Anda di halaman 1dari 3

Alhamdulillah, tepat pada hari 18 november 2018 Muhammadiyah telah

genap berusia 106 tahun.


Jika kita membuka lembaran sejarah Muhammadiyah. Pada tahum 1912
Semula gerakan ini tentang pendidikan, kesehatan, aksi kemanusiaan
berbasis agama (pembagian daging kurban, zakat dan fitrah), tablig di
ruang publik, yang mana hal ini dianggap nyeleneh, tidak jarang dituduh
sebagai menyimpang dari Islam, bahkan dianggap sebagai bagian dari
“Komunitas Kristen”. Mengapa? Karena saat itu, gerakan sejenis mudah
ditemukan dalam komunitas kristiani yang banyak dilakukan oleh
bangsa-bangsa kolonial.
Muhammadiyalah yang pertama kali mengagas pendirian musola di
tempat umum (pasar, terminal, stasiun), pengelolaan perjalanan haji
secara professional, termasuk ibadah kurban dan fitrah serta zakat.
Demikian pula, gerakan sedekah dan infak bagi kegiatan sosial seperti
pendidikan, bagi santunan terhadap fakir miskin, duafa dan yatim piatu,
dipelopori oleh Muhammadiyah. Sosialisasi penyadaran publik tentang
pentingnya kesehatan, dan yang paling fenomenal adalah pengembangan
dakwah (pengajian) di ruang publik di luar mesjid dan pesantren yang
sekarang lebih dikenal sebagai majelis taklim, pun diprakarsai oleh
Muhammadiyah. Sebelumnya, tidak ada kegiatan keagamaan (termasuk
tabligh) kecuali di dalam mesjid atau pesantren.
Dari hal-hal tersebut, warga masyarakat negeri ini memiliki
pengetahuan tentang Islam jauh lebih intens dan berkualitas
dibandingkan dengan publik umat di negeri-negeri muslim lain yang
masih mengandalakan dakwah di mesjid dan lembaga formal islam saja.
Dari gerakan-gerakan ini muncul tokoh yang sangat berjasa bagi negara
ini. Muncul pejuang kemerdekaan dan pejuang kebangsaan. Misalnya
tentang presiden RI pertama Soekarno yang merupakan salah satu murid
pendiri Muhammadiyah, Kiai Ahmad Dahlan. Ahmad Dahlan di masa
silam kerap bolak balik ke Surabaya, menyambangi kost milik
Cokroaminoto. Di tempat itu Ahmad Dahlan mengajar Soekarno dan
anak muda pergerakan lain seperti Agus Salim juga Semaun.

1
Perlu diketahui Soekarno resmi menjadi kader Muhammadiyah di tahun
1930. Bahkan Soekarno setelah itu, menjadi pengurus majelis
pendidikan dasar dan menengah milik Muhammadiyah di Bengkulu.
Soekarno pun lantas beristrikan Fatmawati, seorang kader Aisyiah-
organisasi Muhammadiyah, yang juga anak tokoh Muhammadiyah
Bengkulu.
Maka yang dahulu awal-awal tahun berdirinya muhammadiyah dicela
dianggap remeh, namun Ketika memasuki masa orde lama dan orde
barulah Muhammadiyah mendapatkan apresiasi atas usaha usahanya
dalam memajukan negeri dari banyak kalangan. Hingga sampai
sekarang muhammadiyah tumbuh berkembang menjadi salah satu
organisasi masyarakat yang mempengaruhi kemajuan Negara Indonesia.

Kini, di abad ke 21 ini, tidak lagi ada orang Islam yang menolak sekolah
modern, yang menolak pengobatan di rumah sakit, dan yang menolak
praktek penyembelihan korban dan pembagian zakat maal atau fitrah
bagi kelompok masyarakat yang tergolong miskin. Paham keagamaan
semakin berkembang, sikap sosial terhadap orang lain juga semakin
baik, pendidikan pun sudah mulai merata.
Akan tetapi masalah bangsa yang masih menghantui itu adalah adanya
korupsi yang kian merajalela, penegakan hukum yang lemah,
kesenjangan ekonomi sosial yang kian melebar, dan sumber daya alam
yang dieksploitasi dan dikuasai asing, serta lain-lainnya yang
berdampak luas pada kehidupan berbangsa
Maka gerakan di abad 21 lebih ke arah menolong permasalahan-
masalahan internal bangsa dengan cara persatuan, sebagaimana tema
diangkat muhammadiyah adalah ta'awun (tolong menolong) untuk
negeri.
Menyelesaikan permasalahan negeri tidak mampu dilakukan hanya
dengan seorang diri atau sekelompok golongan saja namun seluruh
negeri harus bersatu. Karena negeri ini untuk kita semua.

2
Sebagaimana Pidato Bung Karno dalam sidang BPUPK tahun 1945,
“Kita hendak mendirikan suatu negara semua buat semua. Bukan buat
satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan,
maupun golongan yang kaya, tetapi semua buat semua,”
Maka muhammadiyah kini berusaha menjadi pilar pemersatu bangsa,
yang mana ketika kita telah bersatu kita kuat, kita dapat saling tolong
menolong dalam menghadapi permasalahan bangsa. Sebagaimana
perintah quran,

َ ‫َوَت َع َاونُوا َعلَى الْرِب ِّ َو‬


‫الت ْق َوى‬
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa"
Maka untuk menyatukan bangsa ini kita harus menyatukan hati kita.
sebagaiman Kiai Ahmad Dahlan menjelaskan pada pidato kongres tahun
1922, “nilai sebuah bangsa yang hanya mungkin terbentuk jika didasari
kesatuan hati”
Mari satukan hati kita dengan menanamkan sikap saling peduli dan
saling memahami serta hindari sikap hasad, dan kikir mau menang
sendiri. Dan yang terakhir cara menyatukan hati kita adalah dengan
keimanan. Allah berfirman.

‫ف َبنْي َ ُقلُوهِبِ ْم‬


َ َّ‫َوأَل‬
“Dan Dialah Allah menyatukan antara hati-hati mereka, yaitu hati-hati
orang beriman.”
Dengan kita meningkatkan keimanan kita melalui ibadah dan pengajian,
maka hal tersebut akan mempersatukan hati kita, dan saat hati kita
bersatu, ta’awun untuk negeri akan terwujud.

Anda mungkin juga menyukai