Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA MASA ORDE BARU

DOSEN PEMBIMBING:

Abdul Azis, S.Pd., M.Pd

DISUSUN OLEH:

Kelompok 4:

Farida Julinda (1906101020033)

Nurfahzira (1906101020035)

Fajar Shadiq, MH (1906101020041)

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Allah SWT Karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini.Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Politik Luar Negeri Indonesia Masa Orde Baru tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Indonesia Masa Orde Baru Sampai
Reformasi. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang politik luar negeri indonesia masa orde baru.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menumbuhkan proses belajar dan menumbuhkan
rasa tanggungjawab kepada mahasiswa, agar kreativitas dan penguasaan materi kuliah dapat
optimal sesuai dengan yang diharapkan. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu
mahasiswa dalam mengetahui tentang peristiwa-peristiwa penting yang pernah terjadi pada masa
pergerakan nasional.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan senantiasa menjadi sahabat dalam belajar untuk
meraih prestasi yang gemilang. Kritik dan saran dari dosen mata kuliah Sejarah Indonesia Masa
Orde Baru Sampai Reformasi dan juga teman-teman sangat kami harapkan untuk perbaikan dan
penyempurnaan dalam belajar pada masa mendatang.

Banda Aceh, 17 September 2022

Tim Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii
BAB I .............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 3
2.1 Bentuk kebijakan Politik republik Indonesia pada era orde baru ..................................... 3
2.2 Bentuk Politik luar negeri republik Indonesia masa orde baru ........................................ 7
2.3 Kebijakan dan kerja sama politik luar negeri Indonesia pada masa orde baru ................ 8
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 14
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era orde baru dibawah kepemimpinan Soeharto, Indonesia mulai berbenah diri dari
keterpurukannya di masa orde lama di bawah kepemimpinan Soekarno dengan tiingkat
inflasinya yang luar biasa. Indonesia yang dikenal sebagai negara yang dekat dengan blok
timur ini mulai memperkenalkan dirinya dihadapan bangsa barat sebagai kawan relasi baik
ekonomi maupun militer. Dengan gaya politik barunya yang kapitalis, Indonesia mulai berjalan
untuk menyapa negara lainnya setelah kembali masuk ke Perserikatan Bangsa-Bangsa, diiringi
gaya kepemimpinan Soeharto yang lebih otoriter dapat memuluskan jalnnya Indonesia untuk
kembali ke perkumpulan negara-negara internasional sebagai negara yang damai. Segala cara
dilakukan oleh pemerintah pusat untuk menapaki tangga cita-cita nasional mulai dari Repelita,
demokrasi Pancasila, penyederhanaan partai politik, dwifungsi ABRI, P4 dan berbagai
hubungan internasional baik yang berbentuk kerja sama hingga konflik demi memberikan
kesan yang baik bagi mata dunia.
Lahirnya orde baru ditandai TRITURA atau Tri Tuntutan Rakyat yang merupakan ide
perjuangan Angkatan 66/KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). TRITURA terdiri dari
tiga tuntutan yaitu pembubaran PKI, perombakan Kabinet Dwikora, dan penurunan harga.
TRITURA semakin panas karena sikap Presiden Soekarno yang bertolak belakang dengan
aksi-aksi mereka. Hingga terjadi peristiwa G30S/PKI yang membuat rakyat Indonesia
menurunkan kepercayaannya terhadap pemerintahan Soekarno. Peristiwa G30S/PKI adalah
salah satu penyebab menurunnya kredibilitas Soekarno dan membuatnya mengeluarkan Surat
Perintah kepada Letjen Soeharto yang disebut Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar).
Dalam Surat Perintah tersebut Soekarno menunjuk Soeharto untuk melakukan segala tindakan
demi keamanan, ketenangan, dan stabilitas politik. Supersemar menjadi titik awal
berkembangnya kekuasaan Orde Baru.
Pemerintahan orde baru menggunakan konsep Demokrasi Pancasila. Visi utama
pemerintahan orde baru adalah menerapkan nilai Pancasila dan UUD 1945, secara murni serta
konsekuen dalam aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Adapun Landasan kebijakan politik
luar negeri Orde Baru secara legalitas ditetapkan dalam Tap No.XII/ MPRS/1966. Menurut
Tap MPRS tersebut bahwa politik luar negeri RI secara keseluruhan mengabdikan diri kepada
kepentingan nasional. Oleh sebab itu, maka politik luar negeri RI yang bebas dan aktif tidak
dibenarkan memihak kepada salah satu blok ideologi yang ada.
Pemerintah Orde Baru secara resmi masih menggunakan politik bebas-aktif sebagai
dasar untuk menjalankan politik luar negeri Indonesia. Penerapan politik luar negeri bebas-
aktif pada masa Soeharto sangat bertolak belakang dengan politik bebas-aktif masa Soekarno
yang bersifat revolusioner dan konfrontatif. Dalam buku Hubungan Luar Negeri Indonesia
Selama Orde Baru (1994) karya Bantarto Bandoro, Pemerintah Orde Baru menerapkan politik

1
luar negeri yang low profile. Politik tersebut berorientasi pada pembangunan dan kesejahteraan
rakyat melalui kerja sama dengan negara lain. Kerja sama yang dilakukan ditujukan untuk
mendapatkan pinjaman modal dan penangguhan hutang luar negeri demi membantu pemulihan
krisis ekonomi Indonesia. Adam Malik sebagai menteri luar negeri Orde Baru tahun 1966-
1978 mengungkapkan bahwa, Indonesia akan membuka hubungan seluas mungkin dengan
dunia Internasional. Realisasi konsep politik good neighbourhood policy dilakukan dengan
cara membentuk ASEAN pada tahun 1967 bersama Thailand, Malaysia, Singapura dan
Filiphina. Eksistensi Indonesia. Untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk kerjasama politik
luar negeri Indonesia pada masa orde baru, maka tim penulis akan menguraikan materi
menegnai ‘Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Orde Baru dan Bentuk Kerjasama
Yang Dijalani’

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana bentuk kebijakan Politik republik Indonesia pada era orde baru dibawah
pimpinan Presiden Soeharto?
b. Apa bentuk Politik luar negeri republik Indonesia masa orde baru?
c. Apa kebijakan dan kerja sama politik luar negeri Indonesia pada masa orde baru?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Bentuk Kebijakan Politik Republik Indonesia Pada Era Orde Baru Di Bawah
Pimpinan Presiden Soeharto

Politik luar negeri merupakan salah satu bidang kajian studi Hubungan Internasional.
Politik luar negeri merupakan studi yang kompleks karena tidak saja melibatkan aspek-aspek
eksternal, tetapi juga aspek-aspek internal suatu Negara. Negara sebagai actor yang melakukan
politik luar negeri tetap menjadi unit politik utama dalam system hubungan internasional,
meski pun aktor-aktor non Negara semakin penting perannya dalam Hubungan Internasional.
Kebijakan luar negeri merupakan strategi atau rencana tindakan yang dibuat oleh para
pembuat keputusan Negara dalam mengahadapi Negara lain atau unit politik internasional
lainnya, dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional spesifik yang dituangkan dalam
terminologi kepentingan nasional. Kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah
suatu Negara memang bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional masyarakat yang
diperintahnya meskipun kepentingan nasional suatu bangsa pada waktu itu ditentukan oleh
siapa yang berkuasa pada waktu itu. Untuk memenuhi kepentingan nasionalnya, Negara-
negara maupun actor dari Negara melaku kan berbagai macam kerjasama diantaranya adalah
kerjasama bilateral, trilateral, regional dan multilateral.
Menurut Rosenau, pengertian kebijakan luar negeri yaitu upaya suatu Negara melalui
keseluruhan sikap dan aktifitas nya untuk mengatasi dan memperoleh keuntungan dari
lingkungan eksternalnya. Kebijakan luar negeri menurutnya dituju kan untuk memelihara dan
mempertahankan kelangsungan hidup suatu Negara. Lebih lanjut Rosenau bahwa bila
mengkaji kebijakan luar negeri suatu Negara maka akan memasuki fenomena yang luas dan
kompleks, meliputi kehidupan inter nal (internal life) dan kebutuhan eksternal (eksternal
needs) ter masuk didalamnya adalah kehidupan internal dan eksternal seperti aspirasi, atribut
nasional, kebudayaan, konflik, kapa bilitas, institusi dan aktifitas rutin yang ditujukan untuk
men capai dan memelihara identitas social, hokum, dan geografi suatu Negara sebagai Negara
bangsa.
Diawali dari dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada 11 Maret
1966 dan dilanjutkan dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 yang di mana MPRS mencabut
kekuasaan pemerintahan negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Soekarno,
maka pada Tanggal 12 Maret 1967 Jenderal Soeharto dilantik sebagai Pejabat Presiden
Republik Indonesia. Peristiwa ini pun menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan
dimulainya kekuasaan Orde Baru (Pudjiastuti, 2008). Terjadi berbagai macam perubahan
dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Orde Baru dipimpin oleh Presiden Soeharto
dengan lama jabatan 32 tahun. Masa kepemimpinan yang panjang membuat dinamika
perpolitikan dan ekonomi di Indonesia menuju pada suatu bagan tertentu, tidak hanya di dalam

3
politik dalam negeri namun juga merambah ke politik luar negeri Indonesia. Pada era
kepemimpinan Soeharto, politik luar negeri Indonesia dibagi menjadi dua periode, yaitu
periode sebelum Pemilu 1982 dan periode setelah Pemilu 1982. Pemilu sebelum 1982
merupakan periode dimana pemerintah tergantung pada para elit politik dan ekonomi negara,
termasuk bergantung pada kekuatan militer dalam membuat keputusan-keputusan politik luar
negeri. Sedangkan Pemilu setelah 1982 adalah periode dimana pemerintahan Soeharto mulai
memanfaatkan kekuatan agama Islam sebagai kekuatan baru politiknya. Kebijakan-kebijakan
yang diambil oleh Soeharto tentu juga berbeda dengan Soekarno dikarenakan beberapa faktor
seperti adanya perbedaan latar belakang, yaitu sifat Soeharto yang lebih kental akan adat Jawa
dan juga latar belakang militer Soeharto. Maka, politik luar negeri Indonesia pun memiliki
tujuan baru di tangan Presiden Soeharto.
Terdapat perubahan yang terjadi pada masa pemerintahan Soekarno dan Soeharto
mengenai Politik Luar Negeri Indonesia. Perubahan yang terjadi pada Politik Luar Negeri
dikarenakan adanya militer pada masa Soeharto yang mempengaruhi pengambilan keputusan
kebijakan luar negeri dan dalam negeri. Pada masa orde baru, militer terlibat dalam politik
Indonesia. Keterlibatan militer ini dikarenakan Soeharto yang memiliki latar belakang dalam
dunia militer sehingga unsur militer pun ikut mewarnai pemerintahan Soeharto. Hingga
akhirnya pada saat kekuasaan berada di tangan Soeharto tepatnya setelah peristiwa kudeta pada
tahun 1965, militer menjadi kekuatan sosial-politik yang paling menentukan dan berkembang
baik dalam ranah nasional maupun internasional (Suryadinata,1998:43).
Militer dalam pemerintahan masa Orde Baru berperan dalam bidang kemanan dan non-
kemanaan serta merupakan asal usul konsep dwi-fungsi yang digunakan sebagai alasan
keterlibatannya militer dalam dunia politik Indonesia pada saat itu (Suryadinata,1998:44). Hal
ini mengakibatkan militer memiliki legitimasi untuk ikut terlibat dalam dunia politik. Militer
pada masa Soeharto memiliki kekuasaan yang kuat khususnya dalam lembaga pemerintahan
dimana terdapat banyak perwakilan militer yang menjabat dalam lembaga pemerintahan. Hal
ini terlihat dengan adanya perumus politik luar negeri yang terbagi menjadi dua kelompok
yaitu Departemen Luar Negeri dan militer (Departemen Pertahanan dan Kemanan, HANKAM,
LEMHANNAS dan Bakin) (Suryadinata,1998:49). Bahkan militer semakin berkembang
hingga anggota militer juga bergerak di Departemen Luar Negeri yang mengakibatkan adanya
perselisihan antara Departemen Luar Negeri dan kekuatan militer.
Selama Orde baru, terjadi pembagian dalam mengurus perumusan politik luar negeri
dimana Deplu mengurus urusan politik sementara kelompok militer mengurus urusan
keamanan. Tetapi hal ini tak membuat perselisihan antar kedua kelompok tak terjadi karena
semakin lama kekuatan militer semakin menguasai urusan perumusan politik luar negeri
Indonesia pada masa Orde Baru. Hal ini terlihat pada Departemen Luar Negeri memiliki peran
yang penting dalam pembuatan politik luar negeri pada era Soekarno, namun peran Deplu
semakin menurun pada era Soeharto dikarenakan masuknya kekuatan militer dalam Deplu.
Hingga pada akhirnya, peran militer dilembagakan dalam Deplu pada tahun 1970 dengan

4
membentuk Direktorat Keamanan dan Penerangan dan Laksus yang sama-sama diketuai oleh
seorang perwira militer (Suryadinata,1998:50).
Kelompok militer yang terlibat dalam perumusan politik luar negeri diantaranya
Hankam (Departemen Pertahanan dan Keamanan), Bakin (Badan Kordinasi Intelejen Negara),
BAIS (Badan Intelejen Strategis), Lemhannas (Lembaga Pertahanan Nasional) dan Setneg
(Sekretaris Negara). Selain itu, lembaga lain yang berperan dalam perumusan politik luar
negeri adalah Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Komisi Satu, dan Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Setiap lembaga berperan aktif dalam bidang
masing-masing, mulai dari penanganan permasalahan luar negeri dan pertahanan, hingga ranah
perekonomian (Suryadinata, 1998: 49-53). Dimana dalam kelompok militer, anggota militer
berperan besar pada tiap kelompok yang juga ikut mempengaruhi dalam perumusan politik
luar negeri. Sementara pada masa Orde Baru, urusan mengenai ekonomi diurus oleh
Bappenas. Bappenas pada masa Soeharto mengalami perkembangan dikarenakan Soeharto
memiliki fokus dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Kelompok Bappenas ini terdiri oleh
orang teknokrat sehingga pada hal ini terlihat bahwa kaum teknokrat juga diperlukan dalam
perumusan politik luar negeri. Sebagai contoh yaitu B.J Habibie yang dipercaya Soeharto
dalam mengurus pembelian kapal perang Jerman untuk Angkatan Laut Indonesia.
Pada awal kepemimpinan, Soeharto cenderung bersikap pasif dalam hal pembuatan
keputusan luar negeri. Hingga mengakibatkan militer melakukan intervensi ke segala bidang
pada masa Orde baru hingga mengakibatkan sering terjadi perselisihan antara Deplu dengan
kelompok militer. Namun lama-kelamaan terjadi perbedaan pemikiran antara Soeharto dengan
militer (Suryadinata, 1998:59). Hal ini terlihat pada awal tahun 1980, terjadi perbedaan
pemikiran mengenai normalisasi hubungan Indonesia-China. Kelompok militer yang diwakili
oleh Adam Malik ingin adanya normalisasi hubungan namun Soeharto tidak setuju mengenai
pemikiran tersebut. Dengan adanya perbedaan pemikiran ini, terlihat Seoharto mulai
mengambil peran dalam perumusan politik luar negeri dan menjadi figur yang menentukan
serta dibutuhkan persetujuannya dalam setiap kebijakan penting (Suryadinata,1998:58).
Transisi politik luar negeri Indonesia dari orde Lama ke Orde Baru dapat dilihat dari
kebijakan luar negeri Indonesia yang tidak lagi berlandaskan faham berdikari atau usaha untuk
dapat mandiri dan menutup diri dari bantuan asing, namun perlahan – lahan bergeser ke arah
orientasi ke luar dengan cara membangun hubungan persahabatan dengan pihak asing terutama
negara-negara Barat. Orientasi ke dalam tetap dilakukan oleh Soeharto, hanya saja dalam
implementasinya, kebijakan – kebijakan tersebut dilakukan dengan dukungan dan hubungan
dengan pihak asing yang bertujuan untuk melancarkan pembangunan itu sendiri. Kebijakan
yang digunakan pun kebijakan pintu terbuka, dengan meningkatkan investasi asing dan
mencari bantuan dana untuk merehabilitasi ekonomi Indonesia (Suryadinata, 1998: 44).
Soeharto mengupayakan agar Indonesia mampu berperan dominan dalam permasalahan baik
regional maupun internasional. Konfrontasi yang ada pun dikesampingkan terlebih dahulu dan
mengedepankan perdamaian, karena menurut Soeharto stabilitas regional diperlukan untuk
menjamin keberhasilan rencana pembangunan (Suryadinata, 1998: 45). Ketertarikan Soeharto

5
terhadap politik luar negeri mulai diperlihatkan ketika fokus dan perhatian Indonesia pada
faktor stabilitas keamanan pelan – pelan meningkat. Hal ini dapat dilihatn dalam Deklarasi
Bangkok dimana Indonesia meminta pangkalan militer asing di kawasan Asia Tenggara harus
bersifat sementara dan juga masalah intervensi Indonesia di Timor Timur. Pemerintahan Orde
Baru ini juga menunjukkan penyimpangan dari arah politik luar negeri Indonesia yang bebas
aktif. Pada era ini terlihat bahwa Indonesia memiliki kecenderungan untuk mendekati negara-
negara Barat dan menjauhi negara-negara komunis (Suryadinata, 1998: 46). Sikap ini dapat
dilihat dari hubungan beku antara Indonesia dengan RRC.
Keputusan-keputusan Soeharto secara jelas kontras dengan langkah yang diambil
Soekarno dalam politik luar negeri Indonesia. Dalam awal-awal kepemimpinannya, Soeharto
melakukan beberapa upaya demi mengembalikan posisi Indonesia di mata dunia. Salah satu
pernyataan terkenal di era Soekarno adalah semangat perlawanan terhadap Malaysia yang saat
itu dianggap sebagai negara boneka dari Inggris, dan dikenal dengan slogan “Ganyang
Malaysia”. Akan tetapi, Soeharto malah melakukan normalisasi hubungan antara Indonesia
dan Malaysia (Pudjiastuti, 2008 : 150). Ketika era Soekarno pula lah Indonesia keluar dari
PBB dikarenakan kekecewaannya terhadap sikap PBB yang mendukung Malaysia, dan pada
era Soeharto, Indonesia kembali masuk dalam PBB. Selain itu, Soeharto juga mencanangkan
terwujudnya ASEAN sehingga menjadi satu dari beberapa pendiri ASEAN. Hal yang secara
implisit berubah adalah mengenai arah politik luar negeri Indonesia. Pada era Soekarno, politik
luar negeri Indonesia adalah bebas aktif. Pada era Soeharto, kata “bebas aktif” masih
digunakan sebagai penunjuk politik luar negeri Indonesia. Akan tetapi, faktanya, hubungan
dengan negara-negara Barat yang dilakukan Soeharto demi mendapatkan bantuan justru
menjadikan Indonesia menjadi lebih condong ke Barat, bukan lagi ke negara-negara komunis
ketika era Soekarno. Dari penjelasan tersebut, dapat dilihat bahwa salah satu tujuan dari politik
luar negeri Indonesia era Soeharto adalah melakukan hubungan baik dengan negara asing,
tanpa melihat ideologi negara tersebut.

Politik luar negeri era Soeharto memiliki peranan besar dalam sistem perekonomian
Indonesia. Soeharto membuka jalur perdagangan internasional sehingga banyak investor dari
luar yang masuk dan berinvestasi di Indonesia. Dari tindakan yang dilakukan Soeharto
tersebut, maka terlihat bahwa tujuan politik luar negeri Indonesia di era kepemimpinannya
adalah mencari bantuan asing demi merehabilitasi ekonomi. Akibatnya, rakyat merasakan
dampak positif dari berjalannya politik luar negeri yang dijalankan Soeharto. Rakyat menjadi
makmur tanpa kekurangan sandang pangan. Maka, arah politik luar negeri era Soeharto lebih
menekankan pada perbaikan perekonomian atau ekonomi sebagai panglima dan pembangunan
merupkan mantra pada era kepemimpinannya. Di satu sisi negatif, meskipun memang
perekonomian bersangsur-angsur membaik, akan tetapi justru menyebabkan kesenjangan
sosial antara si kaya dan si miskin terlihat semakin kontras. Tujuan adanya investor asing
adalah untuk menstabilkan perekonomian. Akan tetapi justru hal tersebut menjadi kerugian
bagi Indonesia dikarenakan ketika $1 US masuk, Indonesia sesungguhnya member investor
sebesar $4 US. Akibatnya muncul berbagai pergolakan dalam negeri. Dari sinilah mulai
6
muncul peranan dari militer dalam era kepemimpinan Soeharto. Militer digunakan untuk
memberantas pergolakan-pergolakan yang ada demi tujuan stabilitas politik dan keamanan
bangsa dan negara Indonesia maupun sebagai perwujudan politik luar negeri Indonesia.

2.2 Bentuk Politik luar negeri republik Indonesia masa orde baru

Ciri khas yang menonjol dari politik luar negeri Indonesia sejak perjuangan dan
perebutan kemerdekaan adalah :

1. Rasa nasionalisme yang teramat tebal.


2. Rasa curiga yang mendasar terhadap negara-negara besar yang berusaha men dominasi
Indonesia.
3. Rasa percaya diri yang teramat kuat.
Kesemua ini adalah akibat dari keberhasilan perjuangan dan perebutan untuk mencapai
kemerdekaan pada tahun 1945. Ketiga unsur tersebut membawa bangsa Indonesia kepada
suatu politik luar negeri yang bebas aktif atau politik luar negeri tidak mau bergabung dengan
blok negara manapun. Bebas aktif adalah politik luar negeri RI, yang berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945. Sila kedua adalah Kemanusiaan yang adil dan beradab, sebagai perwujudan
dalam UUD 1945 sebagai mana tercantum di dalam pembukaan UUD 1945, yaitu bahwa
pemerintah Negara RI ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan
perdamaian abadi dan keadilan sosial.Bebas artinya tidak terikat oleh suatu ideologi atau oleh
politik negara asing atau blok Negara-negara tertentu, atau negara negara adikuasa (super
power). Aktif artinya dengan sumbangan realistis giat mengembangkan kebebasan
persahabatan dan kerja sama internasional dengan menghormati kedaulatan negara lain. Politik
luar negeri yang bebas aktif, mendukung kemer dekaan bangsa-bangsa dari kungkungan
penjajahan, memper erat hubungan dengan bangsa-bangsa lain dengan sama derajat, tegak
sama tinggi dan duduk sama rendah.
Dalam GBHN 1983 dikatakan antara lain; pelaksanaan politik luar negeri yang bebas dan
aktif dilaksanakan secara konsekuen dan diabdikan untuk kepentingan nasional, terutama
untuk kepentingan di segala bidang. 10 Politik bebas aktif bila dikaitkan dengan pelaksanaan
hubungan luar negeri Indonesia dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan politik luar negeri yang bebas aktif dilaksanakan secara konsekuen.
2. Indonesia berperan dalam melaksanakan ketertiban dunia.
3. Peranan Indonesia ikut serta dalam memecahkan persoalan-per soalan dunia.
4. Mengadakan kerjasama diantara negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik
Barat Daya, terutama Negara Asean.
5. Kerjasama Asean di berbagai bidang dan aspek.
6. Peranan Indonesia di dunia internasional dalam menggalang persahabatan dan perdamaian.

7
7. Dalam mewujudkan tatanan dunia baru melakukan kerjasama dalam forum-forum seperti
organisasi Negara-negara Non Blok, Organisasi Konperensi Islam (OKI), Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB) dan lain lain.
8. Kerja sama ekonomi di dunia internasional.
9. Setiap perkembangan dan kemungkinan gejolak dunia, baik politik maupun ekonomi,
diikuti secara seksama dan mengambil langkah-langkah serta upaya apabila
membahayakan kepentingan nasional.

Pada masa Orde Baru pedoman bebas aktif tetap digunakan, hal ini ditegaskan oleh
Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/ 1966. Sifat dan landasan politik luar negeri tetap, hanya
pelak sanaannya dipulihkan pada maksudnya yang murni yaitu: "Pelaksanaan politik luar
negeri diabadikan pada kepentingan nasional, terutama kepada kepentingan ekonomi kita yang
mendasar dewasa ini".

2.3 Kebijakan dan kerja sama politik luar negeri Indonesia pada masa orde baru

Politik luar negeri Indonesia mendukung kepentingan bangsa melalui pembangunan.


Kebijaksanaan pemerintah telah menunjukkan hasil yang baik, misalnya Indonesia kembali
menjadi anggota PBB, konfrontasi dengan Malaysia berakhir, kerjasama regional (Asean)
terbentuk dan semakin berkembang, hubungan dengan banyak negara bertambah erat. Pada
masa Suharto, kepentingan nasional di bidang ekonomi lebih diprioritaskan tanpa melupakan
stabilitas politik yang menjadi dasar bagi pertumbuhan ekonomi. Pada masa ini, elit
kepemimpinan nasional lebih didominasi oleh para tekno krat yang memprioritaskan perbaikan
ekonomi domestik melalui program pembangunan yang mengkombinasikan stabilitas dengan
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Sedangkan lingkungan internasional, terutama di
kawasan Asia Tenggara, pada akhir dekade tahun 1960-an, ditandai dengan kecenderungan
kerjasama antar negara untuk membentuk struktur kerjasama kawasan yang dapat menjamin
stabilitas dan pertumbuhan ekonomi kawasan. Kecenderungan ini terjadi karena inisiatif-
inisiatif ke arah pengaturan kerjasama kawasan yang berkembang sebelumnya seperti ASA
(Association of South east Asian), SEATO (Southeast Asian Treaty Organization) dan
MAPHILINDO (Malaysia Philipina Indonesia) tidak lagi dipan dang sebagai instrument yang
tepat untuk menciptakan tertib kawasan. Selain itu perang Vietnam yang berkepanjangan, yang
melibatkan negara-negara besar, juga menyadarkan negara negara Asia Tenggara akan
pentingnya usaha untuk membentuk struktur keamanan sendiri, lepas dari negara besar.

Jika dikaitkan dengan politik luar negeri yang dijalankan Indonesia, maka pencapaian
kedua tujuan ekonomi dan politik tersebut sangat bergantung pada tiga hal, yaitu:

1) Peran Indonesia untuk menciptakan lingkungan regional yang kondusif bagi pencapaian
kepentingan nasionalnya.

8
2) Hubungan Indonesia dengan actor actor (state actor atau non state actor) lain di dunia
internasional, terutama pada aktor-aktor yang dapat memberi kontribusi positif bagi
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
3) Citra Indonesia di dunia Internasional.

Terciptanya suatu lingkungan regional yang kondusif merupakan salah satu prioritas
Indonesia pada akhir dekade 1960 an dan awal 1970-an. Indonesia menganggap hal ini penting,
karena Indonesia membutuhkan adanya lingkungan yang relatife stabil di sekelilingnya yang
dapat membuat Indonesia berkon sentrasi penuh pada pembangunan ekonomi domestik.
Kondisi tersebut berusaha dicapai Indonesia dengan dua cara:

1) Memperbaiki citra Indonesia di lingkungan Asia Tenggara yang cenderung dipandang


sebagai negara yang ber haluan kiri yang radikal. Perbaikan citra tersebut antara lain
dilakukan dengan menanggalkan kebijakan anti imperialisme barat, dan menunjukkan
orientasi ideologi baru sebagai negara yang non dan anti komunis. Usaha usaha untuk
mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia dan pembekuan hubungan diplomatik dengan
RRC merupakan indikasi perbaikan citra tersebut.
2) Yang dilakukan Indonesia untuk menciptakan lingkungan regional yang kondusif adalah
dengan melibatkan diri dalam pembentukan wadah kerjasama regional antara Negara-
negara Asia Tenggara. Kerjasama regional tersebut terwujud dalam institusi Asean pada
tahun 1967.

Selama ini Indonesia menjalin kerjasama dengan negara negara yang dipandang dapat
memberi kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi domestik dan penciptaan lingkungan
internasional yang stabil. Kerjasama tersebut dilakukan baik melalui hubungan bilateral
maupun multilateral melalui lembaga lembaga internasional. Keterlibatan Indonesia di
ASEAN, IGGI (dan CGI), OPEC, dan sejenisnya terutama diarahkan untuk kedua hal di atas.
Masalah klasik yang muncul dalam pola interaksi ini ada lah masalah bantuan luar negeri.
Masalah bantuan Luar negeri ini selalu disertai dengan dilema kemandirian bagi pelaksanaan
politik luar negeri Indonesia. Di satu sisi Indonesia mem butuhkan aliran modal dari luar untuk
menyangga pertumbuh an ekonominya. Namun di sisi lain, ketergantungan Indonesia yang
relatif besar akan bantuan luar negeri dapat menjadi faktor penghambat yang memperlemah
posisi tawar Indonesia di dunia internasional. Kasus pembubaran IGGI diganti dengan CGI
merupakan indikasi empiris tentang keberadaan dilema tersebut.

Dalam beberapa literatur di jelaskan bahwa politik luar Negara negara berkembang
merupakan politik luar negeri atau kebijakan negara yang di dikeluarkan dan di fokuskan untuk
peningkatan pertumbuhan. dalam negerinya, hal ini di maksudkan untuk membuat kapabilitas
dalam negeri menjadi stabil sehingga daripada itu perioritasnya adalah bagaimana interaksi itu
yang bisa beruntung dalam pemulihan di dalam negerinya dalam semua sektor terutama sektor
ekonomi, ketidakstabilan dalam negeri suatu Negara itu akan berimplikasi terhadap output bagi
Negara tersebut. Hal ini teruraikan dalam sub bab kapabilitas dalam negri dan international,

9
bahwa kapabilitas domistik suatu sistem politik sedikit banyak juga ada pengaruhnya terhadap
kapabilitas internationalnya, politik luar negeri suatu Negara banyak bergantung pada
berprosesnya dua variabel, yaitu variabel kapabilitas dalam negeri dan kapabilitas
internasional, bagi Negara berkembang seperti Indonesia misalnya salah satu contoh
merupakan Negara yang kebijakan luar negerinya terfokus untuk peningkatan di dalam
negerinya, hal ini terlihat pada era Orde Baru dimana pada waktu itu Soeharto merusaha
dengan semaksimal mungkin memainkan diplomasinya dengan dunia international untuk
mengembalikan situasi Indonesia pada situasi yang makmur, oleh karenanya kajian teoritis ini
memandang bahwa pendekatan pembangunan merupakan suatu pendekatan yang menjelaskan
bagaimana pola politik luar negeri Negara berkembang bagaimana politik itu di mainkan dan
pada titik apa politik luar negeri itu dimainkan, maka oleh sebab itu yang di maksud dengan
pembangunan di atas adalah seperti yang akan di uraika berikut ini:

• Pembangunan masyarakat
Proses politik merupakan suatu mekanisme tengtang bagaimana tuntutan tuntutan
mendapatkan penyaluran dan tanggapan, yang semuanya antara lain tergantung pada persoalan
persoalan yang di hadapi oleh sistem politik yang bersangkutan dalam masalah kemampuan
elstraktif, distributif, regulatif dan sebagainya. Hal ini kemudian berkaitan dengan pola prilaku
elit politik dalam menentukan sikap politiknya, sikap respon masyarakat dalam ikut
berpartisipasi dalam proses politik domestik ini kemudian akan memberi suatu pegangan yang
kuat bagi penggambil keputusan untuk mengambil sebuah keputusan dalam kepentingan
dasionalnya, hal ini kenapa di pandang perlu pembangunan lingkungan, atau masyarakat,
karena itu merupakan pilar suatu Negara berkembang untuk mencapai kesetabilan dalam
pembangunan ekonomi dan lainya, seperti di sebutkan bahwa keadaan domestik itu akan
membei dampak terhadap politik luar negerinya, maka oleh sebab hal itu penyadaran terhadap
masyarakat serta pembangunan lingkungan yang memberi kesan untuk penyadaran bagi
masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan berpartisipasi dalam pangung politik
domestik, sehingga tatkala pembangunan di dalam membri kesadaran berpartispasi dan nilai
nilai kebangsaan di tanamkan dalam masyarakat maka hal itu akan memudahkan para
pengambil keputusan untuk naik satu step lagi pada sasaran utamanya yaitu pembangunan
dalam stabilitas ekonomi untuk kemakmuran dan kesejahteraan untuk seluruh rakyat
Indonesia.

• Pembangunan politik atau pemerintahan


Struktur politik terlihat bahwa eksekutif memegang peranan yang sangat penting dalam
mengarahkan dan membawa masyarakat secara keseluruhan ke arah suatu tujuan tertentu,
tujuan itu akan di wujudkan melalui serangkaian kebijaksanaan, rencana pelaksanaan
pencapain tujuan dengan demikian merupakan tanggung jawab pemerintah, namun demikian
tiada rencana yang di dalamnya tidak terkandung aspek waktu dan pertahapan, unsur waktu ini

10
sangat di pengaruhi oleh stabilitas politik sebagai hasil proses interaksi komponen komponen
sistem politik,

➢ Mengakhiri Konfrontasi Dengan Malaysia


Konfrontasi Indonesia-Malaysia atau yang lebih dikenal sebagai Konfrontasi saja
adalah sebuah perang mengenai masa depan Malaya, Brunei, Sabah dan Sarawak yang
terjadi antara Federasi Malaysia dan Indonesia pada tahun 1962 hingga 1966. Perang ini
berawal dari keinginan Federasi Malaya lebih dikenali sebagai Persekutuan Tanah Melayu
pada tahun 1961 untuk menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak kedalam Federasi
Malaysia yang tidak sesuai dengan Persetujuan Manila oleh karena itu Keinginan tersebut
ditentang oleh Presiden Soekarno yang menganggap pembentukan Federasi Malaysia yang
sekarang dikenal sebagai Malaysia sebagai "boneka Inggris" merupakan kolonialisme dan
imperialisme dalam bentuk baru serta dukungan terhadap berbagai gangguan keamanan
dalam negeri dan pemberontakan di Indonesia.

Konfrontasi antara Indonesia vs Malaysia baru saja usai seiring jatuhnya kekuasaan
Sukarno dan naiknya Soeharto ke puncak kekuasaan. Melalui operator-operator politik
seperti Ali Moertopo dan Adam Malik, Soeharto melobi para petinggi negeri jiran untuk
membuka pintu perdamaian. Usaha mereka berhasil mengakhiri konfrontasi. Hanya dalam
tempo tiga tahun, hubungan Malaysia-Indonesia dengan cepat menjadi akrab. i“Setelah
Soeharto memegang kekuasaan dan konfrontasi dengan Malaysia berakhir, hubungan
antara kedua negara dipulihkan kembali,. Ketika ASEAN terbentuk pada 1967, hubungan
itu makin membaik dan bahkan ikut membuka jalan bagi kerja sama lebih erat di antara
kedua negara

Presiden Sukarno meluncurkan Konfrontasi untuk menolak pembentukan Malaysia


oleh Inggris. Setelah Suharto mengambil alih kekuasaan dengan Supersemar, dia
mengakhiri konfrontasi dengan konferensi antara Malaysia dan Indonesia di Bangkok pada
28 Mei 1966.

➢ Ikut Serta Membangun ASEAN


Association of Southeast Asian Nations atau Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia
Tenggaraatau dikenal dengan nama ASEAN.ASEAN merupakan organisasi regional yang
dibentuk atas prakarsa lima menteri luar negerinegara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Kelima menteri luar negeri tersebut adalah Narsisco Ramos dari Filipina, Adam Malik dari
Indonesia, Thanat Khoman dari Thailand,Tun Abdul Razak dari Malaysia, dan S.
Rajaratnam dari Singapura. Penandatanganan naskah pembentukan ASEAN dilaksanakan
pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok sehingga naskah pembentukan ASEAN itu
disebut Deklarasi Bangkok.

11
Syarat menjadi anggota adalah dapat menyetujui dasar dan tujuan pembentukan
ASEAN seperti yang tercantum dalamDeklarasi ASEAN.Keanggotaan ASEAN bertambah
seiring dengan banyaknya negara yang merdeka. BruneiDarussalam secara resmi diterima
menjadi anggota ASEAN yang keenam pada tanggal 7Januari 1984. Vietnam diterima
menjadi anggota ASEAN ketujuh pada tanggal 28 Juli 1995.Sementara itu, Laos dan
Myanmar bergabung dengan ASEAN pada tanggal 23 Juli 1997 danmenjadi anggota
kedelapan dan kesembilan. Kampuchea menjadi anggota ASEAN yangkesepuluh pada
tanggal 30 April 1999.

ASEAN mempunyai tujuan utama, antara lain:

1. Meletakkan dasar yang kukuh bagi usaha bersama secara regional dalam mempercepat
pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan perkembangan kebudayaan;
2. Meletakkan landasan bagi terwujudnya suatu masyarakat yang sejahtera dan damai
dikawasan Asia Tenggara;
3. Memberi sumbangan ke arah kemajuan dan kesejahteraan dunia;
4. Memajukan perdamaian dan stabilitas regional dengan menghormati keadilan,
hukum,serta prinsip-prinsip Piagam PBB;
5. Memajukan kerja sama aktif dan tukar-menukar bantuan untuk kepentingan bersama
dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, teknik, ilmu pengetahuan, dan
administrasi;
6. Memajukan pelajaran-pelajaran (studies) tentang Asia Tenggara;
7. Memajukan kerja sama yang erat dan bermanfaat, di tengah-tengah organisasi-
organisasiregional dan internasional lainnya dengan maksud dan tujuan yang sama dan
menjajakisemua bidang untuk kerja sama yang lebih erat di antara anggota.
Dasar kerja sama ASEAN adalah:

1. Saling menghormati kemerdekaan, kedaulatan, persamaan, integritas teritorial,


danidentitas semua bangsa;
2. Mengakui hak setiap bangsa untuk penghidupan nasional yang bebas dari ikut
campurtangan, subversi, dan konversi dari luar;
3. Tidak saling mencampuri urusan dalam negeri masing-masing;
4. Menyelesaikan pertengkaran dan persengketaan secara damai;
5. Tidak menggunakan ancaman dan penggunaan kekuatan;
6. Menjalankan kerja sama secara efektif.

➢ Kembali Menjadi Anggota PBB .


Indonesia kali pertama menjadi anggota resmi PBB ke 60 pada 28 September 1950.
Hanya kurang dari setahun sejak pengakuan kedaulatan melalui Konferensi Meja Bundar,
posisi Indonesia di dunia internasional terus menguat. Diplomat Indonesia yang ditunjuk
menjadi Kepala Perwakilan Tetap pertama di PBB adalah L.N. Palar.Kemudian Indonesia
12
mundur dari keanggotaan PBB pada 20 Januari 1965, lantaran protes kepada PBB yang
mengangkat Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Padahal ketika
itu Indonesia tengah berseteru dengan negeri Melayu tersebut.

Sebagai dampak dari marahnya Presiden Soekarno, ia mendirikan CONEFO pasca


mundur dari PBB. Lembaga ini menjadi tandingan PBB, dimana anggotanya terdiri dari
Republik Rakyat China, Korea Utara, dan Vietnam. Kendati demikian, ketika
pemerintahan Soekarno digantikan oleh Soeharto, dalam sebuah telegram bertanggal 19
September 1966, Indonesia memberikan pesan kepada Sekretaris Jenderal PBB untuk
kembali bergabung. Permohonan tersebut diterima oleh Majelis Umum PBB, sehingga
terhitung sejak 28 September 1966, atau 16 tahun setelah kali pertama bergabung..

Indonesia kembali menjadi anggota PBB pada tanggal 28 September 1966 dan tercatat
sebagai anggota ke-60. Sebagai anggota PBB, Indonesia telah banyak memperoleh manfaat
dan bantuan dari organisasi internasional tersebut.

Manfaat dan bantuan PBB, antara lain sebagai berikut.

1. PBB turut berperan dalam mempercepat proses pengakuan de facto ataupun de


jurekemerdekaan Indonesia oleh dunia internasional.
2. PBB turut berperan dalam proses kembalinya Irian Barat ke wilayah RI.
3. PBB banyak memberikan sumbangan kepada bangsa Indonesia dalam bidang
ekonomi,sosial, dan kebudayaan.
Hubungan yang harmonis antara Indonesia dan PBB menjadi terganggu sejak
Indonesia menyatakan diri keluar dari keanggotaan PBB pada tanggal 7 Januari 1965.
Keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB tersebut sebagai protes atas diterimanya
Federasi Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB,sedangkan
Indonesia sendiri pada saatitu sedang berkonfrontasi dengan Malaysia. Akibat keluar dari
keanggotaan PBB, Indonesia praktis terkucil dari pergaulan dunia. Hal itu jelas sangat
merugikan pihak Indonesia

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Masa Orde Baru merupakan masa yang berlangsung dari zaman Soeharto pada rentang
tahun 1968 – 1998. Lahirmya masa Orde Baru pun memiliki latar belakang yang diantaranya
Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965, Keadaan perekonomian semakin memburuk
dimana inflasi mencapai 600%, Adanya TRITURA, Turunnya wibawa dan kekuasaan presiden
Sukarno, Dikeluarkannya SUPERSEMAR. Selain itu juga, di dalam Masa Orde Baru ini pun
juga terdapat kebijakan – kebijakan politik baik itu dari internal maupun eksternal. Hubungan
diplomatik yang disalurkan pada Masa Orde Baru pun mulai menemukan titik terang untuk
penyelesaian diplomatik dengan Malaysia dan Singapura. Selain itu, terdapat juga hal – hal
yang menimbulkan permasalahan baru di dalamnya yang dimana di Masa Orde Baru ini pun
terkenal dengan adanya pemutusan korelasi dengan Tiongkok yang dianggap bahwa Tiongkok
ini pun membantu para komunis di dalamnya.
Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia memegang peranan yang sangat menetukan
dalam kebijakan politik dalam negeri dan politik luar negeri. Pada masa pemerintahannya,
fokus perhatian utama pada pembangunan ekonomi dan mempertahankan hubungan baik
dengan negara-negara yang akan melakukan investasi di Indonesia. Pada intinya adalah politik
yang dijalankan pada masa Orde Baru berfokus pada kepentingan nasional. Dalam mengambil
kebijakan luar negeri, Soeharto dibantu oleh Adam Malik, Mochtar Kusumaatmadja dan Ali
Alatas sebagai Menteri Luar Negeri di masa Orde Baru.
Orde Baru berusaha menjalankan politik luar negeri bebas aktif. Bebas dalam artian
Indonesia mempunyai pendirian sendiri dalam menghadapi masalah internasional. Aktif
bermakna bahwa Indonesia akan turut berpartisipasi dalam memelihara perdamaian. Konsep
bebas aktif ini berbeda dengan politik netral yang dianggap pasif. Dalam peran aktif Indonesia
menyelesaikan masalah-masalah regional dan internasional, serta keanggotaannya dalam
berbagai organisasi baik dalam tingkat reginal maupun internasional dapat dikatakan bahwa
Indonesia selama Orde Baru telah berusaha dalam menerapkan prinsip bebas aktif. Adapun
beberapa pihak yang menyatakan bahwa politik luar negeri bebas aktif di masa Orde Baru lebih
condong ke Blok Barat karena bantuan ekonomi dari lembaga IGGI yang anggotanya
mayoritas dari Blok Barat.
.

14
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Nikmah. 1983. Politik Luar Negeri Indonesia Era Orde Baru tinjauan Developing.
Country suatu telaah awal. Sekolah Tinggi Ilmu Agama Almaata : Yogyakarta.

Pudjiastuti, Tri Nuke. 2008. ”Politik Luar Negeri Indonesia Era Orde Baru”, dalam Ganewati
Wuryandari (ed.), 2008. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran Politik Domestik.
Jakarta: P2P LIPI dan Pustaka Pelajar. hlm. 112-173.

Suryadinata,Leo.1998.Politik Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru (1):Munculnya militer,


dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto (terj),Jakarta,LP3ES

FACTUM Volume 6, Nomor 1, April 2017 70 Perbandingan Kebijakan Adam Malik, Mochtar
Kusumaatmadja Dan Ali Alatas Terhadap Politik Luar Negeri Bebas Aktif Indonesia Pada
Masa Orde Baru Oleh Fiky Arista, Suwirta dan Farida Sarimaya

15

Anda mungkin juga menyukai