Anda di halaman 1dari 4

 

Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah telah diputuskan dalam Muktamar Muhammadiyah
ke 47 pada 3-7 Agustus 2015 di Makassar.

"Darul ahdi artinya negara tempat kita melakukan konsensus nasional. Negara kita berdiri karena
seluruh kemajemukan bangsa, golongan, daerah, kekuatan politik, sepakat untuk mendirikan Indonesia.
Kita ingin mengembalikan ke sana," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, Rabu
(24/5).

"Kalau darul syahadah artinya negara tempat kita mengisi. Jadi setelah kita punya Indonesia yang
merdeka, maka seluruh elemen bangsa harus mengisi bangsa ini menjadi Negara yang maju, makmur,
adil bermartabat," sambung Haedar.

Haedar mengatakan, saat ini ramai dibicarakan soal kecenderungan separatis, radikalis, dan
penyimpangan di berbagai daerah di Indonesia. Muhammadiyah ingin kembali meluruskan kiblat
bangsa.

"Kita ingin mengajak seluruh elemen bangsa untuk berpijaklah pada prinsip dasar bahwa Negara ini
milik kita bersama, dan Negara ini harus kita bangun, kita selamatkan, tak boleh kita rusak," ujarnya.

Haedar mengatakan Pancasila yang menjadi dasar Negara ini sudah sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Muhammadiyah mengajak seluruh elemen bangsa menjaga konsep tersebut, agar Indonesia menjadi
Negara yang diampuni Tuhan.

"Ini sebuah draf penting, jihad kebangsaan," pungkas Haedar.

Pada pengantar PP Muhammadiyah dalam buku konsep “Negara Pancasila: Darul Ahdi Wa Syahadah”
terbitan PP Muhammadiyah, disebutkan bahwa konsep Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa
Syahadah didasarkan pada pemikiran-pemikiran resmi yang selama ini telah menjadi pedoman dan
rujukan organisasi seperti Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCH),
Kepribadian Muhammadiyah, Khittah-khittah Muhammadiyah, Membangun visi dan Karakter Bangsa,
serta hasil Tanwir Muhammadiyah di Bandung tahun 2012 dan Tanwir Samarinda tahun 2014.

Pemikiran tentang Negara Pancasila itu dimaksudkan untuk menadi rujukan dan orientasi pemikiran
serta tindakan bagi seluruh anggota Muhammadiyah dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara
secara kontekstual berdasarkan pandangan Islam Berkemajuan yang selama ini menjadi perspektif ke-
Islaman Muhammadiyah.

Warga Muhammadiyah pada khususnya dan umat Islam pada umumnya sebagai kekuatan mayoritas
diharapkan mampu mengisi dan membangun Negara Pancasila yaitu Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) yang berdasar Pancasila, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika sebagai negeri dan
bangsa yang maju, adil, makmur, bermartabat dan berdaulat sejalan dengan cita-cita Baldatun
Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur. 

Dalam Kehidupan kebangsaan, Muhammadiyah dan umat Islam sebagai


golongan mayoritas memiliki tanggung jawab besar dan utama. Yaitu
menjadikan Negara Indonesia sebagai Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun
Ghafur, negara yang baik dan berada dalam ampunan Allah (QS. Saba: 15).
Atas dasar inilah Muhammadiyah dalam Muktamar ke-47 tahun 2015
mencetuskan sebuah konsep penting dalam kiprahnya sebagai organisasi
Islam Kemasyarakatan, yaitu konsep “Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi
Wa Syahadah.” Sebuah Konsep yang menegaskan komitmen Muhammadiyah
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Sekaligus guna menegaskan sikap persyarikatan dalam sejarah perdebatan
yang nyaris tak pernah usai tentang konsep Islam dan Negara. Lalu
bagaimanakah sebenarnya maksud dari konsep Negara Pancasila sebagai
Darul Ahdi Wa Syahadah itu? Maksud dari konsep tersebut adalah bahwa
Negara Pancasila (Indonesia) merupakan hasil konsesus nasional (dar al-
ahdi) dan tempat pembuktian atau kesaksian (dar al-syahadah) untuk menjadi
negeri yang aman dan damai (dar al-salam) menuju kehidupan yang maju, adil,
makmur, bermartabat, dan berdaulat dalam naungan ridla Allah SWT.
Pandangan kebangsaan tersebut sejalan dengan cita-cita Islam tentang
Negara idaman “Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur” (PP
Muhammadiyah, 2015: 12). Darul Ahdi Masa-masa mendekati kemerdekaan,
sempat terjadi dialog tentang “seperti apakah bentuk Negara yang akan kita
jalankan?”. Namun pada akhirnya para tokoh kemerdekaan sepakat bahwa
dengan bentuk republik dan berdasar kepada Pancasila-lah Negara Indonesia
akan dijalankan. Selama perjalanannya, Indonesia beberapa kali mengalami
pergantian sistem pemerintahan. Namun Pancasila senantiasa kokoh menjadi
dasar negara, walaupun secara dinamika mengalami sedikit perubahan –
yaitu dihapuskannya tujuh kata dalam sila pertama – (Disampaikan oleh
Hasnan Nahar dalam forum Kajian dan Diskusi Tematik PK IMM Ushuluddin,
Darul Ahdi Wa Syahadah: Sinergitas antara Indonesia, Muhammadiyah, dan
Pancasila, pada Jumat, 25 Oktober 2019, di Masjid Kampus UIN Sunan
Kalijaga). Peran Muhammadiyah sebagai organisasi yang lahir 33 tahun lebih
dahulu sebelum kemerdekaan jelas tidak bisa dikesampingkan begitu saja.
KH. Ahmad Dahlan merupakan seorang tokoh yang mempelopori  kebangkitan
umat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih
harus belajar dan berbuat. Itulah dasar penentuan beliau sebagai Pahlawan
Kemerdekaan Nasional melalui Keppres no. 657 th. 1961. Muhammadiyah
melalui para pemimpinnya juga terlibat aktif dalam usaha-usaha
kemerdekaan. Sebut saja KH Mas Mansur merupakan anggota dari Empat
Serangkai bersama Ir. Soekarno, Muhammad Hatta, dan Ki Hadjar Dewantara
berperan besar dalam persiapan Kemerdekaan. Kemudian ada juga tiga tokoh
penting Muhammadiyah Ki Bagus Hadikusumo, Prof. Kahar Mudzakir, dan Mr.
Kasman Singodimedjo bersama para tokoh lalinnya mengambil peran aktif di
Badan Persiapan Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) (PP Muhammadiyah, 2015: 9).
Serta masih banyak lagi tokoh-tokoh muhammadiyah yang berperan aktif
dalam perjuangan kemeredekaan, seperti Jendral Soedirman dan Ir. Juanda.
Dari hal tersebut, maka jelas bahwa Negara Pancasila (Indonesia) merupakan
kesepakatan, kesaksian dan konsesus bersama (dar al-ahdi), yang mana
Muhammadiyah juga terlibat di dalamnya lewat para tokohnya sebagai
Perintis kemerdekaan bangsa Indonesia. Darus Syahadah Segenap umat
Islam termasuk di dalamnya Muhammadiyah harus berkomitmen menjadikan
Negara Pancasila sebagai tempat membuktikan diri. Dapat dilakukan dengan
mengisi dan membangun kehidupan kebangsaan yang bermakna menuju
kemajuan di segala bidang kehidupan. Dalam Negara Pancasila sebagai darus
syahadah, umat Islam harus siap bersaing (fastabiqul khairat) untuk mengisi
dan memajukan kehidupan bangsa dengan segenap kreasi dan inovasi yang
terbaik (PP Muhammadiyah, 2015: 13). Wujud pembuktian atau kesaksian
(syahadah) oleh Muhammadiyah sebenarnya sudah terealisasikan semenjak
Muhammadiyah berdiri tahun 1912. Baik dalam bidang pendidikan, kesehatan,
keagamaan, maupun sosial kemasyarakatan Muhammadiyah masih
konsisten dengan semua itu. Dengan kata lain, meskipun Muhammadiyah
tidak berkoar-koar “saya paling pancasilais, paling NKRI”. Namun
kontribusinya justru jelas terlihat bagi Negara Pancasila (Indonesia) ini
sebagai pembuktian. (Disampaikan oleh Hasnan Nahar dalam forum Kajian
dan Diskusi Tematik PK IMM Ushuluddin, Darul Ahdi Wa Syahadah: Sinergitas
antara Indonesia, Muhammadiyah, dan Pancasila, pada Jum’at, 25 Oktober
2019, di Masjid Kampus UIN Sunan Kalijaga). Darul Ahdi wa Syahadah Konsep
“Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah” ini tentunya bukan
sekedar komitmen Muhammadiyah dari masa lalu sampai saat ini. Namun
konsep ini juga harus benar-benar teraktualisasikan untuk masa yang akan
datang. Meskipun pada perjalanannya nanti, akan ditemukan penghalang-
penghalang yang mencoba melunturkannya. Sebut saja perdebatan tentang
khilafah sebagai sistem Negara yang tak pernah usai. Namun Muhammadiyah
harus tegas dan bijak dalam menghadapi hal tersebut. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Buya Syafi’i Ma’arif dalam bukunya “Islam dalam bingkai
Keindonesiaan dan Kemanusiaan”, bahwa potensi untuk menjaga keutuhan
bangsa Indonesia di kalangan NU dan Muhammadiyah sungguh luar biasa
(Ahmad Syafii Maarif, 2015: 318). Maka dengan perannya sebagai organisasi
Islam yang memiliki anggota mayoritas (terbanyak) dari umat islam di
Indonesia, keduanya sangat memiliki pengaruh besar kepada para
anggotanya untuk menjaga dan mengawal Negara Pancasila ini.
Muhammadiyah hendaknya senantiasa berkiprah secara proaktif dalam
memajukan kehidupan bangsa. Juga menjaga kerukunan, kedamaian,
ketertiban, dan kebaikan bersama dalam masyarakat sebagai wujud dakwah
amar ma’ruf nahi munkar. Selain itu tentunya dalam rangka menyebarkan
nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan kebangsaan dan kemanusiaan universal.
Muhammadiyah hendaknya juga senantiasa istiqamah melaksanakan misi
dakwah dan tajdid untuk pencerahan, bersikap proaktif dalam menunaikan
peran-peran keumatan dan kebangsaan secara konstruktif, cerdas, dan
bijaksana; serta tidak bergerak dalam politik praktis. Seluruh Warga dan
Pimpinan Muhammadiyah di seluruh tingkatan wajib memberikan keteladanan
yang baik dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam seluruh
aspek yang dilandasi oleh nilai-nilai islami. (PP Muhammadiyah, 2015: 19)

Anda mungkin juga menyukai