Anda di halaman 1dari 18

LEMBAGA DAN STRUKTUR SOSIAL

“TANTANGAN PENDIDIKAN ERA GLOBALISASI”


Makalah ini dibuat untuk memenuhi persyaratan tugas kuliah

DI SUSUN
OLEH:
KELOMPOK 2
1. IPAK GEMASIH (180250006)
2. FITRI NINGSIH HARAHAP (180250002)
3. RIFKA KHAIRUNA (180250005)
4. WIDYA ASTUTI (180250004)
5. KHUZARI(180250007)

DOSEN PENGASUH: DR. SAIFUDDIN. MA

JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
ACEH UTARA
2019 / 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita
semua sehingga kita dapat menyelesaikan makalah Lembaga dan Struktur sosial tentang
“Tantangan Pendidikan Era Globalisasi”. Shalawat serta salam semoga senantiasa selalu
tercurah kepada uswah hasanah kita yang telah menyampaikan risalah kebenaran dan telah
membawa kita dari zaman kegelapan (jahiliyah) menuju zaman yang terang benderang yang
penuh dengan petunjuk (dinul islam) beserta keluarga, sahabat serta kita yang insyaallah selalu
melaksanakan sunnahnya.

Penyusun optimis makalah Lembaga dan Struktur social tentang “Tantangan


Pendidikan Era Globalisasi”. dapat membantu dan dapat dengan mudah untuk dijadikan bahan
pembelajaran bagi semua kalangan pembaca dengan diambil dari berbagai sumber.
Alhamdulillah makalah ini dapat segera disajikan dan penyusun mempunyai orientasi makalah
ini akan bermanfaat bagi kita untuk menambah wawasan kita.

Dalam pembuatan makalah ini saya mengakui bahwa masih banyak kekurangan di mana-
mana, maka dari itu sebelumnya saya meminta maaf sekaligus saya minta dimaklumi. Jika masih
banyak kekurangan dalam makalah ini karena saya juga masih dalam tahap pembelajaran.

Penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar lebih
baik lagi untuk selanjutnya. Sekian.

Lhokseumawe, Maret 2020

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Definisi paling umum tentang pendidikan adalah proses pemanusiaan menuju lahirnya
insan bernilai secara kemanusiaan. Dari sudut pandang sosiologi, pendidikan selain berperan
menyiapkan manusia untuk memasuki masa depan, juga memiliki hubungan dengan transformasi
social, begitu juga sebaliknya. Berbagai pola sistempendidikan menggambarkan corak, tradisi,
budaya sosial masyarakat yang ada. Maka yang penting diperhatikan adalah bahwa suatu sitem
pendidikan dibangun guna melaksanakan “amanah masyarakat” yaitu menyalurkan anggota-
anggotanya ke posisi tertentu.
Fakta-fakta dilapangan menunjukkan bahwa sistem pengelolaan pendidikan di Indonesia
banyak menggunakan cara-cara konvensional dan lebih menekankan pengembangan kecerdasan
dalam arti sempit dan kurang memberi perhatian kepada pengembangan bakat kreatif peserta
didik. Padahal kreativitas di samping bermanfaat untuk pengembangan diri anak didik juga
merupakan kebutuhan akan merwujudan diri sebagai salah satu kebutuhan paling tinggi bagi
manusia.
Di dunia pendidikan, globalisasi akan mendatangkan kemajuan yang sangat cepat, yakni
munculnya beragam sumber belajar dan merebaknya media massa, khususnya internet dan media
elektronik sebagai sumber ilmu dan pusat pendidikan. Dampak dari hal ini adalah guru bukan
satu satunya sumber ilmu pengetahuan. Hasilnya, para siswa bisa menguasai pengetahuan yang
belum dikuasai oleh guru. Oleh karena itu, tidak mengherankan pada era globalisasi ini, wibawa
para guru di mata siswa umumnya merosot. Kemerosotan wibawa oang tua dan guru
dikombinasikan dengan semakin melemahnya tradisi-tradisi yang ada dalam masyarakat, seperti
gotong royong dan juga tolong menolong telah melemahkan kekuatan-kekuatan sentripetal yang
berperan penting dalam menciptakan kesatuan sosial. Akibat lanjutnya berdampak kenakalan
remaja dan tindakan menyimpang di kalangan remaja dan pelajar semakin meningkat dalam
berbagai bentuknya, corat-coret, pelanggaran lalu lintas sampai tindakan kejahatan. Sekolah
harus menjadi benteng terakhir yang berperan membendung dampak negatif bawaan yang
muncul dari teknologi informasi dan komunikasi yang menjamur tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah hakekat pendidikan di era globalisasi?
2. Apakah problema pendidikan di Indonesia?
3. Apasajakah yang menjadi tantangan pendidikan di era globalisasi ?
4. Bagaimana solusi untuk menghadapi tantangan di era globalisasi?
5. Bagaimana persiapan sumber daya manusia dalam menghadapi era globalisasi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui hakekat dari pendidikan di era globalisasi.
2. Untuk mengetahui tantangan pendidikan di era globalisasi.
3. Untuk mengetahui solusi menghadapi tantangan di era globalisasi.
4. Untuk mengetahui persiapan sumber daya manusia dalam menghadapi era globalisasi.
5. Untuk mengetahui persiapan sumber daya manusia dalam menghadapi era globalisasi.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..............................................................................................................................i

Daftar Isi.......................................................................................................................................ii

Bab I Pendahuluan........................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang............................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan.........................................................................................................................2

Bab II Pembahasan.......................................................................................................................3

2.1 Hakikat Pendidikan di Era Globalisasi.......................................................................3

2.2 Problema Pendidikan di Indonesia.............................................................................6

2.3 Tantangan Pendidikan di Era Globalisasi...................................................................7

2.4 Solusi Menghadapi Tantangan di Era Globalisasi......................................................9

2.5 Persiapan SDM Dalam Menghadapi Era Globalisasi................................................10

Bab III Penutup


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hakekat Pendidikan di Era Globalisasi


Pengertian Pendidikan
Dilihat dari pandangan antropologik, melihat pendidikan dari aspek budaya antara lain
pemindahan pengetahuan dan nilai – nilai kepada generasi berikutnya. Pendekatan sistem perlu
dipergunakan dalam menjelaskan pendidikan, karena pada era global sekarang ini dunia
pendidikan telah berkembang sedemikian rupa sehingga menjadi hal ikhwal. Proses pendidikan
merupakan upaya yang mempunyai dua arah yaitu yang pertama bersifat menjaga kelangsungan
hidupnya (Maintenance synergy) dan kedua menghasilkaan sesuatu (Effective synergy).
Rogers, Burdge, Korsching dan Donner Meyer (1988:437) menyatakan bahwa
pendidikan sebagai proses trasmisi budaya mengacu kepada setiap bentuk pembelajaran budaya
(culturale learning) yang berfungsi sebagai transmisi pengetahuan, mobilitas sosial,
pembentukan jati diri dan kreasi pengetahuan.Toffler (dalam Sonhadji, 19993 : 4) menyatakan
bahwa sekolah atau lembaga pendidikan masa depan harus mengarahkan peserta didiknya untuk
belajar bagaimana belajar (learn how learn). Kebutaan dalam era global adalah ketidakmampuan
belajar bagaimana belajar.
Raka Joni merumuskan bahwa ciri utama manusia masa depan Indonesia adalah manusia
yang mendidik diri sendiri sepanjang hayat dan masyarakat belajar yang terbuka tetapi memiliki
pandangan hidup yang mantap. Maka peserta didik harus dibekali informasi tentang latar
belakang yang memberi dampak pengganda pada pembelajarannya sehingga dapat memberikan
motivasi yang besar untuk membaca dan mempelajari informasi dari berbagai sumber. Kita harus
siapkan kompetensi agar siswa eksis di era global yang sangat kompetitif, maka sangat strategis
dalam pembudayaan pembelajaran di sekolah dengan siswa menjadi pusat pembelajaran dalam
proses pencarian informasi. Hal senada juga dikemukakan oleh Makagiansar yang menyatakan
bahwa agar pendidik dapat mempersiapkan peserta didik yang eksis, maka pendidik harus
mengenbangkan kemampuan mengantisipasi, mengerti dan mengatasi situasi, mengakomodasi
serta mereorientasi kepada peserta didik.
Pengertian Era Global
Secara etimologi, menurut kamus besar bahasa Indonesia “era” diartikan sejumlah tahun
dalam jangka waktu antara beberapa peristiwa penting dalam sejarah atau masa. Sedangkan
menurut kamus ilmiah popular era berarti zaman, masa atau kurun waktu. Sedangkan kata
“globalisasi” berasal dari kata dasar global, yang artinya menyeluruh, seluruhnya, garis besar,
secara utuh, dan kesejagatan. Jadi globalisasi dapat diartikan sebagai pengglobalan seluruh aspek
kehidupan, perwujudan (perubahan) secara menyeluruh aspek kehidupan. Dan perubahan
merupakan suatu proses actual yang tidak pernah hilang selama manusia hidup di muka bumi ini.
Keharusan ini dimungkinkan karena manusia pada dasarnya adalah makhluk kreatif sebagai
sunnatullah atas rasa, cipta, dan karsa yang diberikan maha pencipta kepadanya.
Era globalisasi dalam arti terminologi adalah sebuah perubahan sosial, berupa
bertambahnya keterkaitan diantara masyarakat dan elemen-elemen yang terjadi akibat
transkulturasi dan perkembangan teknologi dibidang transportasi dan komunikasi yang
memfasilitasi pertukaran budaya dan ekonomi internasional. Globalisasi juga dimaknai dengan
gerakan mendunia, yaitu suatu perkembangan pembentukan sistem dan nilai-nilai kehidupan
yang bersifat global. Era globalisasi memberikan perubahan besar pada tatanan dunia secara
menyeluruh dan perubahan itu dihadapi bersama sebagai suatu perubahan yang wajar. Sebab
mau tidak mau, siap tidak siap perubahan itu akan terjadi. Era ini di tandai dengan proses
kehidupan mendunia, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dalam bidang
tranformasi dan komunikasi serta terjadinya lintas budaya.
Istilah globalisasi menurut Akbar S. Ahmad dan Hasting Donnan yang memberikan batasan
bahwa globalisasi pada prinsipnya mengacu pada perkembangan-perkembangan yang cepat
didalam teknologi komunikasi, transformasi, informasi yang bisa membawa bagian-bagian dunia
yang jauh ( menjadi hal-hal ) yang bisa dijangkau dengan mudah. Menurut Anthony Giddens
(2005 : 84) menyatakan bahwa globalisasi dapat diartikan sebagai intensifikasi relasi sosial sedua
yang menghubungkan lokalitas yang saling berjauhan sedemikian rupa sehungga jumlah
peristiwa sosial dibentuk oleh peristiwa yang terjadi pada jarak bermil- mil.
Globalisasi bersifat multimedia karena dapat dilihat dari berbagai aspek. Menurut
Baharudin Darus menyatakan bahwa ada lima aspek globalisasi yaitu :
a. Globalisasi informasi dan komunikasi;
b. Globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas;
c. Globalisasi gaya hidup, pola konsumsi, budaya dan kesadaran;
d. Globalisasi media massa cetak dan elektronik;
e. Globalisasi polotik dan wawasan.
Menurut Thomas L. Friedman (2000), globalisasi adalah sebuah sistem yang netral yang
dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif, bisa memperkuat atau melemahkan sendi-
sendi kehidupan, menyeragamkan atau mempolarisasikan, juga mendemokratisasikan atau justru
sebaliknya. Itu semua tergantung bagaimana kita meresponnya.

Karakteristik Era Globalisasi


Era globalisasi akan ditandai dengan persaingan ekonomi secara hebat berbarengan
dengan terjadinya revolusi teknologi informasi, teknologi komunikasi, dan teknologi industri.
Persaingan ini masih dikuasai oleh tuga raksasa ekonomi yaitu Jepang dari kawasan Asia, Uni
Eropa dan Amerika Serikat.
Masing-masing menampilkan keunggulan yang dimiliki. Amerika misalnya unggul
dalam product technology, yaitu teknologi yang menghasilkan barang-barang baru dengan
tingkat teknologi yang tinggi, contoh pembuatan pesawat terbang supersonik, robot, dan lain-
lain.
Jerman dan Jepang mengandalkan kelebihan mereka dalam process technology yaitu
teknologi yang menghasilkan proses baru dalam pembuatan suatu jenis produk yang sudah ada,
misalnya CD (compact disc) pertama kali dibuat oleh Belanda kemudian terus disempurnakan
oleh Jepang sehingga menghasilkan CD dengan kualitas yang lebih bagus dan harga lebih murah.
Selain ketiganya, belakangan muncul Cina sebagai kekuatan baru ekonomi dunia dengan
pertumbuhan ekonominya di atas 9 persen –suatu jumlah tertinggi di dunia.
Kompetisi ekonomi pada era pasar bebas juga ditandai dengan adanya perjalanan lalu
lintas barang, jasa, modal serta tenaga kerja yang berlangsung secara bebas, kemudian adanya
tuntutan teknologi produksi yang makin lama makin tinggi tingkatannya, sehingga makin tinggi
pula tingkat pendidikan yang dituntut dari para pekerjanya.
Globalisasi adalah bagian dari perubahan ruang, gerak dan waktu dari nilai-nilai manusia
secara universal menuju sebuah spectrum keluarga besar masyarakat dunia ( Global Citizen )
Dari beberapa pengertian pendidikan dan globalisasi maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa pendidikan di era global adalah
2.2 Problema Pendidikan di Indonesia
Saat ini dunia pendidikan kita banyak sekali mendapatkan kritik berkaitan dengan
sistem pendidikan yang sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia yang
dihasilkan. Salah satu kritik yang sangat tajam adalah bahwa proses belajar mengajar yang
berlangsung di dunia pendidikan formal sekarang ini lebih banyak hanya sekedar mengejar
target pencapaian kurikulum yang telah ditentukan. Sehingga dalam prakteknya, peserta
didik dipaksa mampu menerima semua informasi yang diberikan, tanpa diberikan peluang
sedikitpun untuk melakukan perenungan aataupun refleksi secara kritis. Dan celakanya,
materi yang disampaikan berupa konsepsi-konsepsi pengetahuan, aturan-aturan dan
keterampilan yang sudah serba given (Malik Fadjar, 1996).
Paulo Freire menyebut praktek ini dengan istilah konsep pendidikan “gaya bank”,
dan ia mengkritiknya sebagai praktek pendidikan yang menjauhkan dari misi ke arah
pembebasan dan pemberdayaan. Menurutnya, dengan model pendidikan gaya ini,
pengetahuan, nilai dan keterampilan dianggap sebagai anugerah yang dihibahkan oleh
pendidik yang berperan sebagai orang yang mempunyai kelebihan kepada seorang murid
yang tidak memiliki pengetahuan apa-apa. Jadi pendidikan tidak lebih dari kegiatan
menabung, di mana murid sebagai tempat menabung (bank) dan guru sebagai
penabungnya. Dalam proses pendidikan gaya ini tidak ada dialog, yang ada guru
memberikan pelajaran, peserta didik menerima, mengulang, menghafal dan mengikuti
semua petunjuk guru (Paulo Freire, 2000).
Secara umum, gambaran konsep pendidikan gaya bank ini menurut Freire adalah
sebagai berikut: (1) guru mengajar, murid diajar, (2) guru mengetahui segala sesuatu,
murid tidak mengetahui apa-apa, (3) guru berfikir, murid difikirkan, (4) guru bercerita,
murid patuh mendengarkan, (5) guru menentukan peraturan, murid diatur, (6) guru
memilih dan memaksakan pilihannya, murid menyetujui, (7) guru berbuat, murid
membayangkan dirinya berbuat melalui perbuatan gurunya, (8) guru memilih bahan dan
isi pelajaran, murid (tanpa diminta pendapat/persetujuannya) menyesuaikan diri dengan
pelajaran itu, (9) Guru mencampuradukkan kewenangan ilmu pengetahuan dan
kewenangan jabatannya, yang ia lakukan untuk menghalangi kebebasan murid, dan (10)
guru adalah subyek dalam proses belajar, murid adalah obyek belaka (Freire, 2000).
Jika dalam institusi pendidikan telah terjadi pelembagaan dalam semua hal
demikian ketatnya dan peserta didik hanya memiliki peranan sebagai obyek, hal ini akan
memunculkan kenyataan sosial yang akan memperlihatkan kenyataan pendidikan yang
sedang berlangsung di negeri kita. Karena melalui pendidikan kita dapat melihat keadaan
masyarakat, sebaliknya juga melalui masyarakat kita dapat mengetahui keadaan
pendidikan. Hal ini selaras dengan pernyataan Emile Durkheim bahwa pendidikan
merupakan produk masyarakat. Begitu juga Ivan Illich mengatakan hal yang sama bahwa
realitas sosial dibentuk oleh pendidikan formal (Malik Fadjar, 1996). Dan menurut Freire
praktek pendidikan di atas akan menyebabkan peserta didik menjadi manusia yang
tertindas, senantiasa takut dan menjauhi komunikasi dengan masyarakatnya (Freire,
2000).
Dengan kondisi pendidikan formal kita yang seperti ini, sepertinya kita harus
mengkaji ulang kurikulum-kurikulum yang pernah maupun yang sedang berjalan saat ini
dan perlu disiapkan guru-guru yang berdedikasi dan memilki kemempuan yang cukup
memadai sesuai dengan bidang masing-masing. Hal ini untuk mengantisipasi era
globalisasi yang terus berjalan, sehingga dari pendidikan formal kita dapat menghasilkan
sumber daya manusia yang siap pakai dan mampu bersaing di era globalisasi ini.

2.3 Tantangan Pendidikan di Era Globalisasi


Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan tidak adanya jarak dan batasan
antara satu orang dengan orang lain, kelompok satu dengan kelompok lain, serta antara
negara satu dengan negara lain. Komunikasi antar-negara berlangsung sangat cepat dan
mudah. Begitu juga perkembangan informasi lintas dunia dapat dengan mudah diakses
melalui teknologi informasi seperti melalui internet. Perpindahan uang dan investasi
modal oleh pengusaha asing dapat diakukan dalam hitungan detik.
Kondisi kemajuan teknologi informasi dan industri di atas yang berlangsung dengan
amat cepat dan ketat di era globalisasi menuntut setiap negara untuk berbenah diri dalam
menghadapi persaingan tersebut. Bangsa yang yang mampu membenahi dirinya dengan
meningkatkan sumber daya manusianya, kemungkinan besar akan mampu bersaing dalam
kompetisi sehat tersebut.
Di sinilah pendidikan diharuskan menampilkan dirinya, apakah ia mampu mendidik
dan menghasilkan para siswa yang berdaya saing tinggi (qualified) atau justru mandul
dalam menghadapi gempuran berbagai kemajuan dinamika globalisasi tersebut.
Dengan demikian, era globalisasi adalah tantangan besar bagi dunia pendidikan.
Dalam konteks ini, Khaerudin Kurniawan (1999), memerinci berbagai tantangan
pendidikan menghadapi era global.
1. Tantangan untuk meningkatkan nilai tambah, yaitu bagaimana meningkatkan
produktivitas kerja nasional serta pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, sebagai
upaya untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan berkelanjutan
(continuing development ).
2. Tantangan untuk melakukan riset secara komprehensif terhadap terjadinya era
reformasi dan transformasi struktur masyarakat, dari masyarakat tradisional-
agraris ke masyarakat modern-industrial dan informasi-komunikasi, serta
bagaimana implikasinya bagi peningkatan dan pengembangan kualitas kehidupan
SDM.
3. Tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu meningkatkan daya
saing bangsa dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas sebagai hasil
pemikiran, penemuan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
4. Tantangan terhadap munculnya invasi dan kolonialisme baru di bidang Iptek, yang
menggantikan invasi dan kolonialisme di bidang politik dan ekonomi.

Semua tantangan tersebut menuntut adanya SDM yang berkualitas dan berdaya
saing di bidang-bidang tersebut secara komprehensif dan komparatif yang berwawasan
keunggulan, keahlian profesional, berpandangan jauh ke depan (visioner), rasa percaya diri
dan harga diri yang tinggi serta memiliki keterampilan yang memadai sesuai kebutuhan
dan daya tawar pasar.
Kemampuan-kemampuan itu harus dapat diwujudkan dalam proses pendidikan
Islam yang berkualitas, sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berwawasan luas,
unggul dan profesional, yang akhirnya dapat menjadi teladan yang dicita-citakan untuk
kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
Pertanyaan selanjutnya, apakah yang harus dilakukan oleh dunia pendidikan Islam?
Untuk menjawabnya, agaknya kita perlu menengok kerangka pendidikan Islam dalam
konteks kenasionalan. Sehingga kita bisa menyiapkan strategi yang tepat menghadapi
sebuah tantangan sekaligus peluang tersebut.
Secara kuantitas, perkembangan jumlah peserta didik pendidikan formal Indonesia
mulai dari tingkat TK hingga jenjang perguruan tinggi (PT) mengalami kemajuan yang
cukup signifikan. Namun secara kualitas masih tertinggal jauh ketimbang negara-negara
lain, baik negara-negara maju, maupun negara-negara anggota ASEAN sekalipun.
Institusi pendidikan Islam dituntut mampu menjamin kualitas lulusannya sesuai
dengan standar kompetensi global paling tidak mampu mempersiapkan anak didiknya
terjun bersaing dengan para tenaga kerja asing sehingga bisa mengantisipasi
membludaknya pengangguran terdidik. Di sini harus diakui, lembaga-lembaga pendidikan
Islam ternyata belum siap menghadapi era pasar bebas. Masih banyak yang harus
dibenahi; apakah sistemnya ataukah orang yang terlibat di dalam sistem tersebut.

2.4 Solusi Menghadapi Tantangan di Era Global


1. Orientasi pendidikan tidak hanya berupa teori-teori, namun harus dibarengi dengan
praktik. Praktek pembelajaran harus lebih diperbanyak. Sehingga siswa akan mudah
mengembangkan keterampilannya.
2.  Dalam proses belajar mengajar, guru harus benar-benar mau mengembangkan
pendidikan yang berbasis siswa sehingga akan terbentuk karakter kemandirian sebagai
karakter yang dituntut dalam era global.
3. Guru harus benar-benar menguasai materi pelajaran dan ilmu mendidik. Hal ini bisa
dilakukan dengan studi lanjut sesuai dengan spesialisasi, pelatihan, work shop, maupun
studi banding ke institusi-institusi yang sudah maju.
4. Perlunya pembinaan dan pelatihan tentang peningkatan motivasi belajar terhadap siswa.
Harus ditanamkan pola pembelajaran yang berorientasi proses bukan hasil, sehingga
siswa akan terbiasa untuk belajar maksimal dengan mementingkan pada substansi bukan
formalitas. Profesi guru harus dihargai dengan maksimal.
5. Mengembangkan budaya baca bagi kalangan anak usia sekolah maupun masyarakat
umumnya. Pemerintah harus konsisten dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Contoh
yang paling nyata adalah alokasi APBN untuk pendidikan seharusnya benar-benar 20 %.
6. . Perlunya dukungan dan paartisipasi komprehensif dari semua pihak yang memiliki
kepentingan dengan pendidikan. Perlu adanya kerjasama antar pengelola lembaga
pendidikan, pemerintah, perusahaan dan masyarakat. Jika ditinjau dari skup KSB, maka
dibutuhkan kerjasama antara pengelola lembaga pendidikan (TK, SD, SMP, SMA,
mapun perguruan tinggi), pemerintah (Bupati KSB sebagai pemegang kebijakan tertinggi
di KSB), perusahaan (PT. NNT sebagai salah satu perusahaan raksasa yang hidup dan
berperan sebagai penguras kekayaan alam KSB), dan masyarakat.

2.5 Persiapan Sumber Daya Manusia Dalam Menghadapi Era Globalisasi.

1. Perlunya landasan.
Dalam menghadapi era globalisasi yang penuh dengan kompetisi, yang harus dilakukan
adalah penyediaan sumber daya manusia yang memiliki kesiapan mental sekaligus kesiapan
skill atau manusia professional, namun demikian untuk menjadi manusia professional
haruslah mempunyai landasan yaitu ajaran agama Islam, landasan motivasi, inspirasi dan
aqidah. Agar mampu menjawab tantangan dan menghadapi ancaman ajaran islam
memberikan petunjuk sebagai berikut:
· Menumbuhkan kesadaran kembali tentang tujuan hidup menurut islam. Baik manusia
sebagai hamba Allah, maupun kholifah Allah. Seperti yang dijelaskan pada QS. Al-Baqarah :
30 yang berbunyi :
ۖ‌‫ض ٱ فِى َجا ِع ۬ ٌل ِإنِّى لِ ۡل َملَ ٰـ ٓ ِٕٮ َك ِة َربُّكَ قَا َل َوِإ ۡذ‬ ۬
ِ ‫َخلِيفَةًَأۡل ۡر‬
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’…
Disini iman dan taqwa sangatlah penting untuk dijadikan sebagai landasan hidup. Kita sadar
bahwa kepuasan lahiriyah yang pernah dinikmati oleh manusia hanyalah sebatas sementara.
Dengan begitu kita akan sanggup mengatur diri kita, dan pada akhirnya mampu merasakan
kenikmatan yang hakiki ketika kita berbuat baik, hal ini baik untuk hal-hal yang
hubungannya dengan khaliq maupun antar sesama umat manusia. Dengan demikian, ketika
kita akan terbawa arus globalisasi, maka kita akan selalu ingat kesadaran keberagaman kita,
yang mempunyai aturan main didunia dan diakhirat.
· Mempertanggung jawabkan apa yang diperbuat didunia, baik formalitas administrative
sesuai ketentuan yang ada didunia sendiri maupun hakiki yang menceburkan diri dalam
kehidupan globalisasi., maka seharusnya kita sadar akan tanggungjawab kita sendiri terhadap
apa yang kita perbuat. Setitik apapun yang dilakukan oleh seseorang, ia akan dimintai
pertanggungjawabannya[4]. Sebagaimana disebutkan dalam surat Az-Zalzalah ayat 7-8 yang
berbunyi :
(٨)‫خَي ۬ ًرا َذ َّر ٍة ِم ۡثقَا َل يَ ۡع َم ۡل فَ َمن‬ ۡ ‫) يَ َرهُ ۥ‬٧( ‫يَ َرهُ ۥ َش ۬ ًّرا َذ َّر ۬ ٍة ِم ۡثقَا َل يَ ۡع َم ۡل َو َمن‬
Artinya : Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrahpun, niscaya dia akan
melihat [balasan] nya. (7) Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrahpun,
niscaya dia akan melihat [balasan]nya pula. (8)
Disini, pendidikan Agama Islam yang diharapkan dapat berperan sebagai filter terhadap
kemungkinan timbulnya dampak negative dari akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang berkembang cepat, serta sekaligus dapat menghilangkan pandangan dikotomi
antara ilmu pengetahuan dan agama.[5]
2. Persiapan sumber daya manusia dengan kriteria pribadi berkualitas.

a. Aspek Intelektual

· Kemampuan Analisis

· Kemampuan Fokus

· Kemampuan Organisasi

· Kemampuan Teknis Praktis

· Kemampuan penguasaan multi bahasa, dasar : Indonesia dan Inggris ; Pilihan tambahan :
Mandarin, Perancis, Jepang ( salah satu ).

· Menyenangi bukti, music, kesenian, filsafat, dan Ilmu pengetahuan.

· Bekerja keras untuk mendapatkan nilai/hasil yang baik

· Memiliki wawasan nasional dan internasional

· Sistematika kerja, kecepatan kerja dan ketelitian kerja.

b. Aspek Ketrampilan

c. Aspek Kepribadian ; Nilai Dasar ( Basic Values )

· Integritas Tinngi · Kesederhanaan · Humor

· Terbuka · Pendengar yang baik · Jujur

· Daya tahan · Rajin · Memikirkan orang

· Konsisten · Bisa dipercaya · Disiplin

· Berorientasi hasil · Mempunyai tujuan jelas · Suka menolong

· Kontrol Diri · Memiliki prinsip · Rasa hormat

· Keberanian · Memanfaatkan peluang · Kesabaran.

· Mengakui kesalahan · Kemandirian · Kepemimpinan

· Kreatif · Berani mengambil resiko · Kerjasama

· Keadilan · Pemberdayaan · Komitmen

· Kebanggaan · Semangat belajar seumur hidup


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berkaitan dengan penjelasan-penjelasan di atas bila dihubungkan dengan dunia
pendidikan ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada era globalisasi ini yakni:

1. Dunia kehidupan sudah sangat terbuka dan membentuk jaringan kerja sedemikian
kompleks dalam sistem dunia. Hal ini harus diantisipasi dengan upaya
mempersiapkan Sumber Daya Manusia yang berkompetisi, berkooperasi serta
bersinergi atau dengan kata lain mempersiapkan Sumber Daya Manusia yang mampu
menghadapi persaingan dan juga mampu bersanding dengan perubahan.
2. Mutu kompetensi yang berisi pengetahuan, kecakapan hidup, dan nilai. Tanpa
kompetensi tertentu yang mencukupi untuk menghadapi era globalisasi atau
kehidupan global seseorang atau suatu negara akan ditinggalkan oleh orang lain atau
negara lain. Karena perubahan-perubahan yang terjadi tidak mengenal belas kasihan
dan terus bergerak tanpa mengenal ampun. Karena itu jalan satu-satunya adalah
mempersiapkan Sumber Daya Manusia yang memiliki bekal kompetensi yang
memadai mulai sekarang.
3. Kompetensi holistik, utuh, dan general (lintas disiplin) diperlukan dan diutamakan
untuk sukses atau berhasil berperan dalam kehidupan global. Kompetensi
fragmentatif (terpisah-pisah) dan spesialisasi sudah tidak mampu atau memadai untuk
menghadapi kemajuan zaman yang telah terjadi. Karena itu mutlak perlu dipersiapkan
Sumber Daya Manusia yang memiliki kompetensi yang utuh dan senantiasa siap
diperbaharui kompetensi.
4. Sebagai konsekuensi logis Sumber Daya Manusia yang senantiasa siap
memperbaharui kompetensintya, perlu ditanamkan belajar berkelanjutan, terus
menerus sepanjang hayat. Harus dilahirkan sebuah generasi yang siap menjadi
manusia pembelajar agar kompetensi yang dimiliki tetap mutakhir, cocok, aktual dan
fungsional dengan tuntutan zaman.
5. Dibutuhkan Sumber Daya Manusia yang peka terhadap perubahan dan mandiri.
Kehidupan masa depan tidak lagi semata-mata bergantung pada peran negara,
lembaga, atau institusi. Negara, lembaga, atau institusi justru sangan membutuhkan
peran independen, kemandirian dan kekritisan.
Pendidikan terutama pembelajaran di lembaga formal memiliki tugas dan tanggung
jawab yang berat yaitu mempersiapkan Sumber Daya Manusia yang mampu menghadapi
tantangan perubahan zaman yang tengah berlangsung dan yang akan terus berkembang
maju. Pendidikan yang tengah berlangsung harus mampu mempersiapkan siswa minimal
lima kompetensi yang dibutuhkan di era globalisasi ini, yaitu:
Kompetensi intelektual berupa kemampuan berpikir dan bernalar, kemampuan kreatif
(meneliti dan menemukan), kemampuan memecahkan masalah, dan kemampuan mengambil
keputusan strategis.Termasuk juga siswa-siswi diarahkan menjadi masyarakat pembaca (reading
society) dan menjadi masyarakat penulis (writing society) sebagai syarat mutlak membentuk
masyarakat atau bangsa intelektual. Kompetensi intelektual harus diikuti pula dengan
kompetensi personal, antara lain berupa kemandirian, kekritisan, keuletan, independensi,
kejujuran, keberanian, keadilan, keterbukaan, kemampuan mengelola diri sendiri dan
kemampuan menempatkan diri. Diharapkan, dengan kedua kompetensi ini akan dihasilkan
manusia yang memiliki keluhuran jiwa dan moral yang baik untuk membawa bangsa dan negara
ke arah kemajuan dan bangsa yang bermoral dan beragama.

Kompetensi personal dilengkapi dengan kompetensi komunikasi berupa kemahiraan,


menguasai sarana komunikasi mutakhir, menguasai bahasa, bekerjasama dan membangun
hubungan dengan pihak lain yang saling mendukung. Dimaksudkan dengan kompetensi ini anak
didik diajarkan terbiasa menerima gelombang teknologi yang terus berkembang dan terus
berubah, terbiasa berkomuniksi lintas budaya yang tidak lagi dibatasi dimensi ruang, jarak dan
waktu. Dengan demikian ada dilahirkan suatu generasi yang siap dengan berkembangnya
komunikasi, mampu bersaing dan juga bersanding.

Kompetensi sosial budaya berupa kemampuan hidup bersama dengan orang maupun
bangsa lain, memahami dan menyelami keberadaan orang lain, dan kemajuan bekerja sama.
Kompetensi ini berujung pada tumbuhnya perasaan memahami dan menghargai keberanekaan
dan keberagaman, rasa percaya diri tanpa harus memandang rendah pihak lain, menyadari
kekurangan serta kelebihan. Dan yang paling penting adalah menjadi terbiasa untuk dikritik oleh
pihak lain sekaligus mengkritik secara fair pihak lain, juga terbiasa melakukan otokritik terhadap
diri sendiri.

Sedangkan kompetensi kinetis-vokasional berupa kecakapan mengoperasikan sarana-


sarana pengetahuan mutakhir, pekerjaan mutakhir, dan menggunakan alat-alat mutakhir yang
mampu mendukung aktivitas dalam kehidupan global. Dengan bekal kompetensi-kompetensi
tersebut, diharapkan lembaga-lembaga pendidikan mampu menghasilkan generasi pembangunan
yang berwawasan jauh ke depan sehingga pembangunan tidak hanya dalam arti fisik dan materil
tetapi pembangunan yang terus berkelanjutan, yang mampu membawa bangsa kita ke arah yang
lebih baik dan mampu bersaing dengan negara-negara lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
ArifAM, M., 2010, Teknologi Pendidikan, Stain Kediri Press, Kediri

Widjianto, Tjahjono. 2003. Pendidikan, Pembangunan dan Kemanusiaan. Majalah Pendidikan


Gerbang. Ediai 10

http://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/didaktika/article/view/589/0 (di akses pada 23:17 rabu, 18


maret 2020).

http://ejurnal.unikarta.ac.id/index.php/intelegasia/article/view/261 (diakses pada 09:06 kamis 19


maret 2020).

Anda mungkin juga menyukai