Anda di halaman 1dari 22

TUGAS AKHIR SEJARAH

D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
NAMA : EFRENI YONICA SARAGIH

KELAS : XII IA 4

G.PEMB: BU RDS

SMA NEGERI 1 RAYA


KABUPATEN SIMALUNGUN

LEMBAR PENGESAHAN
MAKALAH ‘’INDONESIA DALAM PANGGUNG DUNIA’’

Karya tulis ini telah disetujui dan disahkan untuk keperluan tugas akhir oleh:

Pembimbing

IBU RDS

Mengetahui,

Kepala sekolah

SMA NEGERI 1RAYA

Drs. DAUD RAJA PURBA, M.Pd


                                                     Tanggal:
---------------------------------------------------
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala rahmat yang diberikan-Nya,
sehingga makalah yang berjudul “ MAKALAH SEJARAH INDONESIA DALAM
PANGGUNG DUNIA” ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini kami buat guna
memenuhi tugas Sejarah Indonesia.

Dalam kesempatan kali ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu menyumbangkan ide dan pikiran mereka demi terwujudnya makalah ini.
Terutama tertuju kepada :

1. Ibu RDS selaku guru Sejarah Indonesia


2. Teman- teman kelas kami yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini
Semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat bemanfaat bagi masyarakat luas, dan dapat
menambah wawasan pembaca. Pada akhirnya kritik dan saran yang pembaca berikan untuk
mewujudkan kesempurnaan makalah ini, kami sangat hargai.

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................

DAFTAR ISI ...........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................

i. Latar Belakang ........................................................................................


ii. Tujuan .....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................

I. Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri Bebas Aktif ....
II. Politik Luar Negeri Bebas Aktif dan Pelaksanaanya ….………………
2.2.1 Lahirnya Politik Luar Negeri Bebas Aktif ………………………
2.2.2 Politik Luar Negeri Indonesia Masa Demokrasi Palementer
1950-1959 ……………………………………………………….
2.2.3 Politik Luar Negeri Indonesia Masa Soekarno
(Demokrasi Terpimpin) …………………………………………
2.2.4 Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Orde Baru …………..

2.2.5 Politik Luar Negeri Indonesia Era Reformasi …………………..


III. Peran Indonesia Dalam Upaya Menciptakan Perdamaian Dunia …….
2.3.1 Pelaksanaan Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955 …………….
2.3.2 Gerakan Non-Blok ……………………………………………...
2.3.3 Misi Pemeliharaan Perdamaian Garuda ………………………..
2.3.4 Pembentukan ASEAN ………………………………………….
BAB III PENUTUP ...............................................................................................

3.1 Kesimpulan ..........................................................................................


Daftar Pustaka .....................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Politik luar negeri suatu negara lahir ketika negara itu sudah dinyatakan sebagai suatu
negara yang berdaulat. Setiap identitas negara yang berdaulat memiliki kebijakan yang
mengatur hubungannya dengan dunia internasional, baik berupa negara maupun komunitas
internasional lainnya. Kebijakan tersebut merupakan bagian dari politik luar negeri yang
dijalankan negara dan merupakan pencerminan dari kepentingan nasionalnya.
Indonesia menerapkan Sistem Politik Luar Negeri Bebas Aktif sejak awal kemerdekaan
hingga sekarang. Pelaksanaan Politik Luar Negeri di Indonesia berbeda dari masa ke masa
dan pelaksanaannya pun masih belum sepenuhnya sesuai dengan istilah “Bebas dan Aktif”.
Dalam Dunia Internasional, Politik Luar Negeri sangat diperlukan. Hal ini disebabkan karena
sebagai negara yang berdaulat kita harus menjalin hubungan kerjasama dengan negara lain
agar tercipta dan terjalin terjalin perdamaian dunia. Dalam hal ini Indonesia memiliki banyak
peranan penting dalam menciptakan dan menjaga stabilitas perdamaian dunia dan ikut serta
membantu negara-negara yang membutuhkan bantuan.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada pembaca mengenai Politik Luar
Negeri Indonesia dan pelaksanaannya (1945—sekarang).
2. Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada pembaca mengenai Peran
Indonesia dalam Organisasi dunia Internasional.
3. Pembaca dapat mengambil Hikmah dari penerapan politik luar negeri bebas aktif dan
partisipasi aktif Indonesia di panggung dunia.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri Bebas Aktif
Landasan Ideal dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah Pancasila yang
merupakan dasar negara Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dijadikan
sebagai pedoman, pijakan dalam melaksanakan politik luar negeri Indonesia.Kelima sila yang
termuat dalam Pancasila. berisi pedoman dasar bagi pelaksanaan kehidupan berbangsa dan
bernegara yang ideal dan mencakup seluruh sendi kehidupan manusia. Hal ini karena
Pancasila sebagai falsafah negara mengikat seluruh bangsa Indonesia, sehingga golongan atau
partai politik manapun yang berkuasa di Indonesia tidak dapat menjalankan suatu politik
negara yang menyimpang
dari Pancasila.
Landasan konstitusional dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah
Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alinea pertama “Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia
harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan” dan alinea
keempat “…. dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial….”

2.2 Politik Luar Negeri Bebas Aktif dan Pelaksanaanya


2.2.1 Lahirnya Politik Luar Negeri Bebas Aktif

Secara umum, Pengertian Politik Luar Negeri adalah suatu perangkat yang formula, nilai,
sikap dan arah serta sasaran untuk mempertahankan, mengamankan dan memajukan
kepentingan nasional dalam menjalin sebuah kerja sama dengan Negara lain. Secara
sederhana, pengertian politik luar negeri adalah cara negara dalam berinteraksi dengan negara
lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat juga
menjalankan politik luar negeri yang senantiasa berkembang disesuaikan dengan kebutuhan
dalam negeri dan perubahan situasi internasional.
Politik luar negeri Indonesia disebut Politik bebas aktif karena politik luar negeri
Indonesia ditegaskan di atas dua prinsip, yakni bebas dan aktif. Disebut dengan bebas karena
politik luar negeri indonesia terbebas dari pengaruh negara negara atau kekuatan asing, atau
bebas menentukan sikap apapun tetapi sikap yang didasarkan atas ideologi Pancasila dan
UUD 1945. Meski demikian, Indonesia tidak tinggal diam dengan maslaah masalah dunia
yang muncul. Bersama Perserikatan bangsa bangsa (PBB) dan organisasi organisasi dunia
lainya, Indonesia turut aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia. Indilah yang dimaksud
dengan Prinsip Aktif. 
Tujuan politik luar negeri bebas aktif adalah untuk mengabdi kepada tujuan nasional
bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang
menyatakan: “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial….”

Politik Luar Negeri Indonesia Masa Demokrasi Palementer 1950-1959

Prioritas utama politik luar negeri dan diplomasi Indonesia pasca kemerdekaan hingga
tahun 1950an lebih ditujukan untuk menentang segala macam bentuk penjajahan di atas
dunia, termasuk juga untuk memperoleh pengakuan internasional atas proses dekolonisasi
yang belum selesai di Indonesia, dan menciptakan perdamaian dan ketertiban dunia melalui
politik bebas aktifnya. Pada waktu itu Indonesia berusaha keras untuk mendapatkan
pengakuan dunia internasional dengan cara diplomasi. Keberhasilan Indonesia mendapatkan
pengakuan dunia internasional melalui meja perundingan ini menjadi titik tolak dari
perjuangan diplomasi Indonesia mencapai kepentingannya.
Sejak pertengahan tahun 1950 an, Indonesia telah memprakarsai dan mengambil
sejumlah kebijakan luar negeri yang sangat penting dan monumental, seperti, Konferensi Asia
Afrika di Bandung pada tahun 1955. Konsep politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif
merupakan gambaran dan usaha Indonesia untuk membantu terwujudnya perdamaian dunia.
Salah satu implementasinya adalah keikutsertaan Indonesia dalam membentuk solidaritas
bangsa-bangsa yang baru merdeka dalam forum Gerakan Non-Blok (GNB) atau (Non-
Aligned Movement/NAM). Forum ini merupakan refleksi atas terbaginya dunia menjadi dua
kekuatan besar, yakni Blok Barat (Amerika Serikat ) dan Blok Timur (Uni Soviet). Konsep
politik luar negeri yang bebas aktif ini berusaha membantu bangsa-bangsa di dunia yang
belum terlepas dari belenggu penjajahan.

Politik Luar Negeri Indonesia Masa Soekarno (Demokrasi Terpimpin)

Pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), politik luar negeri Indonesia bersifat high
profile, flamboyan dan heroik, yang diwarnai sikap antiimperialisme dan kolonialisme serta
bersifat konfrontatif. Politik luar negeri Indonesia pada era ini, diabadikan pada tujuan nasional
Indonesia. Pada saat itu kepentingan nasional Indonesia adalah pengakuan kedaulatan politik dan
pembentukan identitas bangsa. Kepentingan nasional itu diterjemahkan dalam suatu kebijakan
luar negeri yang bertujuan untuk mencari dukungan dan pengakuan terhadap kedaulatan
Indonesia, dan untuk menunjukan karakter yang dimiliki pada bangsa-bangsa lain di dunia
internasional. Politik luar negeri Indonesia pada masa ini juga bersifat revolusioner.
Presiden Soekarno dalam era ini berusaha sekuat tenaga untuk mempromosikan Indonesia
ke dunia internasional melalui slogan revolusi nasionalnya yakni Nasakom (nasionalis, agama
dan komunis) dimana elemen-elemen ini diharapkan dapat beraliansi untuk mengalahkan
Nekolim (Neo Kolonialisme dan Imperialisme). Dari sini dapat dilihat adanya pergeseran arah
politik luar negeri Indonesia yakni condong ke Blok komunis, baik secara domestic maupun
internasional. Hal ini dilihat dengan adanya kolaborasi politik antara Indonesia dengan China
dan bagaimana Presiden Soekarno mengijinkan berkembangnya Partai Komunis Indonesia (PKI)
di Indonesia.
Alasan Soekarno mengijinkan perluasan PKI itu sendiri adalah agar komunis mampu
berasimilasi dengan revolusi Indonesia dan tidak merasa dianggap sebagai kelompok luar.
Ketidaksukaan Presiden Soekarno terhadap imperialisme juga dapat dilihat dari responnya
terhadap keberadaan Belanda di Irian Barat. Tindakan militer diambil untuk mengambil alih
kembali Irian Barat ketika diplomasi dianggap gagal. Dukungan Amerika Serikat yang kemudian
didapatkan Soekarno muncul sebagai akibat konfrontasi kedekatan Jakarta dengan Moskow.
Taktik konfrontatif ini kemudian digunakan kembali oleh Soekarno ketika terjadi
konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia akibat pembentukan Negara federasi Malaysia yang
dianggap Indonesia pro terhadap imperialisme Barat. Puncak ketegangan terjadi ketika Malaysia
ditetapkan sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB. Hal ini menyulut kemarahan
Indonesia. Hingga akhirnya pada 15 September 1965 Indonesia keluar dari PBB karena
Soekarno beranggapan bahwa PBB berpihak pada Blok Barat. Mundurnya Indonesia dari PBB
berujung pada terhambatnya pembangunan dan modernisasi Indonesia karena menjauhnya
Indonesia dari pergaulan Internasional.
Pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno ini Indonesia terkenal mendapat sorotan tajam
oleh dunia internasional. Bukan hanya keaktifannya dan juga peranannya di kancah internasional
tetapi ide-ide serta kebijakan luar negerinya yang menjadi panutan beberapa negara pada saat itu.
Masa orde lama merupakan titik awal bagi Indonesia dalam menyusun strategi dan kebijakan
luar negerinya. Dasar politik luar negeri Indonesia digagas oleh Hatta dan beliau juga yang
mengemukakan tentang gagasan pokok non-Blok. Gerakan non-Blok merupakan ide untuk tidak
memihak antara blok Barat yang diwakili oleh Amerika Serikat dan blok Timur yang diwakili
oleh USSR. Perang ideologi anatara kedua negara tersebut merebah ke negara-negara lain
termasuk ke negara di kawasan Asia Tenggara. Indonesia merupakan negara pencetus non-Blok
dan menjadi negara yang paling aktif dalam menyuarakan anti memihak antara kedua blok
tersebut. Indonesia juga menegaskan bahwa politik luar negerinya independen (bebas) dan aktif
yang hingga kini kita kenal dengan politik luar negeri bebas aktif. Indonesia merupakan salah
satu negara yang berani keluar dari PBB dalam menyatakan keseriusan sikapnya. 

Namun nyatanya pada masa orde lama Indonesia tidak menerapkan sepenuhnya politik
bebas aktif yang dicetuskannya. Secara jelas terlihat Indonesia pada saat itu cenderung berporos
ke Timur dan dekat dengan negara-negara komunis seperti Cina dan USSR dibandingkan dengan
negara-negara Barat seperti Amerika Serikat. Presiden Soekarno juga menetapkan politik luar
marcusuar dimaana dibuat poros Jakarta-Peking-Phyongyang. Hal ini menyulut kontrofersi
dimata dunia internasional, karena Indonesia yang awalnya menyatakan sikap sebagai negara
non-Blok menjadi berpindah haluan. Hal ini membuat tidak berjalan dengan efektifnya politik
luar negeri bebas aktif saat itu.

2.2.4 Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Orde Baru


Pada masa awal Orde Baru terjadi perubahan pada pola hubungan luar negeri Indonesia
dalam segala bidang. Pada masa pemerintahan Soeharto, Indonesia lebih memfokuskan pada
pembangunan sektor ekonomi. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilaksanakan secara baik,
tanpa adanya stabilitas politik keamanan dalam negeri maupun di tingkat regional. Pemikiran
inilah yang mendasari Presiden Soeharto mengambil beberapa langkah kebijakan politik luar
negeri (polugri), yaitu membangun hubungan yang baik dengan pihakpihak Barat dan “good
neighbourhood policy” melalui Association South East Asian nation (ASEAN).
Titik berat pembangunan jangka panjang Indonesia saat itu adalah pembangunan ekonomi,
untuk mencapai struktur ekonomi yang seimbang dan terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat,
pada dasawarsa abad yang akan datang. Tujuan utama politik luar negeri Soeharto pada awal
penerapan New Order (tatanan baru) adalah untuk memobilisasi sumber dana internasional demi
membantu rehabilitasi ekonomi negara dan pembangunan, serta untuk menjamin lingkungan
regional yang aman yang memudahkan Indonesia untuk berkonsentrasi pada agenda
domestiknya. Berikut pernyataan Presiden Soeharto mengenai politik luar negeri Indonesia yang
bebas aktif. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dalam bidang politik luar negeri,
kebijakan politik luar negeri Indonesia lebih menaruh perhatian khusus terhadap soal
regionalisme.
Para pemimpin Indonesia menyadari pentingnya stabilitas regional akan dapat menjamin
keberhasilan rencana pembangunan Indonesia. Kebijakan luar negeri Indonesia juga
mempertahankan persahabatan dengan pihak Barat, memperkenalkan pintu terbuka bagi investor
asing, serta bantuan pinjaman. Presiden Soeharto juga selalu menempatkan posisi Indonesia
sebagai pemeran utama dalam pelaksanaan kebijakan luar negerinya tersebut, seperti halnya pada
masa pemerintahan Presiden Soekarno.Beberapa sikap Indonesia dalam melaksanakan politik
luar negerinya antara lain; menghentikan konfrontasi dengan Malaysia.Upaya mengakhiri
konfrontasi terhadap Malaysia dilakukan agar Indonesia mendapatkan kembali kepercayaan dari
Barat dan membangun kembali ekonomi Indonesia melalu iinvestasi dan bantuan dari pihak
asing. Tindakan ini juga dilakukan untuk menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia
meninggalkan kebijakan luar negerinya yang agresif.
Konfrontasi berakhir setelah Adam Malik yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Luar
Negeri menandatangani Perjanjian Bangkok pada tanggal 11 Agustus 1966 yang isinya
mengakui Malaysia sebagai suatu negara. Selanjutnya Indonesia juga terlibat aktif membentuk
organisasi ASEAN bersama dengan Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina. Dalam
pembentukan ASEAN Indonesia memainkan peranan utama dalam pembentukan organisasi
ASEAN.
ASEAN dijadikan barometer utama pelaksanaan kerangka politik luar negeri Indonesia.
Berbagai kebutuhan masyarakat Indonesia coba difasilitasi dan dicarikan solusinya dalam forum
regional ini. Pemerintahan Soeharto coba membangun Indonesia sebagai salah satu negara
Industri baru di kawasan Asia Tenggara, sehingga pernah disejajarkan dengan Korea Selatan,
Taiwan, dan Thailand sebagai macan-macan Asia baru.
Presiden Soeharto memakai Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) untuk
memproyeksikan posisi kepemimpinan Indonesia. Pada awalnya Indonesia tidak setuju dengan
APEC.. Keberhasilan Indonesia menjadi ketua pertemuan APEC dan juga keberhasilan menjadi
Ketua Gerakan Non Blok X pada tahun 1992, setidaknya memberikan pengakuan bahwa
Indonesia adalah salah satu pemimpin internasional.
Pada masa Orde Baru pemerintah Indonesia menerapkan politik luar negeri bebas aktif secara
efektif. Peranan Indonesia pada masa Orde Baru terlihat jelas dengan peran aktif dalam acara-
acara tingkat dunia. Kerjasama diperluas dalam berbagai sektor terutama sektor perekonomian,
Indonesia juga secara cepat memberikan tanggapan akan isu-isu yang muncul dalam dunia
internasional. Politik Luar negeri Indonesia yang bebas aktif pada masa Orde Baru dapat
membawa Indonesia baik di mata dunia. Namun beberapa pihak menilai bahwa pada masa
presiden Soeharto yang jelas anti komunisme hubungan dengan negara-negara komunis tidak
terlalu baik. Kecenderungan hubungan Indonesia pada masa Orde Baru adalah mengarah kepada
negara-negara Barat yang pada masa presiden Soekarno terabaikan.

2.2.5 Politik Luar Negeri Indonesia Era Reformasi

Orientasi politik luar negeri Indonesia di awal reformasi masih sangat


dipengaruhi oleh kondisi domestik akibat krisis multidimensi akibat transisi
pemerintahan. Perhatian utama politik luar negeri Indonesia diarahkan pada
upaya pemulihan kembali kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia
serta memulihkan perekonomian nasional. Politik luar negeri Indonesia saat
itu lebih banyak dipengaruhi oleh perkembangan politik domestik daripada
politik internasional.
Pada masa awal reformasi yang dimulai oleh pemerintahan Presiden
B.J.Habibie, pemerintah Habibie disibukkan dengan usaha memperbaiki
citra Indonesia di kancah internasional yang sempat terpuruk sebagai dampak
krisis ekonomi di akhir era Orde Baru dan kerusuhan pasca jajak pendapat
di Timor-Timur. Lewat usaha kerasnya, Presiden Habibie berhasil menarik
simpati dari Dana Moneter Internasional/International Monetary Funds
(IMF) dan Bank Dunia untuk mencairkan program bantuan untuk mengatasi
krisis ekonomi.
Pada masa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid, hubungan RI dengan negara-negara
Barat mengalami sedikit masalah setelah lepasnya TimorTimur dari NKRI. Presiden Wahid
memiliki cita-cita mengembalikan citra Indonesia di mata internasional. Untuk itu beliau banyak
melakukan kunjungan kenegaraan ke luar negeri. Dalam setiap kunjungan luar negeri yang
ekstensif selama masa pemerintahan yang singkat Presiden Wahid secara konstan mengangkat
isu-isu domestik dalam setiap pertemuannya dengan setiapkepalanegara yang dikunjunginya.
Termasuk dalam hal ini, selain isu Timor-Timur, adalah soal integritas tertorial Indonesia seperti
kasus Aceh, Papua dan isu perbaikan ekonomi.
Megawati dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 23 Juli 2001. Pada
awal pemerintahannya, suasana politik dan keamanan menjadi
sejuk dan kondusif. Walaupun ekonomi Indonesia mengalami perbaikan,
seperti nilai tukar rupiah yang agak stabil, tetapi Indonesia pada masa
pemerintahannya tetap saja tidak menunjukkan perubahan yang berarti dalam
bidang-bidang lainnya.
Belajar dari pemerintahan presiden yang sebelumnya, Presiden Megawati
lebih memerhatikan dan memertimbangkan peran DPR dalam penentuan
kebijakan luar negeri dan diplomasi seperti diamanatkan dalam UUD 1945.
Presiden Megawati juga lebih memprioritaskan diri untuk mengunjungi
wilayah-wilayah konflik di Tanah Air seperti Aceh, Maluku, Irian Jaya,
Kalimantan Selatan atau Timor Barat.
Pada era pemerintahan Megawati, disintegrasi nasional masih menjadi
ancaman bagi keutuhan teritorial. Selain itu, pada masa pemerintahan
Megawati juga terjadi serangkaian ledakan bom di tanah air. Sehingga dapat
dipahami, jika isu terorisme menjadi perhatian serius bagi pemerintahan
Megawati.
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dilantik menjadi Presiden ke-6 Republik Indonesia
pada tanggal 20 Oktober 2004. SBY merupakan Presiden Indonesia pertama yang dipilih
melalui mekanisme pemilihan umum secara langsung. SBY berhasil mengubah citra Indonesia
dan menarik investasi asing
dengan menjalin berbagai kerjasama dengan banyak negara pada
masa pemerintahannya, antara lain dengan Jepang.Perubahan-perubahan
global pun dijadikannya sebagai peluang. Politik luar negeri Indonesia di
masa pemerintahan SBY diumpamakan dengan istilah ‘mengarungi lautan
bergelombang’, bahkan ‘menjembatani dua karang’. Hal tersebut dapat
dilihat dengan berbagai insiatif Indonesia untuk menjembatani pihak-pihak
yang sedang bermasalah. Indonesia tidak pandang bulu bergaul dengan negara
manapun sejauh memberikan manfaat bagi Indonesia.

2.3 Peran Indonesia Dalam Upaya Menciptakan Perdamaian Dunia


2.3.1 Pelaksanaan Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955

Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika adalah sebuah konferensi antara negara-negara Asia
dan Afrika yang kebanyakan beru saja memperoleh kemerdekkaan. KAA diselenggarakan oleh
Indonesia, Myanmar (dahulu Burma), Sri Lanka (dahulu Ceylon), India, dan Pakistan dan
dikoordinasi oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Sunario. Pertemuan ini berlangsung antara 18-
24 April 1955 di Gedung Merdeka, Dandung, Indonesia. Tujuannya mempromosikan kerjasama
ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika dan melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika
Serikat, Uni Soviet, atau negara imperalis lainya.
1. Latar Belakang Diselenggarakannya Konferensi Asia-Afrika
 Bangsa-bangsa Asia-Afrika memiliki persamaan nasib dan sejarah yakni sama-sama menjadi
sasaran penjajahan bangsa-bangsa Eropa.
 Semakin meningkatnya kesadaran bangsa-bangsa Asia-Afrika yang masih terjajah untuk
memperoleh kemerdekaan.
 Perubahan politik yang terjadi setelah Perang Dunia II berakhir yakni situasi internasional
diliputi kecemasan akibat adanya perlombaan senjata antara Blok Barat dan Blok Timur.
 Diantara bangsa-bangsa Asia yang telah merdeka masih belum terdapat kesadaran untuk bersatu,
yang kemudian Rusia dan Amerika Serikat ikut melibatkan diri dalam masalah tersebut.

2. Tujuan Konferensi Asia-Afrika


 Mengembangkan saling pengertian dan kerja sama antar bangsa-bangsa Asia-Afrika, serta untuk
menjajagi dan melanjutkan kepentingan timbal balik maupun kepentingan bersama.
 Meninjau masalah-masalah hubungan social, ekonomi, dan kebudayaan dalam hubungannya
dengan negara-negara peserta.
 Mempertimbangkan masalah-masalah mengenai kepentingan khusus dari bangsa-bangsa Asia-
Afrika seperti yang menyangkut kedaulatan nasional, rasionalisme, dan kolonialisme.
 Meninjau kedudukan Asia-Afrika serta rakyatnya, serta memberikan sumbangan untuk
meningkatkan perdamaian dan kerja sama internasional.

3. Peranan Indonesia dalam KAA


 Indonesia ikut memprakarsai dan sebagai tempat penyelenggaraan Konferensi Pancanegara II
yang berlangsung tanggal 28-29 Desember 1954 di Bogor (Jawa Barat). Konferensi ini sebagai
pendahuluan dari KAA.
 Indonesia ikut memprakarsai dan sebagai tempat penyelenggaraan KAA yang berlangsung pada
tanggal 18-24 April 1955 di Gedung Merdeka Bandung (Jawa Barat). Dalam konferensi ini
beberapa tokoh Indonesia menduduki peranan penting, diantaranya adalah :
Ketua Konferensi                              : Mr. Ali Sastroamidjoyo
Sekretaris Jenderal Konferensi      : Ruslan Abdulgani
Ketua Komite Kebudayaan            : Mr. Muh. Yamin
Ketua Komite Ekonomi                 : Prof. Ir. Roseno

2.3.2 Gerakan Non-Blok

Gerakan Non Blok (non-aligned) merupakan organisasi negara-negara yang tidak memihak
Blok Barat maupun Blok Timur. Berdirinya Gerakan Non Blok di latar belakangi oleh hal-hal
sebagai berikut :

a) Diilhami Konferensi Asia-Afrikadi Bandung (1955) di mana negara-negara yang pernah dijajah
perlu menggalang solidaritas untuk melenyapkan segala bentuk kolonialisme.
b) Adanya krisis Kuba pada tahun 1961di mana Uni Soviet membangun pangkalan peluru kendali
secara besar-besaran di Kuba, hal ini mangakibatkan Amerika Serikat merasa terancam sehingga
suasana menjadi tegang. Ketegangan antara Blok Barat dan Blok Timur ini mendorong
terbentuknya GNB.
Adapun berdirinya Gerakan Non Blok diprakarsai oleh:

(a)   Presiden Soekarno dari Indonesia,


(b)   Presiden Gamal Abdul Nasser dari Republik Persatuan Arab-Mesir,
(c)   Perdana Menteri Pandith Jawaharlal Nehru dari India,
(d)   Presiden Josep Broz Tito dari Yugoslavia, dan
(e)   Presiden Kwame Nkrumah dari Ghana.

1. Tujuan Gerakan Non Blok                                                       


Gerakan Non Blok bertujuan meredakan ketegangan dunia sebagai akibat pertentangan antara
Blok Barat dan Blok Timur.
2. Peranan Indonesia dalam Gerakan Non Blok
a) Presiden Soekarno adalah satu dari lima pemimpin dunia yang mendirikan GNB.
b) Iku memprakarsai berdirinya Gerakan Non Blok dengan menandatangani Deklarasi Beograd
sebagai hasil Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok I pada tanggal 1-6 September 1961.
c) Indonesia menjadi pemimpin GNB pada tahun 1991. Saat itu Presiden Soeharto terpilih menjadi
ketua GNB. Sebagai pemimpin GNB, Indonesia sukses menggelar KTT X GNB di Jakarta.
d) Indonesia juga berperan penting dalam meredakan ketegangan di kawasan bekas Yogoslavia
pada tahun 1991.
e) Indonesia sebagai tempat penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok X
yang berlangsung pada tanggal 1-6 September 1992 di Jakarta.
f) Ekspor dan impor perdagangan Indonesia dengan negara anggota GNB.

2.3.3 Misi Pemeliharaan Perdamaian Garuda

Dalam rangka membantu mewujudkan pemeliharaan perdamaian dan keamanan


internasional, Indonesia mempunyai peran yang cukup menonjol yaitu mengirimkan Kontingen
Garuda (KONGA) ke luar negeri.
Pengiriman Misi Garuda pertama kali dilakukan pada bulan Januari 1957. Misi ini
dilatarbelakangi oleh adanya konflik di Timur Tengah pada tanggal 26 Juli 1956 tentang
nasionalisasi Terusan Suez yang dilakukan oleh Ghamal Abdul Nasser. Kondisi ini
mengakibatkan meluasnya pertikaian. Pada bulan Oktober 1956 beberapa negara seperti Inggris,
Perancis, dan Israel melancarkan serangan gabungan terhadap Mesir sehingga mengancam
perdamaian dunia. Dewan Keamanan PBB pun turun tangan dan meminta pihak yang
bersengketa untuk berunding. Hasil rundingan tersebut pada tanggal 5 November 1956 berupa
dibentuknya sebuah komando PBB yaitu United Nations Emergency Forces(UNEF). Setelah
dibentuknya komando tersebut, Indonesia menyatakan bersedia turut serta menyumbangkan
pasukan dalam UNEF. Pada 28 Desember, sebagai pelaksanaannya Indonesia membentuk
sebuah pasukan yang berkekuatan satu detasemen (550 orang). Kontingen ini diberi nama
Pasukan Garuda yang kemudian diberangkatkan ke Timur Tengah pada bulan Januari 1957.
Terkait munculnya konflik di Kongo(Zaire) yang berhubungan dengan kemerdekaan Zaire
pada bulan Juni 1960 dan Belgia yang memicu pecahnya perang saudara. PBB kemudian
membentuk Pasukan Perdamaian untuk Kongo yaitu United Nations for the Congo(UNOC)
untuk mencegah pertumpahan darah yang lebih banyak. Dengan dibentuknya pasukan tersebut,
Indonesia kembali mengirimkan pasukan sebanyak satu batalyon untuk membantu UNOC.
Pasukan ini disebut “Garuda II” yang berangkat dari Jakarta pada tanggal 10 September 1960.
Pasukan Garuda II menyelesaikan tugasnya pada bulan Mei 1961 dan kemudian digantikan oleh
pasukan Garuda III yang mulai bertugas pada bulan Desember 1962 sampai bulan Agustus 1964.
Indonesia kembali diberikan kepercayaan oleh PBB untuk mengirim pasukannya yaitu
Pasukan Garuda IV sebagai pasukan pemeliharaan perdamaian PBB ketika meletusnya perang
saudara antara Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Sebagai hasil dari persetujuan internasional
di Paris pada tahun 1973, PBB membentuk International Commission of Control and
Supervission(ICCS) untuk menjaga stabilitas politik di kawasan Indocina yang terus berlanjut
akibat dari perang saudara tersebut. Terdiri dari beberapa negara yaitu Hongaria, Indonesia,
Kanada, dan Polandia yang mempunyai tugas mengawasi pelanggaran yang dilakukan kedua
belah pihak yang bertikai. Pasukan Garuda IV yang berkekuatan 290 pasukan bertugas dari bulan
Januari 1973 untuk digantikan Pasukan Garuda V dan kemudian Pasukan Garuda VII. Karena
seluruh Vietnam jatuh ke tangan Vietcong (Vietnam Utara yang komunis) maka seluruh Pasukan
Garuda VII ditarik dari Vietnam.
Pada tahun 1973, Pasukan Garuda VI bertugas ketika pecah perang Arab-Israel ke 4.
Kontingen Indonesia yang semula bertugas sebagai pasukan pengamanan dalam perudingan
antara Mesir dan Israel. UNEF kembali diaktifkan lagi yang beranggotakan kurang lebih 7000
anggota, terdiri atas kesatuan-kesatuan Australia, Finlandia, Swedia, Irlandia, Peru, Panam,
Senegal, Ghana dan Indonesia. Pasukan Garuda menyelesaikan tugasnya pada 23 September
1974 dan digantikan dengan Pasukan Garuda VIII yang bertugas sampai pada tanggal 17
Februari 1975.
Keikutsertaan Indonesia sejak tahun 1975 dalam membantu pemeliharaan perdamaian dan
keamanan internasional dengan mengirim pasukan-pasukannya ke negeri lain. Peran aktif
Indonesia tersebut pada tahun 2012 ditandai dengan didirikannya Indonesian Peace Security
Centre(IPSC/Pusat Perdamaian dan Keamanan Indonesia). Terdapat beberapa unit yang
mengelola kesiapan pasukan yang akan dikirimkan untuk menjaga perdamaian dunia(Standby
Force).

2.3.4 Pembentukan ASEAN

Sejarah ASEAN(Association of Southeast Asian Nations) didirikan pada tanggal 8 Agustus


1967. Pembentukan ASEAN merupakan hasil Deklarasi Bangkok yang dihadiri oleh 5 negara
Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Kelima negara inilah
yang menjadi 5 negara pendiri ASEAN yang menandatangani Deklarasi Bangkok di Kota
Bangkok, Thailand. Tiap negara diwakili oleh masing-masing delegasi yaitu menteri luar negeri .
Lima tokoh pendiri ASEAN yang mewakili tiap negara adalah Adam Malik(Indonesia), Narsisco
Ramos(Filipina), Tun Abdul Razak(Malaysia), S. Rajaratnam(Singapura), dan Thanat
Khoman(Thailand).
Awal dibentuk tahun 1967 memang hanya ada 5 negara ASEAN saja. Brunei Darussalam
menjadi anggota pertama ASEAN di luar lima negara pemrakarsa yang bergabung, yaitu di tahun
1984. Kemudian negara-negara Asia Tenggara lain juga bergabung dalam ASEAN yakni
Vietnam(1995), Laos(1997), Myanmar(1997) dan Kamboja(1998). Hingga kini terdapat 10
negara anggota ASEAN. Hanya 1 negara di kawasan Asia Tenggara yang masih belum begabung
secara resmi dengan ASEAN, yakni Timor Leste. Status Timor Leste masih menjadi negara
pengamat saja.

 Latar Belakang Berdirinya ASEAN

Latar belakang terbentuknya ASEAN adalah persamaan geografis. Negara-negara ASEAN


sama-sama berada di kawasan Asia Tenggara, yang berada di sebelah selatan negara China dan
berada di sebelah utara Samudera Hindia dan Benua Australia. Selain itu juga terdapat
persamaan suku bangsa, dimana masyarakat ASEAN memiliki budaya dasar Melayu-
Austronesia. Semua negara ASEAN kecuali Thailland juga pernah dijajah oleh bangsa Eropa,
sehingga ada persamaan nasib. Hal lain yang mendasari pembentukan ASEAN sesuai dengan
poin yang ada pada tujuan dibentuknya ASEAN diantaranya untuk mempererat kerjasama antar
negara-negaradi kawasan Asia Tenggara dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya.
Tujuan ASEAN adalah untuk memajukan negara dan meningkatkan perdamaian di tingkat
regional.

 Daftar Negara ASEAN


1. Indonesia (negara pendiri)
2. Malaysia(negara pendiri)
3. Thailand(negara pendiri)
4. Filipina(negara pendiri)
5. Singapura(negara pendiri)
6. Brunei Darussalam(bergabung pada tahun 1984)
7. Vietnam(tahun 1995)
8. Laos(tahun1997)
9. Myanmar(tahun1997)
10. Kamboja(tahun1999)

 Tujuan ASEAN
Tujuan ASEAN yang tertera pada isi Deklarasi Bangkok :
1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan di
kawasan Asia Tenggara
2. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional
3. Meningkatkan kerja sama dan saling membantu untuk kepentingan bersama dalam bidang
ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi
4. Memelihara kerja sama yang erat di tengah-tengah organisasi regional dan internasional yang
ada
5. Meningkatkan kerja sama untuk memajukan pendidikan, latihan dan penelitian di kawasan Asia
Tenggara
6. Kerjasama yang lebih besar dalam bidang pertanian,industri, perdagangan, pengangkutan,
komunikasi serta usaha peningkatan standar kehidupan rakyatnya
7. Memajukan studi-studi masalah Asia Tenggara

Pada masa-masa awal berdirinya ASEAN telah mendapat berbagai tantangan yang muncul
dari masalah-masalah negara anggotanya sendiri. Seperti masalah antara Malaysia dan Filipina
menyangkut Sabah, sebuah wilayah di Borneo/Kalimantan Utara. Kemudian persoalan hukuman
mati dua orang anggota marinir Indonesia di Singapura, kerusuhan realis di Malaysia, dan
permasalahan minoritas muslim di Thailand Selatan. Akan tetapi, semua pihak yang terlibat
dalam permasalahan-permasalahan tersebut dapat meredam potensi konflik yang muncul
sehingga stabilitas kawasan dapat dipertahankan. Aktivitas ASEAN dalam bidang politik yang
menonjol adalah dengan dikeluarkannya Kuala Lumpur Declaration pada 27 November 1971.
Deklarasi tersebut merupakan pernyataan kelima menteri Luar Negeri ASEAN yang menyatakan
bahwa Asia Teggara merupakan zone of peace, freedom and neutrality (ZOPFAN)/Zona Bebas
Netral, bebas dari segala campur tangan pihak luar.

Selain menghadapi permasalahan-permasalahan yang muncul dari negara-negara


anggotanya sendiri juga terdapat permasalahan lain seperti keraguan dari beberapa negara-negara
anggotanya. Seperti Singapura yang menampakkan sikap kurang antusias terhadap ASEAN,
Filipina dan Thailand meragukan efektivitas ASEAN dalam melakukan kerja sama kawasan.
Hanya Indonesia dan Malaysia yang menunjukkan sikap serius dan optimis terhadap
keberhasilan ASEAN sejak organisasi tersebut didirikan. Selain sikap meragukan tersebut,
tantangan lainnya adalah munculnya citra kurang menguntungkan bagi ASEAN dari beberapa
negara luar. RRC menuduh bahwa ASEAN merupakan suatu proyek “pemerintah fasis
Indonesia” yang berupaya menggalang suatu kelompok kekuatan di kawasan Asia Tenggara
yang menentang Cina dan komunisme. RRC juga menuduh bahwa dalang dari kegiatan yang
diprakarsai oleh “pemerintah fasis Indonesia” tersebut adalah Amerika Serikat. Citra kurang
menguntungkan juga muncul dari Jepang yaitu meramalkan ASEAN akan bubar dalam waktu
yang singkat. Sikap dan penilaian berbeda dari negara luar ASEAN muncul dari negara-negara
barat, terutama Ameika Serikat. Mereka menyambut positif berdirinya ASEAN. Hal itu dapat
dipahami karena negara-negara Barat sangat menginginkan suatu kawasan damai dan
pekembangan ekonomi di kawasan tersebut untuk meredam bahaya komunisme di Asia
Tenggara.

Keraguan beberapa negara anggota ASEAN dapat dimaklumi karena pada masa 1969-1974
dapat dikatakan sebagai tahap konsolidasi ASEAN. Pada tahap tersebut secara perlahan rasa
solidaritas ASEAN terus menebal dan hal itu menumbuhkan keyakinan bahwa lemah dan
kuatnya ASEAN tergantung partisipasi negara-negara anggotanya. Pada perjalanan selanjutnya
ASEAN mulai menunjukkan sebagai kekuatan ekonomi yang mendapat tempat di wilayah Asia
Pasifik dan kelompok ekonomi lainnya di dunia seperti Masyarakat Ekonomi Eropa dan Jepang.
Bidang sosial dan budaya pun menjadi perhatian ASEAN, melalui berbagai aktivitas budaya
diupayakan untuk memasyarakatkan ASEAN. Perkembangan ASEAN semakin menunjukkan
perkembangan yang positif setelah dalam KTT pertama di Bali pada 1976 dibentuk Sekretariat
Tetap ASEAN yang berkedudukan di Jakarta.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia adalah bebas aktif. Bebas maksudnya tidak
terikat pada Blok tertentu, sedangkan aktif berarti selalu ikut serta dalam upaya perdamaian
dunia. Konsep bebas aktif lahir ketika dunia tengah berada dalam pengaruh dua Blok utama
setelah selesainya Perang Dunia ke II, yaitu Blok Amerika Serikat dan Blok Uni Soviet.
Keikutsertaan Indonesia dalam upaya perdamaian dunia antara lain tercermin dari
pengiriman Pasukan Misi Perdamaian Garuda ke wilayah-wilayah konflik di dunia.
Indonesia juga menjadi pelopor atau pendiri organisasi-organisasi antar bangsa seperti
Gerakan Non Blok, ASEAN dan Konferensi Asia Afrika.

3.2 Daftar Pustaka

 Buku Paket Sejarah Indonesia / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta:


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015.

 http://puji17anisa.blogspot.com/2016/02/contoh-makalah-sejarah-indonesia-dalam.html

 https://readyygo.blogspot.com/2016/10/indonesia-dalam-panggung

http://www.artikelsiana.com/2015/03/pengertian-politik-luar-negeri-tujuan.html

Anda mungkin juga menyukai