Anda di halaman 1dari 2

DIALOG KEUMMATAN

"KOKOHKAN PERSATUAN UMMAT DALAM KOLABORASI POTENSI BANGSA


MENUJU INDONESIA MAJU"
KH. NURHASAN ZAIDI
Ketua Umum DPP Persatuan Ummat Islam (PUI)

‫ﻋِن ٱْﻟُﻣﻧَﻛِر‬ ِ ‫َوْﻟﺗ َﻛُن ِّﻣﻧﻛُْم أ ُﱠﻣﺔ ٌ ﯾَْدﻋُوَن ِإﻟَﻰ ٱْﻟَﺧْﯾِر َوﯾَﺄ ُْﻣُروَن ِﺑﭑْﻟَﻣْﻌُرو‬
َ ‫ف َوﯾَْﻧَﮭْوَن‬
ٓ
◌ۚ ‫َوأ ُ۟و ٰﻟَِﺋَك ھُُم ٱْﻟُﻣْﻔِﻠُﺣوَن‬
“Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat)
yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung”.
(QS. Ali Imran : 104)
Umat Islam telah bersama dan menjadi bagian dari Indonesia, bahkan sebelum Indonesia lahir sebagai
bangsa dan negara. Ajaran Islam yang banyak menekankan persatuan umat juga telah membangun sentimen
persatuan dan solidaritas anti penjajahan. Islam menjadi rantai jejaring pergerakan yang melampaui ikatan
kesukuan. Islam menjadi lebih dari sekedar agama, tetapi juga menjadi pemersatu bagi proses pembentukan
bangsa Indonesia, menyodorkan wawasan dan pergaulan yang melintasi batas kesukuan atau kewilayahan.
Islam juga yang menjadi inspirasi solidaritas yang mempercepat persatuan kebangsaan. Dalam masa transisi
sebelum kemerdekaan hingga saat ini, umat Islam terus terlibat dalam perdebatan penyusunan bangunan
negara Indonesia: sejak di Badan Penyelidikan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI),
pemilu sejak 1955, masa reformasi hingga masa kini, melalui organisasi kemasyarakatan maupun organisasi
politik seperti Masyumi atau lainnya dengan segala dinamika dan pasang surutnya.
Syukur Alhamdulillah, bahwa salah satu tokoh Ummat Islam pejuang kemerdekaan, Anggota BPUPKI yang
juga merupakan salah satu pendiri Persatuan Ummat Islam (PUI), KH. Ahmad Sanusi, telah dianugerahi gelar
Pahlawan Nasional beberapa hari lalu dalam nuansa peringatan Hari Pahlawan, hadiah Milad PUI yang ke
105 Tahun, juga merupakan hadiah bagi Ummat Islam Indonesia tentunya.
Ummat sebagai kelompok seperti makna surat Ali Imran ayat 104 diatas tidak hanya sebagai kumpulan
individu yang memiliki kewajiban untuk beribadah dan menegakkan kesalehan pribadi, namun juga
diperintahkan berkumpul untuk mendorong kebaikan dan mencegah kerusakan. Jadi, terbentuknya umat
sebagai kelompok merupakan tugas bagi orang-orang yang beriman. Umat bukan kelompok yang terbentuk
begitu saja secara natural, namun didorong oleh kesadaran menjalankan perintah Allah SWT.
Itulah misi sejarah kita dilahirkan di bumi ini. Kita hadir karena misi, dan dengan misi itu kita akan membuat
sejarah. Pilihan aksinya bisa bermacam-macam. Bahkan dalam politik bisa saja kita berbeda pilihan, tapi
perbedaan itu jangan sampai merobek kesatuan misi kita. Dengan kesatuan misi yang kita yakini, mari kita
bersama memandang ke masa depan dalam suatu visi perjuangan keummatan.
1. Silaturahmi dan Kolaborasi Membangun Visi Keummatan
Visi Keummatan akan terbangun melalui proses kolaborasi potensi ummat yang terepresentasikan dengan
Silaturahim Organisasi Keummatan. Disini bersama kita membangun kebersamaan dan saling melengkapi,
itu menjadi hal yang strategis. Untuk itu, PUI mengundang pimpinan Ormas Islam dalam forum silaturahim
dan dialog keummatan ini, karena tentunya permasalahan keummatan bangsa tidak bisa di selesaikan oleh
satu dua ormas saja, butuh kolaborasi dan sinergi yang erat.
2. Pancasila dan NKRI sebagai Landasan Visi Keummatan
Visi perjuangan keummatan kita adalah meningkatkan partisipasi umat Islam dalam memperkokoh fondasi
Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai kesepakatan dan platform bersama. Ummat

Disampaikan dalam Acara Dialog Keummatan, Pembukaan Rakernas PUI, Bandung, 12 November 2022
adalah pemilik mayoritas bangsa ini, bukan pihak di luar atau pihak yang tidak ikut mengikat konsensus
Dasar Negara Indonesia. Pancasila adalah platform kita bersama, kesepakatan bahwa Indonesia adalah
rumah bagi semua. Pada saat yang sama kita perlu mendorong agar Pancasila dan NKRI tidak didominasi
pemaknaannya atau menjadi alat identitas untuk kepentingan kekuasaan semata. Pancasila harus selalu
menjadi panggung terbuka bagi identitas yang berbeda, nilai-nilai esensial dalam Pancasila sangat relevan
dan sejalan dengan nilai-nilai keislaman yang mulia, buah pemikiran para pemimpin ummat dulu dimasa
awal Indonesia Merdeka.
3. Titik Temu Agama, Demokrasi dan Kesejahteraan menjadi Isue Strategis Keummatan
Dalam ruang terbuka Pancasila dan NKRI, tugas kita adalah mengisi konten yang bersumber pada usaha
mempertemukan agama, demokrasi, dan kesejahteraan. Kita harus bisa menjadikan Indonesia sebagai
model dari titik temu tersebut. Agama, dalam hal ini Islam, memberi orientasi berdasarkan nilai fundamental
perdamaian, keselamatan dan kesejahteraan. Agama memberi arah bagi individu dan masyarakat
sehingga tidak terombang-ambing dalam kebingungan.
Sedangkan, demokrasi bukan sekedar prosedur politik namun harus menjadi budaya dan cara dalam
menyelesaikan masalah. Demokrasi saat ini terasa kebablasan, pragmatis dan kapitalis, makna dan warna
Demokrasi Pancasila seolah pudar. Hakikatnya budaya demokrasi Pancasila adalah cara memastikan
sebuah proses atau peristiwa politik membawa manfaat bagi rakyat
Inilah isu kebangsaan dan keummatan yang menjadi problematika kita, disinilah arah perjuangan kita,
karena Pancasila dan NKRI memberikan ruang untuk itu. Jadi, menjadi religius, berdemokrasi yang
berbudaya dan mewujudkan kesejahteraan adalah nilai cita-cita kita. Kita mengisi platform Indonesia
dengan mempertemukan ketiga unsur tersebut. Tidak boleh ketiga unsur ini saling menafikan. Jangan
mempertentangkan agama dengan demokrasi.
Apalagi kita di Indonesia mayoritas ummat Islam. Ketika, kita bicara tentang kemiskinan di Indonesia, itu
artinya kita bicara tentang kemiskinan ummat Islam. Karena itu kitalah yang paling berkewajiban mengisi
ruang demokrasi, ruang Pancasila dan NKRI ini, dengan mempertemukan agama, demokrasi, dan
kesejahteraan. Sikap-sikap kita di dalam politik, harus mencerminkan tiga unsur ini. Demikianlah agama
mengajarkan kita. Ketika kita mempertemukan unsur-unsur ini semuanya, kita akan melihat bahwa tujuan
kita adalah mewujudkan maslahat ummat.
4. Mengubah Kerumunan Ummat Menjadi Persatuan dan Kekuatan Ummat
Dari sejarah panjang keterlibatan umat Islam dalam proses pembentukan negara, upaya kemerdekaan
hingga saat ini, sudah waktunya kita belajar sungguh- sungguh mengubah kerumunan menjadi kekuatan
ummat yang riil. Karena itu, pekerjaan rumah paling berat bagi umat Islam saat ini adalah bagaimana
mengubah semangat dan militansi kita menjadi kekuatan dan semangat bekerja, kerja dalam diam tapi
terus-menerus. Dengan itulah nanti kita akan punya kekuatan yang riil. Dengan sinergi dan kolaborasi, kita
bahu membahu membina dan menghimpun kekuatan ummat dalam segala sektor, mulai Pendidikan,
ekonomi, sosial dan lain sebagainya, dengan izin Allah ‘kerumunan ummat’ ini akan berubah menjadi
Persatuan dan kekuatan ummat yang riil.
Beberapa hal itulah yang menjadi arah perjuangan umat Islam di Indonesia. Kita jaga silaturahim dan
kolaborasi; kita pertahankan platform berbangsa, yakni falsafah negara Pancasila dan bentuk NKRI; kita isi
platform besar itu dengan agama, demokrasi dan kesejahteraan; dan kita sebagai umat mayoritas di sini harus
mengubah kerumunan menjadi persatuan dan kekuatan ummat. Artinya, umat Islam yang mayoritas secara
jumlah ini juga menjadi kekuatan mayoritas dalam bidang ekonomi dan politik. Ini membutuhkan suatu proses
kerja yang berkesinambungan, sistematis, dan terus-menerus. Semangat sesaat tidak akan mengubah nasib
kita. Perjuangan inilah yang dimaksud Allah SWT dalam surat Ar Ra’d ayat 13 bahwa Allah tidak akan
mengubah keadaan satu kaum sampai mengubah apa yang ada pada diri mereka.
Hasbunallah Wa Ni’mal Wakiil.

Disampaikan dalam Acara Dialog Keummatan, Pembukaan Rakernas PUI, Bandung, 12 November 2022

Anda mungkin juga menyukai