SEJARAH INDONESIA
“Demokrasi Terpimpin”
DISUSUN OLEH:
SALSABILA SUCI RAMADHANI
SANIA DWI LUKITA
RUTMAYANTI
SATRIO SANTO SAPUTRA
XII MIPA 2
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga Makalah Demokrasi Terpimpin ini dapat diselesaikan dengan baik
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah sejarah Indonesia yang berjudul Demokrasi Terpimpin. Dan kami juga menyadari
pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan
informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan
makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam
penulisan Makalah Demokrasi Terpimpin ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan,
karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti
milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Demokrasi Terpimpin ini dapat bermanfaat bagi
kita semuanya.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Demokrasi Terpimpin.............................................................................................................
2.2 Sistem Demokrasi Terpimpin...................................................................................................................
2.3 Sistem Ekonomi Demokrasi Terpimpin...................................................................................................
2.4 Dekret Presiden 5 Juli 1959......................................................................................................................
PEMBAHASAN
Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD 1945 tidak dapat direalisasikan.
Hal ini disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut tidak
mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950.
Bertolak dari hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekret yang disebut
Dekret Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekret Presiden 5 Juli 1959:
3. Dibubarkannya konstituante.
Lima hari setelah dekret presiden, kabinet karya dibubarkan dan pada tanggal 09 Juli 1959
diganti dengan kabinet kerja. Dalam kabinet ini presiden Soekarno bertindak selaku perdana
menteri, sedangkan Ir. Djuanda menjadi menteri pertama dengan dua orang wakilnya Dr.
Leimena dan Dr. Subandrio. Program kabinet meliputi penyelenggaraan keamanan dalam negeri,
pembebasan Irian Barat, dan melengkapi sandang pangan rakyat.
Setelah terbentuknya kabinet pada 22 Juli 1959, presiden Soekarno membentuk Dewan
Pertimbangan Agung (DPA) yang diketahui oleh presiden dengan Penpres No. 3 Tahun 1959
dengan 45 orang anggota yang terdiri dari 12 wakil golongan politik, 8 orang utusan/ wakil
daerah, 24 orang wakil golongan karya, dan 1 orang wakil ketua. Dewan ini berkewajiban
memberi jawab atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah (Pasal
16 Ayat 2 UUD 19450. Para anggota DPA dilantik pada tanggal 15 Agustus 1959. Pada upacara
peringatan hari proklamasi 17 Agustus 1959, Presiden Soekarno mengucapkan pidato yang
bersejarah yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” pidato tersebut merupakan
penjelasan dan pertanggungjawaban presiden atas dekret 5 Juli 1959 serta garis kebijakan
Presiden Soekarno dalam mengenalkan sistem demokrasi terpimpin.
Dalam sidangnya pada bulan September 1959, DPA dengan suara bulat mengusulkan
kepada pemerintah agar pidato Presiden Soekarno tersebut dijadikan garis-garis besar haluan
negara. Usul DPA itu diterima baik oleh Presiden Soekarno. Rumusan DPA atas pidato tersebut
menjadi garis-garis besar haluan negara berjudul “Manifesto Politik Republik Indonesia”
disingkat Manipol. Selanjutnya dengan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959 tanggal 31
Desember 1959 dibentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), yang anggota-
anggotanya ditunjuk dan diangkat oleh presiden dengan beberapa persyaratan, yaitu setuju
kembali ke UUD 1945, setia kepada perjuangan RI, dan setuju dengan manifesto politik.
Berdasarkan UUD 1945, keanggotaan MPR terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah dengan
utusan-utusan dari daerah dan wakil-wakil golongan.
Tindakan Presiden Soekarno selanjutnya dalam menegakkan demokrasi terpimpin adalah
mendirikan lembaga-lembaga negara baru, yaitu Front Nasional yang dibentuk melalui
Penetapan Presiden No. 13 Tahun 1959. Dalam penetapan itu disebutkan, Front Nasional adalah
suatu organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita yang terkandung
dalam UUD 1945. Front Nasional itu diketuai oleh Presiden Soekarno.
Dalam regrouping pertama kabinet yang berdasarkan Keputusan Presiden No. 94 Tahun
1962, dilakukan pengintegrasian lembaga-lembaga tertinggi negara dengan eksekutif, yaitu
MPRS, DPR GR, DPA, MA, dan Dewan Perancang Nasional. Pimpinan lembaga-lembaga
negara tersebut diangkat menjadi menteri dan ikut serta dalam sidang-sidang kabinet tertentu,
yang selanjutnya ikut merumuskan dan mengamankan kebijakan pemerintahan dalam lembaga
masing-masing.
Selain lembaga-lembaga tersebut, presiden juga membentuk Musyawarah Pembantu
Pimpinan Revolusi (MPPR) berdasarkan Penetapan Presiden No. 4 Tahun 1962, MPRS beserta
stafnya merupakan badan pembantu Pemimpin Besar Revolusi (PBR) dalam mengambil
kebijakan khusus dan darurat untuk menyelesaikan revolusi. Keanggotaan MPPR terdiri dari
sejumlah menteri yang mewakili MPRS dan DPR GR, departemen, angkatan-angkatan, dan para
pemimpin partai politik Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis). Dalam perkembangan
selanjutnya kekuatan politik pada waktu itu terpusat ditangan presiden Soekarno dengan TNI AD
dan PKI di sampingnya.
1. Ekonomi Keuangan
Untuk merencanakan pembangunan ekonomi, pada tahun 1958 dibentuk undang-undang
mengenai pembentukan Dewan Perancang Nasional. Tugasnya adalah:
2. Hutang luar negeri dibayar dengan kredit baru atau pembayaran itu ditangguhkan.
3. RI tidak mampu lagi membayar tagihan-tagihan dari luar negeri, karena itu, sering terjadi
Dana revolusi tersebut diberikan dalam bentuk kredit kepada orang lain atau perusahaan
dengan rente tertentu agar jumlah dana bertambah terus. Namun, pemberian kredit tersebut
menyimpang dari pemberian kredit biasa sampai kira-kira mencapai jumlah Rp338 milyar (uang
lama). Hal ini mengakibatkan inflasi meningkat sangat tinggi karena pemerintah sama sekali
tidak mengindahkan jumlah uang yang beredar. Bank Indonesia diizinkan untuk mengadakan
penyertaan dalam perusahaan, sehingga membawa akibat yang cukup luas bagi masyarakat.
1. Pembubaran konstituante.
3.1 Kesimpulan
Untuk merencanakan pembangunan ekonomi, pada tahun 1958 dibentuk undang-undang
mengenai pembentukan Dewan Perancang Nasional. Tugasnya adalah mempersiapkan
rancangan undang-undang Pembangunan Nasional yang berencana dan menilai penyelenggara
pembangunan itu. Pada massa demokrasi terpimpin Indonesia melakukan kredit luar negeri dan
melakukan kerja sama perdagangan dengan Cina yang memberikan keuntungan materi dan
politik.
Setelah terbentuknya kabinet pada 22 Juli 1959, presiden Soekarno membentuk Dewan
Pertimbangan Agung (DPA) yang diketahui oleh presiden dengan Penpres No. 3 Tahun 1959
dengan 45 orang anggota yang terdiri dari 12 wakil golongan politik, 8 orang utusan/ wakil
daerah, 24 orang wakil golongan karya, dan 1 orang wakil ketua. Dewan ini berkewajiban
memberi jawab atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah (Pasal
16 Ayat 2 UUD 19450. Para anggota DPA dilantik pada tanggal 15 Agustus 1959. Pada upacara
peringatan hari proklamasi 17 Agustus 1959, presiden Soekarno mengucapkan pidato yang
bersejarah yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” pidato tersebut merupakan
penjelasan dan pertanggungjawaban presiden atas dekret 5 Juli 1959 serta garis kebijakan
presiden Soekarno dalam mengenalkan sistem demokrasi terpimpin.
3.2 Saran
Dilihat dari kekacauan yang terjadi pada awal lahirnya bangsa Indonesia, sudah terlihat
karakteristik umum yang negatif di bangsa ini yaitu mementingkan diri sendiri. Terlihat dari saat
Indonesia memakai sistem Demokrasi Parlementer yang membutuhkan banyak partai, bukannya
terjadi kerja sama atau persaingan yang sehat, melainkan kekacauan yang akhirnya menyebabkan
sistem demokrasi di Indonesia harus diganti.
DAFTAR PUSTAKA
Poesponegoro, Marwati Djoened. (2008). Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.
Sundawa, Dadang (2007). Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Pusat
Perbukuan Depdiknas.