Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH SEJARAH INDONESIA

PERLAWANAN DAN DIPLOMASI YANG


DILAKUKAN BANGSA INDONESIA UNTUK
MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAANNYA

Disusun Oleh: Kelompok 1


 ELSA YUNIAR
.
.
.
.
.
.

Kelas : XI IPS 1

GURU PEMBIMBING : LEMI SURYANI, S.Pd (197803112010012014)

SMA NEGERI 1 LUBAI


TAHUN AJARAN 2021 - 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah Proklamator dan Peran Para Tokoh
Sekitar Proklamasi ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan
salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya,
sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas mata pelajaran Sejarah
Indonesia. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah Perlawanan dan Diplomasi Yang Dilakukan Bangsa

.
Indonesia Untuk Mempertahankan Kemerdekaannya Dan kami juga menyadari
pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu
dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah
dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah Perlawanan dan Diplomasi Yang Dilakukan Bangsa
Indonesia Untuk Mempertahankan Kemerdekaannya ini sehingga kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan
makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah
SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga makalah
Perlawanan dan Diplomasi Yang Dilakukan Bangsa Indonesia Untuk
Mempertahankan Kemerdekaannya ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Beringin, 11 Januari 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 1
C. Tujuan..................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 2
A. Pengertian Perjuangan Diplomasi............................................................ 2
1) PERTEMUAN SOEKARNO-VAN MOOK...................................... 2
2) PERUNDINGAN SJAHRIR – VAN MOOK.................................... 2
3) PERUNDINGAN HOOGE VELUWE.............................................. 3
4) KONFERENSI MALINO.................................................................. 3
5) PERUNDINGAN LINGGARJATI.................................................... 4
6) PERUNDINGAN RENVILLE........................................................... 4
7) PERUNDINGAN ROEM- ROYEN................................................... 5
8) KONFERENSI INTER – INDONESIA............................................. 6
9) KOFERENSI MEJA BUNDAR......................................................... 6
10) PEMBENTUKAN RIS....................................................................... 7
11) PENGAKUAN KEDAULATAN ...................................................... 8
12) KEMBALINYA NKRI....................................................................... 8
BAB III PENUTUP............................................................................................ 11
A. KESIMPULAN....................................................................................... 11
B. SARAN................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 bukanlah akhir
perjuangan bangsa Indonesia. Akan tetapi, ia adalah awal perjuangan baru bangsa ini
dalam membangun sebuah tatanan berbangsa dan bernegara. Kemerdekaan Indonesia
merupakan hasil kerja keras dari seluruh wilayah Indonesia.
Pasca proklamasi, Indonesia berupaya untuk mempertahankan kedaulatan sebagai
bangsa yang merdeka. Indonesia coba membuktikan bahwa proklamasi yang telah
dilakukan bukanlah isapan jempol semata, akan tetapi merupakan cita-cita yang akan
dibuktikan dengan realita.
Upaya bangsa Indonesia untuk memepertahankan kemerdekaan dilakukan melalui 2
cara, yaitu upaya diplomasi dan fisik (konfrontasi). Salah satu upaya mempertahankan
keutuhan RI melalui jalur diplomasi yaitu diadakannya perjanjian-perjanjian.
Melalui diplomasi, bangsa Indonesia berupaya menunjukkan kepada dunia
Internasional bahwa kemerdekaan dan kedaulatan yang telah diraih bangsa Indonesia
pantas untuk dibela dan dipertahankan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan perjuangan diplomasi ?
2. Bagaimana perjuangan diplomasi pasca proklamasi kemerdekaan ?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu perjuangan diplomasi.
2. Mengetahui perjuangan diplomasi pasca kemerdekaan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perjuangan Diplomasi


Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya memiliki dua cara, yakni dengan
cara konfrontasi dan diplomasi. Perjuangan konfrontasi atau fisik diwujudkan dengan
melakukan berbagai perlawanan di beberapa daerah di Indonesia. Sedangkan perjuangan
diplomasi diwujudkan dengan cara mengadakan perundingan-perundingan untuk
mendapat pengakuan internasional atas merdekanya Indonesia.

B. Upaya Mempertahankan Kemerdekaan Melalui Perjuangan Diplomasi


Berikut ini beberapa perjuangan diplomasi yang telah Indonesia lakukan :
1. Pertemuan Soekarno-van Mook
Pada tanggal 25 Oktober 1945, Letnan Jendral Sir Philip Christison
memprakarsai pertemuan antara Presiden Soekarno dengan Letnan Gubernur van
Mook. Dalam pertemuan tersebut Indonesia diwakili oleh Soekarno, Mohammad
Hatta, Ahmad Soebardjo, dan H. Agus Salim, sedangkan pihak Belanda diwakili oleh
van Mook dan van Der Plas. Dalam pertemuan tersebut, tidak ada hasil yang
disepakati. Presiden Soekarno menginginkan pengakuan hak rakyat Indonesia untuk
menentukan nasibnya sendiri. Sedangkaan van Mook menginginkan agar Indonesia
masuk ke dalam negara persemakmuran Belanda.
2. Perundingan Sjahrir-van Mook
Pada tanggal 10 februari 1946, diadakan pertemuan kedua antara Sjahrir dengan
van Mook. Saat itu Indonesia diwakili oleh perdana mentri sjahrir dan Belanda
diwakili oleh van Mook yang ditengahi oleh diplomat Inggris yang bernama Sir
Archibald Clarck Kerr.

Pada pertemuan tersebut van Mook menyampaikan pendapat sebagai berikut :


a. Indonesia akan menjadi negara commonwealth berbentuk feredasi yang
memiliki pemerintahan sendiri di dalam lingkungan Kerajaan Belanda.
b. Urusan dalam negeri dijalankan oleh Indonesia, sedangkan urusan luar negeri
dijalankan oleh pemerintah Belanda.
Pada tanggal 12 Maret 1946, perdana menteri sjahrir membalas usulan van
Mook yang berisi sebagai berikut :
a. Republik Indonesia harus diakui sebagai negara yang berdaulat penuh atas
wilayah bekas Hindia Belanda.
b. Federasi Indonesia-Belanda akan dilaksanakan pada masa tertentu dan urusan
luar negeri dan pertahanan diserahkan kepada suatu badan federasi yang terdiri
atas orang-orang Indonesia dan belanda.
2
Perbedaan pandangan dan pendapat antara kedua tokoh tersebut tidak bisa
disatukan sehingga tidak menghasilkan apa-apa. Pada tanggal 27 maret 1946, sutan
sjahrir mengajukan usul baru kepada van Mook seperti pemerintahan Belanda
mengakui kedaulatan de facto Republik Indonesia atas Jawad an Sumatra, Republik
Indonesia dan Belanda bekerja sama membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).
RIS bersama-sama dengan Nederland, Suriname, dan Curacao menjadi peserta dalam
ikatan negeri Belanda.
3. Perundingan Hooge Veluwe
Perundingan ini dilaksanakan di Hooge Veluwe, Belanda pada tanggal 14-25
April 1946. Diplomasi ini merupakan kelanjutan dari pembicaraan-pembicaraan yang
telah disetujui bersama oleh Sjahrir dan Van Mook pada 27 Maret 1946. Adapun
para delegasi dalam perundingan ini diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Delegasi Indonesia diwakili oleh Mr. Suwandi, dr. Sudarsono, dan Mr. A.K.
Pringgodigdo.
b. Delegasi Belanda diwakili oleh Dr. Van Mook, Prof. Logemann, Dr. Idenburgh,
Dr. Van Royen, Prof. Van Asbeck, Sultan Hamid II, dan Surio Santosa.
c. Pihak sekutu sebagai penengah diwakili oleh Sir Archibald Clark Kerr.
Namun, perundingan ini tidak menghasilkan apapun karena Belanda menolak
konsep hasil pertemuan antara Sjahrir dan Van Mook di Jakarta. Pihak Belanda tidak
mau mengakui kedaulatan RI atas Jawa dan Sumetera secara Defacto. Belanda hanya
mengakui kedaulatan RI atas Jawa dan Madura dan daerah-daerah yang diduduki
oleh sekutu.
Dengan tidak ditemukannya kesepakatan dalam perundingan ini membuat
hubungan Indonesia dan Belanda terputus. Namun, Van Mook tetap berupaya
mengajukan beberapa usulan kepada pemerintahan Indonesia. Adapun isi dari usulan
Van Mook tersebut adalah :
a. Belanda mengakui Republik Indonesia sebagai bagian dari negara
persemakmuran (gemeennebest) yang berbentuk federasi.
b. Indonesia menjadi negara Persemakmuran seperti Nederland, Suriname, dan
Curacao yang merupakan bagian dari kerajaan Belanda.
c. Belanda mengakui secara de facto kekuasaan RI meliputi Jawa, Madura, dan
Sumatera.
Akan tetapi usulan-usualan tersebut ditolak oleh pemerintah Indonesia karena
dianggap tidak menguntungkan bagi pihak Indonesia.
4. Konferensi Malino
Australia menyerahkan kembali wilayah Indonesia Timur kepada Belanda pada
tanggal 15 juli 1946. Dengan demikan, NICA mendapatkan wilayah Indonesia timur
secara de facto dan de jure. Segera setelah penyerahan ini, atas prakarsa Dr. H.J. van
Mook diadakan Konferensi Malino yang berlangsung di Malino, Sulawesi Selatan
pada tanggal 15-25 Juli 1946.
3
Konferensi ini dihadiri oleh 39 orang dari 15 daerah dari Kalimantan (Borneo)
dan Timur Besar (De Groote Oost) dengan tujuan membahas rencana pembentukan
negara-negara bagian yang berbentuk federasi di Indonesia serta rencana
pembentukan negara yang meliputi daerah-daerah di Indonesia bagian Timur.
Peraturan pembentukan negara-negara bagian diputuskan dalam konferensi
berikutnya di Denpasar, Bali. Sebelum itu akan dilangsungkan konferensi dengan
wakil golongan minoritas di Pangkal Pinang, Pulau Bangka.
5. Perundingan Linggarjati
Perundingan Linggarjati berlangsung tanggal 10 November 1946 di Linggarjati.
Perundingan Linggarjati merupakan perundingan antara RI dengan Komisi Umum
Belanda. Delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh PM. Syahrir. Delegasi Belanda
dipimpin oleh Schermerhorn. Perundingan Linggarjati dipimpin oleh Lord Killearn,
seorang diplomat Inggris.
Hasil Perundingan Linggarjati adalah sebagai berikut;
a. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah
kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Belanda harus sudah
meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
b. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara
Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu
negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
c. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia
Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.

Perundingan Linggarjati bagi Belanda hanya dijadikan alat untuk mendatangkan


pasukan yang lebih banyak dari negerinya. Untuk memperoleh dalil guna menyerang
Republik Indonesia mereka mengajukan tuntutan seperti :
a. Supaya dibentuk pemerintaha federal sementara yang akan berkuasa di
Indonesia sampai pembentukan Republik Indonesia Serikat. Hal ini berarti
Republik Indonesia ditiadakan.
b. Pembentukan gendermeri (pasukan keamanan) bersama yang akan masuk ke
daerah Republik Indonesia.
Republik Indonesia menolak usul itu karena bila setuju itu sama dengan
menghancurkan diri sendiri. Penolakan itu menyebabkan Belanda melakukan agresi
militer terhadap Republik Indonesia. Agresi militer yang dilakukan Belanda
mendapatkan reaksi keras dari dunia internasional. Aksi tersebut menyebabkan
Dewan Keamanan PBB membentuk suatu badan komisi jasa-jasa baik yang
kemudian di sebut Komisi Tiga Negara.
6. Perundingan Renville
Perundingan Renville dilaksanakan di atas Geladak Kapal UUS Renville milik
Amerika Serikat tanggal 17 Januari 1948. Dalam perundingan tersebut, pemerintah
4
Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin. Sedangkan Belanda
diwakili oleh Abdul Kadir Widjojoatmodjo, dan dari KTN (mediator) di wakili oleh
Dr. Frank Graham. Hasil perundingan tersebut adalah:
a. Wilayah Indonesia diakui berdasarkan garis demarkasi (garis van Mook).
b. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai Republik
Indonesia Serikat terbentuk.
c. Kedudukan RIS dan Belanda sejajar dalam Uni Indonesia-Belanda.
d. RI merupakan bagian dari RIS.
e. Pasukan RI yang berada di daerah kantong harus ditarik ke daerah RI.
Pada tanggal 18 Desember 1948, Dr. Beel menyatakan bahwa pihak Belanda
tidak mengakui dan tidak terikat lagi dengan Perjanjian Renville. Sehingga, Belanda
merasa bebas melaksanakan agresi terhadap Republik Indonesia.
Agresi Militer Belanda II terjadi pada tanggal 19 Desember 1948 dengan sasaran
Ibukota Yogyakarta. Dalam waktu yang relative singkat, Yogyakarta dapat dikuasai
oleh Belanda. Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan Agus Salim
di tawan Belanda. Hal tersebut membuat pemerintahan RI membentuk Pemerintahan
Darurat Sementara Republik Indonesia di Bukit Tinggi.
7. Perundingan Roem-Royen
Terjadinya Agresi Militer Belanda menimbulkan reaksi yang cukup keras dari
Amerika Serikat dan Inggris, bahkan PBB. Hal ini tidak lepas dari kemampuan pada
diplomat Indonesia dalam memperjuangkan dan menjelaskan realita di PBB. Salah
satunya adalah L.N. Palar. Sebagai reaksi dari Agresi Militer Belanda, PBB
memperluas kewenangan KTN.
Komisi Tiga Negara diubah namanya menjadi UNCI. UNCI kependekan dari
United Nations Commission for Indonesia. UNCI dipimpin oleh Merle Cochran
(Amerika Serikat) dibantu Critchley (Australia) dan Harremans (Belgia). Hasil kerja
UNCI di antaranya mengadakan Perjanjian Roem-Royen antara Indonesia Belanda.
Perjanjian Roem-Royen diadakan tanggal 14 April 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta.
Sebagai wakil dari PBB adalah Merle Cochran (Amerika Serikat), delegasi Republik
Indonesia dipimpin oleh Mr. Moh. Roem, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh
van Royen. Dalam perundingan Roem-Royen, masing-masing pihak mengajukan
statement. Akhirnya diperoleh kesepakatan yang ditandatangani tanggal 7 Mei 1949.
Kesepakatan tersebut antara lain:
a. Pemerintah RI dan Belanda sepakat untuk menghentikan tembak-menembak dan
bekerja sama untuk menciptakan keamanan.
b. Pemerintah Belanda akan segera mengembalikan pemerintah Indonesia ke
Yogyakarta.
c. Kedua belah pihak sepakat untuk menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar
(KMB) di Den Haag, Belanda.

5
Sebagai pelaksanaan dari hasil perundingan Roem-Royen maka pada tanggal 29
Juni 1949, pasukan Belanda ditarik mundur ke luar Yogyakarta kemudian TNI
masuk ke Yogyakarta. Selanjutnya, secara bertahap pemimpin RI kembali ke
Yogyakarta.
8. Konferensi Inter-Indonesia
Delegasi RI dalam Konferensi Inter-Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri
Moh. Hatta, sedangkan BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak.
Konferensi ini dilaksanakan dua tahap.
a. Konferensi Inter-Indonesia Pertama
Konferensi ini berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli 949.
Dalam konferensi tahap pertama telah disepakati hal-hal sebagai berikut :
1) Negara Indonesia serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat
(RIS) berdasarkan demokrasi dan federalisme (serikat)
2) RIS dikepalai oleh Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung
jawab kepada Presiden.
3) RIS menerima penyerahan kedaulatan, baik dari Republik Indonesia
maupun dari kerajaan Belanda.
4) Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional dan Presiden RIS
adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS.
5) Pembentukan Angkatan Perang RIS semata-mata soal bangsa Indonesia
sendiri.
b. Konferensi Inter-Indonesia Kedua
Konferensi ini di Jakarta berlangsung pada tangal 31 Juli – 2 Agustus 1949
di Gedung Pejambon, Jakarta. Keputusan yang telah diambil adalah sebagai
berikut:
1) Bendera RIS adalah Merah Putih.
2) Lagu kebangsaan Indonesia Raya.
3) Bahasa resmi RIS adalah bahasa Indonesia.
4) Presiden RIS dipilih wakil RI dan BFO.
5) Pengisian anggota MPRS diserahkan kepada kebijakan negara–negara
bagian yang jumlahnya 16 negara.
6) Membentuk Panitia Persiapan Nasional yang bertugas mempersiapkan
segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan KMB.
9. Konferensi Meja Bundar
Konferensi Meja Bundar dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus sampai 2
November 1949 di Den Haag (Belanda). Sebagai ketua KMB adalah Perdana
Menteri Belanda, Willern Drees. Delegasi RI dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta, BFO di
bawah pimpinan Sultan Hamid II dan Pontianak, dan delegasi Belanda dipimpin Van
Maarseveen sedangkan UNCI sebagai mediator dipimpin oleh Chritchley. Setalah

6
melakukan perundingan cukup lama, pada tanggal 2 November 1949 KMB berhasil
setujui. Isi dan persetujuan KMB adalah sebagai berikut :
a. Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
b. Pengakuan kedaulatan selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949.
c. Mengenai Irian Barat penyelesaiannya ditunda satu tahun setelah pengakuan
kedaulatan.
d. Antara RIS dan kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia
-Belanda yang akan dikepalai Ratu Belanda.
e. RIS mengembalikan hak milik Belanda, memberikan konsesi, dan izin baru
perusahaan.
f. Semua hutang bekas Hindia Belanda harus dibayar oleh RIS.
g. Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa
korvet akan diserahkan kepada RIS.
h. Tentara Kerajaan Belanda segera ditarik mundur, sedangkan Tentara Kerajaan
Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa para anggotanya
yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.
Pada tanggal 27 Desember 1949 dilaksanakan penandatanganan pengakuan
kedaulatan secara bersamaan di Belanda dan di Indonesia. Di negeri Belanda, Ratu
Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Dress, Menteri Seberang Lautan Mr. A.M.J. A.
Sassen, dan Drs. Moh. Hatta, bersama menandatangani naskah pengakuan
kedaulatan. Sedangkan di Jakarta Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil
Tinggi Mahkota Belanda A.H.J. Lovink menandatangani naskah pengakuan
kedaulatan.

10. Pembentukan RIS


Untuk menindaklanjuti hasil KMB, maka Indonesia segera membentuk
negara serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Wilayah RIS
meliputi seluruh Indonesia dengan RI sebagai salah satu negara bagiannya.
Selanjutnya, berdasarkan hasil pertemuan wakil dari pemerintah RI,
pemerintah negara-negara bagian, dan daerah pada tanggal 14
Desember 1949 yang berlangsung di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta
disepakati bahwa RIS akan menggunakan konstitusi yang disebut
Konstitusi 1949 atau Konstitusi RIS. Bagi RI keputusan ini sangat
merugikan, tetapi merupakan strategi agar Belanda segera mengakui
kedaulatan Indonesia sekalipun dalam bentuk federasi RIS.
Dalam konstitusi RIS dijelaskan bahwa presiden dan para menteri yang
dipimpin oleh seorang perdana menteri secara bersama-sama merupakan
pemerintah. Lembaga perwakilannya terdiri atas dua pihak, yakni Senat dan
7
DPR. Senat merupakan perwakilan negara bagian yang masing-masing
diwakili dua orang, sedangkan DPR beranggotakan 150 orang yang
merupakan wakil-wakil seluruh rakyat Indonesia.
Pada tanggal 16 Desember 1949, Ir. Soekarno terpilih sebagai Presiden
RIS. Secara resmi Ir. Soekarno dilantik sebagai Presiden RIS tanggal 17
Agustus 1949, bertempat di Bangsal Siti Hinggil Keraton Yogyakarta oleh
Ketua Mahkamah Agung, Mr. Kusumaatmadja. Sedangkan Drs. Moh. Hatta
diangkat sebagai Perdana Menteri. Tanggal 20 Desember 1949 Kabinet
Moh. Hatta dilantik. Dengan demikian terbentuk pemerintahan RIS.
Dengan diangkatnya Soekarno sebagai Presiden RIS, maka presiden RI
menjadi kosong. Untuk itu, ketua KNIP, Mr. Assaat ditunjuk sebagai pejabat
Presiden RI. Tanggal 27 Desember 1949 Mr. Assaat dilantik sebagai
pemangku jabatan Presiden RI sekaligus dilakukan acara serah terima
jabatan dari Soekarno kepada Mr. Assaat. Langkah ini diambil untuk
mempertahankan kelangsungan negara RI. Apabila sewaktu-waktu RIS
bubar, maka RI akan tetap bertahan, karena memiliki kepala negara.

11. Pengakuan kedaulatan


Pada tanggal 27 Desember 1949, terjadilah penyerahan kedaulatan Belanda
kepada Indonesia yang dilakukan di Belanda dan di Indonesia. Di Belanda,
penandatanganan pengakuan kedaulatan dilakukan oleh Ratu Juliana, P.M. Dr.
Willem Drees, Menteri Seberang Lautan Mr. A.M.J.A. Sassen, dan Mohammad
Hatta. Sementara di Jakarta, Sultan Hamengkubuwono IX dan A.H.J. Lovink
(Wakil Tinggi Mahkota) membubuhkan tanda tangan pada naskah pengakuan
kedaulatan. Pada tanggal yang sama, di Yogyakarta dilakukan penyerahan
kedaulatan dari Republik Indonesia kepada Republik Indonesia Serikat.
Dengan berakhirnya KMB itu, berakhir pula perselisihan Indonesia-Belanda.
Indonesia kemudian mendapat pengakuan dari negara-negara lain. Pengakuan
pertama datang dari negara-negara yang tergabung dalam Liga Arab. Walaupun
Belanda sendiri tidak mengakui Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945 dan hanya mengakui tanggal 27 Desember 1949,
namun keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia itu tetap terhitung
sejak proklamasi kemerdekaan oleh bangsa Indonesia.
12. Kembalinya NKRI

8
Setelah RIS menerima pengakuan kedaulatan, segera muncul rasa tidak puas di
kalangan rakyat terutama negara-negara bagian di luar RI. Sejumlah 15 negara
bagian/daerah yang merupakan ciptaan Belanda, terasa berbau kolonial,
sehingga belum merdeka sepenuhnya.
Tuntutan untuk bergabung dengan negara RI semakin luas. Adapun berbagai faktor
yang menyebabkan negara Ris dikembalikan menjadi Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagai
a. Bentuk negara RIS bertentangan dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan
Agustus 17 Agustus 1945,
b. Pembentukan negara RIS tidak sesuai dengan kehendak
c. Bentuk RIS pada dasarnya merupakan warisan dari kolonial Belanda yang tetap
ingin berkuasa di Indonesia.
d. Berbagai masalah dan kendala politik, ekonomi, sosial, dan sumber daya
manusia dihadapi oleh negara-negara bagian RIS.
Pada tanggal 8 Maret 1950, pemerintah RIS mengeluarkan Undang-Undang
Darurat Nomor 11 Tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan
RIS. Sampai tanggal 5 April 1950, negara-negara bagian mulai membubarkan diri
sehingga hanya tersisa Republik Indonesia (RI), Negara Sumatra Timur (NST), dan
Negara Indonesia Timur (NIT). Atas usulan pemerintah RI, tanggal 8
April 1950 diadakan Konferensi Segitiga antara RISNST-NIT dengan kesepakatan
kedua negara bagian itu menyerahkan mandatnya kepada Perdana Menteri RIS,
Drs. Moh. Hatta tanggal 12 Mei 1950.
Pada tanggal 19 Mei 1950, dilaksanakan perundingan antara RIS dengan RI
untuk membentuk negara kesatuan dengan ditandatanganinya “Piagam
Persetujuan” antara RIS dengan RI. Adapun isi dari "Piagam Persetujuan" sebagai
berikut.
a. Kedua pemerintah sepakat untuk membentuk negara kesatuan sebagai
penjelmaan Republik Indonesia berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945.
b. Undang-Undang Dasar yang diperoleh dengan mengubah konstitusi RIS
sedemikian rupa sehingga prinsip-prinsip pokok UUD 1945 dan bagian-bagian
yang baik dari konstitusi RIS termasuk di dalamnya.
c. Dewan menteri harus bersifat parlementer.
d. Presiden adalah Presiden Soekarno, sedangkan jabatan wakil presiden akan
dibicarakan lebih lanjut.

9
e. Membentuk sebuah panitia yang bertugas menyelenggarakan persetujuan
tersebut.
Setelah bekerja dua bulan lamanya, panitia tersebut menyelesaikan tugasnya
pada tanggal 20 Juli 1950. Pada tanggal 12 Agustus 1950, pihak KNIP RI
menyetujui Rancangan UUD itu menjadi UUD Sementara. Kemudian, tanggal 14
Agustus 1950, DPR dan Senat RIS mengesahkan Rancangan Undang-Undang
Dasar Sementara menjadi UUD yang dikenal dengan Undang-Undang Dasar
Sementara (UUDS) tahun 1950.
Pada tanggal 15 Agustus 1950, diadakan rapat gabungan parlemen (DPR)
dan Senat RIS. Dalam rapat gabungan ini, Presiden Soekarno membacakan Piagam
Persetujuan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada hari itu,
Presiden Soekarno terus ke Yogyakarta untuk menerima kembali jabatan Presiden
Negara Kesatuan dari pejabat Presiden RI, Mr. Asaat. Pada tanggal 17
Agustus 1950 negara RIS secara resmi dibubarkan dan kembali ke Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Soekarno kembali sebagai Presiden dan Moh. Hatta
sebagai Wakil Presiden RI.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah Indonesia merdeka ternyata perjuangan nya masih belum berhenti. Bangsa
Indonesia masih harus berjuang mempertahankannya yaitu dengan cara
perang,perundingan dan mencari dukungan di Negara lain. Khususnya untuk
mempertahankan proklamasi dengan diplomasi ini dilakukan perundingan-perundingan.
Contoh-contoh perundingan tersebut ialah: Perundingan Linggarjati, Perjanjian Renville,
Persetujuan Roem-Royen, Konferensi Inter-Indonesia, dan Konferensi Meja Bundar.

B. Saran
Diharapkan kita sebagai bangsa Indonesia dapat mempertahankan dan
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia ini agar tidak terjajahi lagi dan menghargai jasa
para pejuang yang telah berhasil memperjuangan Negara Indonesia ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

http://nuni-nuns.blogspot.co.id/2015/08/perjuangan-diplomasi-indonesia-pasca.html
http://sejarah-indonesia-lengkap.blogspot.co.id/2015/11/perjuangan-diplomasi-
mempertahankan-kemerdekaan.html
https://herydotus.wordpress.com/2011/02/17/perjuangan-diplomasi/
https://herydotus.wordpress.com/2011/02/17/perjuangan-diplomasi/
http://www.tugassekolah.com/2016/02/bentuk-perjuangan-diplomasi-dalam-
mempertahankan-kemerdekaan.html

12

Anda mungkin juga menyukai