Anda di halaman 1dari 27

SEJARAH PGRI

KEPUTUSAN PGRI PADA KONGRES XIX

Disusun oleh:

1. Fita Ayu Apriyasha 201613500454


2. Soleha 201613500486

Dosen Pengampu : Deni Nasir Ahmad, M.pd


Kelas : R7E

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil ‘alamin. Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas

berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan makalah yang

berjudul “keputusan PGRI” ini dapat terselesaikan dengan baik. Dalam makalah

ini menjelaskan tentang keputusan pgri pada Kongres XIX.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini banyak

mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai

pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi

tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis sampaikan

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat penulis harapkan. Akhirnya

penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amiin.

Jakarta,17 Desember 2019

Penyusun

i
Daftar Isi

Contents
Daftar Isi.................................................................................................................. ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................................... 2
C. Rumusan Masalah .................................................................................................. 2
D. Tujuan Penelitian ................................................................................................... 3
E. Sistematika Penulisan ............................................................................................ 3
BAB II ..................................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4
Landasan Teori .................................................................................................................. 4
1. Sejarah Persatuan Guru Republik Indonesia ............................................ 4
2. Latar Belakang berdirinya KONGRES PGRI .......................................... 6
BAB III ................................................................................................................. 11
METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 11
A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................................. 11
B. Metode Penelitian................................................................................................. 11
C. Teknik Analisis Data ............................................................................................ 12
BAB IV ................................................................................................................. 13
ISI DAN PEMBAHASAN.................................................................................... 13
A. Penegasan kembali PGRI sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi,
dan organisasi ketenagakerjaan. .......................................................................... 13
B. Diundangkannya UU Guru dan Dosen ................................................................ 17
C. Pengakuan Guru sebagai profesi oleh presiden pada tanggal 2 Desember
2004 ..................................................................................................................... 18
D. Tuntutan anggaran pendidikan 20 % berhasil dimenangkan dalam
pengajuan melalui yudicial review di Mahkamah Konstitusi ............................. 20
BAB V................................................................................................................... 23
SIMPULAN .......................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proklamasi 17 Agustus 1945 mempunyai efek yang sangat besar terhadap

seluruh pejuang kemerdekaan pendiri Republik Indonesia dan juga para guru

pada kurun waktu pasca tahun 1945. Semangat proklamasi itulah yang

menjiwai penyelenggaraan Kongres Pendidikan Bangsa pada tanggal 24-25

November 1945 bertempat di Sekolah Guru Putri (SGP) Surakarta, Jawa

Tengah. Dari kongres itu lahirlah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)

yang merupakan wahana persatuan dan kesatuan segenap guru diseluruh

Indonesia.

Guru dan tenaga kependidikan lain adalah pekerja profesional dibidang

pendidikan. Namun sebagai pekerja, mereka lemah. Mereka diangkat,

dibayar, dibina, dan diberhentikan berdasarkan ketentuan yang para guru pun

sering tidak terlibat dalam penyusunannya. Akibatnya guru dan tenaga

kependidikan sering diabaikan dalam penyusunan ketentuan yang berkaitan

dengan dirinya dan pekerjaannya.

Dalam kondisi lemah tersebut, guru di Indonesia pada umumnya dilanda

berbagai persoalan dan diselimuti awan gelap, sehingga tetap remang.

Permasalahan guru sungguh merupakan kondisi yang sangat kompleks dan

sulit diselesaikan. Sudah kondisinya demikian, setelah Lulus pun sering

diselimuti mendung dan kabut tebal. Banyak yang tidak diangkat dan sulit

memperoleh lahan pengabdian dan pekerjaan yang dikehendakinya. Padahal

1
dalam kenyataanya guru masih kurang dan masih sangat diperlukan

keberadaannya.

Hanya sistem perekrutan dan pengangkatannya yang memang tidak

memadai. Dengan adanya Kongres PGRI ke XIX ini diharapkan PGRI lebih

bisa memperjuangkan, mennyejahterakan, mengakui dan menegaskan bahwa

guru sebagai profesi dan PGRI merupakan sebuah organisasi profesi,

perjuangan dan ketenagakerjaan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat diidentifikasikan

masalah-masalah sebagai berikut :

1. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) merupakan wahana persatuan

dan kesatuan segenap guru diseluruh Indonesia.

2. Guru dan tenaga kependidikan lain adalah pekerja profesional dibidang

pendidikan

3. Guru di Indonesia pada umumnya dilanda berbagai persoalan

4. Kongres PGRI ke XIX diharapkan PGRI lebih bisa memperjuangkan,

mennyejahterakan, mengakui dan menegaskan bahwa guru sebagai

profesi

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, didapat

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Hasil

Keputusan PGRI Pada KONGRES XIX”

2
D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, pengembangan ini bertujuan

1. Mengetahui keputusan keputusan yang terdapat pada KONGRES XIX

2. Memberikan informasi hasil yang didapat pada KONGRES XIX

E. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini memaparkan latar belakang masalah, identifikasi

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, serta sistematika

penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini memaparkan kajian teori yang meliputi sejarah

lahirnya PGRI serta latar belakang terbentuknya kongres PGRI.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini memaparkan waktu dan tempat penelitian, metode

penelitian dan teknik analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisi tentang hasil penelitian yang meliputi hasil

keputusan PGRI pada Kongres XIX

BAB V SIMPULAN SARAN

Pada bab ini penulis akan mengemukakan beberapa simpulan dan

implikasi rangkum dari bab-bab yang telah diuraikan sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Sejarah Persatuan Guru Republik Indonesia

Pada awalnya organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada

zaman Belanda berdiri pada tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru

Hindia Belanda (PGHB). Organisasi ini bersifat unitaristik yang

anggotanya terdiri dari para guru bantu, guru desa, kepala sekolah,

dan penilik sekolah. Dengan latar pendidikan yang berbeda-beda,

mereka umumnya bertugas di sekolah desa dan sekolah rakyat angka

dua. Tidak mudah bagi PGHB memperjuangkan nasib para

anggotanya yang memiliki pangkat, status sosial dan latar belakang

pendidikan yang berbeda. Sejalan dengan keadaan itu, di samping

PGHB berkembang pula organisasi guru baru antara lain Persatuan

Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD), Persatuan Guru

Ambachtsschool (PGAS), Perserikatan Normaalschool (PNS), Hogere

Kweekschool Bond (HKSB), disamping organisasi guru yang bercorak

keagamaan, kebangsaan atau lainnya seperti Christelijke Onderwijs

Vereneging (COV), Katolieke Onderwijsbond (KOB), Vereneging Van

Muloleerkrachten (VVM), dan Nederlands Indische Onderwijs

Genootschap (NIOG) yang beranggotakan semua guru tanpa

membedakan golongan agama.

4
Kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan yang sejak lama

tumbuh mendorong para guru pribumi memperjuangkan persamaan

hak dan posisi terhadap pihak Belanda. Hasilnya antara lain adalah

kepala HIS yang dulu selalu dijabat oleh orang Belanda, satu per satu

pindah ke tangan orang Indonesia. Semangat perjuangan ini makin

berkobar dan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kemerdekaan.

Perjuangan guru tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi

perjuangan kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, tetapi telah

memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak “merdeka”.

Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB)

diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan nama ini

mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang

mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh

Belanda. Sebaliknya kata “Indonesia” ini sangat didambakan oleh

guru dan bangsa Indonesia.

Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang,

sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi

melakukan aktivitas. Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai

penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24-25

November 1945 di Surakarta. Melalui kongres ini segala organisasi

dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan,

lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama dan suku,

sepakat dihapuskan. Mereka adalah guru-guru yang aktif mengajar,

5
pensiunan guru yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik

Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25

November 1945 - seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan

Republik Indonesia - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)

didirikan. Dengan semangat pekik “merdeka” bertalu-talu, di tengah

bau mesiu pengeboman oleh tentara Inggris atas studio RRI Surakarta,

mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan tiga

tujuan:

1. Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia.

2. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan

dasar-dasar kerakyatan.

3. Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya.

Sejak Kongres Guru Indonesia itu, semua guru Indonesia menyatakan

dirinya bersatu di dalam wadah Persatuan Guru Republik Indonesia

(PGRI)

2. Latar Belakang berdirinya KONGRES PGRI

Persatuan Guru Republik Indonesia yang kemudian kita kenal

dengan sebutan PGRI merupakan satu dari organisasi yang

beranggotakan guru yang tidak melihat latar belakang, agama, tingkat

pendidikan, satuan pendidikan dan hal lain. Tentunya kenapa PGRI

didirikan mempunyai maksud tertentu. Sejarah telah menulis

6
terbentuknya PGRI berawal dari banyaknya berdiri organisasi

masyarakat yang berlatar guru, untuk membantu perjuangan Bangsa

Indonesia.

Kemudian munculah sebuah gagasan untuk mempersatukan para

guru dalam suatu wadah dengan misi dan visi yang sama, maka ketika

proklamasi kemerdekaan diikrarkan rencana itu semakin matang

hingga disusunlah kongres PGRI pertama di Surakarta.

Namun ternyata proklamasi kemerdekaan tidak serta merta membuat

Indonesia terbebas. Ternyata dari pihak penjajah tidak terima begitu

saja. Disinilah kemudian timbul sebuah pertanyaan yakni seperti apa

situasi sejarah di awal terbentuknya PGRI, bagaimana pula situasinya

dan sepeti apa andil PGRI selang waktu 1945-1958 dalam membantu

perjuangan Bangsa Indonesia, atas dasar latar belakang itulah

dibuatnya makalah ini.

PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi

kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali

dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912,

kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI)

tahun 1932. Semangat kebangsaan Indonesia telah lama tumbuh di

kalangan guru-guru bangsa Indonesia. Organisasi perjuangan huru-

guru pribumi pada zaman Belanda berdiri tahun 1912 dengan nama

Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB). Organisasi ini bersifat

unitaristik yang anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa,

7
Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah. Dengan latar belakang

pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya bertugas di Sekolah

Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua.

Sejalan dengan keadaan itu maka disamping PGHB berkembang

pula organisasi guru bercorak keagamaan, kebangsaan, dan yang

lainnya. Kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan yang sejak

lama tumbuh mendorong para guru pribumi memperjuangkan

persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda. Hasilnya antara lain

adalah Kepala HIS yang dulu selalu dijabat orang Belanda, satu per

satu pindah ke tangan orang Indonesia. Semangat perjuangan ini

makin berkobar dan memuncak pada kesadaran dan cita-cita

kesadaran. Perjuangan guru tidak lagi perjuangan perbaikan nasib,

tidak lagi perjuangan kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, tetapi

telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak

“merdeka.” Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda

(PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan

ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang

mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh

Belanda. Sebaliknya, kata “Indonesia” ini sangat didambakan oleh

guru dan bangsa Indonesia.

Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang,

sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi

melakukan aktivitas. Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai

8
penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24 – 25

November 1945 di Surakarta. Melalaui kongres ini, segala organisasi

dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan,

lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku,

sepakat dihapuskan. Mereka adalah – guru-guru yang aktif mengajar,

pensiunan yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik

Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25

November 1945 – seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan

Republik Indonesia – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)

didirikan. Dengan semangat pekik “merdeka” yang bertalu-talu, di

tangan bau mesiu pemboman oleh tentara Inggris atas studio RRI

Surakarta, mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan

dengan tiga tujuan :

1. Memepertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia;

2. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan

dasar-dasar kerakyatan;

3. Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya.

Sejak Kongres Guru Indonesia itulah, semua guru Indonesia

menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah Persatuan Guru Republik

Indonesia (PGRI). Jiwa pengabdian, tekad perjuangan dan semangat

persatuan dan kesatuan PGRI yang dimiliki secara historis terus

dipupuk dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan negara

9
kesatuan republik Indonesia. Dalam rona dan dinamika politik yang

sangat dinamis, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tetap setia

dalam pengabdiannya sebagai organisasi perjuangan, organisasi

profesi, dan organisasi ketenagakerjaan, yang bersifat unitaristik,

independen, dan tidak berpolitik praktis. Untuk itulah, sebagai

penghormatan kepada guru, pemerintah Republik Indonesia dengan

Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, menetapkan hari lahir

PGRI tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional, dan

diperingati setiap tahun. Semoga PGRI, guru, dan bangsa Indonesia

tetap jaya dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

10
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini di laksanakan di Perpustakaan Universitas Indraprasta

PGRI, Jalan Raya Tengah Nomor 80 RT 6 RW 1, Kelurahan Gedong,

Kecamatan Pasar Rebo, Kota Jakarta Timur.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada hari Kamis tanggal 19 Desember 2019.

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

Menurut Sugiyono (2010:17), penelitian kualitatif memandang obyek

sebagai sesuatu yang dinamis, hasil pemikiran dan interpretasi terhadap

gejala yang diamati, serta utuh (holistic) karena setiap aspek dari obyek itu

mempunyai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Sedangkan

menurut Bogdan dan Taylor (1975) dalam buku Moleong (2004:3)

mengemukakan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang

dan perilaku yang dapat diamati. Miles and Huberman (1994) dalam

Sukidin (2002:2) metode kualitatif berusaha mengungkap berbagai

keunikan yang terdapat dalam individu, kelompok, masyarakat, dan/atau

organisasi dalam kehidupan sehari-hari secara menyeluruh, rinci, dalam,

dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

11
C. Teknik Analisis Data

Tahap awal penelitian yaitu melalui data observasi. Observasi

adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data

penelitian, data penelitian tersebut diamati oleh peneliti. Peranan peneliti

dalam penelitian ini sebagai pangamat yang tidak sepenuhnya sebagai

pemeran serta tetapi hanya melakukan fungsi pengamatan. Observasi ini

dilakukan peneliti melalui hasil-hasil kongres PGRI.

12
BAB IV

ISI DAN PEMBAHASAN

Pembahasan

Kongres PGRI ke XIX dilaksanakn di Semarang pada tanggal 8-12 Juli 2003.

Kongres ini diketuai oleh Prof. H. Muhammad Surya. Hasil kongres PGRI ke XIX

ini adalah :

A. Penegasan kembali PGRI sebagai organisasi perjuangan, organisasi

profesi, dan organisasi ketenagakerjaan.

a. PGRI sebagai Organisasi perjuangan

Sebagai organisasi perjuangan, PGRI merupakan wadah bagi para guru

untuk bisa memperoleh,mempertahankan,meningkatkan serta bisa membela

hak asasinya baik sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara,

maupun pemangku profesii keguruan. PGRI berjuang untuk mewujudkan

hak-hak kaum guru dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Perjuangan dilakukan melalui berbagai cara dan bentuk yang konstitusional,

prosedural dan konsepsional dalam memperoleh kehidupan guru yang layak

dan sejahtera. Untuk itu PGRI secara konsisten dan konsekuen

memperjungkan kesejahteraan guru baik lahir maupun batin, baik materil

maupun non materil agar mereka dapat memperoleh kepuasan kerja yang

didukung dengan imbalan jasa yang memadai, rasa aman dalam bekerja,

lingkungan kerja yang kondusif, pergaulan antar pribadi yang baik dan sehat,

serta memperoleh kesempatan pengembangan diri dan karir (Tim

YPLP/PPLP PGRI Pusat, 2011:5).

13
Perjuangan PGI akan sukses bila sesuai dengan prinsip perjuangannya dan

dukungan dengan strategi yang tepat. Segenap pengurus dan anggota PGRI

harus dimiliki kemurnian perjuangan. Artinya seluruh pengurus dan anggota

PGRI harus menjalankan kiprah perjuangannya secara bersungguh-sungguh

dan dilaksanakan dengan tanggung jawab yang berdasarkan ketentuan

Anggaran Dasar dan Angaran Rumah Tangga PGRI (Musaheri).

b. PGRI sebagai Organisai Profesi

Sebagai organisasi profesi, PGRi berfungsi sebagai wadah kebersamaan dan

rasa kesejawatan para anggota dalam mewujudkan keberadaannya di

lingkungan masyarakat, memperjuangkan segala aspirasi dan kepentingan

suatu profesi, menetapkan standar perilaku profesional, melindungi seluruh

anggotanya, meningkatkan kualitas kesejahteraan, dan mengembangkan

kualitas pribadi dan profesi. Setiap anggota PGRI mendapat perlindunagn

dalam mewujudkan profesionalismenya (Tim YPLP/PPLP PGRI Pusat,

2011:34).

Kinerja guru profesional akan tercermin dalam pelaksanaan tugasnya yang

dilandasi keahlian dalam materi amupun metode. Keeahlian yang dimiliki oleh

guru profesional diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang

diprogramkan secara khusus untuk itu. Keahlian tersebut mendapat pengakuan

formal yang dinyatakan dalam bentuk sertifikat, akreditasi, dan lisensi dari

pihak berwenang (dalam hal ini pemerintah dan organisasi profesi). Disamping

dengan keahliannya, sosok profesional guru ditunjukkan melalui tanggung

jawab dalam melaksanakan keseluruhan pengabdiannya.

14
Ciri profesi selanjutnya adalah kesejawatan, yaitu rasa kebersamaan

diantara semua guru. Melalui PGRI para guru mewujudkan rasa

kebersamaannya dan memperjuangkan martabat diri dan profesinya atas dasar

prinsip silih asih, silih asuh, dan silih asah. Profesionalisme pada dasarnya

merupakan motivasi instrisik yang didikung oleh lima kompetensi sebagai

berikut : (1) keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati

standar ideal; (2) meningkatkan dan memelihara citra positif; (3) keinginan

untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan profesional yang dapat

meningkatkan dan memperbaiki kualitas penegtahuan dan keterampilan; (4)

mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi; dan (5) memiliki kebanggaan

akan profesinya.

Profesionalisme guru berkembang sesuai dengan kemajuan iptek dan tuntutan

pemerintah. PGRI sebagai organisasi profesi dimaksudkan untuk

meningkatkan sikap loyalitas, dedikasi guru sebagai anggota utama PGRI yang

pada akhirnya akan berkiprah kepada peserta didik dan masyarakat sehingga

akan meningkatkan kualitas dan prestasi agar bermutu. Pada tataran seperti

sekarang ini diharuskan segenap masyarakat untuk dipersiapkan menjadi

sumber daya manusia yang siap untuk melaksanakan kompetisi yang semakin

erat diera global ini dengan perkembangan zaman. Untuk itu, langkah PGRI

sebagai organisasi profesi adalah memberikan perhatian khusus untuk serius

terhadap keberadaan guru sebagai unsur yang sangat menentukan dan berada

di garda depan dalam proses penyiapan sumber daya manusia masa depan

c. Organisasi ketenagakerjaan

15
Sebagai organisasi ketenagakerjaan, PGRI merupakan wadah perjuangan

tentang hak-hak asasi guru sebagai pekerja, terutama dalam kaitannya dengan

kesejahteraan, baik material maupun non material, baik fisik maupun non fisik.

Guru sebagai kelompok tenaga kerja profesional memerlukan jaminan yang

pasti menyangkut hukum, kesejahteraan, hak-hak pribadi dan warga negara.

Perwujudan kesejahteraan secara utuh ditopang oleh lima pilar, yaitu : (1)

imbalan jasa; (2) rasa aman; (3) hubungan antar pribadi; (4) kondisi kerja; (5)

kesempatan untuk meningkatkan dan mengembangkan diri.

Pilar imbal jasa dapat berupa materi ataupun non materi sebagai ganjaran

atas kinerja guru sesuai denagn tugas dan fungsinya.Imbalan jasa ini berupa

gaji, honor, upah, insentif maupun tunjangan dan hak-hak lainnya sesuai

ketentuan dan peraturan yang berlaku.

Rasa aman adalah kondisi lahir dan batin yang dirasakan oleh guru dalam

melaksanakan tugas dan menjalani kehidupannya dalam suasana damai, tanpa

ancaman dan gangguan dalam menjalankan tugas profesinya sebagai

pendidik, pengajar, pelatih, pengasuh, pembimbing, maupun penilai.

Hubungan antar pribadi baik sesama guru maupun dengan pihak lain.

Melalui PGRI, hubungan antar pribadi dikembangkan dalam bentuk program-

program yang bertujuan untuk memupuk rasa kebersamaan, kekeluargaan,

namun secara keseluruhan masih memerlukan peningkatan.

Kondisi kerja adalah keadaan berbagai aspek fisik ataupun non fisik, baik

kualitas maupun kuantitas yang secara langsung maupun tidak langsung

16
berpengaruh terhadap kualitas kinerja guru dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya.

Kesempatan meningkatkan dan mengembangkan diri. Kesempatan yang

dimaksud adalah berupa kenaikan pangkat dan jabatan, kesempatan

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, kesempatan memperoleh

kedudukan jabatan struktural, kesempatan untuk mendapatkan jaminan

pensiun dan hari tua.

B. Diundangkannya UU Guru dan Dosen

UU yang mengatur tentang Guru dan Dosen ialah UU No. 14 Tahun 2005.

Dalam UU ini yang dimaksud dengan guru itu sendiri ialah pendidik

profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada

pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan

pendidikan menengah. Sedangkan dosen itu sendiri yaitu pendidik profesional

dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan dan

menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, serta seni melalui pendidikan

penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 tanggal 30 Desember 2005, tidak lepas

dari peran PGRI sebagai organisasi guru. PGRI melakukan berbagai tindakan

untuk mewujudkan adanya undang-undang tersebut, dengan adanya UU ini

merupakan salah satu bukti bahwa PGRI sangat peduli terhadap guru dan

dosen serta keprofesiannya.

17
Kehadiran undang-undang ini sudah tentu menjadi fenomena baru dalam

dunia pendidkan Indonesia. Jika kita bandingkan sekarang kebanyakan guru

kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Banyak para guru terlantar dan

tidak diberdayakan oleh pemerintah, mari kita tengok kembali tentang nasib

para guru honorer. Dibandingkan dengan PNS yang kebanyakan kita sering

melihat oknum PNS yang kerjanya semaunya sendiri dengan guru honorer

yang kerja mati-matian tapi berbanding terbalik dengan gaji yang sebenarnya.

Pemerintah diharapkan bisa mensejahterakan nasib guru, dimana tidak ada

sistem kapitalis dan diskriminatif dalam birokasi pendidikan.

C. Pengakuan Guru sebagai profesi oleh presiden pada tanggal 2 Desember

2004

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang merupakan organisasi

guru pertama yang didirikan pada tanggal 25 November 1945 di Surakarta.

PGRI sejak berdiri sampai dengan saat ini tetap gigih untuk terus

memperjuangkan peningkatan harkat, martabat, dan kesejahteraan guru. PGRI

tetap dapat menjaga independensinya di tengah perubahan kondisi sosial

politik Indonesia sejak merdeka sampai dengan orde reformasi saat ini.

Tanggal 2 Desember 2004, bertepatan dengan peringatan hari Guru

Tingkat Nasional, pemerintah melalui Presiden Susilo Bambang Yodhoyono

menetapkan guru sebagai profesi. Hal ini tentunya menjadi momentum yang

sangat bersejarah dan istimewa bagi guru setelah sekian lama guru

memperjuangkan nasibnya. Hal tersebut juga dapat dijadikan sebagai indikator

18
bahwa pemerintah telah memperhatikan profesi guru dan pendidikan secara

umum.

Guru merupakan salah satu faktor penting yang strategis dalam

menentukan keberhasilan pendidikan dan menentukan ke mana bangsa

Indonesia ini berjalan dan bagaimana didesain.

Malik Fadjar (2005:188) dalam bukunya “Holistika Pemikiran

Pendidikan” menjelaskan bahwa guru menempati posisi sentral dalam

mengejawantahkan dan melahirkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas di

negeri ini.

Untuk mewujudkan guru yang profesional, pemerintah melalui Depdiknas

telah melakukan berbagai langkah. Antara lain, melakukan sertifikasi guru

dalam profesi yang diatur dalam Kepmendiknas Nomor 18 tahun 2007 tentang

Sertifikasi Guru dalam Jabatan dimana proses penilaiannya menggunakan

portofolio. Memberikan pendidikan dan latihan (diklat) kepada guru, dan

memberdayakan KKG / MGMP. Selain itu, Depdiknas juga memberikan

bantuan pendidikan bagi guru yang belum berkualifikasi S-1 / D IV. Saat ini

proses sertifikasi sedang berlangsung, ada yang lulus dan ada yang tidak lulus.

Guru yang tidak lulus sertifikasi harus mengikuti Pendidikan dan Latihan

Pendidikan Guru (PLPG). Profesionalisme guru juga perlu dihargai dengan

penghargaan terhadap profesi guru seperti tunjangan profesi, beasiswa dan

promosi bagi guru yang berprestasi, kesempatan dalam pengembangan karier,

dan sebagainya.

19
D. Tuntutan anggaran pendidikan 20 % berhasil dimenangkan dalam

pengajuan melalui yudicial review di Mahkamah Konstitusi

Hingga detik ini keterbelakangan pendidikan di negeri kita masih menjadi

masalah yang terbilang memprihatinkan. Tentu saja keterbelakangan

pendidikan bukanlah satu satunya persoalan dan itu tidak berdiri sendiri.

Keterbelakangan pendidikan selalu berkaitan dengan keterbelakangan

ekonomi. Di masa lalu, kondisi serba terbelakang ini diperparah dengan sistem

politik nasional yang memberi peluang kepada pemangku kekuasaan untuk

berlaku sewenang-wenang sehingga hak-hak rakyat banyak terabaikan,

termasuk hak untuk memperoleh pendidikan secara layak.

Setelah mengalami amandemen berkali-kali, konstitusi kita dapat dibilang

telah memberi perhatian yang cukup pada sektor pendidikan. Pasal 31 ayat (1)

UUD 1945 telah memberi jaminan hak kepada setiap warga negara untuk

memperoleh pendidikan secara layak. Untuk mendukung terpenuhinya hak

(pendidikan) warga negara itu, pada ayat (4) pasal yang sama ditegaskan

bahwa negara mendapat amanat untuk memprioritaskan dana pendidikan

sekurang-kurangnya dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Berkenaan dengan penerapannya dalam APBN 2005, Fathul Hadie juga

mengajukan judicial review terhadap UU No. 36 Tahun 2004 tentang APBN.

Pembacaan putusan dalam sidang Mahkamah Konstitusi pada hari

Rabu,19 Oktober 2005 dihadiri cukup banyak pengunjung. Beberapa wartawan

dan reporter media elektronik terlihat hilir mudik menantii narasumber berita.

20
Hal yang jamak, mengingat judicial review UU Sisdiknas mendapat animo

besar dari masyarakat. Sidang judicial review UU No. 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) akhirnya memutuskan bahwa

pemerintah, sebagai pelaksana UU, harus memenuhi anggaran pendidikan 20%

per tahun. Tidak lagi secara bertahap sebagaimana disebutkan dalam

Penjelasan Pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas. Pemohon optimis anggaran

pendidikan 20% dari total APBN, akan memberikan nafas segar bagi

peningkatan pendidikan bagi masyarakat.

Putusan yang dibacakan sangat memuaskan.. Sebab putusan ini berisi

untuk tidak menunda dana (pendidikan) 20%. Otomatis (dana pendidikan)

APBN 2006 harus sudah 20%. Dan kesepakatan pemerintah dengan DPR

kemarin, apabila dana itu sudah 20%, maka wajib belajar bisa ditingkatkan 12

tahun. Dengan keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut, alokasi pendidikan

untuk tahun 2005 tetap sebesar 5%. Namun untuk tahun berikutnya, dengan

alasan UUD 1945 mengamanatkan pemenuhan anggaran pendidikan 20% per

tahun, APBN wajib menganggarkan sebesar 20% khusus untuk pendidikan.

Kewajiban ini berkenaan pula dengan telah di-judicial review-nya UU

Sisdiknas, dimana ketentuan pemenuhan anggaran pendidikan 20% secara

bertahap dalam UU Sisdiknas dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum

mengikat. Secara substansial, UU No. 36 Tahun 2004 tentang Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara 2005 (UU APBN 2005) bertentangan dengan

ketentuan UUD 1945. UUD 1945 menyatakan bahwa anggaran pendidikan

harus dipenuhi utuh per tahun sebesar 20%, sementara UU APBN 2005

21
mengalokasikan anggaran pendidikan hanya sebesar 6%. Tetapi, majelis hakim

menyatakan UU APBN 2005 tidak dapat dinyatakan tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat.

22
BAB V

SIMPULAN

Simpulan

Kongres ke XIX PGRI dilaksanakan di Semarang pada tanggal 8-12

Juli 2003, dengan susunan Pengurus Besar sebagai berikut:

1) Ketua Umum : Prof.Dr. H Mohammad Surya

2) Ketua : W.D.F Rindo

Hasil kongres PGRI ke XIX sebagai berikut:

1. Penegasan kembali PGRI sebagai organisasi perjuangan, organisasii

profesi dan organisasii ketenagakerjaan

2. Diundangkannya UU Guru dan Dosen

3. Pengakuan Guru sebagai profesi oleh presiden pada tanggal 2 Desember

2004

4. Tuntutan anggaran pendidikan 20 % berhasil dimenangkan dalam

pengajuan melalui yudicial review di Mahkamah Konstitusi.

23
DAFTAR PUSTAKA

http://annacinthasholawat.blogspot.com/2014/11/kongres-pgri.html

http://semutmerah8.blogspot.com/2016/04/kongres-pgri.html

http://herdianpewe.blogspot.com/2016/05/kesimpulan-hasil-kongres-

pgri.html

http://a1pgsd15.blogspot.com/2016/04/hasil-kongres-pgri.html

http://materikuliah-makkiselaludihati.blogspot.com/2011/06/sejarah-

pgri.html

https://afidburhanuddin.files.wordpress.com/2016/09/rev-kode-etik-guru-

indonesia.pdf

https://www.scribd.com/document_downloads/direct/215072990?extensio

n=docx&ft=1576578658&lt=1576582268&user_id=446588129&uahk=zr

uN7vmYGtbDd5VRnuG1Aquw6pU

24

Anda mungkin juga menyukai