Anda di halaman 1dari 14

Hasil Kongres PGRI ke

I - IX
Zulfi Yuniar
Eka Nur
Ongko Wijoyo
1.      Kongres pertama PGRI ini berlangsung selama dua hari, sabtu dan minggu tanggal 24
dan 25 November 1945 yang bertempat di Sekolah Guru Putri Surakarta.  Hasil Kongres
Pertama PGRI Setelah menetapkan waktu dan tempat kongres diadakan maka tanggal 24
kongres pertama PGRI dimulai dan diakhiri pada tanggal 25 keesokan harinya

Beberapa keputusan yang diambil antara lain:


1. Sekolah Rendah tiga tahun agar dihapuskan dan diganti dengan menjadi enam tahun.
2. Sekolah Menengah menjadi dua, yaitu menengah pertama 3 tahun dan menegah atas 3
tahun.
3. Pemberantasan buta huruf agar digerakkan untuk seluruh rakyat Indonesia.
4. Sekolah Guru untuk Sekolah Rakyat agar didirikan dengan lama belajar empat tahun
sesudah Sekolah Rakyat.
2. Kongres II PGRI di Surakarta 21-23 November 1946
Melalui kongres ini PGRI mengajukan tuntutan kepada pemerintah:
a. Sistem pendidikan selekasnya didasarkan pada kepentingan nasional.
b. Gaji guru supaya tidak dihentikan.
c. Diadakan undang-undang pokok pendidikan dan undang-undang pokok pemburuhan.

3. Kongres III PGRI di Madiun 27-29 Februari 1948


Kongkres yang diadakan dalam keadaan darurat ini memutuskan bahwa untuk meningkatkan
efektivitas organisasi, ditempuh jalan dengan memekarkan cabang-cabang yang tadinya
keresidenan memiliki satu cabang menjadi cabang lebih kecil tetapi dengan jumlah sedikitnya
100 orang diharapkan yang lebih kecil itu dapat lebih aktif. Cita-cita besar PGRI tercapai baik
dibidang pendidikan maupun dibidang pemburuhan. Nama PGRI tidak asing lagi, termasuk diluar
negeri. Dibuktikan adanya undangan dari NEA, juga undangan dari WCOTP untuk menghadiri
kongkres II yang diadakan oada bulan Juli 1984 di London.
Kongres IV PGRI di Yogyakarta 26-28 Februari 1950

Presiden RI memuji PGRI yang menurut pendapatnya tidakbisa lain dari pada pencerminan
semangat juang para guru sebagai pendidik rakyat dan bangsa, oleh karena itu, Presiden RI
menganjurkan untuk mempertahankan nama, bentuk, maksud, tujuan, dan cita – cita PGRI sesuai
dengan kehendak dan tekad para pendirinya.

Pengurus pusat SGI di Bandung datang pada kongkres IV di Yogyakarta untuk secara resmi
menggabungkan diri kedalam PGRI dengan menyerahkan 38 cabang.
Pada akhir February 1950 sebanyak 30 cabang SGI diseluruh Negara menyatakan memisahkan diri
dari SGI kemudian masuk PGRI. Yaman Soejanaprawira (KPI Jawatan PP dan K), M.Husein dkk
berjasa sekali. Pada tahun 1950 pemerintah RI mengeluarkan PP No. 16/1950, sangat
menguntungkan para guru, namun pelaksanaan penyesuaian gaji ternyata disana-sini berjalan
serat.
Kegembiraan menyambut keluarnya PP 16/1950 segera berbalik menjadi kekesalan dan
keresahan, terutama dikalangan guru di Jawa Barat. Guru-guru diJawa Barat mengancam untuk
mengadakan pemogokan, menurut rencana dimulai pada 12 Juni 1950 pukul 10.00 pagi. Usaha ini
berhasil, akhirnya disetujui pemerintah. Hal ini mengokohkan wibawa PGRI dibuktikan dengan
lancarnya PP No. 32/1950 tentang penghargaan kepada pelajar pejuang.
Kongres V PGRI di Bandung 19-24 Desember 1950

Acara pun lebih bervariasi karena dalam kongres ini bicarakan suatu masalah yang prinsipil dan
faundamental bagi kehidupan dan perkembangan PGRI selanhutnya, yaitu asas organisasi ini :
apakah akan memilih sosialisme keadilan sosial atau pancasila akhirnya pancasila menjadi asas
organisasi
Kongres V merupakan “Kongres Persatuan”. Kongres dihadiri oleh perwakilan luar negeri yang ada
diJakarta.
Sejak kongres V mulai nyata daerah dibentuk beserta susunan pengurusnya konferda mulai
dilaksanakan. Mulanya konferda dilaksanakan di Cirebon, Solo, Jember pada Maret 1951,
selanjutnya konferda meluas ke pulau lainnya, tanggal 27 Februari 1952 di Makassar dan 20 maret
1952 di Banjarmasin. Hasil nyata dari konsolidasi ialah masuknya 47 cabang di Sulawesi dan
Kalimantan kedalam barisan PGRI.
Kongres VI PGRI di Malang 24-30 November 1952

Kongres menyepakati beberapa keputusan panting. Dalam bidang organisasi, menetapakan asas
PGRI ialah keadilan social dan dasarnya ialah demokrasi, PGRI tetap dalam GSBI. Dalam bidang
pemburuhan memperjuangkan kendaraan bagi pemilik sekolah, intruktur penjas, dan pendidikan
masyarakat.
Dalam bidang pendidikan:

1) System pengajaran diselaraskan dengan kebutuhan Negara pada masa pembangunan.


2) KPKPKB dihapuskan pada akhir tahun pelajaran.
3) KPKB ditiadakan diubah menjadi SR 6 th.
4) Kursus B-I/B-II untuk pengadaan guru SLTP dan SLTA diatur sebaik-baiknya.
5) Diadakan Hari Pendidikan Nasional.
Kongres VII PGRI di Semarang 24 November s/d 1 Desember 1954

Kongres ini dihadiri 639 orang utusan. Pelaksanan rapat bertempat di aula SMA B Candi Semarang.
Untuk pertama kalinya kongres PGRI dihadiri oleh tamu-tamu dari luar negeri Maria Marchant wakil
FISE di Paris, Marcelino Bautista dari PPTA (Filipina) wakil WOTOP, Fan Ming, Chang Chao, dan Shen
Pei Yung dari SBP RRC, dan Jung Singh dari organisasi guru Malaysia. Dibicarakan pula masalah
pendidikan agama. Hasil kongres ini antara lain:

Bidang Umum : Pernyataan mengenai Irian Barat, pernyataan mengenai korupsi, resolusi mengenai
desentralisasi sekolah, resolusi mengenai pemakaian keuangan oleh kementrian PP dan K, dan
resolusi mengenai penyempurnaan cara kerja kementrian PP dan K.

Bidang Pendidikan : Resolusi mengenai anggaran belanja PP dan K yang harus mencapai 25% dari
seluruh anggaran belanja Negara, resolusi mengenai UU sekolah rakyat dan UU kewajiban belanja,
resolusimengenai film, gambar, tektur, serta radio dan pembentukan dewan bahasa nasional.

Bidang Pemburuhan : UU pokok kepegawaian, peleksanan peraturan gaji, pegawai baru, tunjangan
khusus bagi pegawai yang tugas di daerah yang tidak aman, ongkos perjalanan cuti besar, Guru SR
dinyatakan sebagai pegawai negri tetap, dan penyelesaian kepegawaian. Bidang Organisasi :
Pernyataan PGRI untuk keluar dari GBSI dan menyatakan diri sebagai organisasi “Non-Vaksentral”.
Kongres VIII PGRI di Bandung 1956

Kongres dihadiri hampir seluruh cabang PGRI di Indonesia. Suasana kongres mulanya meriah,tetapi
waktu diadakan pemilihan ketua umum keadaan menjadi tegang.
Pihak Soebandri menambah kartu palsu. Sehingga pemilihan terpaksa dibatalkan. Otak pemalsuan
Hermanu Adi seorang tokoh PKI Jatim, yang menjabat ketua II PGRI.
Walaupun M.E Subiadinata dihalangi secara curang akhirnya ia terpilih menjadi ketua Umum
mengantikan Sudjono. Ketua II PGRI digantikan M.Husein.
Jumlah anggota PGRI meningkat setelah diadakan konsolidasi dengan cara, kunjungan kecabang –
cabang, korespondensi PB PGRI dengan cabang lebih diintensifikasi, tindakan – tindakan disiplin
dilakukan kepada cabang yang tidak disiplin diberikan peringatan seperlunya, dilakukan
pembekuan terhadap pengurus cabang PGRI Palembang karena tindakan indisipliner terhadap
komisariat daerah.
Keterlibatan PGRI dalam symposium BMN Denpasar Bali (Juli 1957) mendapat
penghargaan dan perhatian masyarakat. Pokok-pokok bahasan:

a) Pendidikan sebagai pewaris nilai budaya


b) Perlu adanya Indonesianisasi
c) Aspek kebudayaan agar dilegalisasikan dalam UUD
Masalah cukup serius mendapatkan perhatian diantaranya tentang, dimasukannya
pencak silat dalam pendidikan jasmani, Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah dalam
dunia pendidikan dan masyarakat, Uang alat / perlengkapan sekolah dan pakaian
belajar
Pada kongres IX di Surabaya bulan oktober /November 1959

Soebandri dkk.Melancarkan politik adu domba diantara para kongres, terutama pada
waktu pemilihan Ketua Umum.Usaha tersebut tidak berhasil, ME.Sugiadinata terpilih
lagi sebagai Ketua Umum BP PGRI.

1. Lahirnya PGRI Non-Yaksentral/PKI


Periode tahun 1962-1965 merupakan episode yang sangat pahit bagi PGRI. Dalam
masa ini terjadi perpecahan dalam tubuh PGRI yang lebih hebat dibandingkan
dengan pada periode sebelumnya. Penyebab perpecahan itu bukan demi
kepentingan guruatau peropesi guru,melainkan karena ambisi politik dari luar
dengan dalih”machsovorming en machsaanwending” (pembentukan kekuatan dan
panggunaan kekuatan). Ternyata goldfried termasuk salah seorang penandatanganan
“surat selebaran fitnah”,sehingga timbul protes dari siding pleno, sehingga Goldfied
akhirnya dikeluarkan dari panitia.
2. Pemecatan Massal Pejabat Departemen P&K (1964)
Pidato inangrasi Dr.Busono wiwoho pada rapat pertama Majelis Pendidikan Nasional
(Mapenas)dalam kependudukannya sebagai salah seorang wakil ketua, menyarankan agar
PancawarDhana diisi dengan moral “panca cinta”

Karena heboh mengenai pemecatan 27 orang pejabat berkenaan dengan isi Moral
Pendidikan Pancawardhana, akhirnya Presiden membantuk sendiri panitia dengan nama
“Panitia Negara Penyempurnaan Sistem Pendidikan Pancawardhana”. Panitia ini diberi
tugas untuk menyampaikan pertimbangan tentang “Pemecatan Massal”, ke-27 orang
tersebut dinyatakan tidak bersalah.
3. PGRI Pasca-Peristiwa G30 S/PKI
Periode th. 1966-1972merupakan masa perjuangan untuk turut menegakka Orde Baru, penataan
kembali organisasi, menyesuaikan misi organisasi secara tegas dan tepat dalam pola embangunan
nasional yang baru memerlukan pemimpin yang memiliki dedikasi yang tinggi, kemampuan
manajerial yang mantap, dan pengalaman yang mendukang.

PGRI mencoba untuk turut memprakarsai dan menghimpun organisasi-organisasi pegawai negeri
dakam bentuk RKS. Selanjutnya PGRI memprakarsai pendirian PSPN dengan ketua Umumnya M.E.
Subiadinata. Terakhir, pada th. 1967, PGRI memprakarsai berdirinya MPBI. Sebagai pengembangan
dari MPBI lahirlah FBSI. Disambut gembira oleh para buruh kelahiran FBSI, sementara PGRI tidak
mempunyai tempat dalam federasi karena banyak perbedaan yang mendasar, FBSI beranggotakan
unsur buruh murni, Anggota FBSI harus buruh swasta, FBSI berprinsip “trade unionisme”, FBSI
berada di bawah pembinaan Departemen Tenaga Kerja.
4. Usaha PGRI Melawan PGRI Non-Vaksentral/PKI

PGRI tidak luput dari ancaman tersebut. Pada kongres IX PGRI di Surabaya (oktober 1959), infiltrasi
PKI kedalam tubuh PGRI benar” terasa,dan lebih jelas lagi dalam kongres X di Jakarta (November
1962). Kiranya perinsip “siapa kawan siapa lawan” berlaku pula dalam tubuh PGRI, ”kawan” adalah
semua golongan pancasilaisanti PKI yang dalam pendidikan mengamankan pancasila, dan “Lawan”
adalah PKI yang berusaha memaksakan pendidikan” pancacinta” dan “pancatinggi”.
tetapi kekuatan pancasilais d.PGRI masih lebih kuat dan mampu bertahan menghadapi tantangan
tersebut. Setelah PKI di wakili oleh guru” ber orentasi ideology komunis tak mampu lagi melakukan
taktik” penyusupan terhadap PGRI,mereka mengubah siasat dengan melakukan usaha terang”an
untuk memisahkan dari PGRI. Untuk menyelamatkan pendidikan dari berbagai ancaman dan
perpecahan di antara guru,president sukarno turun tangan dengan membentuk majelis pendidikan
nasional yang menerbitkan penpres no.19 thn 1965 tentang pokok” pendidikan pancasila akan
tetapi pempres tersebut tidak berhasil mempersatukan organisasi ini Sungguh perpecahan tersebut
merupakan peristiwa yang sangat pahit bagi PGRI.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai