan kepada seorang Presiden yang dipilih oleh permusyawaratan itu pula
guna dilaksanakan. Dalam melaksanakan hasil permusyawaratan tersebut, Presiden
menunujuk tenaga-tenaga yang baik dan cakap sebagai pembantu-pembantunya (menteri-
menteri), tetapi Presiden secara individual (tidak secara kolektif bersama-sama
pembantunya) bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan Perwakilan Rakyat.
Selanjutnya, dalam menjalankan aktivitas sehari-hari Haluan Negara (menurut garis-garis
besar yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Presiden harus bekerja
bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, yang dilakukan pula dengan permusyawaratan
yang dipimpin oleh hikmat kebijksanaan, tidak dengan mengutamakan perdebatan dan
penyiasatan yang dapat mengakibatkan pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat atau
penyerahan kembali mandat seluruh kebinet, hal-hal mana yang tidak dimungkinkan
menurut Undang-Undang Dasar 1945
f. Oposisi dalam arti melahirkan pendapat yang sehat dan membangun diharuskan dalam alam
Demokrasi Terpimpin, yang penting ialah cara bermusyawarah dalam permusyawaratan
perwakilan juga harus dipimpin dengan hikmat kebijaksanaan.
g. Demokrasi Terpimpin adalah alat, bukan tujuan. Tujuan melaksanakan Demokrasi
Terpimpin ialah mencapai suatumasyarakat yang adil dan makmur, yang penuh dengan
kebahagiaanmateril dan sprituil sesuai dengan cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia
tanggal 17 Agustus 1945.
h. berpikir dan berbicara, tetapi dalam batas-batas tertentu, yakni batas keselamatan Negara,
batas kepentingan rakyat banyak, batas kepribadian bangsa, batas kesusilaan dan batas
pertanggung jawaban kepada tuhan.
i. Masyarakat adil dan makmur tidak bisa lain dari pada suatu masyarakat teratur dan makmur,
yang terikat pada batas-batas tuntutan keadilan dan kemakmuran, yang mengenal ekonomi

6
terpimpin dalam melaksanakan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dalam rangka
ekonomi terpimpin masih tersedia sektor-sektor perekonomian bagi pengusaha partikelir.
j. Untuk menyelenggarakan masyarakat adil dan makmur, maka diperlukan suatu pola yang
disiapkan oleh Dewan Perancang Nasional yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.
80 Tahun 1958, dan untuk menyelenggarakan pola tersebut harus digunakan Demokrasi
Terpimpin, sehingga dengan demikian Demokrasi Terpimpin pada hakikatnya adalah
demokrasi penyelenggara atau demokrasi karya.
B. Perkembangan Politik Dimasa Demokrasi Terpimpin
1. Penyaluran Tuntutan (Aspirasi Rakyat)
Pembubaran partai Masyumi dan PSI menjadi sejarah pahit bagi perkembangan partai
politik di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kwantitas partai politik yang berperan
sebagai tempat penyaluran tuntutan maupun aspirasi rakyat sudah berkurang. Pembubaran
kedua partai tersebut berdasarkan Keputusan Presiden tanggal 17 Agustus 1960 No. 200 dan
201 Tahun 1960 dengan alasan bahwa: organisasi/partai tersebut melakukan pemberontakan,
karena pemimpin-pemimpinnya turut serta dengan pemberontakan apa yang disebut dengan
“Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)” atau “Republik Persatuan Indonesia”
telah jelas memberikan bantuan terhadap pemberontakan, sedangkan partai itu tidak resmi
menyalahkan perbuatan anggota-anggota pimpinan tersebut.
Dalam sistem pemerintahan Demokrasi Terpimpin, yang menjadi penentu adalah
Presiden Soekarno sebagai pimpinan eksekutif. Maka Anggota DPR dan MPR diangkat oleh
Presiden Soekarno sendiri. Hal ini sesuai dengan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945.
Akan tetapi perkembangan ideologi masih tetap mewarnai periode ini, walaupun sudah
dibatasi secara formal. Dalam periode ini pun masih berlanjut besarnya tuntutan/aspirasi
yang melebihi kapasitas sistem. Setelah penyederhanaan kepartaian melalui PENPRES No.
VII/1959 tentang syarat-syarat dan penyederhanaan kepartaian dan dibentuknya Front
Nasional (FN), barulah diperolehlah suatu stabilitas. 90 Kadar stabilitas ini dapat dinilai
sebagai berwatak semu belaka, karena ternyata kemudian tidak meletakkan dasar yang kuat
dalam proses pergantian pimpinan nasional. Titik berat stabilitas itu lebih mengandalkan
adanya tokoh politik yang dapat mengelola FN tersebut.
Dengan adanya FN ketika itu seolah-olah berlaku sistem satu partai yang tidak kentara.
Melalui sistem satu partai yang tidak kentara inilah suatu gaya yang berdasarkan orientasi
terhadap nilai secara mutlak. Interpretasi pemerintahanlah yang selalu benar, tidak ada
tawaran lain dan tidak dikenalnya alternative lain. Kekuasaan individu terhadap tokoh politik
yang timbul setelah kurang lebih tahun 1963 menyebabkan penyaluran tuntutan menjadi
terhambat, kecuali penyaluran tuntutan dari kelompok-kelompok yang dapat memberikan
7
dukungan kepada elit politik yang berada dipemerintahan. Walaupun penyaluran aspirasi
dibatasi, namu dalam pratek tuntutan tetap lebih besar dari pada kemampuan sistem. Dalam
mekanisme sistem politik demokrasi terpimpin ini belum ditata suatu antisipasi seandainya
tokoh politik tersebut tidak efektif dalam menjalankan roda pemerintahan akibat suatu hal.
Tekanan saluran tuntutan yang tidak tertampung dalam kelembagaan, akhirnya Soekarno
mencari keseimbangan melalui dukungan massa. Yang pada akhirnya menyebabkan
berakhirnya stabilitas politik yang telah terwujud dan terbina selama periode tersebut.
2. Munculnya Gagasan Nasakom
Nasakom bukan ajaran Bung Karno, tapi adalah ide Soekarno untuk menyatukan
seluruh kekuatan bangsa agar tak terpecah belah. Ide nasakom sebetulnya sudah lama ada di
dalam benak Soekarno, yaitu ketika beliau masih di Partai Sarekat Islam (PSI). Pada saat itu
PSI terpecah menjadi dua kekuatan, yaitu: PSI Merah menginginkan agar PSI juga ikut
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, sedangkan PSI putih hanya ingin berdakwah saja.
Pada saat itulah Soekarno dengan pidatonya yang memukau mulai meneriakkan ide
Nasionalis-Islam-Marxis yang kemudian hari menjadi Nasionalis-Agama-Komunis. Ketika
itu di Indonesia terdapat banyak partai yang platformnya terbagi dalam tiga kelompok, yaitu
nasionalis, agamis, dan komunis. Misalnya, di Nasionalis ada PNI, Agamis ada Masyumi/NU
dan Komunis ada PKI. Dan pada dasarnya ketiga faham ini tidak dapat disatukan, khususnya
antara Agamis dan Komunis. Bagi Soekarno, perubahan akan terjadi di dalam masyarakat
apabila ketiga kekuatan politik tersebut dapat bersatu dalam satu konsep yaitu “Nasakom”.93
Tetapi, bangsa yang sedang membangun jati dirinya sangat memerlukan adanya persatuan
dan kesatuan agar menjadi kuat dalam segala hal. Oleh karena itulah, Soekarno dengan
kekuatan kharisma dan wibawanya menciptakan landasan Nasakom. Tapi dalam
kenyataanya, upaya luhur Soekarno akhirnya membawa bencana dengan terjadinya peristiwa
G-30-S PKI.
C. Awal Diterapkan Demokrasi Terpimpin
Yang menjadi ciri khas dari periode ini ialah dominasi yang kuat dari Presiden, terbatasnya
peranan partai politik, berkembangnya pengaruh Komunis dan meluasnya peranan ABRI sebagai
unsur sosial-politik. Dalam mengemban tugasnya sebagai kepala pemerintahan, Presiden
mempunyai kuasa penuh dalam membentuk/menyusun kabinet, kemudian melantik menteri-
menteri yang ia susun untuk membantunya dalam mengurus urusan kenegaraan. Dan pada
periode ini, Soekarno memberi nama kabinetnya dengan istilah Kabinet Gotong Royong.
Dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menjadi langkah awal mulai diterapkannya
demokrasi terpimpin dengan sistem presidensill. Dalam pandangan Soekarno, ada beberapa
ketetapan yang beliau jadikan sebagai pegangan dalam menjalankan demokrasi terpimpin yaitu:
8
I. Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang mana Dekrit tersebut berisikan agar
diberlakukannya kembali UUD 1945 dan dicabutnya UUDS 1950. Dan tanggal tersebut
dianggap sebagai awal diberlakukannya Demokrasi Terpimpin dengan Sistem
Presidensill. (Dalam Hal Ini Penulis Lampirkan Naskah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
dibawah ini).
II. II. TAP MPRS No. III/MPRS/1963 tentang pengangkatan Soekarno sebagai Presiden
Republik Indonesia dengan masa jabatan seumur hidup.
III. TAP MPRS No. VIII/MPRS/1965 tentang Prinsip-Prinsip Musyawarah untuk mufakat
dalam Demokrasi Terpimpin sebagai pedoman bagi Lembaga-Lembaga
Permusyawaratan/Perwakilan. Hal ini juga dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk
mencari jalan keluar dari kemacetan politik melalui pembentukan kepemimpinan yang
kuat
Diterapkannya demokrasi terpimpin, membuka ruang bagi Soekarno untuk
mewujudkan cita-cita luhurnya terhadap kemajuan bangsa Indonesia. Adapun cita-cita
yang ingin dicapainya yaitu:
Pertama: Pembentukan satu Negara Republik Indonesia yang berbentuk Negara
kesatuan dan Negara kebangsaan yang demokratis, dengan wilayah kekuasaan dari
Sabang sampai Merauke.
Kedua:Pembentukan satu masyarakat yang adil dan makmur materil dan sprituil
dalam wadah Negara Kesatuan RepubliK Indonesia. Ketiga: Pembentukan satu
persahabatan yang baik antara Republik Indonesia dengan semua negara di dunia,
terutama sekali dengan Negara- Negara Asia Afrika, atas dasar hormat-menghormati
satu sama lain, dan atas dasar bekerja bersama membentuk satu dunia baru yang bersih
dari imprealisme dan kolonialisme, menuju kepada perdamaian dunia yang sempurna.
D. Masa Akhir Demokrasi Terpimpin (1966-1967)
1. Gerakan 30-September Partai Komunis Indonesia (G 30 S-PKI)
Pertentangan antara Presiden Soekarno, Tentara Angkatan Darat (TNI-AD) dan Partai
Komunis Indonesia (PKI) dalam konteks politik Demokrasi Terpimpin menjadi penting
dalam kajian kekuatan-kekuatan politik dalam sistem politik demokrasi terpimpin. Hal ini
merupakan suatu elaborasi masalah kekuatan-kekuatan politik dalam sebuah sistem
pemerintahan. Persolan ini dibingkai ke dalam suatu konsep dasar, yaitu piramida kekuatan
politik dalam sistem politik demokrasi terpimpin. Piramida kekuatan-kekuatan politik dalam
sistem politik demokrasi terpimpin tersebut diwarnai oleh pertentangan politik antara
Presiden Soekarno, tentara dan partai politik. Pertentangan ketiga kekuatan politik tersebut

9
disebabkan karena perbedaan orientasi ideologis. Perbedaan- perbedaan itu juga akan
mencerminkan kedudukan ideologis kelompok itu masing-masing.
Perdebatan yang berkepanjangan antara ketiga kekuatan politik ini, akhirnya berdampak
pada keamanan dan kestabilan roda pemerintahan. Dan puncak dari perseteruan tersebut
terjadi tanggal 30 Septermber 1965. Dengan adanya G30S-PKI membawa kekacauan
disegala aspek kehidupan, baik bidang ekonomi, social apalagi dibidang politik. Janji yang
berulang kali diucapkan Presiden Soekarno untuk memberikan penyelesaian politik yang adil
terhadap pemberontakan G30S-PKI belum juga diwujudkan. Sementara itu gelombang
demonstrasi yang menuntut pembubaran PKI kian keras dan bertambah luas. Situasi yang
menjurus kearah konflik politik tersebut bertambah lagi dengan munculnya rasa tidak puas
terhadap keadaan ekonomi Negara.
Dalam keadaan serba tidak puas dan tidak sabar itu, akhirnya tercetuslah tiga tuntutan
hati nurani rakyat. Dengan dipelopori oleh KAMI dan KAPPI96, maka pada tanggal 12
Januari 1966 kesatuan-kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila memenuhi
halaman DPR-GR dan mengajukan tiga tuntutan yang kemudian dikenal dengan sebutan
“Tritura” yang isinya adalah:
1. Pembubaran PKI
2. Pembersihan Kabinet dari unsur G30S-PKI
3. Penurunan Harga/Perbaikan Ekonomi.
2. Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar)
Tragedi Supersemar adalah salah satu rentetan sejarah yang sampai saat ini menjadi
sebuah misteri yang belum tersingkap. Karena sampai sekarang naskah asli supersemar pun
belum bisa diketemukan. Banyak diantara sejarawan yang meragukan supersemar, namun
banyak pula yang meyakini keberadaan supersemar. Perlu kita ketahui bahwa, Supersemar
merupakan Surat Perintah pengamanan yang dikeluarkan Presiden Soekarno untuk ditujukan
kepada Letnan Jendral Soeharto. Adapun maksud dari Surat Perintah Sebelas Maret tersebut
yaitu:
Memutuskan, memerintahkan kepada Letjen Soeharto untuk mengambil segala tindakan
yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya
pemerintahan dan jalannya revolusi. Atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin
Besar Revolusi.
Menurut Soekarno: maksud dari Supersemar adalah menjamin keamanan dan ketengan
serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi. Yang ditekankan adalah
terjaminnya keamanan, ketenangan, kestabilan jalannya pemerintahan. Untuk menjelaskan
kesalah pahaman SP 11 Maret, maka dalam sebuah surat yang dikeluarkan Soekarno tanggal
10
13 Maret 1966, Soekarno menegaskan bahwa Supersemar adalah surat perintah, bukan
penyerahan kekuasaan. Berdasarkan wewenang yang bersumber pada SP 11 Maret, Letnan
Jendral Soeharto atas nama Presiden menetapkan pembubaran dan pelarangan Partai
Komunis Indonesia (PKI) termasuk semua bagian- bagian organisasinya yang
seasas/berlindung/bernaung dibawah keputusan tersebut dituangkan dalam Keputusan
Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Mandataris MPRS/Pimpinan Besar Revolusi No.
1/3/1966. Maka pada tanggal 12 maret 1966 tindakan pertama Letnan Jendral Soeharto
sebagai pengemban SP 11 maret 1966.100 Keputusan pembubaran dan pelarangan PKI itu
diambil oleh pengemban supersemar berdasarkan pertimbangan bahwa pki telah nyata- nyata
melakukan perbuatan kejahatan dan kekejaman. Bukan itu saja, tetapi telah dua kali
melakukan penghianatan terhadap Negara dan rakyat Indonesia yang sedang berjuang.
Seluruh rakyat Indonesia yang menjunjung tinggi landasan falsafah dan ideology pancasila
waktu itu serentak menuntut dibubarkannya PKI. Karenanya, keputusan pembubaran PKI itu
telah disambut dengan gegap gempita dan perasaan lega oleh seluruh rakyat Indonesia.101
Bersilag enam hari diterimanya supesemar, maka Letnan Jendral Soeharto berhasil
membubarkan PKI dan menangkap 15 orang Pengurus Tertinggi PKI.
Pada tanggal 25 Juli 1966 MPRS menyelenggarakan sidang umum, yang mana agenda
terpenting yang dibicarakan adalah pengukuhan Surat Perintah 11 Maret 1966 oleh MPRS,
dengan demikian Presiden Soekarno dengan alasan apapun tidak dapat menarik kembali surat
perintah tersebut. Puncak dari pemeretelan kekuasaan Presiden Soekarno terjadi ketika
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) menggelar Sidang Istimewa pada
tanggal 1-12 maret 1967. Hasil utama SI MPRS 1967 adalah TAP MPRS No.
XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan pemerintahan Negara dari Presiden
Soekarno. Pasal 3 TAP MPRS dengan tegas menetapkan “Menarik kembali Mandat MPRS
dari Presiden Soekarno serta segala kekuasaan pemerintahan Negara yang diatur dalam
Undang-Undang Dasar 1945. Selanjutnya dalam pasal 4 TAP MPRS yang sama, “
mengangkat Letnan Jendral Soeharto pengemban ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1967
sebagai pejabat Presiden berdasarkan pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945 hingga dipilihnya
Presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil pemilihan umum.102 Maka dengan
keluarnya ketetapan MPRS tahun 1967 tersebut diatas, kita bisa mengambil sebuah
kesimpulan awal bahwa kedudukan kepala pemerintahan (Presiden) pada saat itu sudah
berpindah tangan dari Soekarno ke tangan Soeharto. Dan ini menjadi perjalanan akhir dari
demokrasi terpimpin ala Soekarno.

11
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari beberapa sumber, dapat disimpulkan
bahwa Demokrasi Terpimpin adalah sebuah sistem pemerintahan di Indonesia pada masa
Soekarno yang berpusat pada pemimpin negara. Konsep ini muncul sebagai alternatif untuk
mengatasi krisis politik dan keamanan pada masa itu. Namun, pelaksanaan sistem ini
mengakibatkan otoriteritas dari Presiden Soekarno karena memegang kepemimpinan secara
tunggal. Konsepsi Presiden tahun 1957 tentang Demokrasi Terpimpin merupakan gagasan yang
baik dan dapat dijadikan pengalaman berharga, dikarenakan beliau menghendaki perubahan
politik ketatanegaraan yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia demi tercapainya
stabilitas politik. Namun, sistem ini juga menimbulkan dampak dalam pemerintahan Indonesia,
seperti adanya tindakan-tindakan menentang pemerintah pusat dan berlakunya keadaan darurat
perang. Demokrasi Terpimpin berakhir pada tahun 1965 setelah terjadinya peristiwa G30S/PKI
dan Soeharto mengambil alih kekuasaan. Oleh karena itu, perlu adanya evaluasi dan kajian lebih
lanjut mengenai sistem pemerintahan yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik bangsa
Indonesia.
B. Saran
Konsepsi Presiden tahun 1957 tentang Demokrasi Terpimpin merupakan gagasan yang
baik dan dijadikan pengalaman berharga, dikarenakan beliau menghendaki perubahan politik
ketatanegaraan yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia demi tercapainya kehidupan
pemerintahan yang berjalan dengan baik.
Tercapainya sistem pemerintahan Demokrasi Terpimpin diharapkan terlaksana
demokrasi kerakyatan yang dapat menyatukan golongan-golongan fungsional dalam perwakilan
serta menjamin berlangsungnya pemerintahan yang sanggup melaksanakan setiap program guna
kelancaran roda pemerintahan dan stabilitas politik.

12
13
DAFTAR PUSTAKA

4 Wawan Tunggul Alam, Demi Bangsaku, Pertentangan Sukarno Vs Hatta, Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama, 2003, hlm. 155

Dwitunggal yaitu Wakil Presiden mempunyai wewenang dalam mengeluarkan


maklumat/ketetapan tanpa harus dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan Presiden. Ibid hlm. 1

Rusadi Kartaprawira, Sistem Politik Indonesia, Suatu Model Pengantar, Bandung: Sinar Baru,
1977, hlm. 193 59 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama,1998, hlm. 69-70

Mahfud Md, Demokrasi Dan Konstitusi Di Indonesia, Studi Tentang Interaksi Politik Dan
Kehidupan Ketatanegaraan, Jakarta : Pt. Rineka Cipta, 2003, hlm. 48-49 61 Wawan Tunggul Alam,
op.cit hlm. 248-249

Hak Cipta Secretariat Negara Republic Indonesia, 30 Tahun Indonesia Merdeka, Jakarta: Pt.
Citra Lamtoro Gung Persada, 1977, hlm. 43 63 Ibid hlm. 42-43

Seluruh defenisi demokrasi terpimpin diatas disampaikan dalam pidatonya yang berjudul,
Demokrasi Terpimpin Dan Demokrasi Kita, Res Publica Sekali Lagi Res Publica, yang
disampaikan pada saat sidang Pleno Konstituante pada tanggal 22 April 1959 di Bandung
2
3

Anda mungkin juga menyukai