DISUSUN OLEH :
SKS (PERCEPATAN)
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A.LATAR BELAKANG.................................................................................. 1
B.RUMUSAN MASALAH.............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 2
A.SEJARAH .................................................................................................... 2
B.KARAKTERISTIK ...................................................................................... 3
C.UPACARA ADAT....................................................................................... 11
BAB III PENUTUP......................................................................................... 14
A.KESIMPULAN ............................................................................................ 14
B.SARAN......................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Selain keinginan Indonesia yang tidak memihak kepada salah satu blok untuk
meredakan ketegangan yang ada juga dilatarbelakangi oleh kepentingan nasional saat itu,
yaitu untuk mencari dukungan negara lain terhadap perjuangan kemerdekaannya.
Memihak salah satu kubu (blok) yang ada juga belum tentu akan mendapatkan
keuntungan bagi Indonesia, karena pada waktu itu negara-negara dari Blok Barat
(Amerika) masih ragu untuk mendukun perjuangan kemerdekaan Indonesia melawan
Belanda yang juga termasuk salah satu negara dari Blok Barat (Amerika). Di lain pihak,
Indonesia juga saat itu masih ragu dan belum dapat memastikan apa tujuan sebenarnya
1
dari dukungan-dukungan yang diberikan dari negara-negara Blok Timur (Uni Soviet)
terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia di forum PBB. Selain itu, Indonesia juga
sedang disibukkan dengan usaha mendapatkan pengakuan dan kedaulatannya, sehingga
Indonesia harus tetap berkonsentrasi pada masalah tersebut.
Politik Indonesia dibentuk secara resmi pada tahun 1948 ketika Wakil Presiden
Mohammad Hatta memberikan keterangannya kepada BP KNIP (Badan Pekerja Komite
Nasional Indonesia Pusat) tentang kedudukan politik Indonesia.
Terlihat jelas dari pernyataan Mohammad Hatta bahwa Indonesia tidak memihak
salah satu blok yang ada pada saat itu. Bahkan bercita-cita untuk mewujudkan
perdamaian dunia yang abadi atau minimal meredakan Perang Dingin dengan cara
meningkatkan kerja sama yang baik dengan semua negara baik itu di Blok Barat
(Amerika) maupun di Blok Timur (Uni Soviet), karean hanya dengan cara itulah cita-cita
perjuangan kemerdekaan bansa Indonesia dapat tercapai. Walaupun Indonesia memilih
untuk tidak memihak kepada salah satu blok, tetapi hal itu tidak berarti Indonesia berniat
untuk menciptakan blok baru. Karena itu menurut Hatta, Indonesia juga tidak ingin
mengadakan atau ikut campur dengan suatu blok ketiga yang dimaksud untuk menjadi
penyeimbang kedua blok besar itu. Sikap yang demikian inilah yang menjadi dasar
politik luar negeri Indonesia yang biasa disebut dengan istilah Bebas Aktif.
Politik luar negeri Indonesia yang bersifat bebas dan aktif. Bebas artinya bangsa
Indonesia tidak mendukung atau ikut serta dalam kekuatan-kekuatan yang menimbulkan
perseteruan dan tidak sejalan dengan nilai-nilai luhur negara. Sedangkan aktif berarti
Indonesia tidak sendiri, tetapi aktif dalam hubungan internasional dalam rangka
2
mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan
bangsa Indonesia yang tercantum pada Pembukaan UUD Tahun 1945 alinea keempat
yang menyatakan: “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan
keadilan sosial….”
Dalam menyelenggarakan Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas dan aktif, di
mulai pada masa Demokrasi Parlementer tahun 1950 sampai pada masa Reformasi saat
ini. Indonesia menjadi negara yang berperan penting dalam mewujudkan perdamaian
dunia. Contohnya menjadi pelaksana Konferensi Asia Afrika di Bandung, salah satu
negara pemrakarsa Gerakan Non-Blok (GNB) atau Non Align Movement (NAM),
berpartisipasi dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB, salah satu negara pemrakarsa
oganisasi internasional Perhimpunan Bangsa-Bangsa di kawasan Asia Tenggara atau
ASEAN (Association of Southeast Asian Nation), berpartisipasi dalam Organisasi
Konferensi Islam (OKI), Deklarasi Djuanda, dan ikut serta menyelesaikan permasalahan
Vietnam dengan Kamboja di Jakarta Informal Meeting (JIM).
Pada makalah ini, kami akan berusaha memberikan penjelasan tentang peran
Indonesia untuk mewujudkan perdamaian dunia dalam Jakarta Informal Meeting (JIM).
Bagaimana peran Indonesia dan upaya apa saja yang dilakukan Indonesia dalam
penyelenggaraan Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas dan aktif.
1.4. Manfaat
1.4.1. Manfaat Bagi Pembaca
1. Dapat melatih penulis agar lebih kritis dan objektif dalam merekonstruksi
suatu penulisan sejarah.
2. Menambah wawasan tentang peranan bangsa Indonesia dalam peristiwa
Jakarta Informal Meeting (JIM) untuk menciptakan perdamaian dunia secara
mendalam.
3. Sebagai tolak ukur kemampuan penulis dalam meneliti, menganslisis, dan
merekonstruksi peristiwa masa lampau serta mampu menyajikan suatukarya
sejarah dengan usaha mencari sumber-sumber kebenaran yang sesungguhnya.
4. Memberikan wawasan sejarah yang kritis dan bermanfaat bagi penulis
terutama peranan peristiwa Jakarta Informal Meeting (JIM) bagi Indonesia
dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Konflik antar negara biasanya terjadi dalam bentuk perang terbuka karena alasan
perebutan wilayah dan penyebaran pengaruh bahkan ideologi. Namun sejak berakhirnya
Perang Dunia II, telah terjadi pergeseran dari bentuk konflik terbuka menjadi konflik
yang terjadi di dalam suatu negara. Konflik yang terjadi di dalam suatu negara atau
disebut dengan konflik internal dapat disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya adalah
sistem politik nasional serta lembaganya tidak mampu berfungsi secara efektif dan
didukung pula oleh berbagai latar belakang seperti etnis, budaya, dan ekonomi
(Maradona, 2009).
Konflik internal sering secara signifikan menyebabkan jatuhnya korban sipil dalam
jumlah banyak di suatu negara, sehingga akan dapat mempengaruhi stabilitas politik dan
keamanan di wilayah regional, hingga keamanan dan perdamaian dunia secara umum.
Hal ini terjadi karena konflik internal dapat memicu munculnya krisis ekonomi, krisis
pangan, hingga masalah pengungsian yang dapat mengganggu stabilitas negara lain.
Kondisi tersebut menyebabkan konflik internal rentan terhadap intervensi dari pihak luar.
Berbagai kasus konflik internal dengan marak muncul di beberapa negara seperti di
Somalia, Yugoslavia, Rwanda, Sri Lanka, dan juga negara-negara di kawasan Asia, yaitu
Filipina dan Kamboja. Salah satu contoh konflik internal yang memakan waktu cukup
lama dan menelan cukup banyak korban, sehingga membutuhkan peran pihak ketiga
dalam penyelesaiannya adalah konflik internal yang terjadi di Kamboja.
Kronologi terjadinya konflik internal kamboja pertama kali dipicu oleh bangkitnya
pergolakan dan besarnya friksi ketegangan politik dalam negeri. Sihanouk yang diangkat
sebagai Pangeran Kamboja sejak tahun 1951 mendeklarasikan untuk pertama kalinya
politik luar negeri Kamboja sebagai negara yang netral sehingga ia berusaha untuk tidak
terlibat dalam perang Vietnam yang tengah berkecamuk. Namun keputusan tersebut
ternyata malah memancing reaksi negatif dari para petinggi militer Pangeran Sihanouk
yaitu Jenderal Lon Nol yang merupakan aliansi pro-Amerika.
5
Pada bulan Maret 1970, saat Sihanouk tengah melakukan kunjungan ke Moskow,
Lon Nol berhasil mengambil kesempatan untuk menggulingkan Sihanouk dari tampuk
kepemimpinan. Sihanouk kemudian memilih untuk mengasingkan diri di Beijing dan
memutuskan untuk beraliansi dengan Khmer Merah, yang bertujuan untuk menentang
pemerintahan Lon Nol dan akhirnya untuk dapat merebut kembali tahtanya.
Pada tahun 1975 Khmer Merah di bawah pimpinan Pol Pot berhasil
menggulingkan Lon Nol dan mengubah format kerajaan menjadi sebuah Republik
Demokratik Kamboja (Democratic Kampuchea/ DK) yang dipimpin oleh Pol Pot.
Namun sayangnya, semasa Pol Pot berkuasa, Kamboja terperosok dalam tragedi yang
mengenaskan di mana Khmer Merah menjalankan program Cambodia the Year Zero,
yaitu dengan menjadikan Kamboja sebagai negara agraris. Namun program ini justru
berakhir dengan tewasnya sekitar tiga juta orang rakyat Kamboja akibat kelaparan,
wabah penyakit, dan pembantaian.
Id.wikipedia.org
6
Gambar 2 Norodom Sihanouk (Raja Kamboja pada 1941-1955 dan 1993- 2004)
Pada akhir 1978, terjadi bentrokan di perbatasan antara rezim Khmer Merah
dengan Vietnam. Dalam kurun waktu itu juga terjadi pembantaian orang-orang
keturunan Vietnam di Kamboja, sehingga Vietnam menyerbu Kamboja dengan tujuan
untuk menghentikan genosida besar-besaran tersebut. Invasi Vietnam berhasil
menggulingkan rezim Khmer Merah dan pada bulan Januari 1979, Vietnam mendirikan
rezim baru di Kamboja dengan Heng Samrin bertindak sebagai kepala negaranya.
Pembentukan pemerintahan baru ini ditentang keras oleh Kaum Nasionalis Kamboja,
termasuk Sihanouk sendiri, yang kemudian membentuk kelompok perlawanan yang
dikenal sebagai Coalition Government of Democratic Kampuchea (CGDK) yang terdiri
dari kelompok Khmer Merah yang baru saja ditumbangkan Vietnam, Front Uni National
pour un Cambodge Independent, NeutrePacifique et Cooperatif (FUNCINPEC) di bawah
pimpinan Sihanouk dan Khmer People Liberation Front (KPNLF) di bawah pimpinan
Son Sann.
7
memprihatinkan, Indonesia semakin meningkatkan perhatiannya terhadap masalah yang
terjadi di Kamboja. Hal ini tentunya sejalan dengan politik luar negeri Indonesia yang
turut aktif dalam menghadapi permasalahan-permasalahan dunia.
8
Gambar 4 Mochtar Kusumaatmadja, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia tahun 1978-1988
Gambar 5 Ali Alatas, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia tahun 1988-1999
Ali Alatas yang baru menjabat sebagai Menteri Luar Negeri RI pada tahun 1988
segera membuat gebrakan awal dengan melakukan kunjungan perkenalan ke ibukota
negara-negara ASEAN, yaitu dalam rangka menindaklanjuti usulan Mochtar untuk
mengadakan pertemuan informal di Jakarta. Konsep ini pada awalnya kurang mendapat
dukungan dari Menlu ASEAN lainnya, namun melalui serangkaian kunjungan dan
pendekatan yang dilakukan oleh Ali Alatas tersebut, pada akhirnya Indonesia dapat
memperoleh dukungan yang kuat dari masyarakat internasional.
9
Indonesia dan Vietnam mengenai latar belakang sejarah, di mana perjuangan Indonesia
dan Vietnam untuk mendapat pengakuan terhadap kemerdekaannya memiliki jalan yang
hampir sama yaitu melalui perang kemerdekaan.
Dalam rangka menindaklanjuti Jakarta Informal Meeting I (JIM I), pada tanggal
16-18 Februari 1989 digelar Jakarta Informal Meeting II (JIM II) yang turut dihadiri oleh
negara-negara peserta Jakarta Informal Meeting I (JIM I). Pada pertemuan ini dapat
disepakati berbagai kemajuan yang bersifat teknis sebagai tindak lanjut dan
penyeragaman persepsi dari hasil pertemuan pertama. Beberapa hasil yang menonjol
diantaranya adalah penarikan seluruh pasukan Vietnam yang harus segera dilakukan
dengan batas waktu 30 September 1989 sebagai bagian dari kerangka penyelesaian
politik yang menyeluruh. Kemudian dibahas pula mengenai himbauan penghentian
keterlibatan pihak asing termasuk dukungan militer dan persenjataan terhadap masing-
masing pihak yang bertikai di Kamboja.
12
1. Gencatan senjata antara kedua belah pihak;
2. Diturunkannya pasukan penjaga perdamaian PBB untuk mengawasi penarikan
pasukan Vietnam dari Kamboja;
3. Penggabungan semua kelompok bersenjata Kamboja ke dalam satu kesatuan.
Usulan tersebut disetujui dan akan kembali dibahas dalam Jakarta Informal
Meeting II.
Blog.ruangguru.com
Gambar 6 Cambodia Peace Plan yang digagas oleh Perancis
13
Berakhirnya Jakarta Informal Meeting II ditindak lanjuti dengan
kesepakatan Paris yang menjadi akhir dari rangkaian proses perdamaian
Kamboja.
i. Paris International Conference on Cambodia (PICC) mengenai Kamboja.
Kesepakatan ini telah menandai perjuangan akhir dari upaya perdamaian di
Kamboja dan memulai babak baru dalam pemerintahan yang demokratis.
ii. Persetujuan tentang penyelesaian masalah politik secara menyeluruh konflik
Kamboja berikut juga lampiran-lampirannya berupa mandat UNTAC, masalah
militer, pemilihan umum, repatriasi para pengungsi Kamboja, dan prinsip-
prinsip konstitusi baru Kamboja.
iii. Kesepakatan tentang kedaulatan, kemerdekaan, integrasi wilayah, netralitas,
dan keutuhan nasional Kamboja.
iv. Deklarasi mengenai rehabilitasi dan pembangunan Kamboja.
Id.wikipedia.org
Gambar 7 Gareth Evans perdana menteri Australia
14
pemerintah persatuan yang dikenal dengan nama Supreme National Council
(SNC).
BAB lll
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
15
Indonesia menjalankan politik luar negerinya pada salah satu perundingan yaitu
Jakarta Informal Meeting atau JIM yang bertujuan untuk menyudahi dan meredakan
konflik horizontal antara Kamboja dengan Vietnam. Bahkan setelah perundingan Jakarta
Informal Meeting atau JIM Indonesia mengambil peran mengirimkan pasukan Kontingen
Garuda XII A – XII D yang terdiri 2.000 personil militer ataupun polisi untuk menjaga
transisi pemerintahan di Kamboja.
Peristiwa ini membuat Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan Vietnam
dan Kamboja serta menjadi bukti sejarah bahwa Indonesia sangat berperan dalam
menjaga perdamaian di Asia dan bahkan sampai kancah dunia, hal itu patut perlu
diperhitungkan oleh negara lainnya, bahwa Indonesia aktif mengenai misi perdamaian
dunia (Ketua Penandatanganan Damai).
3.2. Saran
Dengan dibuatnya karya ilmiah ini, kami berharap pembaca dapat termotivasi
untuk melanjutkan perjuangan para pejuang bangsa Indonesia dalam politik luar negeri
Indonesia. Mulai dari menanamkan pendidikan politik kepada para pelajar dengan cara
mensosialisasikan gedung-gedung yang sudah menjadi bukti sejarah bahwa indonesia
telah lama mengikuti politik luar negeri dengan begitu bangsa Indonesia jauh mendalami
apa itu perjuangan negara Indonesia dalam politik luar negeri yang bebas aktif. Terutama
dalam peristiwa Jakarta Informal Meeting yang ternyata terdapat tokoh-tokoh Indonesia
yang sangat berperan dalam peristiwa tersebut. Sifat gigih dan pantang menyerah dari
para tokoh yang berusaha untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yakni untuk ikut
melaksanakan ketertiban dunia dapat kita teladani dalam kehidupan sehari-hari.
16
DAFTAR PUSTAKA
Abdurakhman, dkk. 2018. Sejarah Indonesia. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan,
Balitbang, Kemendikbud.
Kharti, I. S. (2018, Mei 14). Sejarah Kelas 12 | Peran Indonesia dalam Menjaga Perdamaian
di Asia. Dipetik Februari 16, 2019, dari Ruangguru:
https://blog.ruangguru.com/peran-indonesia-dalam-menjaga-perdamaian-di-asia
A.R, M. (2009). Universitas Indonesia. Peran Indonesia Dalam ..., 1-24.
17