Anda di halaman 1dari 56

Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang, Puja dan Puji syukur saya panjatkan kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga saya dapat
merampungkan penyusunan makalah Kesyarikat Islaman dengan judul "Syarikat
Islam, ISDV dan PKI" tepat pada waktunya.

Penulisan makalah ini telah semaksimal mungkin saya upayakan dan


didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam
penyusunannya. Untuk itu tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya.
Oleh karena itu, dengan lapang dada saya membuka selebar-lebarnya pintu bagi
para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki
makalah ini.

Akhirnya saya mengharapkan semoga dari makalah yang sederhana ini


dapat bermanfaat dan besar keinginan saya agar dapat menginspirasi para
pembaca untuk lebih peduli tehadap sejarah organisasi-organisasi yang ada di
Indonesia.

Yogyakarta, Juni 2019

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ......................................................................................................... i


BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar belakang masalah ............................................................................ 1
B. Rumusan masalah ..................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan Makalah ....................................................................... 2
D. Manfaat ..................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
ISI ............................................................................................................................ 3
A. Syarikat Islam (SI) .................................................................................... 3
a. Sejarah awal Syarikat Islam ..................................................................... 4
b. Latar belakang .......................................................................................... 4
c. Tujuan dibentuknya SI ............................................................................. 5
d. Perkembangan Sarekat Islam ................................................................... 5
e. Kemunduran PSII ..................................................................................... 8
B. SI putih dan SI merah ............................................................................. 11
a. Semangat Gerakan Pan-Islamisme ......................................................... 11
b. SI di Berbagai Daerah ............................................................................ 13
c. Perebutan Pengaruh SI Putih dan Merah ................................................ 17
C. Indischee Sociaal-Demokratische Vereninging (ISDV) ........................ 26
a. Sejarah terbentuknya ISDV .................................................................... 26
b. Henk Sneevliet ....................................................................................... 30
D. Partai komunis indonesia (PKI) ............................................................. 32
a. Sejarah terbentuknya PKI ....................................................................... 33
b. Semaun ................................................................................................... 40
c. Raden Darsono Notosudirdjo ................................................................. 43
E. Hubungan SI, ISDV, dan PKI .................................................................... 44
a. Kehadiran Sosialisme ............................................................................. 44

ii
b. Menemukan titik temu............................................................................ 45
c. Dalam Lintas Perseberangan .................................................................. 49
BAB III ................................................................................................................. 51
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 51
A. Kesimpulan ............................................................................................. 51
B. Saran ....................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 53

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Organisasi SI sangat cepat pertumbuhannya pada zamannya dan bahkan


melahirkan beberapa tokoh-tokoh besar yang kelak menjadi para pemimpin
kemerdekaan bangsa Indonesia. Sebagaimana kita ketahui awal dekade 1900 an
bangsa Indonesia memasuki babak baru yakni perjuangan melawan pemerintah
kolonial dengan sebuah organisasi massa. Termasuk berkaitannya SI dengan
ISDV yang disebut-sebut melahirkan partai komunis di Indonesia.

Adapun latar belakang dibentuknya perkumpulan ini adalah reaksi


terhadap monopoli penjualan bahan baku oleh pedagang China yang dirasakan
sangat merugikan pedagang Islam.

Tak lepas dari masalah, Syarikat Islam pun mengalami beberapa


perselisihan. Pertikaian pertama dari serangkaian panjang perselisihan dalam
partai ini terjadi pada tahun 1916, ketika itu pemimpin SI Jawa Barat melakukan
upaya untuk memisahkan cabang Jawa Barat dan Sumatra Selatan dari bagian
lainnya. Upaya ini di gagalkan oleh pengurus besar. Jauh lebih berbahaya adalah
perpecahan yang terjadi Pada tahun 1910-an karena ini adalah petarungan
ideology dasar, pertarungan berlaku antara aliran sosialistis-revolusioner dan
sayap yang lebih moderat dan orientasinya kepada agama lebih kuat.

B. Rumusan masalah

Dari uraian latar belakang tersebut, maka penulis merumuskan permasalahan-


permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah itu Syarikat Islam?


2. Bagaimana sejarah dari Syarikat Islam?
3. Bagaimana sejarah berpecahan SI putih dan SI merah?
4. Apakah itu ISDV?

1
5. Bagaimana sejarah terbentuknya ISDV?
6. Siapa pendiri dari ISDV?
7. Apa itu PKI?
8. Bagaimana awal terbentuknya PKI?
9. Siapakah pendiri PKI?
10. Apa hubungan SI, ISDV, dan PKI?

C. Tujuan Penulisan Makalah

Adapun dari rumusan masalah yang ada di atas, maka tujuan-tujuan dari
penulisan makalah adalah sebagai berikut :

1. Menjelaskan tentang apa itu Syarikat Islam.


2. Menjelaskan tentang bagaimana sejarah Syarikat Islam.
3. Menjelaskan tentang bagaimana sejarah perpecahan SI putih dan SI merah.
4. Menjelaskan tentang apa itu ISDV.
5. Menjelaskan bagaimana awal terbentuknya ISDV.
6. Menjelaskan tentang siapa pendiri dari ISDV.
7. Menjelaskan tentang apa itu PKI.
8. Menjelaskan tentang bagaimana awal terbentuknya PKI.
9. Menjelaskan tentang siapakah yang menjadi pendiri PKI.
10. Menjelaskan tentang hubungan antara SI, ISDV, dan PKI.

D. Manfaat

Adapun manfaat dari makalah ini adalah agar dapat membantu dalam
mengupas serta mengetahui, dan memberikan pengetahuan tentang bagaimana
hubungan dan sejarah antara Syarikat Islam (SI), ISDV, dan PKI yang ada di
Indonesia.

2
BAB II
ISI

A. Syarikat Islam (SI)

Syarikat Islam (SI), atau Sarekat Islam, dahulu bernama Sarekat Dagang
Islam (SDI) didirikan pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh Haji Samanhudi. SDI
merupakan organisasi yang pertama kali lahir di Indonesia, pada awalnya
Organisasi yang dibentuk oleh Haji Samanhudi dan kawan-kawan ini adalah
perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang menentang politik Belanda memberi
keleluasaan masuknya pedagang asing untuk menguasai komplar ekonomi rakyat
pada masa itu.

Pada kongres pertama SDI di Solo tahun 1906, namanya ditukar menjadi
Sarikat Islam. Pada tanggal 10 September 1912 berkat keadaan politik dan sosial
pada masa tersebut HOS Tjokroaminoto menghadap notaris B. ter Kuile di Solo
untuk membuat Sarikat Islam sebagai Badan Hukum dengan Anggaran Dasar SI
yang baru, kemudian mendapatkan pengakuan dan disahkan oleh Pemerintah
Belanda pada tanggal 14 September 1912.

Selanjutnya karena perkembangan politik dan sosial SI bermetamorfosis


menjadi organisasi pergerakan yang telah beberapa kali berganti nama yaitu
Central Sarekat Islam (disingkat CSI) tahun 1916, Partai Sarekat Islam (PSI)
tahun 1920, Partai Sarekat Islam Hindia Timur (PSIHT) tahun 1923, Partai
Syarikat Islam Indonesia (PSII) tahun 1929, Syarikat Islam (PSII) tahun 1973, dan
pada Majlis Tahkim (kongres nasional) ke-35 di Garut tahun 2003,namanya
diganti menjadi Syarikat Islam (disingkat SI).

Sejak kongres tersebut eksistensi dan pergerakan Syarikat Islam yang


masih ada dan tetap bertahan hingga sekarang disebut Syarikat Islam. Sejak
Majlis Tahkim ke-40 di Bandung pada tahun 2015 telah mengukuhkan Dr.
Hamdan Zoelva, SH., MH. sebagai Ketua Umum Laznah Tanfidziyah. Melalui

3
keputusan tertinggi organisasi tersebut, Syarikat Islam kembali ke khittahnya
sebagai gerakan dakwah ekonomi.

a. Sejarah awal Syarikat Islam

Tiga tahun setelah berdirinya Budi Utomo, maka pada tahun 1911
didirikanlah perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang awalnya diberinama
Sarekat Dagang Islam (SDI) di kota Solo oleh Haji Samanhudi. Haji Samanhudi
sendiri adalah seorang pengusaha batik di Kampung Lawean yang mempunyai
banyak pekerja. Perkumpulan ini semakin berkembang pesat ketika
Tjokroaminoto memegang tampuk pimpinan dan mengubah nama perkumpulan
itu menjadi Sarekat Islam. Kata ―Dagang‖ dalam Serikat Dagang Islam
dihilangkan dengan maksud agar ruang geraknya lebih luas tidak dalam bidang
dagang saja.

Pada periode antara tahun 1911-1923 Sarekat Islam menempuh garis


perjuangan parlementer dan evolusioner. Artinya, Sarekat Islam mengadakan
politik kerja sama dengan pemerintah kolonial. Namun setelah tahun 1923,
Sarekat Islam menempuh garis perjuangan nonkooperatif. Artinya, organisasi
tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial, atas nama dirinya sendiri.

b. Latar belakang

Latar belakang dibentuknya perkumpulan ini adalah reaksi terhadap


monopoli penjualan bahan baku oleh pedagang China yang dirasakan sangat
merugikan pedagang Islam. Namun, para pendiri Sarekat Islam mendirikan
organisasi itu bukan hanya untuk mengadakan perlawanan terhadap orang-orang
Cina namun untuk membuat front melawan penghinaan terhadap rakyat bumi
putera. Juga merupakan reaksi terhadap rencana krestenings politik (politik
pengkristenan) dari kaum Zending, perlawanan terhadap kecurangan-kecurangan
dan penindasan-penindasan dari pihak ambtenar bumi putera dan Eropa. Pokok
utama perlawanan Sarekat Islam ditujukan terhadap setiap bentuk penindasan.
Jadi dapat disimpulkan yang melatar belakangi berdirinya Sarekat Islam, yaitu :

4
 Faktor ekonomi, yaitu untuk memperkuat diri menghadapi Cina yang
mempermainkan penjualan bahan baku batik
 Faktor agama, yaitu untuk memajukan agama Islam.

c. Tujuan dibentuknya SI

Tujuan utama SI pada awal berdirinya adalah menghidupkan kegiatan


ekonomi pedagang Islam Jawa. Keadaan hubungan yang tidak harmonis antara
Jawa dan Cina mendorong pedagang-pedagang Jawa untuk bersatu menghadapi
pedagang-pedagang Cina. Di samping itu agama Islam merupakan faktor pengikat
dan penyatu kekuatan pedagang-pedagang Islam.

Adapun Tujuan Serikat Islam (SI) ditinjau dari anggaran dasarnya


meliputi:

 Mengembangkan jiwa dagang,


 Membantu para anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha,
 Memajukan pengajaran dan semua usaha yang menaikkan derajat rakyat
bumiputera
 Menentang pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam, dan
 Hidup menurut perintah agama.

d. Perkembangan Sarekat Islam

Pemerintah Hindia Belanda merasa khawatir terhadap perkembangan SI


yang begitu pesat karena mengandung unsur-unsur revolusioner. SI dianggap
membahayakan kedudukan pemerintah Hindia Belanda, karena mampu
memobilisasikan massa. Sehingga puhak Hindia Belanda mengirimkan salah
seorang penasihatnya kepada organisasi tersebut. Gubernur Jenderal Idenburg
meminta nasihat dari para residen untuk menetapkan kebijakan politiknya. Hasil
sementaranya SI tidak boleh berupa organisasi besar dan hanya diperbolehkan
berdiri secara lokal.

5
Adapun faktor-faktor perkembangannya, yaitu :

 Kesadaran sebagai bangsa yang mulai tumbuh,


 Sifatnya kerakyatan,
 Didasari agama Islam,
 Persaingan dalam perdagangan, dan
 Digerakkan para ulama.

Penulis D.M.G. Koch mengemukakan adanya aliran didalam tubuh SI


yang bersifat islam fanatik yaitu golongan yang bersifat menentang keras dan
yang lainnya yaitu golongan yang hendak berusaha untuk maju secara bertahap
hanya mengandalkan bantuan pemerintah. Sedangkan menurut Suwardi
Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) ia mencatat bahwa sehubungan dengan jalan
diplomatis yang ditempuh oleh organisasi itu, maka lambat laun unsur
memberontak menjadi berkurang. Namun, apabila terdapat perlakuan tidak adil
kepada rakyat Indonesia begitu jelas, maka sifat kerohanian SI tetap demokratis
dan militan (sangat siap berjuang untuk melakukan perlawanan). Beberapa aspek
perjuangan terkumpul menjadi satu dalam tubuh SI sehingga ada yang
menamakan SI itu adalah ―gerakan nasionalistis-demokratis-ekonomis‖.

Pada kongres Sarekat Islam di Yogayakarta pada tahun 1914, HOS


Tjokroaminoto terpilih sebagai Ketua Sarekat Islam. Ia berusaha tetap
mempertahankan keutuhan dengan mengatakan bahwa kecenderungan untuk
memisahkan diri dari Central Sarekat Islam harus dikutuk dan persatuan harus
dijaga karena Islam sebagai unsur penyatu. Pada tahun 1914 juga berdiri
organisasi berpaham sosialis yang didirikan oleh Sneevlit, yaitu ISDV (Indische
Social Democratische Vereeniging). Namun organisasi yang didirikan orang
Belanda di Indonesia ini tidak mendapat simpati rakyat, oleh karena itu diadakan
―Gerakan Penyusupan‖ ke dalam tubuh Serikat Islam yang akhirnya berhasil
mempengaruhi tokoh-tokoh Serikat Islam muda seperti Semaun, Darsono, Tan
Malaka, dan Alimin. Politik Kanalisasi Idenburg cukup berhasil, karena Sarekat
Islam baru diberi pengakuan badan hukum pada bulan Maret 1916 dan keputusan

6
ini diambil ketika ia akan mengakhiri masa jabatannya.Sementara itu, Idenburg
digantikan oleh Gubernur Jenderal van Limburg Stirum (1916-1921). Jenderal
Van Limburg baru bersikap agak simpatik terhadap Sarekat Islam.

Namun sebelum Kongres Sarekat Islam Kedua tahun 1917 yang diadakan
di Jakarta. Muncul aliran revolusioner sosialistis (bercorak demokratis) yang
selalu siap berjuang dipimpin oleh Semaun dan Darsono yang merupakan pelopor
penggunaan senjata dalam berjuang melawan imperialisme yaitu teori perjuangan
Marx. Pada saat itu Semaun menduduki jabatan ketua pada SI lokal Semarang.
Timbulah pertentangan antara pendukung paham Islam dan paham Marx sehingga
terjadilah perdebatan antara H.Agus Salim-Abdul Muis dengan pihak Semaun.
Dalam Kongres itu diputuskan pula tentang keikutsertaan partai dalam Voklsraad
(Dewan Rakyat). Dengan HOS Tjokroaminoto (anggota yang diangkat) dan
Abdul Muis (anggota yang dipilih) mewakili Sarekat Islam dalam Volksraad
tersebut.

Pada Kongres Sarekat Islam ke tujuh Tahun 1921 di Madiun SI mengubah


namanya menjadi PSI (Partai Sarekat Islam). Tahun 1921, Sarekat Islam pecah
menjadi dua ketika cabang SI yang mendapat pengaruh komunis yaitu golongan
kiri (paham Marx) dapat disingkirkan, lalu menamakan dirinya bernaung dalam
Sarekat Rakyat (SR) atau Sarekat Islam Merah yang merupakan organisasi
dibawah naungan Partai Komunis Indonesia (PKI) dipimpin oleh Semaun
sedangkan Sarekat Islam Putih dipimpin oleh Cokroaminoto dengan anggotanya
yaitu SI awal .Sejak itu, SI dan SR berusaha untuk mencari dukungan dari massa
dan keduanya cukup berhasil. Kongres Partai Sarekat Islam tahun 1927
menegaskan struktur partai yang kuat bahwa tujuan perjuangan adalah mencapai
kemerdekaan nasional berdasarkan agama Islam. Karena tujuannya adalah untuk
mencapai kemerdekaan nasional maka Partai Sarekat Islam menggabungkan diri
dengan Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia
(PPPKI). Tahun 1928 dan 1929 PSI merasa khawatir atas dominasi Partai
Nasionalis Indonesia(PNI) dalam dunia politik dan PSI tidak mampu mencegah
kemundurannya secara pelan-pelan.

7
PSI yang merupakan anggota federasi PPPKI,lambat laun tidak senang
terhadap badan federatif itu.Dalam kongres PPPKI akhir bulan Desember 1929 di
Solo, Mohammad Husni Thamrin menyatakan bahwa ia sangat keberatan terhadap
sikap PSI cabang Batavia yang tidak ikut serta dalam rapat-rapat protes PPPKI
terhadap poenale sanctie (sanksi hukuman yang diberikan bila para kuli
melanggar kontrak/melarikan diri) yang diadakan bulan september sebelumnya
(tahun 1929). Menanggapi kritik itu, maka PSI mengancam akan keluar dari
PPPKI.Kemudian salah satu keputusan kongres PSI tahun 1930 adalah mengubah
nama PSI menjadi PSII(Partai Sarekat Islam Indonesia). Perubahan itu dilakukan
untuk menunjukkan bahwasanya PSII sangat berbakti terhadap pembentukan
Negara Kesatuan Indonesia.

e. Kemunduran PSII

Bulan Juli dan Agustus 1930 hubungan PSII dengan golongan nasionalis
non agama memburuk dikarenakan terdapat serangkaian tulisan di surat kabar
Soeara Oemoem yang ditulis oleh banyak anggota PPPKI.Tulisan-tulisan tersebut
ditafsirkan sebagai penghinaan terhadap keyakinan PSII.Hal tersebut
menyebabkan tanggal 28 Desember 1929(tidak menunggu kongres) PSII
mengumumkan keluar dari PPPKI.Alasannya yaitu karena Pasal 1 Anggaran
Dasar PPPKI berlawanan dengan anggaran dasar PSII yang memperbolehkan
keanggotaan bagi semua orang islam apa pun kebangsaannya.Juga alasan lainnya
karena kelompok studi umum di Surabaya kurang menghormati agama
Islam;perkumpulan-perkumpulan lain anggota PPPKI selalu bertengkar karena
perkumpulan-perkumpulan itu menentang poligami sehingga PSII pecah menjadi
beberapa partai kecil dan PSII selanjutnya menjalin hubungan yang lebih erat
dengan organisasi islam lainnya.

Perselisihan antara anggota pengurus besar partai yairu Cokroaminoto dan


H.Agus Salim dengan dr.Sukiman Wiryosanjoyo dan Suryopranoto
mengakibatkan perpecahan dalam tubuh PSII.Maka tahun 1933 Dr. Sukiman

8
Wiryosanjoyo dan Suryopranoto dipecat dari PSII. Pertengahan bulan Mei 1933
berdiri partai baru di Yogyakarta bernama Partai Islam Indonesia (Parii). Partai ini
bertujuan ke arah harmonis dari nusa bangsa atas dasar agama islam dan pada
waktu itu Parii dipimpin oleh dr. Sukiman namun partai ini berumur
pendek.Tahun 1935 Cokroaminoto meninggal dunia, dan muncul suara-suara
bahwa Parii mau bergabung lagi dengan PSII. Namun, untuk bergabung kembali
masih ada halangan karena H. Agus Salim menjadi ketua PSII menggantikan
Cokroaminoto. Perselisihan dalam partai terus bertambah. H. Agus Salim
menghendaki agar PSII bekerjasama dengan pemerintah yang sebelumnya PSII
bersikap nonkooperasi yang menyebabkan PSII dibatasi geraknya.Sehingga
tanggal 7 Maret 1935 H.Agus Salim mengusulkan agar PSII membuang sikap
nonkooperasi. Hal tersebut mengakibatkan perpecahan dalam pimpinan PSII.

H. Agus Salim terpilih kembali sebagai Ketua Dewan Partai.Lawan-


lawannya yaitu Abikusno Cokrosuyoso dan S.M.Kartosuwiryo. Pada kongres
tahun 1936 Abikusno terpilih sebagai formatur, akibatnya pengurus terdiri atas
orang-orang yang anti kepada H.Agus Salim. Sehingga membuat H.Agus Salim
memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai Ketua Dewan Partai. Namun, dia
tetap berjanji untuk menyumbangkan segenap teganya untuk tetap bekerja demi
kepentingan umat Islam Indonesia.

Untuk melanjutkan cita-citanya itu,tanggal 28 November 1936 di Jakarta


dibentuklah golongan yang pro kepada H.Agus Salim yaitu suatu komite oposisi
(sebuah komite yang mau bekerjasama dengan pemerintahan kolonial). Komite itu
bernama Barisan Penyadar PSII yang dipimpin oleh Muhammad Rum.Tujuannya
adalah ingin menyadarkan PSII bahwa zaman ini sudah berubah.Komite itu
dengan tegas membantah sikap nonkooperasi PSII dan mereka sendiri menempuh
politik kooperasi.Pada tanggal 13 Februari PSII memecat kaum oposisi dengan
alasan bahwa tindakan mereka bertentangan dengan hukum dan sumpah partai
yang membuat 29 tokoh terkemuka PSII dipecat termasuklah H.Agus Salim.

9
Selanjutnya kongres ke 23 di Bandung yang diadakan tanggal 19-25 Juli
1937 antara lain memutuskan mencabut pemecatan atas anggota yang telah
dikeluarkan dari PSII.Mereka diberi kesempatan untuk kembali ke PSII. Maka,
pada 17 September 1937 PSII bersatu kembali dengan partai asal. Mereka yang
kembali bergabung ke PSII yaitu Dr.Sukiman, Wali Al-Fatah dan lainnya.

Namun perdamaian dengan golongan ini tidak berlangsung lama. Setelah


kongres di Suabaya mereka keluar dari PSII karena tetap tidak setuju dengan
politik PSII. Mereka bersedia kembali jikalau PSII :

 jika PSII mau melepaskan asas hijrah, asas itu tidak boleh dijadikan asas
perjuangan melainkan hanya taktik perjuangan;
 semata mata hanya mengerjakan aksi politik sedang pekerjaan sosial
ekonomi harus diserahkan kepada perkumpulan lain;
 secepatnya mencabut disiplin partai terhadap Muhammadiyah.Namun,PSII
menolak permintaan itu.

Karena penolakan itu maka tanggal 6 Desember 1938 di Solo didirikanlah


partai baru bernama Partai Islam Indonesia (PII) yang diketuai R.M. Wiwoho
dengan anggota gabungan dari Parii, Muhammadiyah dan Jong Islamitien Bond
(JIB)

Selanjutnya, Kartosuwiryo yang membuat pengurus PSII Marah. Ia telah


menulis brosur yang terdiri dari dua jilid tentang hijrah tanpa membicarakannya
lebih dulu dengan Abikusno. Kartosuwiryo dan beberapa temannya temannya
telah menyatakan bantahannya dengan cara yang dipandang tidak baik atas
tindakan PSII menggabungkan diri dalam Gapi. Kartosuwiryo menolak
menghentikan penerbitan tulisan itu dan ia mendapat dukungan dari beberapa
cabang PSII di Jawa Tengah, sehingga Kartosuwiryo dan 8 cabang PSII di Jawa
Tengah dipecat dari partai tahun 1939.

10
Pada kongres PSII di Palembang tahun1940 diputuskan menyetujui
pemecatan atas S.M.Kartosuwiryo. Setelah dipecat,permulaan tahun 1940
Kartosuwiryo mendirikan Komite Pertahanan Kebenaran PSII yang mana tanggal
24 Maret 1940 mengadakan rapat umum di Malangbong, Garut. Dalam rapat
itu,diterangkan bahwa akan dijalankan ―politik hijrah‖ juga disiarkan keputusan
untuk mengadakan suatu ―suffah‖ yaitu suatu badan yang mendidik menjadi
pemimpin-pemimpin yang ahli. Sehingga berdirilah PSII kedua, dalam hal ini
bendera dan nama PSII dipakai dengan menggunakan asas dan anggaran dasar
yang sama.Dalam kelompok ini sudah nampak cita-cita teokratis islam yang
nantinya akan menjadi dasar perjuangan Darul Islam Kartosuwiryo. Namun,
kesempatan untuk berkembang lenih lanjut lagi terhambat karena keadaan perang.
Maka tanggal 10 Mei 1940 karena keadaan darurat habislah riwayat kedua partai
tersebut dibidang politik.

B. SI putih dan SI merah

Selain perdebatan tentang keterlibatan SI dalam Volksraad, pertentangan


tentang menyikapi keinginan Pemerintah Hindia Belanda untuk membentuk Aksi
Ketahanan Hindia (Indie Weerbaar Actie) sebagai bentuk antisipasi Pemerintah
Hindia Belanda bila Perang Dunia I menyebar ke Asia Tenggara. Perdebatan
muncul antara Abdoel Moeis dan Semaoen yang masing-masing berbeda
pandangan melihat Indie Weerbaar Actie tersebut.

Adapun awal mula terpecahnya SI menjadi SI merah dan SI putih adalah


sebagai berikut :

a. Semangat Gerakan Pan-Islamisme

Sampai pada abad ke-20, perkembangan Islam di Indonesia semakin


tampak. Kuatnya arus perkembangan Islam ini adalah akibat dari proses
menyebarnya gerakan Pan-Islamisme(kebangkitan Islam) yang datang dari Timur
Tengah. Melalui gerakan inilah, semangat pembaruan Islam hadir dan mewarnai

11
pemikiran masyarakat muslim bumiputera yang sebelumnya telah memluk agama
Islam.

Semangat gerakan Pan-Islamisme yang ada di Timur tengah, hadir ke


Indonesia dibawa oleh para haji yang datang setelah menunaikan ibadah haji di
Mekkah. Dengan demikian, para haji yang telah bermukim di Mekkah
menyaksikan betapa pentingnya wacana Islam dan politik internasional.
Menjelang pertengahan abad ke-19, jumlah jamaah haji pada dekade 50-60-an
mencapai 1600, pada 70-an mencapai 2600 dan pada 80-an mencapai 4600.
Jumlah keseluruhan jamaah haji dunia pada tahun 1914 adalah 56.855 dengan
28.427 orang di antaranya merupakan jamaah haji asal Indonesia.

Sekembalinya mereka dari Mekkah, berbagai ilmu diajarkan kepada


masyarakat setempat. Pengajaran umumnya dilakukan melalui pesantren. Semakin
banyaknya haji yang datang ke kampung halaman, semakin banyak pula pesantren
yang berdiri di berbagai daerah di nusantara. Kendati tidak semua haji mendirikan
pesantren, akan tetapi haji mendapat posisi sosial yang tinggi sebagai orang yang
dianggap saleh.

Bagi para haji yang mendirikan pesantren –umumnya disebut kyai-,


mereka menjadi pembimbing bagi para muridnya –santri-. Kyai memiliki peran
ganda dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Kyai menjadi pembimbing
spiritual, baik bagi para santri maupun bagi masyarakat sekitar.

Pada prosesnya, wacana Pan-Islamisme semakin bersentuhan dalam ranah


politik, sebagai upaya untuk memperjuangkan rakyat bumiputera yang tertindas
oleh bentuk kolonialisme Belanda. Pada tahap inilah, Pan-Islamisme telah
melebur dalam semangat perjuangan pembebasan melalui berbagai bentuk seperti
pemberontakan, pergerakan organisasi modern, dan lain-lain.

Sikap-sikap pertentangan yang dilakukan oleh bumiputera terhadap


Belanda, pada dasarnya dipengaruhi oleh banyak hal. Sikap sewenang-wenang
Belanda terhadap bumiputera, serta yang paling penting adalah, proses
kristenisasi. Kristenisasi justru menjadi salah satu program pemerintah kolonial

12
yang saat itu diberlakukan oleh Gubernur Jenderal Idenburg tahun 1909.
Diberlakukanya Kristenisasi di Indonesia adalah sebagai upaya untuk menekan
laju perkembangan Islam di Indonesia.

Sebagai upaya untuk menekan laju kristenisasi, para kyai, haji, dan ulama
membentuk perkumpulan sebagai wadah persatuan umat Islam bumiputera.
Seperti halnya H. Samanhudi, H.O.S Tjokroaminoto, H. Agus Salim serta
berbagai tokoh lainnya melalui organisasi Sarekat Islam (SI), mereka bergerak
bersama bumiputera lainnya melawan bentuk-bentuk kolonialisme serta
Kristenisasi yang dilakukan oleh Belanda. SI dalam perjuangannya juga dibantu
oleh para tokoh beserta organ Islam lainnya seperti H. Achmad Dahlan dengan
Muhammadiyah; K.H Wahab Hasbullah dan K.H Hasyim Asy‘ari dengan Tswiful
Anwar dan Nahdlatul Ulama (NU), serta berbagai tokoh dan organ Islam lain
yang juga mendukung arah perjuangan SI. Selain itu jumlah haji yang bergabung
dalam SI mencapai 10% dari keseluruhan anggotanya saat itu

b. SI di Berbagai Daerah

Pergantian Gubernur Jendral yang semula dipegang oleh Joannes B. Van


Heutz (1904-1909) dan digantikan oleh A. Willem Frederik Idenburg (1909-
1916), memiliki keuntungan serta kerugian dalam pergerakan SI menjelang tahun
1916. Persebaran kekuatan SI menjadi perhatian khusus bagi Idenburg, perhatian
tersebut berujung kepada pemberian persetujuan terhadap pengajuan SI sebagai
organisasi legal. Pemberian legalitas kepada SI bukan berarti SI dapat secara
bebas untuk melakukan berbagai kegiatan seperti yang diharapkan. Pasalnya SI
dikenai regulasi untuk setiap pembentukan cabang SI di berbagai daerah, harus
memiliki Anggaran Dasar masing-masing untuk disahkan sebagai organisasi yang
legal. Artinya, SI harus mengubah sifat organisasinya yang sebelumnya terpusat
dengan cabang-cabang di berbagai daerah, berubah menjadi sistem desentralisasi
dengan setiap daerah memiliki kewenangan untuk memimpin kelembagaan SI-nya
masing-masing.

13
Pengesahan terhadap SI beserta syarat-syarat kelembagaannya diterima
oleh Tjokroaminoto sebagai Hoofdbestuur SI. Melihat kenyataan yang dapat
mengganggu stabilitas SI, Tjokroaminoto mengamil keputusan untuk
melaksanakan Kongres Nasional SI pertama di Bandung tanggal 17-24 Juni 1916.
Kongres tersebut bertujuan untuk membentuk Central Serikat Islam (CSI). CSI
dibentuk sebagai federasi dari berbagai SI lokal yang tersebar di seluruh
nusantara. CSI secara struktural dipegang oleh Tjokroaminoto dengan berbagai
variasi kepengurusan dalam setiap tahun pergantiannya.

Paska terbentuknya CSI, Tjokroaminoto melakukan kunjungan ke


berbagai daerah untuk mengokohkan keberadaan SI. Selain Tjokroaminoto,
berbagai tokoh penting SI juga melakukan hal yang sama, seperti halnya Raden
Gunawan, Abdoel Moeis, dan Agus Salim. Raden Gunawan memperkuat SI di
wilayah Jawa Barat hingga Sumatera Selatan, Abdoel Moeis dan Agus Salim
memperbesar pengaruh SI ke kampung halamannya Sumatera Barat. Selain
mereka, masih banyak anggota SI lainnya. Salah satu anggota SI yang masih
muda dan progresif muncul di Semarang, Semaoen itulah namanya. Semaoen
sebelumnya aktif dalam Vereniging voor Spooren Tramweg Personeel (VSTP)
dan tepat pada 6 Mei 1917 menjadi pimpinan SI Semarang.

Selain itu berbagai kebutuhan berkaitan dengan upaya peningkatan


pengajaran umat Islam juga menjadi kebutuhan utama untuk diperjuangkan.
Muhammadiyah sebagai organ bumiputera yang berkonsentrasi dalam bidang
pendidikan serta pembaruan Islam, bersama-sama dengan SI turut memajukan
pendidikan bagi bumiputera. Kebutuhan terhadap para guru serta berbagai
panduan sistem pengajaran al-Qur‘an muncul atas kesadaran umat Islam
nusantara, juga sebagai program yang secepatnya harus direalisasikan untuk
kemajuan Islam di nusantara.

Dengan besarnya kelembagaan SI, tahun 1916 dalam Kongres Nasional SI


pertama di Bandung. Penggunaan istilah ―nasional‖ menjadi tanda SI telah
muncul sebagai sebuah perkumpulan bumiputera yang besar dan tersebar di

14
seluruh Nusantara. Tjokroaminoto memandang sudah saatnya bumiputera untuk
menentukan pemerintahannya sendiri seperti yang dicita-citakan, diungkapkannya
dalam pidatonya dalam bahasa Belanda:

Wij hebben ons ras lief en met de kracht van de leer van onzen godsdienst (Islam)
doen wij ons best om allen of het grootste gedeelte van onze bangsa een te maken,
wij hebben lief het land, dat ons geboren zag en wij hebben lief het gouvernement,
dat ons beschermt. Daarom zijn wij niet beschrood om op alles, wat eij denken
goed te zijn, de aandacht te vestigen, en te vragen het geen wij denken dat ons
ras, onzen geboortegrond en ons gouvernement zal kunnen verbeteren.

Kita mencintai bangsa kita dan dengan ajaran agama kita (Islam), kita
berusaha sepenuhnya untuk mempersatukan seluruh atau sebagian besar bangsa
kita. Kita mencintai negeri yang telah menyaksikan kelahiran kita, dan kita
mencintai pemerintah yang melindungi kita. Maka dari itu kita pun tidaklah
segan-segan untuk meminta perhatiaannya terhadap apa yang kita anggap baik,
dan meminta segala sesuatu yang kita anggap dapat memperbaiki bangsa kita,
tanah air kita, dan pemerintahan kita.

Tjokroaminoto pada dasarnya ingin menyampaikan cita-cita SI yaitu


memiliki pemerintahan sendiri sebagai sebuah bangsa yang merdeka dan berdiri
sendiri, bukan sebagai bangsa yang hidup di bawah tekanan kolonialisme
Belanda.

Kerajaan Belanda menerapkan zelfbestuur bagi Hindia Belanda, suatu


bentuk otonomi pemerintahan bagi teritori Hindia Belanda, atau desentralisasi
kekuasaan kepada pemerintahan kolonial. Dampak diterapkannya zelfbestuur
tersebut maka akan dibentuk Volksraad –parlemen, dewan rakyat- bagi daerah
Hindia Belanda.

Salah satu pertimbangan yang melatar belakangi pembentukan Volksraad


adalah situasi Belanda yang saat itu terlibat perang di Eropa. Upaya melunak yang
diberlakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda terhadap Indonesia adalah sebuah

15
upaya agar bumiputera tetap mendukung kebijakan Belanda. Sebagai upaya untuk
merealisasikan kompromi Belanda terhadap bumiputera di masa perang tersebut,
Van Limburg Stirum sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1916-1920)
memulai usaha pembentukan Volksraad.

Januari tahun 1918, pemilihan anggota Volksraad dilakukan. Beberapa


nama masuk dalam penjaringan anggota yang dipilih oleh Pemerintah Hindia
Belanda. Ketika 19 nama telah disetujui dan disahkan oleh Pemerintah Hindia
Belanda, menjelang terbentuknya pada bulan Februari 1918, Stirum
mengakomodir beberapa pihak bumiputera lainnya dan bergabung dengan ke-19
Anggota Volksraad lainnya. Beberapa nama yang masuk adalah Mangkunegara
Prang Wedana, Tjokroaminoto, Dwijosewojo, Tjipto Mangunkoesoemo, dan M.
Tajeb. Dengan demikian, Tjokroaminoto masuk sebagai anggota Volksraad
pertama perwakilan dari SI.

Tahun 1918 krisis ekonomi membayangi daerah Jawa, sebagai akibat


politik etis Belanda yang membuka investasi seluas-luasnya kepada pemodal,
menyebabkan banyak munculnya industri, salah satunya perkebunan tebu untuk
memproduksi gula sebagai komoditas masa itu. Para pekerja dan buruh semakin
tertekan karena perusahaan mengurangi upah pekerja, sebagai bentuk
pengurangan biaya produksi akibat upaya rekonstruksi Belanda paska perang,
ditambah berkurangnya pertanian sawah yang dikonversi menjadi petani tebu.
Sehingga bahaya kelaparan dan krisis pangan mengancam penduduk bumiputera.

Tjokroaminoto menanggapi kondisi tersebut dan mengajukan usulan


kepada Gubernur Jenderal agar pemerintah mengurangi jumlah tanaman tebu
sebanyak 50%. Akan tetapi permintaan tersebut ditolak. Ditolaknya usulan
Tjokroaminoto tetap tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap mengupayakan
agar tanaman perkebunan tebu dikurangi. Tahun 1919, ia kembali mengusulkan
hal yang sama, akan tetapi dengan nominal yang lebih rendah menjadi 25%. Dasar
tuntutan tersebut diajukan dengan pertimbangan tentang ancaman bahaya
kelaparan di Jawa, sehingga SI berpendapat tanah yang digunakan untuk

16
perkebunan tebu dikonversi kepada persawahan padi. Tuntutan ini diusulkan
dalam sidang Volksraad tanggal 20 Februari 1919. Meskipun tuntutan dikurangi,
tetapi usulan tetap ditolak. Ditolaknya usulan Tjokoroaminoto terkait dengan
situasi bumiputera, akhirnya mengundang reaksi dari anggota SI lainnya. Salah
yang menuntut agar perwakilan SI ditarik dari Volksraad.

c. Perebutan Pengaruh SI Putih dan Merah

Tahun 1916 menjadi awal perpecahan SI, friksi tersebut dimulai ketika
wacana keterlibatan SI dalam Volksraad digulirkan dan mendapat reaksi beragam
dari internal SI. Pentolan SI Semarang, Semaoen, Darsono, Baars, dan kawan-
kawan, melakukan aksi pengecaman terhadap kebijakan SI yang masuk ke dalam
Volksraad. Hal tersebut seperti yang diungkapkan Semaoen:

Banyak kaoem bergerak menaroeh kepertjajaan besar pada kekoeasaanja


komidi Volksraad, hal jang mana mengoerangkan kepertjajaan atas diri sendiri.
Di dalam Volksraad pemerintah bisa taoe apa jang mendjadi pikirannja rakjat
dan dengan pengetahoean itoe ia bisalah mengambil atoeran-atoeran jang tiada
djadi sakit hatinja rakjat, sehingga napsoe peperasan bisa didjalankan teroes
dengan menjingkiri rasa keberatannja rakjat. Maka dari itoe siapa jang soeka
dingin kipasnja pemerintah dinamakan Volksraad, baiklah tidoer lagi senjenjak-
njenjaknja.

Semaoen menggambarkan Volksraad sebagai komidi –komedi- atau lebih


identik dengan lawakan, sandiwara, yang baginya tidak berdampak positif
terhadap perjuangan bumiputera. Menurut Semaoen, perjuangan SI melalui
Volksraad justru menunjukkan kalau Tjokroaminoto sebagai pimpinan SI, tidak
anti terhadap bentuk-bentuk Kapitalisme Belanda. Kelompok Semarang yang
terpengaruh ideologi sosialis-marxisme –atau lebih umum dikenal dengan
Komunisme- pada dasarnya menginginkan SI bersikap lebih revolusioner dalam
menghadapi sikap Belanda yang kapitalistik dan represif. Selain itu pola
pergerakan kelompok Semarang lebih mengarahkan untuk melakukan pembinaan

17
terhadap buruh. Upaya perjuangan melalui buruh juga sangat berdasar, pasalnya
karena kapitalisasi industri Belanda menyeret bumiputera dalam keterpurukan
ekonomi, sosial, dan politik.

Kerasnya penolakan Semaoen terhadap pola pergerakan SI yang dianggap


tidak nyata dalam memperjuangkan bumiputera, sangat tampak ketika kongres
CSI tahun 1917, saat SI memberikan dukungan terhadap Indie Weerbaar Actie.
Semaoen sebagai Ketua SI Semarang menyatakan ―Kami tidak suka keluarkan
darah untuk keperluan orang lain, apalagi keperluan Zondig Kapitalisme‖. Alasan
Semaoen mengecam kebijakan SI tersebut dikarenakan tujuan utama
pembentukan Indie Weerbaar Actie adalah memperkuat pertahanan Hindia
Belanda dari kekuatan Jepang yang mengancam Asia Tenggara, Indie Weerbaar
Actie dianggap hanya menguntungkan orang-orang Belanda dan hanya sedikit
bagi bumiputera. Belanda adalah penjajah, dan ingin tetap mengokohkan
kekuasaannya di Nusantara melalui kapitalismenya. Dengan demikian istilah
Zondig Kapitalisme –zondig berarti dosa- yang ditujukan kepada Belanda
menandai tidak seharusnya mendapatkan dukungan dari bumiputera, terutama SI.

Sosialisme merupakan salah satu ideologi besar dunia yang berkembang di


abad ke-20. Sosialisme hadir di Indonesia dibawa oleh E.F.W. Douwes Dekker,
H.J.F.M Sneevliet, Ir. A. Baars, dan Brigma. Douwes Dekker merupakan salah
satu dari sekian banyak orang Belanda yang mendukung dilaksanakannya Politik
Etis di Hindia Belanda. Dekker membentuk sebuah perkumpulan di Semarang
dengan nama Semarangsche Keizervereeniging Club, organ ini adalah embrio
Indische Partij (IP), yang didirikan pada 6 September 1912. Menjelang tahun
1913, asas organ tersebut ditolak oleh pemerintah kolonial dan akhirnya
dibubarkan.

H.J.F.M Sneevliet, merupakan salah seorang propagandis komunis


internasional yang berasal dari Belanda. Ia datang ke Indonesia sebagai pekerja
kereta api di Surabaya, dan kemudian mendirikan Indische Sosialische

18
Demokratie Vereenigging (ISDV). Ketika melihat perkembangan Komunisme di
Semarang berkembang, ia memutuskan pindah ke Semarang.

Gagasan utama yang menjadi dasar ideologi Sosialisme adalah ajaran Karl
Marx. Gagasan dasr Marxisme meliputi dua hal. Pertama, Teori Sosial, Marxis
melihat bahwa susunan masyarakat pada zaman mana pun secara fundamental
ditentukan oleh metode-metode produksi dan distribusi kekayaan. Berbagai
lembaga serta gagasan yang ada dalam masyarakat pada dasarnya berfungsi untuk
mempertahankan kepentingan kelas yang memiliki dan mengontrol alat-alat
produksi atau bentuk utama kekayaan. Dengan demikian, kelompok atau kelas
pemodal inilah yang menguasai struktur sosial untuk kepentingannya. Kedua,
Filsafat Sejarah Marxis melihat bahwa perubahan masyarakat pada dasarnya
bukan ditentukan oleh konflik gagasan seperti halnya pemikiran Friedrich Hegel,
akan tetapi akan tetapi, peruabahan masyarakat ditentukan oleh konflik ekonomi,
anatara kepentingan ekonomi kelas yang memerintah dengan kelas yang
diperintah, pertarungan kelas sosial. Sederhananya, Komunisme menghendaki
kepemilikan negara dalam hal semua kekayaan, termasuk di dalamnya, baik
barang produksi maupun barang-barang konsumsi. Untuk mencapai perubahan
tersebut, Komunisme menghendaki perubahan secara radikal dan revolusioner.

Gagasan Marxis sesuai dengan kondisi rakyat Nusantara saat itu yang
sedang mengalami penindasan kelas oleh Pemerintah Kolonial Belanda, sehingga
banyak aktivis SI yang terpengaruh konsep dan pola gerakan Komunisme, di
antaranya Semaoen, Darsono, dan Tan Malaka dan lain-lain. Realitas sosial ini
memunculkan berbagai kajian tentang Marxis sehingga pola gerakan SI –terutama
SI Semarang- berubah lebih revolusioner. Gerakan revolusioner SI terwujud
dalam bentuk aksi pendampingan dan pembentukan serikat buruh di berbagai
industri.

Sebagai upaya menolak gerakan Indie Werbaar Actie, Semaoen sebagai


pimpinan SI Semarang memutuskan untuk melakukan perjuangannya sendiri.
Semaoen menggandeng para buruh untuk melakukan berbagai aksi pemogokan di

19
berbagai daerah. ISDV dan VSTP menjadi penyokong perjuangan Semaoen
tersebut. Pergerakan buruh yang dilakukan menjadi garda terdepan menentang
semua kebijakan Pemerintah Hindia Belanda, gerakan ekstra parlementer yang
dilakukan SI Semarang berlangsung selama tahun 1917-1918. Pada masa ini
terjadi krisis ekonomi, yang disebabkan meningkatnya laju inflasi sebagai dampak
dari Perang Dunia I. Inflasi ini menyebabkan penurunan nominal upah buruh dan
meningkatnya harga barang.

Pemogokan adalah aksi yang dipilih oleh gerakan buruh yang dimotori SI
Semarang untuk menekan para pemilik modal agar segera meningkatkan upah.
Beberapa rangkaian pemogokan dilakukan, di antaranya pemogokan buruh pabrik
perabotan, buruh cetak, buruh pabrik mesin jahit Singer, buruh bengkel mobil,
buruh transportasi uap dan perahu. Masing-masing rangkaian pemogokan yang
dipelopori SI Semarang meluas ke berbagai daerah, Batavia, Bandung, Surabaya,
dan sebagainya.

Berhasilnya berbagai pemogokan yang dimotori oleh SI Semarang


pimpinan Semaoen, akhirnya serikat pekerja di berbagai daerah mempercayakan
kepemimpinan perserikatan buruh kepada SI Semarang. Semaoen tetap
berkeyakinan bahwa model pergerakan ekstraparlementer dan radikal adalah
metode efektif melawan Kolonialisme Belanda, Semaoen tetap bersikeras
menolak sikap pembesar SI seperti Tjokroaminoto, Abdoel Moeis, dan lainnya
dalam membawa arah pergerakan SI melalui Volksraad dan memberikan
dukungan terhadap Indie Werbaar Actie.

Ketika terjadi perdebatan terhadap beberapa kebijakan SI. Tjokroaminoto


sebagaiHoofdbeestuur SI menginisiasi mengakhiri konflik dalam Kongres ke-3 SI
tahun 1918 di Surabaya. Masing-masing pihak kemudian menyepakati untuk
membatasi pertentangan tersebut dalam konteks keorganisasian dan bukan atas
nama pribadi. Dalam kongres tersebut, Tjokroaminoto dan Moeis tetap dipercaya
sebagai pimpinan serta wakil pengurus pusat CSI. Dalam kongres ke-3 keputusan
kongres menyatakan dukungan terhadap aksi pemogokan buruh.

20
Keputusan kongres-3 akhirnya dipertegas dalam Kongres ke-4 tahun 1919,
yaitu menghasilkan keputusan untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia,
dam ketika Indonesia merdeka, federasi buruh akan berperan sebagai kamar
pertama, sedangkan partai-partai politik berperan sebagai kamar kedua. Selain itu
dalam kongres ini juga disepakati dilakukannya restrukturisasi dan pembentukan
Perkumpulan Pergerakan Kaum Buruh (selanjutnya disebut PPKB) sebagai
federasi dari organ buruh di Indonesia dengan diketuai oleh Semaoen, wakil ketua
Suryopranoto, dan sekretaris H. Agus Salim.

Suryopranoto sebagai wakil ketua PPKB yang juga terpilih sebagai wakil
ketua CSI dalam Kongres ke-4 mendampingi Tjokroaminoto mengusulkan agar
Jogjakarta dijadikan sebagai pusat kedudukan gerakan PPKB. Usulan tersebut
ditolak oleh Semaoen yang menganggap bahwa wacana itu berindikasi untuk
menarik kantong-kantong pergerakan buruh di bawah kendali Tjokroaminoto Cs.
Karena itu kemudian Semaoen menarik kedudukan PPKB ke Semarang dengan
dalih, bahwa ketua memiliki wewenang untuk menentukan kedudukan pusat dari
pergerakan buruh tesebut.

Berbagai pertentangan yang dilakukan oleh Semaoen Cs terkait kebijakan


SI, menyebabkan posisi Tjokroaminoto terpojok sebagai Hoofdbestuur CSI. Pola
diplomasi dan kemampuannya dalam mempengaruhi massa dilakukan oleh
Tjokroaminoto dalam Kongres ke-3 CSI dalam pidatonya:

Yang kita inginkan adalah: sama rasa, terlepas dari semua perbedaan
agama. CSI ingin mengangkat persamaan semua ras di Hindia sedemikian rupa
sehingga mencapai (tahap) pemerintahan sendiri. CSI menentang kapitalisme, CSI
tidak akan mentolerir dominasi manusia terhadap manusia lainnya. CSI akan
bekerja sama dengan siapa saja yang mau bekerja demi kepentingan ini. CSI
menginginkan pendidikan sehingga orang dapat bersuara dan menyumbang pada
kesejahteraan Hindia. Pemerintahan sendiri yang suatu saat harus ada di Hindia,
harus melibatkan partisipasi yang sama seperti pemerintahan sendiri di negeri
Eropa. Tidak boleh ada komedi.

21
Diplomasi Tjokroaminoto pada prinsipnya ingin menarik simpati anggota
SI untuk mendukung perjuangan di dalam Volksraad. Bagaimanapun juga, ajakan
kepada semua anggota SI itu terganjal oleh meningkatnya eksistensi Semaoen
dalam mengorganisir para buruh melawan Kapitalisme Belanda. Sebagai upaya
untuk menarik simpati tersebut, Tjokroaminoto juga menyerukan tuntutan yang
sama seperti yang diinginkan oleh pengikut Komunisme serta kembali
menghimbau dukungan para anggota SI dalam perjuangan di Volksraad.

Posisi Tjokroaminoto semakin sulit ketika orang-orang Arab dan


keturunan menarik diri dari SI dan berhenti menjadi penyokong pendanaan surat
kabar Otoesan Hindia –surat kabar milik Sarekat Islam-. Untuk mengembalikan
dukungan orang-orang Arab dan keturunan, Tjokroaminoto bergabung dengan al-
Irsyad di Surabaya untuk kembali menegaskan bahwa SI masih memperjuangkan
berbagai kepentingan umat Islam dan menjadikan Islam sebagai garis perjuangan.

Menjelang tahun 1920, kegagalan beberapa aksi pemogokan yang


dipimpin oleh Semaoen, menjadi alasan bagi Suryopranoto dan Agus Salim untuk
menarik kedudukan PPKB dari Semarang ke Yogyakarta. Penarikan ini menandai
dicabutnya dukungan Tjokroaminoto terhadap pola pergerakan Semaoen dan SI
Semarang. Tjokroaminoto menilai kegagalan pemogokan tersebut, ditengarai oleh
masuknya peran-peran propaganda Komunis yang berlebihan dalam menentukan
arah gerakan buruh. Tjokroaminoto bersama Agus Salim dan Moeis serta organ
Serikat Pekerja Pegadaian yang berada di bawah kendali Tjokroaminoto Cs,
bagian dari organ PPKB kemudian melakukan proteksi terhadap arus Komunisme.

Ditariknya PPKB ke Yogyakarta, sangat memukul Semaoen sebagai Ketua


PPKB. Penarikan posisi PPKB ke Yogyakarta tidak dapat ditolak, sebagai bagian
dari kebijakan CSI. Akan tetapi Semaoen kemudian mengajukan usulan kepada
Tjokroaminoto untuk membantu para buruh yang dipecat akibat kegagalan
pemogokan. Permintaan tersebut diterima oleh Tjokroaminoto dengan membentuk
Komite Derma untuk memberikan bantuan dana kepada buruh pabrik yang
dipecat akibat kegagalan aksi pemeogokan

22
Setelah pembentukan Komite Derma di Yogyakarta, akhirnya
Tjokroaminoto Cs mengamankan dan menarik berbagai organ buruh yang berada
di bawah kendalinya. Sementara Semaoen menarik ISDV dan VSTP serta
berbagai organ buruh pengikutnya dari PPKB, berkonsentrasi di Semarang.
Akhirnya Tjokroaminoto sebagai Hoofdbestuur CSI membubarkan sepihak
PPKB.

Sejak perselisihan inilah tensi konflik internal SI kembali meningkat, dan


memunculkan friksi tajam dengan adanya Faksi Islam yang diusung oleh
Tjokroaminoto Cs dengan Faksi Komunis yang diusung oleh Semaoen Cs, -
dikenal dengan istilah SI Putih vs SI Merah-. Masing-masing berupaya
menunjukkan eksistensinya dalam pola pergerakan masing-masing dengan
identitas ideologis yang berbeda antara Islam dan Komunis.

Terlepas dari friksi yang terjadi di internal SI. Aksi-aksi progressif yang
dilakukan oleh SI dan sayap buruhnya PPKB, mendapatkan perhatian khusus dari
Pemerintah Hindia Belanda. Dalam industri gula, para sindikat gula (Suiker
Syindicat) merasa tersinggung dengan usulan Tjokroaminoto terhadap
pengurangan 50%-80% tanah perkebunan tebu. Kekhawatiran para sindikat gula
dikarenakan Tjokroaminoto memiliki massa yang tidak dapat diremehkan.
Ditambah dengan pemogokan diberbagai daerah yang dimotori oleh PPKB.

Sebagai upaya untuk menekan aksi SI, sindikat gula yang juga tergabung
dalam Personil Economics Bond (PEB), memulai operasi untuk melemahkan SI
dengan mempelopori pembentukan berbagai organ gerakan rakyat dalam
menandingi keberadaan dan pengaruh SI dalam masyarakat. PEB membentuk
organ dari berbagai corak masyarakat bumiputera, seperti Sarekat Hedjo yang
bercorak kejawean, Pamitran di Bandung, Sarekat Pompa di Cimahi, Tolak Bahla
Towil Umur di Tasikmalaya dan Garut, serta organ yang bercorak Islam yaitu
Jamiatul Hasanah, Jamiatul Mutiin, dan Ahlu Sunnah Wal Jamaah. Sistem
perekrutan para anggotanya, dilakukan dengan cara memberikan gaji bagi

23
siapapun yang bergabung, dan setelah ditelusuri sumber pendanaan organ-organ
tersebut berasal dari PEB.

Pergantian Gubernur Jendral dari Limburg Stirum (1916-1918) kepada


Dirk Fork, mengubah sikap Pemerintah Hindia Belanda terhadap setiap
pergerakan yang ada. Berbagai aksi pemogoka yang dilakukan oleh serikat buruh
–dimotori oleh SI- dianggap menciderai rust en orde (keamanan dan ketertiban),
dan upaya merongrong Pemerintah Hindia Belanda. Dirk Fork menerapkan sikap
represif terhadap setiap aksi politik yang ada, dengan membentuk satuan khusus
(intelijen) yang dijalankan oleh kepolisian Hindia Belanda. Selain itu Dirk Fork
mencabut izin melakukan Vergadering (perkumpulan).

Awalnya Kongres ke-5 CSI yangakan dilaksanakan pada tahun 1920


terpaksa gagal dilaksanakan akibat banyaknya aktivis SI yang ditahan sehingga
Kongres dilaksanakan pada tahun 1921. Arah pembicaraan dalam kongres
mengenai ideologi pergerakan. Masing-masing faksi bersikukuh dengan pola
perjuangan berdasarkan ideologi masing-masing. Darsono dan kawan-kawan
sebagai perwakilan SI Semarang –Semaoen sedang berada di Rusia- tetap
bersikukuh dengan Komunisme, sedangkan Agus Salim, Abdoel Moeis, dan
Suryopranoto –Tjokroaminoto sedang dipenjara dengan tuduhan terlibat
pelanggaran rust en orde- juga tetap pendirian dengan Islam sebagai ideologi dan
cita dasar perjuangan dalam mewujudkan cita-cita Indonesia merdeka.

Kelompok SI Semarang tegas menolak Islam sebagai dasar pergerakan


serta menolak diterapkannya Islam dalam wilayah politik. Islam dianggap tidak
cekatan dalam merespons perubahan serta terlalu lemah dalam melakukan
perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda. SI Semarang tidak lagi
menempatkan Islam sebagai garis politik, Islam hanya sebatas agama.

Pergerakan SI Semarang yang berpijak pada dua kaki, tidak dapat diterima
baik oleh kalangan SI di bawah kontrol Tjokroaminoto yang pada saat itu terpusat
di Yogyakarta. SI Semarang yang mengusung dasar ideologi Komunisme,
semakin memperlihatkan adanya sifat sekularitas dalam hal agama dan politik.

24
Dengan demikian, terdapat perbedaan pandangan di kedua pihak tentang
penempatan agama dan politik dalam mewujudkan cita-cita perjuangan.

Model ideologi Komunis yang demikian sangat bertentangan dengan ide


dan gagasan Tjokroaminoto dan Agus Salim. Tjokroaminoto dan Agus Salim
tetap mempertahankan Islam sebagai dasar pergerakan. Islam merupakan sebuah
agama sekaligus ideologi yang mengatur semua hal tanpa terkecuali.
Tjokroaminoto dan Agus Salim menjelaskan, bahwa Islam menjadi fondasi
nasionalisme kebangsaan Indonesia.

Perdebatan terus berlanjut, dan tidak menemukan titik persamaan di antara


keduanya. Untuk menghindari perselisihan lebih lanjut, sedangkan perjuangan
yang nyata adalah melawan bentuk-bentuk Kolonialisme Belanda harus segera
direalisasikan. Perdebatan panjang, akhirnya semakin mempertegas keinginan
Agus Salim, Abdoel Moeis, dan Suryopranoto untuk segera mengakhiri
kebersamaannya dengan SI Semarang dengan cara mengesahkan disiplin partai
yang juga telah disepakati peserta kongres lainnya. Pihak SI Semarang yang telah
menduga hasil keputusan tersebut tetap tenang dan menerima hasil keputusan.

Disiplin partai menjadi keputusan yang tidak dapat ditolak dan harus
dilakukan, karena telah menjadi keputusan kongres. Yang dimaksud dengan
disiplin partai adalah memberikan kesempatan untuk memilih salah satu lembaga
bagi anggota SI yang sebelumnya memiliki keanggotaan ganda dengan PKI.

Termotivasi dengan keberhasilan Revolusi Rusia, Sneevliet menarik ISDV


menjadi sebuah organ yang lebih radikal. 23 Mei 1920, secara resmi ISDV
berubah menjadi Partai Komunis Indonesia (selanjutnya disebut PKI), sejak
terbentuknya PKI dan pecahnya SI, anggota SI yang berhaluan Komunis
kemudian bergabung sepenuhnya kepada PKI.

Agus Salim dan Moeis menerakan disiplin partai dalam SI untuk


mengurangi dan menghilangkan unsur Komunis yang telah menyebar dalam SI
Semarang dan beberapa SI afiliasinya. Beberapa kelompok yang mengambil sikap
keluar dari SI karena memiliki keanggotaan ganda adalah SI Semarang, serta SI

25
Kudus, Ambarawa, dan Sukabumi yang sebelumnya masuk dalam kelembagaan
ISDV. Penerapan disiplin partai tersebut, secara tegas memisahkan ideologi Islam
dengan ideologi Komunis yang juga memisahkan pusat organ pergerakan masing-
masing ke Yogyakarta dan Semarang.

C. Indischee Sociaal-Demokratische Vereninging (ISDV)

Indies Social Democratic Association (Indische Sociaal Democratische


Vereeniging) merupakan serikat tenaga kerja yang awalnya di bentuk oleh Henk
Sneevliet dan kaum sosialis Hindia Belanda lainnya pada tahun 1914.

a. Sejarah terbentuknya ISDV

Faham komunis masuk ke Indonesia oleh HFJ Sneevliet (1883-1942)


tahun 1913. Sebagaimana di negeri-negeri lain, yang tertarik pada faham komunis
umumnya adalah rakyat miskin karena memang faham ini konon untuk membela
rakyat miskin dan menjadikan kaum elit sebagai musuh. Adapun basis
pendukungnya adalah buruh dan tani. Di Indonesia, jelas faham komunis
mendapat lahan yang subur. Tatanan kolonial menjadikan bangsa Indonesia
sengsara di negeri sendiri, selain miskin juga tertindas. Sneevliet membentuk
organisasi bernama ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereeniging) tahun
1914.

Atas prakarsa Sneevliet pada tahun 1914 didirikan Persatuan Sosial


Demokrat Indonesia (ISDV), yang pada awalnya terdiri dari 85 anggota dua partai
sosialis Belanda (Partai Buruh Sosial Demokrat yang berbasis massa di bawah
kepemimpinan reformis, dan Partai Sosial Demokrat yang merupakan cikal bakal
Partai Komunis, terbentuk setelah perpecahan politik dengan SDAP di tahun
1909. Sejak mulanya tendensi revolusioner mengendalikan ISDV, sikapnya
militan terhadap isu-isu lokal (misalnya, kampanye mendukung seorang jurnalis
Indonesia yang diadili karena melanggar hukum pengendalian pers, dan juga
mengadakan rapat umum menentang persiapan perang yang dilakukan oleh
pemerintah Belanda) dan selain itu ISDV juga melibatkan diri dalam pergerakan

26
nasional. Pada tahap itu orang Eropa anggota ISDV Belanda boleh masuk
Insulinde sebagai anggota individual. Pimpinan Insulinde dan Sarekat Islam
bersifat kelas menengah, tetapi senang dan bersyukur menerima bantuan dari
ISDV, dan hanya kaum sosialis siap membantu pada saat itu.

Namun demikian, tak terelakkan konflik mulai timbul antara


kepemimpinan ISDV dan Insulinde, dan juga di dalam ISDV sendiri. ISDV
menegaskan bahwa pejuangan melawan penjajahan Belanda harus didukung kaum
sosialis, dan menyatakan bahwa hal ini mencakup perjuangan melawan sistem
kaptialis. Pimpinan kelas menegah Insulinde (seperti para pemimpin SI kemudian)
secara naluriah menolak dengan keras pikiran itu, dan mengedepankan ―teori dua
tahapan‖. Dalam ISDV sendiri aliran refomis meninggalkan partai itu di tahun
1916 dan mendirikan Partai Sosial Demokrat Indonesia (ISDP), yang dalam
waktu singkat langsung dekat dengan pemimpin kelas menengah nasionalis. Di
sisi lain, ISDV makin digemari dan dihormati kaum militan Indonesia karena
berani dan berprinsip dalam hal politik lokal. Walaupun diserang para pemimpin
nasionalis karena banyak yang berketurunan Belanda, hal ini tidak merupakan
rintangan dalam perjuangan membangun organisasi revolusioner, dan merebut
dukungan massal.

Banyak masalah sulit yang dihadapi oleh ISDV di periode awal


bangkitnya gerakan politik massa ini. Pada 1915-1918 penguasa Belanda
menanggapi gerakan massa yang tumbuh dengan mendirikan semacam
―Volksraad‖ yang bertujuan membendung militansi massa. ISDV – berlawanan
dengan pimpinan nasionalis dan ISDP – pada mulanya memboikot badan ini,
tetapi kemudian membatalkan keputusan itu ketika mulai jelas bahwa Volksraad
itu dapat dimanfaatkan sebagai medan propaganda revolusioner.

Sneevliet juga memegang peran penting dalam Serikat Staf Kereta Api dan
Trem (VSTP). Sneevliet mengarahkan VSTP kepada bagian besar buruh yang
pribumi, dan pada saat bersamaan berusaha menguatkan struktur organisasinya
dengan menegaskan pentingnya pengurusan cabang cabang yang baik, juga

27
konperensi tahunan, penarikan sumbangan anggota, dsb. Dalam jangka waktu
singkat anggota serikat ini menjadi dua kali lipat, dan sebagian besar pribumi.
Kesuksesan VSTP meraih hormat bagi gerakan sosialis, dan memungkinkan
Sneevliet merekrut para aktivis buruh ke dalam ISDV. Yang terpenting di
antaranya adalah Semaun, seorang pemuda buruh perusahaan kereta api yang pada
tahun 1916 (saat berusia 17 tahun), menjadi kepala Serikat Islam di Semarang,
dan di kemudian hari menjadi tokoh penting dalam PKI.

Liberalisme Belanda tidak mendorong perjuangan buruh. Pemogokan


dibalas dengan PHK massal, pembuangan para aktivis ke pulau-pulau terpencil,
dan tindakan apa saja yang perlu untuk menghancurkan gerakan buruh. Dalam
periode itu jarang sekali pemogokan buruh menemui kesuksesan, dan tidak
mungkin berhasil memengaruhi perjuangan luas. Dilawan oleh majikan yang kuat,
terbatas kemungkinan memajukan kondisi kaum buruh lewat perundingan.

Meskipun demikian gerakan serikat buruh bertahan dan berkembang.


Kenyataan ini hanya bisa diterangkan dengan kekuatan dan daya tahan kaum
buruh, dengan tumbuhnya jumlah dan pengalaman kaum buruh, dan di pihak lain,
diterangkan oleh kenyataan bahwa perjuangan serikat buruh] tidak dapat
dipisahkan dari perjuangan yang lebih luas yang dilakukan oleh rakyat Indonesia
dalam melawan penindasan dan penghisapan pemerintah Belanda.

Sebagian besar kaum petani tetap mengikuti adat dan agama, kelihatannya
pasif kalau ditindas, petani pada waktu itu pandangannya terbatas oleh
kepentingan dan masalah kehidupan desa, tidak dapat diharapkan menunjang
program sosialis dengan pemikiran yang termaju. Kaum petani hanya bisa
memihak segi program sosialis yang merefleksikan kepentingan kaum tani
sendiri, dan memihak perjuangan militan yang membantu tuntutan itu. Namun
dukungan seperti itu juga biasanya sporadis, ekspolsif, dan tidak lengkap, selaras
dengan karakter kaum tani sendiri – yaitu suatu kelas yang heterogen, produsen
kecil yang terisolir, dan yang menurut kepentingan sendiri. Oleh karena itu kaum
petani mungkin memihak kaum buruh, tetapi juga mungkin memihak demagogi

28
kaum nasionalis, mistik agama atau aliran lain yang menawarkan pemecahan
segera bagi persoalan kongkrit yang mereka hadapi.

Faktor lain yang penting di Indonesia, sebagaimana juga hal ini terjadi di
dunia kolonial secara umum, ialah kelas menengah yang berpendidikan dan
berharta milik – meskipun kecil, mereka ini adalah kekuatan yang signifikan.
Kelas menengah juga sulit memihak program kaum buruh karena hanya bergerak
di bidang politik untuk menahan kepentingan sendiri kepentingan borjuis,
meskipun bertentangan dengan imperialism. Perjuangan bersama mungkin
dilakukan antara kelas buruh dan kelas menengah hanya karena keduanya
menghadapi musuh imperialisme, tetapi tujuan fundamenatal dan metode kelas
menengah berbeda dengan tujuan dan metode kelas buruh. Kelas menengah, atau
bagian-bagian darinya, dapat meninggalkan pemikiran bersifat utopis dan dan
program reaksioner mereka hanya sebab mereka akhirnya mulai insaf bahwa tidak
ada pilihan lain yang praktis, namun kemungkinan ini akan lama prosesnya serta
sangat kontradiktif dengan kelas menengah sendiri.

Mulanya kelas menengah akan berkembang secara terpisah dari gerakan


kelas buruh dan, karena menyuarakan keluhan semua lapisan yang tertindas,
mereka bisa memperoleh dukungan massal. Karena berpendidikan dan agak
makmur, mereka agak jauh dari kehidupan orang biasa, tetapi oleh karena itu pula
mereka makin yakin dan pandai, dan makin berwibawa di mata kaum petani dan
sebagian kaum buruh yang terbelakang.

Walaupun makin berpengaruh, ISDV – seperti PKI kemudian – tetap


merupakan organisasi kecil. Jumlah anggota ISDV naik dari 103 tahun 1915
(dengan hanya tiga anggota pribumi) menjadi 330 di tahun tahun 1919 (300
pribumi). Dalam arti ini ISDV menjadi partai kader – partai para aktivis dan
pemimpin yang kuat dukungan di serikat buruh, di perkotaan, dan juga pedesaan.

Orientasi kelas ISDV paling jelas terrefleksi dalam kedudukannya yang


kuat di dalam gerakan serikat buruh. Ferderasi pertama serikat buruh, didirikan
pada tahun 1919, terdiri dari 22 serikat, dan anggotanya berjumlah 72,000, dan

29
sebagian menurut ISDV, dan bagian lain memihak pimpinan nasional SI. Sesudah
berberapa tahun kontrol pimpinan SI yang kurang cakap mengalami perpecahan,
kecuali di berberapa serikat pegawai (pekerja kerah putih).

b. Henk Sneevliet

Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet atau lebih dikenal sebagai


Henk Sneevliet atau dengan nom de guerre (nama samaran dalam perjuangan)
Maring (lahir 13 Mei 1883 – meninggal 13 April 1942 pada umur 58 tahun)
adalah seorang KomunisBelanda, yang aktif di Belanda dan di Hindia Belanda. Ia
ikut serta dalam perlawanan komunis terhadap pendudukan Jerman atas Belanda
pada masa Perang Dunia II dan dihukum mati oleh Jerman pada 1942.

Sneevliet dilahirkan di Rotterdam dan dibesarkan di ‗s-Hertogenbosch.


Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia mulai bekerja di perusahaan kereta api
Belanda pada 1900 dan menjadi anggota dari Sociaal Democratische Arbeiders
Partij (Partai Buruh Sosial Demokrat – SDAP) serta serikat buruh kereta api.
Sejak 1906, Sneevliet aktif untuk SDAP di Zwolle; di sana ia menjadi anggota
dewan kota pertama dari kelompok demokrat sosial dalam pemilihan umum pada
1907.Masa kecil

Sneevliet juga aktif dalam serikat buruh Belanda, NV dan pada 1911 ia
menjadi ketuanya. Dalam serikat buruh itu, Sneevliet adalah salah seorang
pemimpin yang radikal. Ketika terjadi pemogokan pelaut internasional pada 1911,
beberapa dari serikat buruh Belanda yang lebih radikal ikut serta, namun
kebanyakan dari gerakan itu, maupun mayoritas dari SDAP sendiri,
menentangnya. Bagi Sneevliet, hal ini mengakibatkan ia terasing dari keduanya
dan memperkuat keputusannya untuk meninggalkan Belanda dan pergi ke Hindia
Belanda (sekarang Indonesia).

Pada tahun 1913 Henk Sneevliet datang ke Indonesia untuk mencari


penghidupan. Di Negeri Belanda namanya telah tercantum dalam daftar hitam
karena haluannya yang radikal.

30
Tak lama setelah beroleh pekerjaan, Sneevliet mendirikan Perhimpunan
Sosial-Demokratik Hindia, ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereniging)
pada tahun 1914. Mula-mula ISDV berintikan 85 orang yang berasal dari dua
partai sosialis di Negeri Belanda, SDAP dan SDP, yang menetap di Indonesia.
Mereka mengintrodusir idea-idea Marxis kepada kaum terpelajar bumiputera yang
sedang mencari jalan untuk melawan kekuasaan penjajah.

Pada saat pembentukannya, ISDV belum menuntut kemerdekaan


Indonesia. Dalam tahap ini ISDV mempunyai sekitar 100 orang anggota. Di
antara mereka hanya ada tiga orang Indonesia. Tapi dengan cepat ISDV bergerak
ke arah yang radikal. Di bawah pimpinan Sneevliet, ISDV merasa tidak nyaman
dengan kepemimpinan SDAP yang revisionistik di Negeri Belanda. Pada 1917
faksi reformis dari ISDV memisahkan diri. Mereka membentuk ISDP (Partai
Sosial-Demokratik Hindia). Pada tahun yang sama ISDV meluncurkan terbitan
pertamanya dalam bahasa Indonesia, Soeara Merdeka.

ISDV-nya Sneevliet melihat Revolusi Oktober di Rusia sebagai teladan


yang harus diikuti di Indonesia. ISDV pun bekerja di kalangan para prajurit dan
pelaut Belanda di Indonesia. Para ―Pengawal Merah‖ (sesuai dengan nama
pasukan soviet pekerja dan prajurit di Rusia) terbentuk. Dalam tiga bulan mereka
mencapai jumlah 3.000 orang. Di akhir 1917 para prajurit dan pelaut itu
memberontak di basis utama angkatan laut Hindia Belanda, Surabaya. Mereka
membentuk soviet-soviet. Pemerintah Kolonial menindas soviet-soviet Surabaya
dan ISDV. Mereka mengirim pulang para pemimpin ISDV yang berkebangsaan
Belanda. Sneevliet tak terkecuali. Pemerintah Kolonial juga menghukum para
pemimpin pemberontakan prajurit dan pelaut dengan 40 tahun penjara.

ISDV juga mendirikan faksi di dalam organisasi Sarekat Islam. Dua


anggota SI dari Semarang, Semaun dan Darsono, tertarik kepada idea-idea sosialis
dan komitmen Sneevliet terhadap kaum buruh Indonesia. Di samping itu, banyak
anggota SI terdorong untuk mendirikan Sarekat Rakyat – yang lebih revolusioner
ketimbang SI, pula sangat dipengaruhi Marxisme.

31
Pada tahun 1919, ISDV beranggotakan sekitar 400 orang. Dari jumlah
tersebut, ada 25 orang yang berkebangsaan Belanda dan beberapa orang
Tionghoa. Selebihnya adalah kader-kader bumiputera. Pengusiran yang dilakukan
Pemerintah Kolonial terhadap pemimpin-pemimpin dan kader-kader
berkebangsaan Belanda di satu sisi dan kaderisasi terhadap kaum muda
bumiputera di sisi lain, telah membuat ISDV menjelma sebagai organisasi
perjuangan kaum bumiputera Hindia Belanda. Ibu Pertiwi sedang hamil tua. Ia
akan segera melahirkan jabang bayi berbedung kain merah!

Dalam pada itu, Sneeviet terus bergerak. Pada 1920 ia mewakili ISDV
dalam Kongres Kedua Komintern di Moskow. Selanjutnya pada 1921-1923 ia
menjadi perwakilan Komintern di Tiongkok. Kembali ke Negeri Belanda, ia
menjadi ketua Sekretariat Nasional Buruh. Pada 1929, ia mendirikan Partai
Sosialis Revolusioner dan terpilih sebagai ketuanya. Ketika partai itu berubah
nama menjadi Partai Buruh Sosialis Revolusioner, Sneevliet menjadi sekretaris
pertama. Kemudian ia menjadi ketua sampai 1940. Sneevliet juga sempat menjadi
anggota parlemen Negeri Belanda, 1933-1937. Dalam Perang Dunia II, ia
memimpin kelompok perlawanan yang bernama Front Marx-Lenin-Luxemburg.
Kaum fasis Nazi menangkap dan mengeksekusinya pada 1942.

D. Partai komunis indonesia (PKI)

PKI yang juga disebut Partai Komunis Indonesia merupakan sebuah partai
politik yang saat ini sudah bubar. Partai ini adalah partai komunis yang terbesar di
dunia setelah Rusia dan Tiongkok. Dan pada tahun 1965, partai ini dinyatakan
sebagai partai yang terlarang.

Banyak orang yang mengenal PKI karena kejadian tahun 1965 dan bahkan
memberi pengaruh besar terhadap Indonesia. Setidaknya ada sekitar 3 juta rakyat
Indonesia bergabung dengan PKI setelah kemerdekaan.

32
a. Sejarah terbentuknya PKI

Sejarah mengenai Partai Komunis Indonesia sangat komplek. Mulanya


partai ini berdiri dengan tujuan-tujuan yang baik bagi perkembangan Indonesia.
Dalam bentuk organisasi, Partai Komunis Indonesia didirikan tidak langsung
menggunakan nama tersebut. Karenanya, sebelum tahun 1966 PKI memiliki
banyak kader pendukung.

Orang-orang Indonesia mengenal PKI lewat kudetanya pada tahun 1965.


Namun sepak terjang PKI tidak hanya itu saja. PKI sudah pernah memberikan
pengaruh besar terhadap Indonesia. Tidak mudah untuk memadamkan
pengaruhnya, bahkan hingga saat ini. Kuku-kuku PKI masih menancap di
beberapa jiwa kadernya yang meski kelihatannya telah dibunuhi selalu
menyisakan beberapa orang militan PKI.

Kebesaran PKI tidak hanya terdengar di dalam negeri saja. Nama besarnya
menempati urutan partai komunis terbesar ketiga di dunia setelah partai komunis
di Uni Soviet dan Cina. Partai ini bukan merupakan partai milik pemerintah.
Namun ia berhasil menggalang sekira 3 juta rakyat Indonesia pasca kemerdekaan
untuk bergabung di bawah sayap-sayapnya.

Organisasi PKI memang bukan sembarang organisasi. Setiap gerakannya


tersusun rapi dan terorganisir dengan baik. Sampai-sampai PKI berhasil
menghidupi organisasi-organisasi sayap (underbow)-nya yang digolongkan
menjadi organisasi para wanita bernama GERWANI, para pemuda (Pemuda
Rakyat), para pelajar (CGMI), para buruh (SOBSI), serta para petani (BTI).

PKI terkenal akan bendera palu aritnya yang membawa dominasi warna
merah sebagai lambang kekuasaan yang berani. PKI sendiri berafiliasi dengan
komunis internasional yang ketika itu mengusung ideologi Marxisme, Leninisme,
dan Komunisme hingga tahun 1943. Di mana ketika itu sejarah runtuhnya Uni
Soviet belum terbayangkan sama sekali karena saking kuatnya ketahanan komunis
internasional yang sempat berhasil menggentarkan kubu Amerika Serikat.

33
Komunis sendiri bahkan sempat menyusup ke tubuh kementerian Presiden
Soekarno yang mengakibatkan TNI angkatan darat merasa Presiden pertama RI
tersebut terkontaminasi paham komunis. Sebagai buktinya, PKI pernah menjadi
salah satu partai politik non pemerintah yang dipercaya menyelenggarakan
percaturan politik di Indonesia bersama sejarah partai Masyumi, Nahdlatul
Oelama, dan sejarah Partai Nasional Indonesia (PNI).

 Awal Berdiri

Partai Komunis Indonesia (PKI) awalnya berdiri dengan nama Indische


Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) yang didirikan oleh Henk Sneevliet.
Organisasi ini merupakan gabungan dari Partai Sosialis Belanda dengan SDAP
yang kemudian bersatu di bawah nama SDP Komunis yang beranggotakan 85
orang sosialis di Hindia-Belanda. Pembentukan ini dilaksanakan pada tahun 1914
sebelum Indonesia melakukan persiapan matang menuju kemerdekaan karena
belum ada sejarah BPUPKI, sejarah PPKI, dan sejarah perumusan UUD 1945.

Ketika Indonesia ingin merdeka namun belum melakukan persiapan yang


cukup untuk meraihnya, ISDV datang sebagai pihak yang mendidik para pribumi.
Didikan mereka bertujuan untuk membangkitkan semangat nasionalisme dan
menjadi jiwa yang merdeka di atas kaki sendiri. Mereka mengajari orang-orang
Indonesia membebaskan diri mereka sendiri dari belenggu kolonialisme yang saat
itu masuk masa penjajahan Belanda di Indonesia. Ide yang digunakan mendidik
adalah ide dari paham Marxisme.

Pada tahun-tahun awal berdirinya ISDV, dari 100-an anggota yang


tergabung, hanya 3 orang yang merupakan pribumi asli Indonesia. Pada saat itu
merupakan tahun 1915 ketika ISDV masih meletakkan kantornya di kota
Surabaya dan setelah melakukan pembentukan di Pelabuhannya setahun lalu.

Partai ini mulai membesar ketika markasnya pindah ke Semarang, Jawa


Tengah. Di sana mereka mendapatkan lebih banyak kader pribumi sebagaimana
yang diinginkan para sosialis Belanda ISDV. Para pribumi ini datang dari

34
kalangan agamis hingga nasionalis. Mereka tidak langsung menuntut
kemerdekaan Indonesia.

Beraninya, Sneevliet memimpin tanpa basa-basi. Setelah mendapatkan


banyak kader pribumi, Sneevliet menyatakan terang-terangan kekecewaannya
terhadap SDAP Belanda. Pria tersebut juga tanpa sungkan mengungkapkan
ketidaksetujuannya bergabung dalam Volksraad –sebuah Dewan Masyarakat
Hindia Belanda.

 Perpisahan dengan ISDV

Karena terjadi reformasi di tubuh ISDV, lahirlah sebuah partai baru hasil
pemisahan diri dari ISDV bernama Partai Demokrat Sosial Hindia di tahun 1917.
Jika sebelumnya ISDV berbicara lewat surat kabar berbahasa Belanda yang
berlabel Het Vrije Woord (kata yang merdeka), setelah menjadi Partai Demokrat
Sosial Hindia, Sneevliet mendirikan surat kabar sendiri yang diberinya nama
Soeara Merdeka. Pecahan ISDV ini memutuskan hubungan dengan ISDV dan
pemerintah Hindia-Belanda yang kolonial.

Karena memang sejak awal berkiblat ke Uni Soviet, Partai Demokrat


Sosial Hindia terus menggaungkan pemikirannya akan kemerdekaan Indonesia
dan merasa harus mengikuti jejak Uni Soviet melakukan Revolusi Oktober.
Karena partai baru ini bertekad keras, mereka dengan cepat meraup sekitar 3000
anggota yang di antaranya mencakup para militer Belanda dalam kurun waktu
kurang dari setahun.

Pemberontakan menjadi jalan mereka mengekspresikan opininya. Para


tentara, pelaut dan anggota partai dari beberapa profesi lain tersebut melakukan
pemberontakan di pangkalan laut Surabaya yang menjadi sentralnya pangkalan
laut nusantara pada waktu itu. 3000 anggota Partai Demokrat Sosial Hindia yang
memberontak tersebut diberi nama ‗Pengawal Merah‘ yang kemudian membentuk
dewan Soviet setelah pemberontakan Surabaya.

35
Tentu saja diakibatkan pemberontakan kepada pemerintah, para boss
PDSH berurusan dengan polisi Belanda. Tidak hanya dijebloskan ke penjara,
Sneevliet bersama beberapa sahabatnya dibuang ke negeri Belanda. Sementara
orang-orang militer Belanda yang terlibat dalam pemberontakan dipenjarakan
selama 40 tahun kehidupannya.

 Mewarnai Sarekat Islam

Meskipun dibendung oleh pemerintah, ISDV dan pecahannya yang sudah


menyebar luas di kalangan masyarakat Hindia Belanda (Indonesia) tidak dapat
begitu saja dimusnahkan. Sneevliet yang sempat mengeluarkan pemikiran
mengenai blok dalam untuk gerakan revolusioner meraih kemerdekaan ternyata
tidak dilupakan begitu saja. Beberapa tokoh Sarekat Islam yang waktu itu
memiliki pengaruh sangat besar di seluruh nusantara merasa tertarik dengan
pikiran Sneevliet. Waktu itu memang Sarekat Islam berpusat di Surabaya, dengan
begitu ada beberapa interaksi yang berlangsung dengan ISDV maupun partai
pecahannya.

Semaun dan Darsono merupakan 2 tokoh Sarekat Islam yang datang dari
Solo. Mereka sangat tertarik dengan Sneevliet. Selanjutnya, Sarekat Islam
menjadi rekan PDSH dalam bergerak. Mereka terus berjalan meskipun beberapa
pemimpinnya sudah dibuang ke Belanda. Di tahun 1919, Sarekat Islam dengan
PSDH telah beranggotakan sekira 400, di antaranya adalah 25 orang Belanda.

Setahun setelahnya, PSDH dan Sarekat Islam mendeklarasikan diri di


Semarang dengan sebuah label bernama Perserikatan Komunis di Hindia yang
disingkat PDH. Tepatnya bulan Mei tahun 1920, kongres pembentukan itu
mengangkat Semaun dan Darsono menjadi pemimpinnya. Selanjutnya, PDH ini
bergabung menjadi partai pertama di Asia yang melebur dalam komunis
internasional.

Bergabungnya PDH dengan komunis internasional membuat mereka


bertemu Sneevliet di sebuah kongres tahun 1921. Di tahun yang sama, KH. Agus

36
Salim yang menjabat sebagai Sekretaris Sarekat Islam merasa harus mengeluarkan
tindakan tegas terhadap anggota SI yang menjadi anggota ganda karena juga
bergabung dengan PDH milik Semaun.

Sarekat Islam menjadi pecah karena setiap anggotanya harus memilih satu
keanggotaan saja. Mengikuti Sarekat Islam yang memilih memperhatikan agama
atau memperjuangkan kemerdekaan dengan cara nasionalis bersama Semaun dan
partainya. Karena sudah tidak terikat dengan Sarekat Islam, Semaun mempertegas
organisasinya dalam bentuk mengubah nama menjadi Partai Komunis Indonesia
(PKI) di tahun 1924.

 Perjalanan Karir PKI

Perjalanan PKI yang sebelumnya sering berubah nama mulai dikenal


orang dengan satu identitas saja, PKI. PKI melakukan banyak pemberontakan
terhadap pemerintah. Berikut adalah perjalanan PKI dari awal terbentukanya.

 Pemberontakan Tahun 1926

Pemberontakan pertama atas nama PKI ini dilaksanakan di Jawa Barat dan
Sumatra Barat. Sayangnya, pemerintah Belanda menanggapi terlalu emosional.
Boven Digul di Papua menampung para pemberontak yang dibuang. Beberapa
orang yang dianggap berpotensi membahayakan dibunuh oleh pemerintah dan
sisanya dipenjara secara tidak manusiawi.

Bahkan pemerintah Belanda sudah seperti keblingsatan menyikapi PKI


yang menunjukkan jiwa pemberontak kental. Di tahun 1927 pemerintah
menyatakan dengan tegas bahwa PKI merupakan organisasi terlarang yang setiap
aktivitasnya dilarang. Karena peraturan itulah, para kader PKI malah menyiapkan
rencana pemberontakan di bawah tanah (back street).

Menyusup ke Organisasi Lain

Karena banyak pemimpinnya yang dibuang pemerintah Belanda, PKI


menjadi tidak garang lagi. Berama itu, Muso kembali ke Indonesia di tahun 1935

37
untuk mempersiapkan kebangkitan PKI. Ia menggerakkan kader PKI agar
menyusup ke organisasi pergerakan lainnya dan ikut menciptakan sejarah bersama
mereka. Misalkan sejarah Perhimpunan Indonesia, sejarah Gerindo, sejarah
Partindo, dan sejarah Parindra.

Perpolitikan Papan Atas

Di tahun 1948, sejarah perjanjian Renville menghasilkan kesepakatan yang


sangat merugikan wilayah Indonesia karena semakin dipersempit. Kekecewaan ini
menurunkan Amir Syarifudin dari jabatannya di kabinet dan harus rela digantikan
oleh kabinet Hatta.

Amir Syarifudin yang kecewa meluapkan dengan cara membentuk Front


Demokrasi Rakyat (FDR) tanggal 28 Juni 1948. FDR merencanakan kudeta
terhadap pemerintahan yang berkuasa dengan menggandeng PKI. Bahkan Muso
kembali ke Indonesia dan mengendalikan PKI secara penuh setelah lama
melindungi diri di Moskow, Uni Soviet.

Aksi yang dilaksanakan oleh kolaborasi FDR bersama PKI adalah teror,
pemogokan, propaganda anti pemerintah, adu domba antar anggota dan pejabat
militer. Semua aksi yang dilakukan bertujuan memperburuk kondisi politik agar
merugikan Presiden Soekarno. Gabungan ini menginginkan hancurnya NKRI
yang susah payah memproklamasikan kemerdekaan sendiri agar terlepas dari
masa penjajahan Jepang di Indonesia.

FDR-PKI menghendaki sebuah negara Indonesia baru yang menggunakan


asas komunis. Mereka melakukan aksi kerusuhan di Madiun tanggal 18
September 1948. Pemberontakan ini berhasil memperparah keadaan karena para
militer resmi di TNI sedang menghadapi agresi dari Belanda. Bersamaan dengan
itu, rakyat Indonesia berbalik membenci PKI akibat kenekatannya membunuh
para alim ulama, dan beberapa tokoh.

Setelah berperang melawan PKI dengan keras, TNI dan polisi berhasil
menghilangkan nyawa Muso sebagai tokoh utama yang mendalangi peristiwa

38
Madiun. Sementara Amir Syarifudin dan beberapa pejabat FDR-PKI dibunuh
melalui hukuman mati.

 Tahun 1950

Setelah vakum dari dunia perpolitikan Indonesia, PKI bangkit lagi dengan
wajah baru. Mereka hadir lewat surat kabar Harian Rakyat dan Bintang Merah.
Mereka pun mendukung kebijakan-kebijakan Presiden Soekarno yang menentang
keras kolonialisme dan beberapa kebijakan negara Eropa.

PKI 1950 tampil dengan pemimpin baru, Dipa Nusantara Aidit yang
membelokkan PKI menjadi partai nasionalis lagi. Para pemuda seperti D.N Aidit
memimpin PKI dengan semangat membara hingga berhasil meraup simpati rakyat
sampai ratusan ribu. PKI pun mulai berani melakukan pemogokan dan aksi-aksi
sepihak lainnya. Akibatnya, nama PKI kembali redup.

Di tahun 1955, tanpa disangka-sangka PKI menempati urutan keempat


dari hasil Pemilu. Kemenangan ini mengantarkan PKI menjadi partai yang
berperan secara nasional di dunia politik resmi Indonesia. Di tahun 1957-an PKI
membuat para buruh menguasai unit-unit ekonomi yang sebelumnya dipegang
Belanda. Mereka berhasil menunjukkan perannya sebagai partai nasional.
Kemudian PKI terus menunjukkan prestasinya sebagai partai kepercayaan rakyat.

 Tahun 1960

Di tahun 1960 PKI semakin besar kepala karena Presiden Soekarno


membuat konsep NASAKOM (Nasionalis, Agama, Komunis). Dengan begitu,
konsep komunisme di Indonesia menjadi terlembaga. PKI semakin dekat dengan
Soekarno dan merasuk ke tubuh pemerintahan. Pendukungnya mencapai
seperlima dari seluruh penduduk Indonesia waktu itu.

Namun pada perkembangannya, PKI menghendaki para buruh dan tani


dipersenjatai. Keinginan ini jelas mencurigakan. TNI AD merasa was-was atas
keinginan PKI yang merasa harus sama dengan partai komunis di negeri
Tiongkok. TNI AD takut PKI menyalahi amanah senjata jika dikabulkan.

39
Berlanjut atas ketidakpuasan PKI atas beberapa kebijakan Presiden
Soekarno, mereka merencanakan suatu pengkhianatan besar. Di tahun 1965
tanggal 30 September dini hari, PKI di bawah pimpinan D.N Aidit dan Syam
Kamaruzzaman melakukan pembunuhan berencana terhadap 7 dewan jenderal
yang menjadi pahlawan revolusi Indonesia.

Aksi pembantaian di lubang buaya tersebut menewaskan 7 orang Jenderal


besar Indonesia kecuali Jenderal Ahmad Haris Nasution. Sejarah G30SPKI ini
membuat nama PKI buruk lagi di mata masyarakat. TNI AD pun segera
mengambil tindakan permusuhan terang-terangan kepada PKI.

Puncaknya adalah pelarangan organisasi PKI serta aksi pembersihan PKI


sampai ke akar-akarnya di tahun 1966 oleh Presiden Soeharto dan orde barunya
yang sangat sensitif terhadap PKI. Dengan demikian, berakhirlah riwayat PKI di
Indonesia karena siapapun yang tertuduh PKI akan dihukum tanpa diadili
sebelumnya.

b. Semaun

Semaun (lahir di desa Curahmalang, kecamatan Sumobito, kabupaten


Jombang, Jawa Timur tahun 1899 dan wafat pada tahun 1971) adalah Ketua
Umum Pertama Partai Komunis Indonesia (PKI).

 Masa kecil

Semaun adalah anak Prawiroatmodjo, pegawai rendahan, tepatnya tukang


batu, di jawatan kereta api. Meskipun bukan anak orang kaya maupun priayi,
Semaoen berhasil masuk ke sekolah Tweede Klas (sekolah bumiputra kelas dua)
dan memperoleh pendidikan tambahan bahasa Belanda dengan mengikuti
semacam kursus sore hari. Setelah menyelesaikan sekolah dasar, ia tidak dapat
melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Karena itu, ia kemudian bekerja
di Staatsspoor (SS) Surabaya sebagai juru tulis (klerk) kecil.

Politik

40
Kemunculannya di panggung politik pergerakan dimulai di usia belia, 14
tahun. Saat itu, tahun 1914, ia bergabung dengan Sarekat Islam (SI) afdeeling
Surabaya. Setahun kemudian, 1915, bertemu dengan Sneevliet dan diajak masuk
ke Indische Sociaal-Democratische Vereeniging, organisasi sosial demokrat
Hindia Belanda (ISDV) afdeeling Surabaya yang didirikan Sneevliet dan
Vereeniging voor Spoor-en Tramwegpersoneel, serikat buruh kereta api dan trem
(VSTP) afdeeling Surabaya. Pekerjaan di Staatsspoor akhirnya ditinggalkannya
pada tahun 1916 sejalan dengan kepindahannya ke Semarang karena diangkat
menjadi propagandis VSTP yang digaji. Penguasaan bahasa Belanda yang baik,
terutama dalam membaca dan mendengarkan, minatnya untuk terus memperluas
pengetahuan dengan belajar sendiri, hubungan yang cukup dekat dengan
Sneevliet, merupakan faktor-faktor penting mengapa Semaoen dapat menempati
posisi penting di kedua organisasi Belanda itu.

Di Semarang, ia juga menjadi redaktur surat kabar VSTP berbahasa


Melayu, dan Sinar Djawa-Sinar Hindia, koran Sarekat Islam Semarang. Semaoen
adalah figur termuda dalam organisasi. Pada tahun belasan itu, ia dikenal sebagai
jurnalis yang andal dan cerdas. Ia juga memiliki kejelian yang sering dipakai
sebagai senjata ampuh dalam menyerang kebijakan-kebijakan kolonial.

Pada tahun 1918 dia juga menjadi anggota dewan pimpinan di Sarekat
Islam (SI). Sebagai Ketua SI Semarang, Semaoen banyak terlibat dengan
pemogokan buruh. Pemogokan terbesar dan sangat berhasil di awal tahun 1918
dilancarkan 300 pekerja industri furnitur. Pada tahun 1920, terjadi lagi
pemogokan besar-besaran di kalangan buruh industri cetak yang melibatkan SI
Semarang. Pemogokan ini berhasil memaksa majikan untuk menaikkan upah
buruh sebesar 20 persen dan uang makan 10 persen.

Bersama-sama dengan Alimin dan Darsono, Semaoen mewujudkan cita-


cita Sneevliet untuk memperbesar dan memperkuat gerakan komunis di Hindia
Belanda. Sikap dan prinsip komunisme yang dianut Semaoen membuat renggang
hubungannya dengan anggota SI lainnya. Pada 23 Mei 1920, Semaoen mengganti

41
ISDV menjadi Partai Komunis Hindia. Tujuh bulan kemudian, namanya diubah
menjadi Partai Komunis Indonesia dan Semaoen sebagai ketuanya.

Pada bulan Mei 1921, ketika Partai Komunis Indonesia didirikan setelah
pendiri ISDV dideportasi, Semaun menjadi ketua pertama. PKI pada awalnya
adalah bagian dari Sarekat Islam, tetapi akibat perbedaan paham akhirnya
membuat kedua kekuatan besar di SI ini berpisah pada bulan Oktober 1921. Pada
akhir tahun itu juga dia meninggalkan Indonesia untuk pergi ke Moskow, dan Tan
Malaka menggantikannya sebagai Ketua Umum. Setelah kembali ke Indonesia
pada bulan Mei 1922, dia mendapatkan kembali posisi Ketua Umum dan mencoba
untuk meraih pengaruhnya kembali di SI tetapi kurang berhasil.

 Pengasingan

Pada tahun 1923, VSTP merencanakan demonstrasi besar-besaran dan


langsung dihentikan oleh pemerintah kolonial Belanda, dan setelah itu Semaun
diasingkan ke Belanda. Selama masa pengasingannya dia kembali ke Uni Sovyet,
dimana dia tinggal disana lebih dari 30 tahun. Pada masa itu dia tetap menjadi
aktivis tetapi hanya dalam aksi-aksi terbatas, berbicara beberapa kali di
Perhimpunan Indonesia, organisasi mahasiswa di Belanda pada masa itu. Dia juga
sempat belajar di Universitas Tashkent untuk beberapa waktu.

Selama pembuangan ke Eropa, Semaoen aktif di Executive Committee of


the Comintern, Komite Eksekutif Komunis Internasional (ECCI). Setelah
beberapa tahun tinggal di Belanda, Semaoen lalu menetap di Uni Soviet dan
menjadi warga negara di sana. Ia pernah bekerja sebagai pengajar bahasa
Indonesia dan penyiar berbahasa Indonesia pada radio Moscow. Puncak
"kariernya" adalah ketika diangkat oleh Stalin menjadi pimpinan Badan
Perancang Negara (Gozplan) di Tajikistan.

Setelah masa pengasingannya dia kembali ke Indonesia, dan pindah ke


Jakarta. Kepulangan Semaoen ke Indonesia pada tahun 1953 merupakan inisiatif

42
Iwa Kusumasumantri. Semaoen, Iwa, dan Sekjen Partai Komunis Iran menikahi
tiga putri kakak-adik yang saat itu bekerja dalam Comintern.

Saat kembali ke Indonesia dalam usia setengah abad lebih, Semaoen telah
terputus dari PKI, partai yang ia dirikan. Dari tahun 1959 sampai dengan tahun
1961 dia bekerja sebagai pegawai pemerintah. Dia juga mengajar mata kuliah
ekonomi di Universitas Padjadjaran, Bandung.

c. Raden Darsono Notosudirdjo

Darsono (Raden Darsono Notosudirdjo) lahir di Pati, Jawa Tengah, 1


Desember 1897 dan meninggal di Semarang, Jawa Tengah, 31 Desember 1976
pada umur 79 tahun adalah jurnalis dan editor Sinar Hindia (1921), propagandis
Sarekat Islam (SI), kemudian menjadi ketua Partai Komunis Indonesia (1920-
1925)

Pada mulanya, Darsono bersama rekan-rekannya (Semaoen dan Alimin)


adalah pengikut H.O.S Tjokroaminoto. Mereka adalah anggota SI afdeeling
Surabaya sejak 1915. Namun ide komunisme yang dibawa oleh Sneevliet ke
Hindia Belanda menarik bagi Darsono dan kawan-kawannya.

Setelah cukup dekat dengan Sneevliet, ketiganya memutuskan untuk


pindah ke Semarang, tempat di mana Sneevliet mendirikan ISDV (yang kelak
akan menjadi organisasi komunis pertama di wilayah Asia) Di Semarang, Darsono
dkk. menjadi pimpinan SI lokal. Karena sikap dan prinsip komunisme yang
mereka anut, hal itu membuat renggang hubungan mereka dengan anggota SI
lainnya.

Darsono pernah menulis artikel di Harian Sinar Hindia (5 Mei 1918)


berjudul Giftige Waarheidspijlein (Panah Pengadilan Beracun). Tulisan ini adalah
sebuah kritik terhadap pemerintah kolonial dan kaum kapitalis yang tidak peduli
dengan nasib kaum pribumi.

43
E. Hubungan SI, ISDV, dan PKI

a. Kehadiran Sosialisme

Semenjak bergulirnya revolusi Industri di eropa pada abad ke-18 sampai


19 dengan ditandai oleh perkembangan teknologi yang menunjang pekerjaan
manusia hingga berdirinya pabrik-pabrik adalah titik awal lahirnya perbedaan
kelas dan melahirkan kelompok golongan kapitalis dan borjuis yang hidup
makmur, sedangkan disisi lain mereka dengan congaknya hanya mengupah buruh
yang rendah, hingga membuat para buruh hidup sekarat dan dieksploitasi untuk
kepentingan para kelas ekonomi atas selaku pemilik modal. Seiringan dengan
revolusi industri ternyata ada masalah lain, dimana mereka yang menjalankan
pabrik-pabrik memerlukan bahan baku dan juga energi baru untuk bereproduksi,
sehingga hal ini kemudian menjadi salah satu faktor munculnya imperialisme
yang terus berlanjut hingga kolonialisme, yang pada akhirnya sampai ke negara-
negara Asia, termasuk Indonesia.

Sebagai sebuah antitesa dari sistem kapitalisme ini, maka beberapa tokoh
seperti Engels dan Marx mengkritik praktek-praktek kapitalisme dan mencetuskan
gagasan, dimana tidak boleh ada seorang pribadi yang menumpu kekayaan yang
besar, menghindari sifat-sifat individualistik dan hidup dengan mengedepankan
persamaan (sama rata sama rasa) atau terangkum dalam sebuah kata bernama
―Sosialisme‖. Hal ini kemudian dipraktekkan dalam pemerintahan Rusia dibawah
pimpinan Lenin menjadi komunisme.

Sosialisme merambah sampai ke Indonesia dengan dibawa oleh para


propagandis sosialis Belanda seperti: Sneevliet, Brigsma, Ir. Baars, Barandesteder
dan Van Burink. Melihat kala itu SI adalah organisasi besar dan disegani, maka
mereka para propagandis sosialis mengembangkan gerakan dengan melakukan
infiltrasi dalam kelembagaan SI. Kemudian pada tahun 1914, mereka membentuk
organ pergerakan Indische Sociaal Democratische Vereniging (ISDV) di
Semarang. Untuk memperjuangkan kepentingan buruh, organ ini membentuk
Vereneging Voor Spoor En Tramweg Personeel (VSTP), yang juga

44
berkedudukan di Semarang. Pergerakan kaum sosialis dan kaum buruh ini,
ternyata sangat menarik simpati para anggota SI, sehingga beberapa anggota SI
turut serta menjadi anggota ISDV dan VSTP. Masuknya para anggota SI dalam
kedua organisasi ini, semakin memperkuat posisi pergerakan kaum sosialis serta
organ pergerakan buruh. Sosialis menjadi wacana baru—selain Pan Islam – bagi
para anggota SI dan lebih luas kepada seluruh rakyat yang turut terlibat dalam
periode pergerakan ini. Dengan demikian, paham sosialis yang terwujudkan dalam
dua organisasi ISDV dan VSTP, selain menarik simpati juga memiliki visi dan
mampu memainkan peran yang cukup baik dalam proses pergerakan nasional
melawan Pemerintah Hindia Belanda, yang dianggap sebagai penghisap atau
kapitalis. Meskipun pada akhirnya, sosialisme berkembang kearah komunisme
dengan berkaca pada revolusi Rusia yang diperjuangkan oleh kaum Bholsevik.
Akhirnya pada 1920, ISDV resmi menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) guna
mempertegas ideologi pergerakannya. Dari sini kita dapat melihat bahwa
Sosialisme telah menjadi jembatan menuju tercapainya gerakan Komunisme di
Indonesia, sekaligus menjadi musuh bagi kaum Kapitalis Belanda.

b. Menemukan titik temu

Jelaslah bahwa pada medium pergerakan, terutama pada sepertiga awal


abab 20, di Indonesia ada dua ideologi dan paham yang menjadi dasar dari sebuah
organisasi pergerakan nasional, selain gerakan-gerakan dengan basis dan
latarbelakang daerah seperti Jong Java, Jong Celebes, Jong Ambon dan lain-lain.
Islam yang diwujudkan secara institusional oleh SI dan Sosialis yang tergambar
dalam ISDV adalah dua corong besar di Indonesia dalam melangsungkan kritik
dan perlawanan menentang Belanda. Mereka yang menjadi anggota SI maupun
ISDV, sempat menjalin hubungan harmonis ketika banyak anggota kedua
organisasi ini yang memiliki status ganda. Terlepas dari kepentingan Sneevliet
yang bertujuan mencari masa dengan jalur infiltrasi ke SI, namun keanggotaan
ganda yang terjadi di tubuh SI dan ISDV adalah wujud adanya persamaan akan
garis perjuangan. Pimpinan SI, H.O.S Tjokroaminoto menegaskan bahwa;
Sosialisme itu memperbaiki nasibnya golongan manusia untuk memerangi sebab-

45
sebab yang menimbulkan kemiskinan. Bahkan kemudian Islam dan Sosialisme
diramu sedemikian rupa, sehingga menjadi ideologi yang ‘sempurna‘ dan akrab
disebut Sosialisme Islam. Dimana Islam ditetapkan sebagai sebuah dasar ideologi
Partai Serikat Islam Indonesia (PSII) dan Sosialisme ditetapkan sebagai dasar
perjuangan untuk mencapai cita-cita persatuan dan kesejahteraan bagi seluruh
umat Islam dan Bumiputera di Indonesia. Pandangan besar inilah yang kemudian
menuntun arah perjuangan PSII dalam melawan kolonialisme Belanda, untuk
mencapai Indonesia Merdeka.

Berbagai bentuk pengisapan dan ketimpangan telah merajalela di


Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah Hndia Belanda, maupun antara
individu dengan individu lainnya yang dapat dilihat dalam bentuk kepemilikan
tanah pada masing-masing orang, telah menjadi hal biasa kala itu dan mendapat
sorotan penting. Para tokoh SI melihat bahwa hal semacam ini, telah menyimpang
dan jauh keluar dari nilai-nilai Islam, sehingga patut kirannya untuk dihancurkan
dan kembali kepada nilai-nilai dan ajaran Islam yang damai, tanpa penindasan dan
saling menolong satu sama lainnya sebagai sesama saudara. Dari penjelasan ini,
tentunya, dapat ditarik garis lurus antara Islam dan Sosialisme. Karena bila kita
mengacu pada Sosialisme yang memiliki tujuan terciptanya suatu masyarakat
yang adil tanpa penindasan satu oleh yang lainnya, serta terwujudnya sama rasa
dan sama rata. Hal ini coba didorong untuk dapat diwujudkan dalam suatu sistem
sosial, budaya, ekonomi, serta politik.

Hal senada dipertegas pula dalam sebuah pidato Tjokroaminoto dalam


kongres al-Islam. Ia menjelaskan bahwa bumiputera masih mendapati sebuah
keadaan yang sengsara. Kesengsaraan sudah jelas disebabkan oleh pengisapan
kapitalisme yang melebur di dalam praktek kolonialisme Belanda. Kolonialisme
harus dilawan dan untuk melawan praktik Kolonialisme Belanda, bumiputera
sebagai bagian umat Islam tentunya membutuhkan sebuah model gerakan yang
tepat dan revolusioner. Model Gerakan yang dimaksud adalah Sosialisme.
Kesesuaian Sosialisme dengan Islam adalah sama-sama memperjuangkan nilai-

46
nilai kemanusiaan untuk keberlangsungan hidup didunia sebagai sesama makhluk
sosial serta makhluk Allah.

Dalam tataran prinsip, tujuan dan maksud, pergerakan kaum Islam dan
Sosialisme menemukan kesamaan titik. Pertama, dalam pandangan keduanya,
baik Islam maupun Sosialisme, sama-sama memperjuangkan pembebasan dari
praktek-praktek penindasan dan penghisapan Kapitalis, yang kala itu tercermin
dalam Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Sehingga kalau boleh dikata, kedua
ideologi inilah yang pada akhirnya menjadi air terjun besar yang melahirkankan
benih-benih dan cita-cita menuju kemerdekaan. Kedua, dalam pemahaman di dua
kutub ini, nilai-nilai persamaan (sama rasa sama rata), keadilan dan saling
membantu, adalah hal dasar yang dijiwai dan menjadi asas dalam ideologi
keduanya. Yang pada akhirnya melahirkan persatuan dan gerakan-gerakan dengan
skala komunal dengan jumlah luar biasa, hingga kala itu mampu menghimpun
ribuan buruh untuk melakukan aksi-aksi pemogokan dan penentangan terhadap
Pemerintah Hindia Belanda. Ketiga, meskipun Islam dan Sosialisme adalah sama-
sama ideologi impor, namun keduanya dengan mudah diterima oleh pribumi
dalam waktu singkat dan mendapat dukungan masyarakat yang melimpah. Hal ini
dapat dimaklumi karena dengan meyakini salah satu dari kedua ideologi ini,
mereka menemukan kenyataan bahwa; mereka sedang ditindas dan dibodohi.

Semaun yang semenjak tahun 1917, menjadi propagandis dan komisaris SI


Semarang dengan pergerakannya yang menjanjikan, maka ia dipilih sebagai ketua
menggantikan Mohammad Joesoef. Semaon sendiri pada dasarnya bukanlah orang
baru di SI, Ia pada 1914 telah bergabung dengan SI Surabaya. Namun semenjak
menjalin hubungan dengan Sneevliet di tahun 1915, Ia lantas menjadi propagandis
VSTP pada 1916 dan keluar dari SI Surabaya. Sebagai seorang propagandis buruh
yang belajar Marxisme sekaligus cara mengorganisir serikat dan memimpin
pemogokan buruh, maka Semaun dinilai sebagai orang yang memiliki kapasitas
untuk membawa perubahan. Keberadaan Semaun yang dikenal dengan

47
pergerakannya yang radikal pada akhirnya membuat Tjokroaminoto terpengaruh,
hal ini diwujudkan dengan memasukan gerakan serikat buruh sebagai salah satu
bidang dalam aktivitas utama CSI. Pada titik ini, kita akan menemui masa dimana
gerakan buruh begitu terorganisir dibawah naungan SI dan ISDV dan
menimbulkan kegelisahan luar biasa bagi Pemerintah Hindia Belanda, karena
sewaktu-waktu dibawah mandat kedua organisasi ini, ribuan buruh akan siap
melakukan pemogokan, kapanpun mereka mau, terutama ketika tuntutannya tidak
dituruti.

Perjuangan ekonomi dengan mengorganisir petani dan buruh serta


menyerang kapitalisme dan pelindungnya, yaitu Pemerintah Hindia Belanda
adalah satu-satunya upaya yang harus dilakukan guna memperbaiki nasib
bumiputera adalah jiwa yang dikobarkan SI dan ISDV dalam menjaring masa.
Disisi lain keberadaan Haji Misbach selaku aktivis di SI yang tertarik terhadap
model gerakan radikal ISDV, penghimpun dan pengorganisir buruh dan petani,
ikut pula menyeret anggota SI lain, menjadi pertanda kuatnya simpul diantara SI
dan ISDV kala itu.

Setelah berhasil menghimpun masa dan basis kekuatan besar, baik Islam
maupun Sosialisme menjadi ancaman berarti bagi Belanda kala itu, yang pada
akhirnya berujung pada penangkapan tokoh-tokoh SI (Tjokroaminoto) dan juga
tokoh Sosialis, dimana pada akhirnya Sneevliet dikirim kembali ke Belanda dan
para pemimpin lain ISDV di kalangan militer Belanda dijatuhi hukuman penjara.
Hal ini adalah wujud reaksioner pemerintah Hindia Belanda yang geram
dengan berbagai aksi pemogokan yang dilakukan oleh para buruh dan pribumi,
yang jeals merugikan Pemerintah kolonial saat itu. Akibat penangkapan-
penangkapan ini suasana di SI dan ISDV agak goyah. Hingga pada akhirnya
tahun 1920, guna kembali membangun dan menetapkan ideologi pergerakannya,
ISDV yang telah ditinggalkan Sneevliet—dan dibawah pengarahan Semaun,
mengubah nama organisasi ini menjadi Partai Komunis Hindia Belanda (PKH)
dan kemudian berlanjut sampai PKI. Sedangkan disisi SI, kekecewaan setelah
terjadi penangkapan pemimpin mereka, diwujudkan dengan aksi wacana

48
penarikan diri dari keanggotaan volkstraad (dewan perwakilan rakyat pribumi
dalam pemerintahan Hindia Belanda).

c. Dalam Lintas Perseberangan

Namun, dalam keberlanjutan praktik pergerakan, Islam dan Sosialisme


pada akhirnya menemukan sentimennya masing-masing. Munculnya ego dikedua
belah pihak, merupakan hal yang tak dapat dihindarkan. Dimulai dari kritik
Semaun sejak 1918 terhadap keberadaan CSI didalam tubuh Volksraad. Dia
mengolok-olok bahwa Volksraad dianggap hanya sebagai sebuah ―Komedi‖. Hal
ini bukanlah tanpa alasan, suara-suara CSI di Volksraad sebagai dewan rakyat
pribumi tak memberikan perubahan berarti bagi rakyat pribumi. Pemerintah
Hindia Belanda tidak pernah mengakomodasi setiap pendapat dan masukan SI,
yang acapkali menyangkut hal-hal medasar bagi kesejahteraan pribumi, terutama
terkait terbatasnya akses pendidikan dan rendahnya upah buruh dan tani.
Meskipun hal ini sempat membuat Tjokroaminoto naik pitam, toh pada akhirnya
apa yang disampaikan Semaun menjadi pembelajaran bagi SI. Semenjak
kehadiran Semaun di SI Semarang, Tjokroaminoto yang semula dirasa bersikap
moderat berubah menjadi radikal, dan berujung pada penangkapannya. Seluruh
anggota SI pada akhirnya merasa tidak terima dan untuk menintervensi
pemerintah Kolonial Belanda, mereka mencabut diri dari keanggotaan Volksraad.

Beberapa buah dari pemogokan buruh menimbulkan efek berkepanjangan.


Diciduknya para pemimpin SI maupun ISDV, sekaligus pemecatan terhadap
buruh menjadi tekanan yang harus dihadapi oleh rakyat pribumi. Bersama
Muhammadiyah sebagai satu-satunya basis organisasi, SI dibawah Agus Salim
dan Fachrodin memilih mundur atas konfrontasinya terhadap pemerintah kolonial,
dan diam-diam mereka meninggalkan serikat buruh. Karena merasa terkhianati
oleh para pemimpinnya, kemudian merasa getir dan benci terhadap pemerintah,
aktivis-aktivis serikat buruh berbondong-bondng hijrah ke PKI. Rencana
rasionalisasi pemerintah yang diumumkan pada 1922, yang termasuk PHK buruh
yang tidak diperlukan, pemotongan upah, pemotongan tunjangan pokok,

49
pemotongan tunjangan lainnya, menuntut buruh untuk mendesak pemimpin
serikat buruh bertindak mengadakan aksi. Dan semakin mempertajam sentimen
diantara SI dan PKI.

Sedangkan semenjak disiplin partai SI dilakukan pada 1921, menjadi


puncak ketegangan antara orang-orang SI berlatar belakang Islam dan Sosialis.
Mereka orang-orang SI berlatar belakang Islam merasa, mereka yang berlatar
belakang sosialis dan masuk dalam PKH atau PKI, dianggap tidak mempercayai
adanya Tuhan dan bertentangan dengan Islam, yang menjadi dasar pembentukan
SI. Meskipun hal ini disanggah secara getol oleh Haji Misbach yang merasa
tindakan ini tidak lebih adalah upaya orang-orang moderat di kubu SI yang mulai
kehilangan kendali atas SI, sebagai akibat gerakan-gerakan revolusioner orang-
orang berlatar belakang sosialis yang tergabung dalam ISDV yang kemudian
menjadi PKI. Misbach kala itu dikenal sebagai agen penting dalam proses
penyebaran aksi mogok buruh diberbagai daerah pada 1923. Dalam kritiknya
terhadap kebijakan disiplin partai SI adalah, Misbach merasa, orang-orang Islam
terutama Tjokroaminoto, Agus salim, dan Abdoel Muis dirasa munafik, karena
mengusir orang-orang PKI, yang sebenarnya diperlukan SI dalam pergerakannya
dan telah terbukti menjadi mesin penggerak sarekat buruh dan tani yang semula
tidak pernah bisa diorganisir oleh SI. Hal ini yang kemudian mendasari semakin
kentalnya aroma perpecahan di tubuh SI, sehingga dikenal SI merah dan SI putih.
Sampai pada akhirnya, SI dengan mantap menjadi PSII dengan membersihkan
aneksir-aneksir PKI. Sementara PKI sendiri terus melakukan gerakan-gerakan
revolusioner hingga berbuah perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda
pada tahun 1926.

50
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari materi makalah yang telah saya jabarkan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa :

a. SI merupakan organisasi pertama yang ada di Indonesia.


b. SI merupakan organisasi yang dahulu bernama Sarekat Dagang Islam
(SDI), didirikan pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh Haji Samanhudi. SDI
merupakan organisasi yang pertama kali lahir di Indonesia, merupakan
perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang menentang politik Belanda
yang memberi keleluasaan masuknya pedagang asing untuk menguasai
komplar ekonomi rakyat pada masa itu.
c. Perpecahan SI putih dan SI merah terjadi pada tahun 1916. Awal
perpecahan SI tersebut dimulai ketika wacana keterlibatan SI dalam
Volksraad digulirkan dan mendapat reaksi beragam dari internal SI. Pada
masa itu pentolan SI Semarang, Semaoen, Darsono, Baars, dan kawan-
kawan, melakukan aksi pengecaman terhadap kebijakan SI yang masuk ke
dalam Volksraad.
d. ISDV yang merupakan kepanjangan dari Indischee Sociaal-Demokratische
Vereninging merupakan partai berpaham sosialis yang didirikan oleh Henk
Sneevliet. Seiring berjalannya waktu, partai ini mengubah haluan ke
pandangan komunis.
e. Awal mula hubungan SI dan ISDV adalah ketika persekutuan ISDV
dengan insulide bubar. Sarekat Islam yang pada masa itu (1916)
mempunyai ratusan ribu anggota dan merupakan suatu gerakan raksasa di
dalam pergeraan nasional indonesia. ISDV berhasil menyusup kedalam SI,
dengan cara menjadikan anggota ISDV menjadi anggota SI dan
sebaliknya.

51
f. Maka dari itu secara tidak langsung ISDV dan SI merupakan organisasi
yang melahirkan PKI.

B. Saran

Berdasarkan penjabaran isi makalah diatas, kita sebagai bangsa indonesia


hendaknya lebih peduli dengan sejarah bangsa kita sendiri, yang mana dari sejarah
tersebut dapat terbentuk lah NKRI seperti sekarang ini.

Dari kejadian-kejadian yang telah saya jabarkan diatas pun kita juga
hendaknya dapat belajar sehingga kedepannya kita sebagai bangsa Indonesia
dapat menjadi bangsa yang lebih baik lagi, terlepas dari masalah-masalah yang
telah bangsa kita lalui pada masa yang lampau.

Hendaknya makalah ini dapat bermanfaat bagi orang lain, dan dapat
dijadikan renungan serta pembelajaran tentang bagaimana perjuangan para tokoh-
tokoh membentuk NKRI menjadi negara yang lebih baik lagi.

52
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, Dudung. Metodologi Penelitian Sejarah, (Yogyakarta:Ar-Ruzz
Media, 2007).

Kuntowijoyo. Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia. (Yogyakarta : Pustaka


Pelajar Offset.1994).

Korver, A.P.E. Sarekat Islam: Gerakan Ratu Adil? (Jakarta: Grafitipress.1985).

Noer, D. Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942. (Jakarta : PT Djaya


Pirusa.1980).

Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu sosial dalam Metodologi Sejarah,


(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 1992).

Boedhihartono, dkk. Sejarah Kebudayaan Indonesia :Sitem Sosial. Rajawali Pers,


Jakarta, 2009

Ikram, Achadiati, dkk. Sejarah Kebudayaan Indonesia:Bahasa, Sastra, dan


Aksara.Rajawali Pers, Jakarta, 2009

Kartosudjono, T, dkk. Sejarah Nasional dan Umum 2.Balai Pustaka, Jakarta, 2004

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional


Indonesia II. Balai Pustaka, Jakarta, 1992

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sarekat_Islam

http://wartasejarah.com/2013/12/sejarah-sarekat-islam.html

https://kasmankhasra.co.id/2014/10/organisasi-sarekat-dagang.html?m=1

53

Anda mungkin juga menyukai