Puji syukur kami panjatkan kehadlirat Alloh SWT atas segala rahmat, taufiq,
hidayah serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah berjudul
“MAKNA DAN ARTI SEMANGAT KEBANGKITAN NASIONAL” ini dengan
baik.
Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat, diridhoi oleh Allah SWT dan dapat menemani
kami untuk meraih prestasi.
Penyusun
...........................................
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Kebangkitan Nasional adalah Masa dimana Bangkitnya Rasa dan
Semangat Persatuan, Kesatuan, dan Nasionalisme serta kesadaran untuk
memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia yang sebelumnya tidak
pernah muncul selama penjajahan Belanda dan Jepang. Dalam masa ini
muncul sekelompok masyarakat indonesia yang menginginkan adanya
perubahan dari masyarakat indonesia yang selama ini dijajah dan ditindas oleh
bangsa lain. Kebagkitan nasional Indonesia ditandai dengan berdirinya
organisasi Budi Utomo. Sedangkan kebangkitan pemuda Indonesia ditandai
dengan adanya peristiwa Sumpah Pemuda. Kedua peristiwa itu merupakan
bagian dari peristiwa yang menjadi tonggak sejarah kemerdekaan negara
Indonesia. Beberapa faktor yang mendorong kebangkitan indonesia yaitu
diantaranya:
1. Semakin banyaknya/makin tingginya kesadaran ingin bersatu.
2. Semakin mengingkatnya semangat bangsa Indonesia ingin merdeka.
3. .Semakin banyaknya orang pintar dan terpelajar di Indonesia.
Dan Faktor yang datang dari luar negeri adalah kemenangan Jepang atas
Rusia tahun 1905, adalah salah satu pendorong yang menimbulkan semangat
bahwa bangsa kulit kuning, bangsa Asia dapat mengalahkan bangsa kulit putih
(Eropa). setelah berdirinya Budi Utomo maka bermunculanlah perkumpulan-
perkumpulan dan pergerakan yang bersifat luas antara lain, Serikat Dagang
Islam tahun 1909, Indische Party tahun 1913. Muhammadiyah tahun 1912,
Nahdatul Ulama tahun 1926, dan berdiri perkumpulan pemuda diluar Jawa
pada tahun 1918 dan menamakan diri Young Java,Young Sumatra,Young
Ambon,Young Pasundan,Young Batak,Pemuda Betawa dll. Para pemuda
inilah yang mengadakan kongres pemuda pertama tahun 1926 yang
menghasilkan perlunya mencanangkan suatu organisasi pemuda tingkat
Nasional. Dan atas usul perhimpunan pelajar-pelajar Indonesia (PPPI) sebagai
organisasi kemahasiswaan pertama pada tanggal 26-28 Oktober 1928
diadakan kongres pemuda ke dua. Setelah mereka mengadakan pembahasan,
mereka sampai pada satu kesimpulan, bahwa jika bangsa Indonesia ingin
merdeka, bangsa Indonesia harus bersatu. Untuk itu mereka bersumpah yang
terkenal dengan nama SUMPAH PEMUDA yang diikrarkan pada akhir
kongres yaitu pada tanggal 28 Oktober 1928.
Kedua peristiwa ini memang sangat mempengaruhi kebangkitan nasional
di indonesia sehingga sangat bagus jika kita mengetahui latar belakang
kejadian ini dan lebih memahami lagi makna dari kebangkitan nasional itu
sendiri.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai masalah :
1. kebangkitan nasional “ Budi Utomo ’’
2. kebangkitan nasional “ Sumpah Pemuda”
C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dengan terselesaikanya makalah ini adalah agar
kita mampu memahami makna Kebangkitan Nasional dan mampu
memberikan tanggapan – tanggapan positif mengenai kebangkitan nasional iti
sendiri. Selain itu diharapkan kita juga mampu memahami makna dari
Sumpah Pemuda dan dapat menggunakan pengetahuan yang didapat dari
pembuatan makalah ini menjadi hal positif bagi kebangkitan pemuda
Indonesia di masa yang akan datang.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Dr. Sutomo
Dokter Sutomo yang semula bernama Subroto kemudian berganti
nama menjadi Sutomo lahir di desa Ngepeh, Jawa Timur, pada tangggal
30 Juli 1888. Pada waktu belajar di Stovia (Sekolah Dokter) ia sering
bertukar pikiran dengan pelajar-pelajar laintentang penderitaan rakyat
akibat penjajahan Belanda. Terkesan oleh saran dr. Wahidin untuk
memajukan pendidikan sebagai jalan untuk membebaskan bangsa dari
penjajahan, pada tanggal 20 Mei 1908 para pelajar STOVIA mendirikan
Budi Utomo, organisasi modern pertama yang lahir di Indonesia. Sutomo
diangkat menjadi ketuanya. Tujuan organisasi itu ialah memajukan
pengajaran dan kebudayaan.
Setelah lulus dari Stovia tahun 1911, Sutomo bertugas sebagai
dokter, mula-mula di Semarang, sesudah itu ia dipindahkan ke Tuban.
Dari Tuban dipindahkan ke Lubuk Pakam (Sumatera Timur) dan akhirnya
ke Malang. Waktu bertugas di Malang, ia membasmi wabah pes yang
melanda daerah Magetan. Sering berpindah tempat itu ternyata membawa
manfaat. Ia semakin banyak mengetahui kesengsaraan rakyat dan secara
langsung dapat membantu mereka. Sebagai dokter, Sutomo tidak
menetapkan tarif. Adakalanya si pasien dibebaskan dari pembayaran.
Kesempatan memperdalam pengetahuan di negeri Belanda
diperoleh dr. Sutomo pada tahun 1919. Setibanya kembali di tanah air, ia
melihat kelemahan yang ada pada Budi Utomo. Waktu itu sudah banyak
berdiri partai politik. Karena itu, diusahakannya agar Budi Utomo
bergerak dibidang politik dan keanggotaannya terbuka buat seluruh rakyat.
Pada tahun 1924 Sutomo mendirikan Indonesische Studie
Club (ISC) yang merupakan wadah bagi kaum terpelajar Indonesia. ISC
berhasil mendirikan sekolah tenun, bank kredit, koperasi, dan sebagainya.
Pada tahun 1931 ISC berganti nama menjadi Persatuan Bangsa Indonesia
(PBI). Di bawah pimpinan Sutomo PBI cepat berkembang. Sementara itu,
tekanan-tekanan dari pemerintah Belanda terhadap pergerakan nasional
semakin keras. Karena itu, pada bulan Desember 1935 Budi Utomo dan
PBI digabungkan menjadi satu dengan nama Partai Indonesia Raya
(Parindra). Sutomo diangkat menjadi ketua. Parindra berjuang untuk
mencapai Indonesia merdeka.
Selain bergerak di bidang politik dan kedokteran, dr. Sutomo giat
pula di bidang kewartawanan dan memimpin beberapa buah surat kabar. Ia
meninggal dunia di Surabaya pada tanggal 30 Mei 1938 dan dimakamkan
disana. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No.
657 Tahun 1961, tanggal 27 Desember 1961, ia diangkat menjadi
Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
4. Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei
1889.Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal
dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi
Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka,
berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak
lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini
dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik
maupun hatinya.
Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan
pengabdian demi kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar
di ELS (Sekolah Dasar Belanda) Kemudian sempat melanjut ke STOVIA
(Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit.
Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara lain
Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda,
Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal.
Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga
mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.
Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi
sosial dan politik. Pada tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda Boedi
Oetomo untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat
Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan
dalam berbangsa dan bernegara. kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr.
Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, ia mendirikan
Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme
Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai
Indonesia merdeka.
Mereka berusaha mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh
status badan hukum pada pemerintah kolonial Belanda. Tetapi pemerintah
kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg berusaha
menghalangi kehadiran partai ini dengan menolak pendaftaran itu pada
tanggal 11 Maret 1913. Alasan penolakannya adalah karena organisasi ini
dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan
menggerakan kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.
Kemudian setelah ditolaknya pendaftaran status badan hukum
Indische Partij ia pun ikut membentuk Komite Bumipoetra pada
November 1913. Komite itu sekaligus sebagai komite tandingan dari
Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda. Komite
Boemipoetra itu melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang
bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari
penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk
membiayai pesta perayaan tersebut.
Sehubungan dengan rencana perayaan itu, ia pun mengkritik lewat
tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang
Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk
Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Tulisan Seandainya Aku Seorang
Belanda yang dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes
Dekker itu antara lain berbunyi:
“Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan
menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri
telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan
saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander
memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu.
Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina
mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan
penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang
menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah
kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu
pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun”.
5. Douwes Dekker
Douwes Dekker lebih akrab dipanggil Danudirja Setiabudi adalah
pahlawan nasional yang banyak berjasa dalam dunia pergerakan nasional.
Ia adalah salah seorang pelopor nasionalisme Indonesia di awal abad ke-
20, Aktivis politik, wartawan, penulis buku serta penggagas nama
“Nusantara” sebagai nama untuk Hindia-Belanda yang merdeka. Setiabudi
adalah salah satu dari “Tiga Serangkai” pejuang pergerakan kemerdekaan
Indonesia, selain dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat.
Douwes Dekker bernama lengkap Dr. Ernest François Eugène
Douwes Dekker dilahirkan pada 8 Oktober 1879 di Pasuruan, Jawa Timur.
Beliau anak ketiga dari empat bersaudara. Orang tuanya adalah Auguste
Henri Edouard Douwes Dekker (warga Belanda) dan Louisa Margaretha
Neumann keturunan campuran dari ayah Jerman dan ibu Jawa. Masa
kecilnya tinggal di Pasuruan dan menempuh pendidikan dasar Nes di
Pasuruan. Sekolah lanjutan pertama-tama diteruskan ke HBS di Surabaya,
lalu pindah ke Gymnasium Willem III, suatu sekolah elit di Batavia.
Ketika dibuang ke Eropa dimanfaatkan Douwes Dekker untuk mengambil
program doktor di Universitas Zürich, Swiss, dalam bidang ekonomi.
Douwes Dekker menikah dengan Clara Charlotte Deije anak dokter
campuran Jerman-Belanda tahun 1903, mempunyai lima anak. Tahun
1919 dan keduanya bercerai. Douwes Dekker menikah lagi dengan
Johanna Petronella Mossel seorang Indo keturunan Yahudi, pada tahun
1927. Johanna adalah guru yang banyak membantu kegiatan
kesekretariatan Ksatrian Instituut, sekolah yang didirikan DD. Dari
perkawinan ini mereka tidak dikaruniai anak. Di saat Douwes Dekker
dibuang ke Suriname tahun 1941 pasangan ini harus berpisah, Johanna
kemudian menikah lagi dengan Djafar Kartodiredjo, juga seorang Indo
tanpa perceraian resmi terlebih dahulu dengan Douwes Dekker. Ketika
dalam pelarian di Suriname dan Belanda tahun 1946, ia dekat Nelly
Alberta Geertzema née Kruymel,. Nelly kemudian menemani Douwes
Dekker pulang ke Indonesia. Agar tidak ditangkap intelijen Belanda
Douwes Dekker kemudian menggunakan nama Danoedirdja Setiabuddhi
dan Nelly menggunakan nama Haroemi Wanasita, nama-nama yang
diusulkan oleh Sukarno. Sepeninggal Douwes Dekker, Haroemi menikah
dengan Wayne E. Evans pada tahun 1964 dan sekarang tinggal di Amerika
Serikat.
1) Aktivitas, perjuangan dalam dunia pergerakan nasional
Setelah lulus sekolah di Indonesia Douwes Dekker bekerja di
perkebunan kopi “Soember Doeren” di Malang, Jawa Timur. Ia tidak
disukai teman-teman kerja dan pihak manajemen perusahaan karena
sering terlibat konflik dengan atasan. Konflik tersebut dipicu perlakuan
sewenang-wenang para atasan terhadap karyawan rendahan. Akibatnya
ia dimutasi di perusahaan perkebunan tebu di Kraksaan. Di tempat
kerja barunya ia juga terlibat konflik dengan atasan karena membela
petani dalam pembagian irigasi.
2) Setelah menganggur dan ibunya meninggal, Douwes Dekker berkelana
ke Afrika Selatan tahun 1899. Disini ia ikut dalam Perang Boer Kedua
melawan Inggris. Ia bahkan sempat menjadi warga negara Republik
Transvaal. Douwes Dekker kemudian ditangkap dan dipenjara di kamp
Ceylon. Perang Boer
3) Douwes Dekker dipulangkan ke Hindia Belanda pada tahun 1902, dan
bekerja sebagai agen di perusahaan pengiriman milik negara.
4) Ia juga berprofesi sebagai wartawan yang kritis. ia menjadi penulis di
harian terkemuka di Semarang De Locomotief. Di sini Ia mulai terjuan
dalam dunia organisasi. Tugas-tugas jurnalistiknya, seperti ke
perkebunan di Lebak dan kasus kelaparan di Indramayu, membuatnya
kritis terhadap kebijakan kolonial. Tulisan-tulisannya sangat pro kaum
Indo dan pribumi terutama ketika ia menjadi staf redaksi Bataviaasch
Nieuwsblad, 1907. Artikel pedasnya “Het bankroet der ethische
principes in Nederlandsch Oost-Indie” (“Kebangkrutan prinsip etis di
Hindia Belanda”)dimuat surat kabar Belanda Nieuwe Arnhemsche
Courant dan koran Jerman Das Freie Wort. Tujuh bulan kemudian
tulisan panas berikutnya muncul di surat kabar yang sama, “Hoe kan
Holland het spoedigst zijn koloniën verliezen?” (“Bagaimana caranya
Belanda dapat segera kehilangan koloni-koloninya?”, versi Jermannya
berjudul “Hollands kolonialer Untergang”). Kembali kebijakan politik
etis dikritiknya. Tulisan-tulisan ini membuatnya mulai masuk dalam
radar intelijen penguasa
5) Douwes Dekker juga mulai terlibat dalam pergerakan nasional.
Rumahnya menjadi tempat berkumpul para perintis gerakan
kebangkitan nasional Indonesia, seperti Sutomo dan Cipto
Mangunkusumo. Mereka belajar dan berdiskusi. Budi Utomo (BO),
organisasi yang diklaim sebagai organisasi nasional pertama, lahir atas
bantuannya. Ia bahkan menghadiri kongres pertama BO di Yogyakarta.
Pada tahun 1910 (8 Maret) ia turut membidani lahirnya Indische
Universiteit Vereeniging (IUV), suatu badan penggalang dana untuk
memungkinkan dibangunnya lembaga pendidikan tinggi (universitas)
di Hindia Belanda. Di dalam IUV terdapat orang Belanda, orang-orang
Indo, aristokrat Banten dan perwakilan dari organisasi pendidikan
kaum Tionghoa THHK.
6. Haji Omar Said Cokroaminoto
Haji Omar Said Cokroaminoto lahir di Ponorogo 6 Agustus 1882,
dan meninggal dunia pada 17 Desember 1934, dan dimakamkan di TMP
Pekuncen, Yogyakarta. Dia dikenal sebagai Ketua Partai Politik Sarekat
Islam. Cokro lahir di Ponorogo, Jawa Timur, anak kedua dari 12 orang
bersaudara. Ayahnya, R. M. Cokroamiseno, seorang pegawai
pemerintahan, pamannya, R. M. Cokronegoro, pernah menjabat
Bupati Ponorogo.HajiUmar Said Cokroaminoto dilahirkan didesa Bakur,
daerah Madiun pada tanggal, 20 Mei 1883. Tepat pada waktu Gunung
Krakatau meletus. Cokroaminoto adalah anak kedua dari 12 orang
bersaudara. Ayahnya, R. M. Cokroamiseno, salah seorang pejabat
pemerintahan pada saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah
juga menjabat sebagai bupati Ponorogo.
Tamat sekolah rendah ia meneruskan pelajarannya ke OSVIA
(Opleidings School voor Inlandsche Ambtenaren/Lembaga Pendidikan
Pegawai Bumiputra) Magelang tamat pada tahun 1902 dan menjadi juru
tulis sampai 1095. Antara tahun 1907 – 1910 bekerja pada Firma Coy &
CO di Surabaya, disamping meneruskan pada Burgelijek Avondschool
bagian mesin. Bekerja sebagai masinis pembantu, kemudian ditempatkan
dibagian kimia pada pabrik gula di kota tersebut ( 1911 – 1912 ). Beliau
wafat pada tahun 1934 dan dikebumikan di TMP Pekuncen, Yogyakarta.
Hingga kini beliau dikenal sebagai tokoh dari Sarekat Islam. Selain itu,
salah satu kata-kata mutiaranya yang masyhur adalah: “Setinggi-tinggi
ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat”.
Setelah bergulat di sektor swasta, Cokroaminoto giat dalam bidang
politik, ia membuat carier politiknya di Sarekat Islam yang didirikan pada
bulan Mei tahun 1912. Sarekat Islam ialah sebuah persatuan perdagangan
di Jawa, Indonesia yang diasaskan pada tahun 1909 di Jakarta oleh RM
Tirtoadisuryo, seorang peniaga dari Kota Surakarta. Pada asalnya dinamai
Sarekat Dagang Islam (SDI), pertubuhan ini bertujuan untuk membantu
peniaga-peniaga kaum bumiputera, khususnya dalam industri batik. Selain
itu, juga untuk menghadapi persaingan daripada pedagang-pedagang Cina.
Pada awal tahun 1912 terjadi sebuah kerusuhan anti-Cina, dan
penguasa ketika itu mengharamkan SDI. Oleh itu, pada bulan September
dalam tahun tersebut, SDI menggantikan namanya menjadi Sarekat Islam,
dan melantik Umar Said Cokroaminoto sebagai ketua. Pada bulan Mei
1912.
Kongres Sarekat Islam yang pertama diadakan pada bulan Januari
1913. Dalam kongres ini, Cokroaminoto menegaskan bahawa Sarekat
Islam bukannya sebuah parti politik, tetapi bertujuan untuk:
• meningkatkan perdagangan di kalangan bangsa Indonesia;
• membantu anggotanya yang mengalami kesulitan ekonomi; dan
• mengembangkan kehidupan keagamaan dalam masyarakat Indonesia.
Kongres Sarekat Islam yang kedua diadakan pada bulan Oktober 1917,
diikuti oleh Kongres ketiga antara 29 September hingga 6 Oktober 1918 di
Surabaya. Dalam kongres ketiga ini, Cokroaminoto menyatakan bahawa
jika Belanda tidak melakukan reformasi sosial secara besar-besaran, maka
Sarekat Islam pada dirinya akan melakukannya di luar parlemen.
Dalam kongres selama 1913–1916 tampaklah kemana S.I dibawa
Cokroaminoto, dalam kongres Surabaya 1913 ia dipilih sebagai ketua
Pedoman Besar, meskipun pada waktu itu belum ada organisasi pusatnya.
Dalam kongres Bandung dinyatakan, bahwa untuk mencapai kemerdekaan
ditempuh jalan revolusi, sementara kemudian dalam Kongres Batavia
keluar dengan keputusan yang lebih tegas, jalan parlemen atau
revolusioner. Sifat nasional-islam-revolusioner itu, lebih jelas lagi tampak,
waktu Central Sarikat Islam 1916 menyatakan akan berjuang melawan
kapitalisme, sebagai yang pada program perjuangan kongres nasional
1817.
Dengan adanya Volksraad, terbentuk politik Comite guna
penyusunan calon-calon. Cokroaminoto menjadi anggota angkatan
pemerintah, sementara Abdul Muis dipilih. Dalam Kongres Yogyakarta
tahun 1921, terang-terangan S.I pecah dua, pihak Cokroaminoto dengan
semi-nasional dan sosialis dan pihak Semaun , 100% revolusioner, yang
sejak beberapa waktu beberapa waktu dengan cara celvorming memasuki
S.I.
Dengan diadakannya kongres Al Islam Hindia pada tahun 1924, S.I
direorganisasi dan menjadi Partai Serikat Islam Indonesia ( PSII ). Sebagai
pemimpin lebih kuat H.A Salim tampil kemuka dari Cokroaminoto. Dalam
tahun 1926 ia dan K.H.M Mansur diutus oleh kongres Al-Islam V ke
kongres Alam Islami di Mekkah, Pada waktu inilah ia menunaikan rukun
yang kelima. Pada tahun 1933 timbul perpecahan yang kedua, Dr Sukiman
dan Suryopranoto dirojeer dan mendirikan Partai Islam Indonesia
( PARII ). Kemudian disusul pula dengan perpecahan dengan
kartosuwiryo dan akhirnya dengan H.A Salim yang mendirikan Penyadar
pada tanggal, 17 Desember 1934.
Haji Umar Said Cokroaminoto bukan hanya aktifis politik,
melainkan juga pemikir. Pemimpin Sarekat Islam (SI) ini menulis buku
Islam dan Sosialisme (1925), juga Tarich Islam (1931). Ia pun sering
menyampaikan ceramah.
Cokroaminoto bahkan layak disebut sebagai guru bangsa, sejenis hulu
sungai bagi kepemimpinan politik di Indonesia. Orang mencatat bahwa
Sukarno dari kalangan nasionalis yang mendirikan Partai Nasional
Indonesia (PNI), Semaun dari kalangan sosialis yang mendirikan Partai
Komunis Indonesia (PKI) dan Kartosuwiryo dari kalangan Islam yang
mendirikan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Bung Karno
bahkan pernah jadi menantunya pula. Karena perannya begitu penting,
dulu Cokroaminoto konon sering diledek oleh lawan-lawan politiknya
sebagai “De Ongekroonde koning van Indie” (Raja Hindia tanpa Mahkota)
atau “De aanstaande koning der Javanen” (Raja Jawa masa depan).
Buku Islam dan Sosialisme, merupakan salah satu buku penting
karya cendekiawan Indonesia dari paro pertama abad ke-20. Cokroaminoto
menulis buku ini dalam bahasa Indonesia pada 1924, kira-kira empat tahun
sebelum Sumpah Pemuda antara lain menyerukan pemakaian bahasa
Indonesia. Sempat pula buku ini dicetak ulang, antara lain pada 1950 dan
1962. Dalam buku ini, Cokroaminoto menggali “anasir-anasir sosialisme”
dari khazanah Islam, baik dari sumber teologisnya maupun dari
pengalaman historisnya. Pada dasarnya ia menekankan bahwa sosialisme
sudah terkandung dalam hakikat ajaran Islam, dan sosialisme yang ideal
harus diarahkan oleh keyakinan agama (Islam). Itulah yang dia sebut
“Sosialisme cara Islam” dan yang ia yakini cocok untuk Indonesia.
Cokroaminoto memeriksa konsep sosialisme dari khazanah
pemikiran Eropa, tak terkecuali dari Karl Marx, hingga bentuk-bentuk
tatanan sosial politik yang bertolak darinya. Setelah mengajukan kritik atas
gagasan pemikir Eropa, ia membandingkan temuannya dengan
pemikirannya sendiri mengenai dasar-dasar sosialisme dalam Islam,
dengan memetik sejumlah ayat Alquran, juga mengutip hadis. Ia antara
lain berpijak pada Surat Al-Baqarah ayat 213: Perikemanusiaan itu adalah
satu kesatuan. Tinjauan historisnya, mengarah ke tatanan pemerintahan
Nabi Muhammad SAW, yang dilanjutkan oleh para khalifah, teristimewa
Khalifah Umar. Ia tunjukkan bahwa pemerintahan Islam — yang
dipandang bersifat sosialistis — berpijak pada nilai-nilai kedermawanan,
persaudaraan, kemerdekaan, dan persamaan.
Nama Bung Karno yang dikenal sebagai Putra Sang Fajar tidak
bisa dilepaskan dari tokoh – tokoh Pergerakan Islam yang Istiqomah
berjuang demi cita – cita besar Kemerdekaan Indonesia, pemuda Soekarno
pernah mondok di rumah tokoh Haji Oemar Said Cokroaminoto, tokoh
terkemuka Sjarikat Islam, selain belajar filsafat dan pemikiran Islam
pemuda soekarno juga belajar tentang pergerakan kepada orang yang
tepat, bung karno sangat menikmati ceramah dan orasi cokroaminoto yang
penuh energi perjuangan meski berada dalam pengawasan pihak belanda,
gaya orasi sang guru turut membentuk gaya kepemimpinan bung karno
dengan ciri khas pidato – pidatonya yang lantang dan berapi – api,
Islamisme Cokroaminoto yang dijuluki oleh belanda sebagai “raja jawa
tanpa mahkota” sedikit banyak terserap oleh pemuda soekarno, meski
bung karno akhirnya memilih jalannya sendiri dengan hijrah ke Bandung
dan kemudian mendirikan Partai Nasionalis Indonesia.
Tatkala berada dalam pengasingan belanda bung karno senantiasa
berkorespondesi dengan Kyai Haji Mas Mansur, tokoh pergerakan dan
ulama berpengaruh asal Surabaya yang dekat dengan kalangan NU, kelak
KH Mas Mansur dipercaya menjadi Pengurus Besar Pesyarikatan
Muhammadiyah dan pada masa pendudukan jepang mendirikan Pusat
Tenaga Rakyat (PUTERA) dan terlibat dalam perjuangan bersama Bung
Karno dalam Empat Serangkai.
Dengan Mas Mansur Bung Karno sering bertukar pikiran tentang
Dinamika Islam dan langkah – langkah untuk me-mudakan pengertian
Islam, beliau mengutarakan ketidaksetujuannya dengan sikap taklid
bahkan secara tegas mengkritisi tentang “hijab” atau pembatas antara
jamaah pria dan jamaah wanita, dan banyak kegelisahan – kegelisahan
bung karno tentang permasalahan keislaman yang kesemuanya itu
menunjukkan semangat dan harapan seorang soekarno agar Syiar Islam
tidak jalan ditempat.
Sebagai salah satu pelopor pergerakan nasional, Cokroaminoto
mempunyai tiga orang pengikut yang kemudian mewarnai politik
Indonesia. Mereka adalah Sukarno (ahli nasionalisme), Semaoen (ahli
sosialisme), dan Kartosuwiryo (ahli agama). Di kemudian hari, ketiganya
saling berseberangan. Semaoen dengan Alimin dan Muso terlibat
pemberontakan PKI di Madiun 1947. Sedangkan Kartosuwiryo dikenal
sebagai dedengkot Darul Islam (DI)/TII dan memproklamasikan Negara
Islam Indonesia pada 7 Agustus 1948.
C. RANGKUMAN
Pahit getirnya perjuangan bangsa Indonesia jauh sebelum 1908 mencatat
begitu banyak kenangan berharga dan begitu banyak kenangan yang
mengharukan, semua ini membangkitkan kebanggaan pada kita semua selaku
generasi penerus dan tempat kita bercermin, tentang apa yang akan kita
perbuat pada masa yang akan datang.Dalam kaitan itulah kita perlu
merenungkan kembali makna hari Kebangkitan Nasional. Awal kebangkitan
Nasional bukanlah terjadi dengan sendirinya tetapi berawal dari rasa
keprihatinan terhadap kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan, ini
disebabkan dari politik kolonial Belanda pada waktu itu, mereka banyak
mengambil keuntungan dari bumi pertiwi ini, Belanda menelantarkan
pendidikan Bangsa Indonesia, rakyat dibiarkan bodoh, melarat dan
menderita.Awal kebangkitan Nasional disebabkan beberapa faktor, baik dari
dalam negeri maupun luar Negeri, antara lain faktor dalam negeri :
1.Makin banyaknya/makin tingginya kesadaran ingin bersatu.
2.Makin mengingkatnya semangat bangsa Indonesia ingin merdeka.
3.Makin banyaknya orang pintar dan terpelajar di Indonesia.
Faktor yang datang dari luar negeri adalah kemenangan Jepang atas Rusia
tahun 1905, adalah salah satu pendorong yang menimbulkan semangat bahwa
bangsa kulit kuning, bangsa Asia dapat mengalahkan bangsa kulit putih
(Eropa).
Pada tanggal 20 Mei 1908 , atas prakarsa Dr.Wahidin S dan para Pemuda
Stovia, seperti Sutomo, Gunawan, Suradji dan Suwardi Suryaningrat
mengadakan rapat pertama di Jakarta, dan berhasil mendirikan perkumpulan
yang diberi nama Budi Utomo yang berarti Kebaikan yang diutamakan.
Organisasi Budi utomo adalah sebuah organisasi politik yang modern yang
pertama didirikan di Indonesia yang memuliki suatu tujuan yang sangat hebat
dan memiliki pengaruh yang amat dahsyat bagi berdirinya negara indonesia
terutama bagi kebangkitan nasional Indonesia yang telah lama terpurukdalam
ketidakberdayaanya akibat dijajah dan ditindas oleh negara Jepang maupun
Belanda. Organisasi Budi Utomo juga sangat membela kepentingan rakyat dan
berjuang demi mendapatkan keadilan bagi masyarakat indonesia.
Disinilah titik awal berdirinya perkumpulan-perkumpulan yang menjurus
kepada sifat Nasionalisme dan Patriotisme, karena setelah berdirinya Boedi
Oetomo maka bermunculanlah perkumpulan-perkumpulan dan pergerakan
yang bersifat luas antara lain, Serikat Dagang Islam tahun 1909, Indische
Party tahun 1913. Muhammadiyah tahun 1912, Nahdatul Ulama tahun 1926,
dan berdiri perkumpula pemuda diluar Jawa pada tahun 1918 dan menamakan
diri Young Java,Young Sumatra,Young Ambon,Young Pasundan,Young
Batak,Pemuda Betawa dll.
Para pemuda inilah yang mengadakan kongres pemuda pertama tahun
1926 yang menghasilkan perlunya mencanangkan suatu organisasi pemuda
tingkat Nasional.
Dan atas usul perhimpunan pelajar-pelajar Indonesia (PPPI) sebagai organisasi
kemahasiswaan pertama pada tanggal 26-28 Oktober 1928 diadakan kongres
pemuda ke dua.
Setelah mereka mengadakan pembahasan, mereka sampai pada satu
kesimpulan, bahwa jika bangsa Indonesia ingin merdeka, bangsa Indonesia
harus bersatu. Untuk itu mereka bersumpah yang terkenal dengan nama
SUMPAH PEMUDA yang diikrarkan pada akhir kongres yaitu pada tanggal
28 Oktober 1928 yang berbunyi : ” Kami putra dan putri Indonesia mengaku:
Bertanah air satu tanah Indonesia
Berbangsa satu bangsa Indonesia
Berbahasa satu bahasa Indonesia
Dan ternyata sumpah pemuda itu mendapat sambutan yang sangat positip
dari segenap lapisan masyarakat, terutama dari golongan intelektual. Sebagai
pengaruh dari sumpah pemuda itulah yang menimbulkan motifasi semangat
untuk merdeka dan lepas dari belenggu penjajahan Belanda.
Sejak itu pulalah timbul tokoh-tokoh pemuda antara lain, Mr.Moh.Yamin,
Drs. Moh.Hatta, Sutan Syahrir, Ir Soekarno, Ali Sostroamidjojo,
Mr.Sjarifuddin, Nasir Datuk Pamuntjak , Moh.Natsir, Mr.Moh.Room dll.
Kolonial Belanda mulai menangkapi pemimpin-pemimpin organisasi
kepemudaan itu yang dinilai vocal antara lain. Ir.Soekarno. Drs.Moh.Hatta,
Sutan Syahrir, Dr.Tjipto Mangunkusumo, Ki Hadjar Dewantoro dan banyak
lagi pemimpin organisasi yang ditangkapi, dibuang dan diasingkasn dari
rakyatnya. Akan tetapi semangat untuk merdeka tidak pernah padam dan
malah bertambah subur berkat sumpah pemuda itu.
Pada gilirannya kelak mereka-mereka inilah yang memberi nafas, jiwa dan
semangat untuk mencetuskan proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
tampak mewarnai kehidupan sosial, badaya, politik dan bahkan ekonomi
bangsa Indonesia. Sehingga pada periode reformasi sekarang ini diharapkan
nafas, jiwa dan semangat para pendahulu kita itu juga turut memberi corak
pada tata kehidupan kita sebagai bangsa yang berdaulat. Yang kita hadapi
sekarang bukan lagi kolonial Belanda, ataupun Jepang tetapi tantangan
kelanjutan dari pembangunan Nasional menuju masyarakat adil dan sejahtera
yang memerlukan watak Nasionalisme dan patriotisme juga guna memperkuat
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Serta mampu menciptakan
bangsa Indonesia yang benar – benar bangkit dari keterpurukan moral,
ekonomi, sosial serta budaya pada saat sekarang ini.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seakan-akan, nasionalisme menjadi harga mati. Jika tidak nasionalis, maka
pasti akan diidentikkan dengan konotasi yang buruk. Padahal kita perlu
menelusuri, dalam tataran prakteknya, seringkali orang-orang yang
mempropagandakan nasionalisme itu kurang atau tidak nasionalis. Sebagai
contoh : berperilaku hedonis dan ke-barat-baratan, menjual aset-aset sumber
daya alam khususnya sumber energi dan pangan yang strategis kepada pihak
asing namun justru sibuk-sibuk mencari sumber daya alternatif ketika sumber
daya alam tersebut sudah dirampok. Lagipula, sistem nasionalisme dan nation-
state dianggap dunia Barat sudah tidak terlalu relevan lagi terbukti dengan
adanya Uni Eropa yang berbentuk region-state.
Pahit getirnya perjuangan bangsa Indonesia jauh sebelum 1908 mencatat
begitu banyak kenangan berharga dan begitu banyak kenangan yang
mengharukan, semua ini membangkitkan kebanggaan pada kita semua selaku
generasi penerus dan tempat kita bercermin, tentang apa yang akan kita
perbuat pada masa yang akan datang.
B. Saran
Dari pembahasan mengenai kebangkitan nasional dan kesadaran
kebangsaan Indonesia, kita semua selaku generasi penerus, hal ini dapat
membuat kita bercermin tentang apa yang akan kita perbuat pada masa yang
akan datang.
Sebaiknya kita semua meningkatkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air
Indonesia demi kemajuan bangsa, cintai produk Indonesia, dan menjadi
pelajar berprestasi.