PERDAMAIAN DUNIA
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Individu Mata Pelajaran Sejarah Wajib
Yang Diberikan Oleh Bapak Drs. Sigit Sri Widodo
Oleh:
Jalan Pangeran Hidayatullah No. 62 Cianjur, 43212 Telepon (0263) 261295, Fax 272822
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya
sehingga penyusunan makalah yang berjudul JAKARTA INFORMAL MEETING DALAM
PERDAMAIAN DUNIA dapat selesai tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah ini diajukan sebagai syarat menyelesaikan tugas mata pelajaran
Sejarah Indonesia yang diberikan oleh Bapak Drs. Sigit Sri Widodo. Dalam penyusunan
artikel ini penulis mengucapkan terimakasih karena banyak mendapat bimbingan dan
petunjuk dari berbagai pihak.
Harapan kami bahwa makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah
wawasan dan pengetahuan tentang hubungan luar negeri Indonesia dalam perdamaian dunia
melalui peristiwa Jakarta Informal Meeting. Penulis menyadari dalam penyusunan artikel ini
masih belum sempurna, maka saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan demi
perbaikan tulis makalah selanjutnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.3. Proses dan hasil perundingan Jakarta Informal Meeting (JIM) pertama dan kedua 10
2.4. Apa peran Indonesia setelah perundingan Jakarta Informal Meeting (JIM)........ 14
3.1. Kesimpulan............................................................................................................ 15
ii
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... v
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2 Norodom Sihanouk (Raja Kamboja pada 1941-1955 dan 1993- 2004)....... 8
Gambar 3 Pol Pot, mantan Perdana Menteri Kamboja dan pemimpin Khmer Merah
81963-1997..................................................................................................................... 8
1978-1988....................................................................................................................... 9
Gambar 5 Ali Alatas, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia tahun 1988-1999...... 9
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Selain keinginan Indonesia yang tidak memihak kepada salah satu blok untuk
meredakan ketegangan yang ada juga dilatarbelakangi oleh kepentingan nasional saat itu,
yaitu untuk mencari dukungan negara lain terhadap perjuangan kemerdekaannya.
Memihak salah satu kubu (blok) yang ada juga belum tentu akan mendapatkan
keuntungan bagi Indonesia, karena pada waktu itu negara-negara dari Blok Barat
(Amerika) masih ragu untuk mendukun perjuangan kemerdekaan Indonesia melawan
Belanda yang juga termasuk salah satu negara dari Blok Barat (Amerika). Di lain pihak,
Indonesia juga saat itu masih ragu dan belum dapat memastikan apa tujuan sebenarnya
dari dukungan-dukungan yang diberikan dari negara-negara Blok Timur (Uni Soviet)
terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia di forum PBB. Selain itu, Indonesia juga
sedang disibukkan dengan usaha mendapatkan pengakuan dan kedaulatannya, sehingga
Indonesia harus tetap berkonsentrasi pada masalah tersebut.
Politik Indonesia dibentuk secara resmi pada tahun 1948 ketika Wakil Presiden
Mohammad Hatta memberikan keterangannya kepada BP KNIP (Badan Pekerja Komite
Nasional Indonesia Pusat) tentang kedudukan politik Indonesia.
1
2
Pemerintahan berpendapat bahwa pendirian yang harus kita ambil ialah supaya kita
jangan menjadi objek dalam pertarungan politik Internasional, melainkan kita harus
menjadi subyek yang berhak menentukan sikap kita sendiri, berhak memperjuangkan
tujuan kita sendiri, yaitu Indonesia merdeka seluruhnya.” (Sumber: Sejarah Diplomasi
RI dari Masa ke Masa, Deplu, 2004)
Terlihat jelas dari pernyataan Mohammad Hatta bahwa Indonesia tidak memihak
salah satu blok yang ada pada saat itu. Bahkan bercita-cita untuk mewujudkan
perdamaian dunia yang abadi atau minimal meredakan Perang Dingin dengan cara
meningkatkan kerja sama yang baik dengan semua negara baik itu di Blok Barat
(Amerika) maupun di Blok Timur (Uni Soviet), karean hanya dengan cara itulah cita-cita
perjuangan kemerdekaan bansa Indonesia dapat tercapai. Walaupun Indonesia memilih
untuk tidak memihak kepada salah satu blok, tetapi hal itu tidak berarti Indonesia berniat
untuk menciptakan blok baru. Karena itu menurut Hatta, Indonesia juga tidak ingin
mengadakan atau ikut campur dengan suatu blok ketiga yang dimaksud untuk menjadi
penyeimbang kedua blok besar itu. Sikap yang demikian inilah yang menjadi dasar
politik luar negeri Indonesia yang biasa disebut dengan istilah Bebas Aktif.
Politik luar negeri Indonesia yang bersifat bebas dan aktif. Bebas artinya bangsa
Indonesia tidak mendukung atau ikut serta dalam kekuatan-kekuatan yang menimbulkan
perseteruan dan tidak sejalan dengan nilai-nilai luhur negara. Sedangkan aktif berarti
Indonesia tidak sendiri, tetapi aktif dalam hubungan internasional dalam rangka
mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan
bangsa Indonesia yang tercantum pada Pembukaan UUD Tahun 1945 alinea keempat
yang menyatakan: “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan
keadilan sosial….”
Dalam menyelenggarakan Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas dan aktif, di
mulai pada masa Demokrasi Parlementer tahun 1950 sampai pada masa Reformasi saat
ini. Indonesia menjadi negara yang berperan penting dalam mewujudkan perdamaian
dunia. Contohnya menjadi pelaksana Konferensi Asia Afrika di Bandung, salah satu
negara pemrakarsa Gerakan Non-Blok (GNB) atau Non Align Movement (NAM),
berpartisipasi dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB, salah satu negara pemrakarsa
oganisasi internasional Perhimpunan Bangsa-Bangsa di kawasan Asia Tenggara atau
ASEAN (Association of Southeast Asian Nation), berpartisipasi dalam Organisasi
Konferensi Islam (OKI), Deklarasi Djuanda, dan ikut serta menyelesaikan permasalahan
Vietnam dengan Kamboja di Jakarta Informal Meeting (JIM).
Pada makalah ini, kami akan berusaha memberikan penjelasan tentang peran
Indonesia untuk mewujudkan perdamaian dunia dalam Jakarta Informal Meeting (JIM).
Bagaimana peran Indonesia dan upaya apa saja yang dilakukan Indonesia dalam
penyelenggaraan Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas dan aktif.
3
3. Bagaimana proses dan hasil perundingan Jakarta Informal Meeting (JIM) pertama
dan kedua?
1.3. Tujuan
1. Mengembangkan dan melatih daya pikir kritis, analisis, dan objektif dalam
mengkaji suatu peristiwa sehingga dapat lebih peka dalam menanggapi
suatu peristiwa.
1.4. Manfaat
1. Dapat melatih penulis agar lebih kritis dan objektif dalam merekonstruksi
suatu penulisan sejarah.
a) Pemilihan Topik
b) Heuristik
d) Interpretasi (Penafsiran)
dihubungkan dan dikaitkan satu sama lain sedemikian rupa sehingga fakta
yang satu dengan yang lain dapat tercipta suatu hubungan yang masuk akal
dan menghasilkan suatu rangakian cerita sejarah. Hal ini perlu dilakukan
karena fakta-fakta sejarah tersebut masih terpisah-pisah, maka kemampuan
pribadi serta sudut pandang yang berbeda dari masing-masing sejarawan akan
menghasilkan makna yang berbeda pula. Dalam tahap ini pula penulis
mengaitkan fakta-fakta sejarah yang didapat kemudian mengolah dan
menganalisisnya dengan menggunakan berbagai pendekatan sehingga
memiliki makna dan bersifat logis.
e) Historiografi
PEMBAHASAN
2.1. Latar belakang kronoligis peristiwa Jakarta Informal Meeting (JIM)
Konflik antar negara biasanya terjadi dalam bentuk perang terbuka karena alasan
perebutan wilayah dan penyebaran pengaruh bahkan ideologi. Namun sejak berakhirnya
Perang Dunia II, telah terjadi pergeseran dari bentuk konflik terbuka menjadi konflik
yang terjadi di dalam suatu negara. Konflik yang terjadi di dalam suatu negara atau
disebut dengan konflik internal dapat disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya adalah
sistem politik nasional serta lembaganya tidak mampu berfungsi secara efektif dan
didukung pula oleh berbagai latar belakang seperti etnis, budaya, dan ekonomi
(Maradona, 2009).
Konflik internal sering secara signifikan menyebabkan jatuhnya korban sipil dalam
jumlah banyak di suatu negara, sehingga akan dapat mempengaruhi stabilitas politik dan
keamanan di wilayah regional, hingga keamanan dan perdamaian dunia secara umum.
Hal ini terjadi karena konflik internal dapat memicu munculnya krisis ekonomi, krisis
pangan, hingga masalah pengungsian yang dapat mengganggu stabilitas negara lain.
Kondisi tersebut menyebabkan konflik internal rentan terhadap intervensi dari pihak luar.
Berbagai kasus konflik internal dengan marak muncul di beberapa negara seperti di
Somalia, Yugoslavia, Rwanda, Sri Lanka, dan juga negara-negara di kawasan Asia, yaitu
Filipina dan Kamboja. Salah satu contoh konflik internal yang memakan waktu cukup
lama dan menelan cukup banyak korban, sehingga membutuhkan peran pihak ketiga
dalam penyelesaiannya adalah konflik internal yang terjadi di Kamboja.
Kronologi terjadinya konflik internal kamboja pertama kali dipicu oleh bangkitnya
pergolakan dan besarnya friksi ketegangan politik dalam negeri. Sihanouk yang diangkat
sebagai Pangeran Kamboja sejak tahun 1951 mendeklarasikan untuk pertama kalinya
politik luar negeri Kamboja sebagai negara yang netral sehingga ia berusaha untuk tidak
terlibat dalam perang Vietnam yang tengah berkecamuk. Namun keputusan tersebut
ternyata malah memancing reaksi negatif dari para petinggi militer Pangeran Sihanouk
yaitu Jenderal Lon Nol yang merupakan aliansi pro-Amerika.
Pada bulan Maret 1970, saat Sihanouk tengah melakukan kunjungan ke Moskow,
Lon Nol berhasil mengambil kesempatan untuk menggulingkan Sihanouk dari tampuk
kepemimpinan. Sihanouk kemudian memilih untuk mengasingkan diri di Beijing dan
memutuskan untuk beraliansi dengan Khmer Merah, yang bertujuan untuk menentang
pemerintahan Lon Nol dan akhirnya untuk dapat merebut kembali tahtanya.
Pada tahun 1975 Khmer Merah di bawah pimpinan Pol Pot berhasil
menggulingkan Lon Nol dan mengubah format kerajaan menjadi sebuah Republik
Demokratik Kamboja (Democratic Kampuchea/ DK) yang dipimpin oleh Pol Pot.
Namun sayangnya, semasa Pol Pot berkuasa, Kamboja terperosok dalam tragedi yang
mengenaskan di mana Khmer Merah menjalankan program Cambodia the Year Zero,
7
8
yaitu dengan menjadikan Kamboja sebagai negara agraris. Namun program ini justru
berakhir dengan tewasnya sekitar tiga juta orang rakyat Kamboja akibat kelaparan,
wabah penyakit, dan pembantaian.
Id.wikipedia.org
Pada akhir 1978, terjadi bentrokan di perbatasan antara rezim Khmer Merah
dengan Vietnam. Dalam kurun waktu itu juga terjadi pembantaian orang-orang
keturunan Vietnam di Kamboja, sehingga Vietnam menyerbu Kamboja dengan tujuan
untuk menghentikan genosida besar-besaran tersebut. Invasi Vietnam berhasil
menggulingkan rezim Khmer Merah dan pada bulan Januari 1979, Vietnam mendirikan
rezim baru di Kamboja dengan Heng Samrin bertindak sebagai kepala negaranya.
Pembentukan pemerintahan baru ini ditentang keras oleh Kaum Nasionalis Kamboja,
termasuk Sihanouk sendiri, yang kemudian membentuk kelompok perlawanan yang
dikenal sebagai Coalition
Id.wikipedia.org Id.wikipedia.org Government of Democratic
Gambar 1 Jendral
Kampuchea (CGDK) yang
Gambar 2 Norodom
Lon Nol (Politikus dan Sihanouk (Raja Kamboja terdiri dari kelompok Khmer
Jendral Kamboja) pada 1941-1955 dan 1993- Merah yang baru saja
2004) ditumbangkan Vietnam, Front
Uni National pour un
Cambodge Independent, NeutrePacifique et Cooperatif
(FUNCINPEC) di bawah pimpinan Sihanouk dan Khmer People Liberation Front
(KPNLF) di bawah pimpinan Son Sann.
terkait yang terlibat dalam pertikaian untuk duduk bersama di meja perundingan, dan
mengusulkan agar pertemuan yang dimaksud harus diadakan di tempat yang netral
seperti Indonesia, agar pihak-pihak bertikai merasa bebas dalam membicarakan masalah
Kamboja dan masa depannya.
jalannya berbagai proses mediasi, hingga tercapai suatu babak baru dalam lembaran
sejarah perdamaian di Kamboja. Pada tahun 1988, beliau membuat gebrakan awal
dengan melakukan kunjungan perkenalan ke ibukota negara-negara ASEAN, yaitu dalam
rangka menindaklanjuti usulan Mochtar untuk mengadakan pertemuan informal di
Jakarta Mengemban tugas sebagai interlocutor atau pelaksana, Indonesia mampu
menjalankan fungsi tersebut dengan baik.
Ali Alatas yang baru menjabat sebagai Menteri Luar Negeri RI pada tahun 1988
segera membuat gebrakan awal dengan melakukan kunjungan perkenalan ke ibukota
negara-negara ASEAN, yaitu dalam rangka menindaklanjuti usulan Mochtar untuk
mengadakan pertemuan informal di Jakarta. Konsep ini pada awalnya kurang mendapat
dukungan dari Menlu ASEAN lainnya, namun melalui serangkaian kunjungan dan
pendekatan yang dilakukan oleh Ali Alatas tersebut, pada akhirnya Indonesia dapat
memperoleh dukungan yang
Id.wikipedia.org Id.wikipedia.org
kuat dari masyarakat
internasional.
2.3. Proses dan hasil perundingan Jakarta Informal Meeting (JIM) pertama dan kedua
Dalam rangka menindaklanjuti Jakarta Informal Meeting I (JIM I), pada tanggal
16-18 Februari 1989 digelar Jakarta Informal Meeting II (JIM II) yang turut dihadiri
oleh negara-negara peserta Jakarta Informal Meeting I (JIM I). Pada pertemuan ini dapat
disepakati berbagai kemajuan yang bersifat teknis sebagai tindak lanjut dan
penyeragaman persepsi dari hasil pertemuan pertama. Beberapa hasil yang menonjol
diantaranya adalah penarikan seluruh pasukan Vietnam yang harus segera dilakukan
dengan batas waktu 30 September 1989 sebagai bagian dari kerangka penyelesaian
politik yang menyeluruh. Kemudian dibahas pula mengenai himbauan penghentian
keterlibatan pihak asing termasuk dukungan militer dan persenjataan terhadap masing-
masing pihak yang bertikai di Kamboja.
perdamaian ini. Selanjutnya adalah penentuan langkah-langkah tepat yang harus diambil
guna mengantisipasi munculnya kembali kebijakan rezim kekerasan dan kekejaman yang
dapat mengakibatkan kesengsaraan masyarakat Kamboja, dan yang tidak ketinggalan
adalah kesepakatan dari setiap pihak untuk dimulainya program internasional dalam
rangka pemulihan dan pembangunan ekonomi di Kamboja serta negara-negara di
kawasan dan pengumpulan dana dalam rangka pelaksanaan proses perdamaian di
Kamboja. Pertemuan ASEAN di Brunei pada tanggal 3 - 4 Juli 1989 telah
memformulasikan suatu pijakan bersama atas konflik Kamboja sebagai hasil dari
pertemuan Jakarta Informal Meeting I (JIM I) dan Jakarta Informal Meeting II (JIM II).
Id.wikipedia.org
2.4. Apa peran Indonesia setelah perundingan Jakarta Informal Meeting (JIM)
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Indonesia menjalankan politik luar negerinya pada salah satu perundingan yaitu
Jakarta Informal Meeting atau JIM yang bertujuan untuk menyudahi dan meredakan
konflik horizontal antara Kamboja dengan Vietnam. Bahkan setelah perundingan
Jakarta Informal Meeting atau JIM Indonesia mengambil peran mengirimkan pasukan
Kontingen Garuda XII A – XII D yang terdiri 2.000 personil militer ataupun polisi untuk
menjaga transisi pemerintahan di Kamboja.
Peristiwa ini membuat Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan Vietnam
dan Kamboja serta menjadi bukti sejarah bahwa Indonesia sangat berperan dalam
menjaga perdamaian di Asia dan bahkan sampai kancah dunia, hal itu patut perlu
diperhitungkan oleh negara lainnya, bahwa Indonesia aktif mengenai misi perdamaian
dunia (Ketua Penandatanganan Damai).
3.2. Saran
Dengan dibuatnya karya ilmiah ini, kami berharap pembaca dapat termotivasi
untuk melanjutkan perjuangan para pejuang bangsa Indonesia dalam politik luar negeri
Indonesia. Mulai dari menanamkan pendidikan politik kepada para pelajar dengan cara
mensosialisasikan gedung-gedung yang sudah menjadi bukti sejarah bahwa indonesia
telah lama mengikuti politik luar negeri dengan begitu bangsa Indonesia jauh mendalami
apa itu perjuangan negara Indonesia dalam politik luar negeri yang bebas aktif. Terutama
dalam peristiwa Jakarta Informal Meeting yang ternyata terdapat tokoh-tokoh Indonesia
yang sangat berperan dalam peristiwa tersebut. Sifat gigih dan pantang menyerah dari
para tokoh yang berusaha untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yakni untuk ikut
melaksanakan ketertiban dunia dapat kita teladani dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi guru yang menilai, diharapkan dapat mengoreksi makalah ini dan
memberitahu mana bagian yang perlu diperbaiki agar kami bisa lebih mengembangkan
dan memperbaiki dalam pembuatan makalah selanjutnya.
17
18
DAFTAR PUSTAKA
Abdurakhman, dkk. 2018. Sejarah Indonesia. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan,
Balitbang, Kemendikbud.
Kharti, I. S. (2018, Mei 14). Sejarah Kelas 12 | Peran Indonesia dalam Menjaga Perdamaian
di Asia. Dipetik Februari 16, 2019, dari Ruangguru:
https://blog.ruangguru.com/peran-indonesia-dalam-menjaga-perdamaian-di-asia