Dewan Kehormatan
Guru Indonesia (DKGI)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt atas limpahan rahmat dan karuniaNya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ke-PGRI-an “Dewan
Kehormatan Guru Indonesia” ini untuk melengkapi tugas dalam pembelajaran mata
kuliah ke-PGRI-an. Dalam penyelesaian makalah ini penulis mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Allah SWT yang mencurahkan rahmat dan petunjukNya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini.
2. Bapak Iskandar M.Pd yang telah memberi tugas dan bimbingan kepada penulis dalam
penyusunan makalah ini.
3. Semua pihak yang telah membantu penulis. Penulis telah berusaha semaksimal
mungkin untuk menulis makalah ini dengan harapan dapat memberi manfaat bagi
pembaca. Kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan penulis untuk
memperbaiki makalah ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih dan
berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal kepada mereka yang telah
memberikan bantuan, serta menjadikan ini sebagai ibadah. Amin.
Tim Penulis
3
DAFTAR ISI
Bab I Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
Guru memegang peranan penting dalam pendidikan formal maupun pendidikan non
formal. Melalui campur tangan guru diharapkan generasi muda sebagai penerus
perjuangan bangsa dapat memperoleh pengetahuan yang bermanfaat bagi diri sendiri,
agama, lingkungan, dan bangsa. Pada umumnya dalam masyarakat atau sebuah
komunitas sebutan “guru” selalu dihubungkan dengan perbuatan yang baik yakni digugu,
dipuja, dan ditiru oleh siapapun, baik siswa maupun masyarakat sekitarnya. Sehingga
segala tindak tanduk guru menggambarkan segala bentuk kebaikan. Layaknya guru
merupakan sebuah model standar etika dan moral yang diterima oleh masyarakat.
Flashback sekitar era orde lama (zaman pemerintahan Presiden Soekarno) dan orde baru
(zaman pemerintahan Presiden Soeharto), guru sangat dibanggakan karena jasa-jasanya
tanpa pamrih terhadap bangsa Indonesia.
Sehingga pada kedua era tersebut guru merupakan pejuang tanpa tanda jasa yang mana
segala jerih payah dan pengorbanan guru tidaklah selalu identik dengan uang. Guru akan
bangga ketika dialunkan tembang manis “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Namun
sayangnya, semua itu akan buyar dan hilang ketika guru melakukan sebuah kesalahan
terhadap anak didik seperti yang sering kita dengar, lihat dan baca dalam berbagai media
masa yang menyoroti perlakuan seorang guru yang dianggap tidak etis ketika melakukan
tindak kekerasan terhadap anak didik (siswa) .
Dan tidak menutup kemungkinan bagi orangtua siswa yang mengetahui anaknya
mendapat tindakan kekerasan (dipukul, ditampar) tidak segan-segan kasus ini di bawa ke
ranah hukum khususnya pidana. Dalam kasus seperti ini, yang dihadapi oleh guru
(oknum) terkadang tidak ada perlindungan yang diberikan pada oknum tersebut. Dengan
kata lain perlindungan terhadap profesi guru sangat lemah padahal kita ketahui bahwa
guru juga berhak mendapatkan perlindungan hukum meskipun telah melakukan
pelanggaran kode etik profesi guru.
Secara yuridis, undang-undang tentang perlindungan guru telah termuat dalam UU No.
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Hal ini terlihat jelas pada Bab VII pasal 39 yang
5
Dari latar belakang tersebut diatas, penulis mencoba menggali dan mengulas sejauh
mana perlindungan guru terimplementasikan ketika guru dihadapkan dengan berbagai
dilema dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di sekolah yang selalu di kelilingi dan
dihadapkan berbagai pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh siswa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
2.4 Status
A. Status DKGI Pusat maupun Provinsi dan atau Kabupaten/Kota dalam organisasi PGRI
sebagai badan otonom.
B. Pengelolaan tugas dan wewenang DKGI terpisah dari tugas dan wewenang Pengurus
Besar PGRI sampai ke Provinsi dan atau Kabupaten/Kota.
1. Ketua DKGI Pusat dipilih melalui Konferensi Pusat PGRI dan ketua di provinsi dan
atau kabupaten/kota melalui Konferensi Kerja PGRI Provinsi dan atau
Kabupaten/Kota.
2. Ketua DKGI terpilih berkewajiban untuk menetapkan sekretaris, bendahara, dan
anggota secara lengkap.
3. Apabila salah seorang anggota DKGI meninggal dunia atau mengundurkan diri atau
diberhentikan sebagai anggota maka penggantiannya dilakukan oleh ketua DKGI
atas musyawarah.
Buku Pendidikan Sejarah Perjuangan dan Jati Diri PGRI untuk Perguruan Tinggi, 2011, Jakarta : YPLP / PPLP PGRI Pusat
9
c. Pendanaan yang dibutuhkan untuk kelancaran dalam menjalankan fungsi dan tugas
DKGI menjadi tanggung jawab pengurus PGRI.
C. Jenis kegiatan
A. Menyelenggarakan berbagai pertemuan professional dalam membahas dan mengkaji
berbagai aspek Etika Guru.
B. Menyebarluaskan informasi secara tertulis tentang Kode Etik Guru Indonesia terhadap
calon guru dan guru serta tenaga kependidikan lainnya.
C. Menyelenggarakan berbagai kegiatan lainnya yang dinilai tidak mengikat dan dapat
mencapai pemasyarakatan dan pembinaan Kode Etik Guru Indonesia.
D. Materi pemasyarakatan dan pembinaan
1. Kode Etik Guru Indonesia.
2. Lafal pengucapan janji dan sumpah guru dan tenaga kependidikan.
3. Hukum, aturan, dan ketentuan yang ada kaitannya dengan kependidikan.
4. Status guru.
5. Materi-materi lain yang dinilai meunjang terhadap tercapainya permasyarakatan dan
pembinaan Kode Etik Guru Indonesia.
C. Proses pengaduan
1. Para pihak yang menemukan
terjadinya pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia dapat mengajukan melalui
surat pengaduan kepada DKGI tempat terjadinya masalah.
2. Apabila di daerah kejadian belum ada
DKGI Kab/Kota maka surat pengaduan diajukan ke DKGI privinsi, dan apabila belum
ada, maka diajukan ke DKGI Pusat.
3. Surat pengajuan pengaduan dianggap
sah apabila diajukan secara tertulis dan dilengkapi dengan berbagai identitas
pengaduan yang diajukan dan bukti yang memperkuat.
4. Apabila surat pengaduan pertama kali
bukan diterima oleh pengurus DKGI Provinsi dan Kabupaten/kota, maka paling
lambat dua minggu setelah diterima harus segera diteruskan kepada DKGI
Kabupaten/kota dimana terjadinya kejadian tersebut diajukan.
D. Pengkajian
1. Setiap pengajuan yang diajukan
karena pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia harus dikaji terlebih dahulu
secara berhati-hati dan seksama.
2. Kegiatan pengkajian untuk tahap
pertama menjadi tugas dan wewenang pengurus DKGI PGRI Kabupaten/kota dengan
langkah-langkah berikut:
a. Mempelajari idntitas pengajuan yang diajukan.
b. Mempelajari berkas-berkas sebagai bukti tertulis yang diajukan.
c. Mengambil kesimpulan sementara abash dan setidaknya surat pengaduan tersebut.
d. Mempelajari masalah lebih dalam dan lebih luas lagi.
e. Melakukan sidang DKGI secara lengkap untuk bermusyawarahdalam menentukan
persiapan sidang-sidang selanjutnya.
E. Barang Bukti
1. Pada waktu pemanggilan saksi dan
kunjungan-kunjungan ke tempat kejadian, maka pada waktu itu pula akan diminta
untuk memperlihatkan berbagai barang bukti.
2. Apabila pengadu dan teradu serta
saksi menolak memperlihatkan barang bukti dan pengambilan suara dan gambar maka
dapat dicatat untuk dijadikan bahan pertimbangan pada waktu pengambilan seputusan.
11
G. Kegiatan Pembelaan
1. Pada waktu proses pengkajian dan sidang maka pihak teradu memiliki hak untuk
didampingi oleh pembela. Pembela adalah Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum
PGRI.
2. Hak yang dimiliki harus terlebih dahulu dikemukakan jauh sebelum sidang dimulai.
3. Mengingat sifat kejadian yang ditangani menyangkut etika guru sangat khusus dan
lebih pelik.
I. Kegiatan Persidangan.
1. Cara persidangan DKGI di daerah
harus sesuai dengan yang ditentukan DKGI pusat.
2. Apabila membutuhkan bantuan dan
memanfaatkan jasa dari LKBH PGRI maka harus memberitahukan LKBH PGRI
Provinsi dan pusat.
3. Jika pengkajian telah selesai maka
sebelum diambil keputusan hendaknya LKBH PGRI diberi kesempatan untuk
menyampaikan pendapatnya tentang kejadian tersebut.
J. Pengambilan Keputusan.
1. Pengambilan keputusan harus sesuai
dengan yang ditentukan DKGI Pusat.
2. Penanganan pelanggaran Kode Etik
Guru harus dinyatakan dengan jelas bersalah atau tidak bersalah bagi teradu.
3. Adanya pembedaan antara kesalahan
ringan, sedang, dan berat.
4. Jika pelanggaran tersebut
berhubungan dengan hukum maka, keputusan DKGI ditunda sampai dengan keputusan
hokum.
12
K. Pemberian Sanksi.
1. Keputusan oleh instansi terkait berupa
pemberhentian dengan hormat atau tidak hormat maksudnya adalah dalam waktu
sementara melalui waktu yang telah ditentukan, pada masa ini diadakannya pembinaan
dari pihak DKGI.
2. Jika dalam waktu pemberhentian
sementara tidak ada perbaikan maka ditetapkan pemecatan dan pemberhentian dari
pengurus PGRI.
L. Banding
1. Jika kedua belah pihak tidak puas dengan keputusan maka, bisa mengajukan naik
banding.
2. Tata cara pengkajian dan pengambilan keputusan pada pelaksanaan sidang-sidang
pada dasarnya sama
3. Keputusan yang diambil DKGI Pusat merupakan keputusan final tidak bisa diganggu
gugat, kecuali datangnya keputusan lain melalui kongres PGRI.
M. Perbaikan dan Pemulihan.
1. Perbaikan dan pemulihan akan dilakukan jika penerima sanksi tidak bersalah.
2. Surat pernyataan perbaikan dan pemulihan disampaikan kepada penerima sanksi,
instansi tempat bekerja serta masyarakat umum.
3. Penerbitan surat keputusan dilakukan oleh pengurus PGRI dimana masalah tersebut
ditangani kepada pengurus PGRI yang lebih tinggi dan yang dibawahnya kepda DKGI
yang bersangkutan.
N. Administrasi
1. Setiap surat pengaduan dan identitas pengadu diperlakukan sebagai surat rahasia, dan
untuk dirahasiakan.
2. Pemanggilan terhadap pengadu, teradu, dan sanksi harus dilakukan secara tertulis dan
paling banyak 3 kali.
3. Jika salah satu dari mereka ada yang tidak datang tanpa alasan yang sah, maka
penanganan masalah tersebut harus dilanjutkan tanpa kehadirannya.
4. Surat pernyataan dibuat dan ditanda tangani di atas material yang cukup di depan
DKGI yang berisi keterangan yang benar.
13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dewan Kehormatan Guru Indonesia adalah perangkat kelengkapan organisasi PGRI
yang dibentuk untuk menjalankan tugas dalam memberikan saran, pendapat,
pertimbangan, penilaian, penegakkan, dan pelanggaran disiplin organisasi dan etika
profesi guru. Keorganisasian DKGI merupakan pedoman pelaksanaan yang dijabarkan
dari anggaran dasar PGRI bab XVII pasal 30 dan ART PGRI BAB XXVI 20 pasal 92
tentang status, kedudukan, tugas, dan wewenang dalam rangka penegakan disiplin Kode
Etik Guru. Untuk menjadi pengurus atau anggota harus memenuhi syarat beriman dan
taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa nasionalisme yang berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945, memiliki kepribadian yang dapat diterima dan disegani serta
memiliki kredibilitas profesi kependidikan yang cukup tinggi, royalitas yang tinggi
terhadap organisasi PGRI, peka terhadap perkembangan permasalahan yang muncul di
lingkungan kependidikan maupun kemasyarakatan, menguasai masalah kependidikan,
guru, dan tenaga kependidikan, bersih, jujur, adil, sabar, terbuka, dan berwibawa.
B. SARAN
2
Sugito. 2012. Pendidikan Sejarah Perjuangan dan Jatidiri PGRI. Jakarta: YPLP/PPLP PGRI Pusat. www.pgri.or.id
14
DAFTAR PUSTAKA
Sugito. 2012. Pendidikan Sejarah Perjuangan dan Jatidiri PGRI. Jakarta: YPLP/PPLP
PGRI Pusat. www.pgri.or.id
Buku Pendidikan Sejarah Perjuangan dan Jati Diri PGRI untuk Perguruan Tinggi, 2011,
Jakarta : YPLP / PPLP PGRI Pusat