Anda di halaman 1dari 14

1

Dewan Kehormatan
Guru Indonesia (DKGI)

Disusun Oleh Kelompok 4 :


1. Dwi Nur Pajri \2120006
2. Windi Tri Apriyani\2120016
3. Enggie Karmelita \2120011
4. Dwi Jayati \2120026

Dosen Pembimbing : Iskandar M.Pd

STKIP PGRI LUBUK LINGGAU


TAHUN AJARAN 2021\2022
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt atas limpahan rahmat dan karuniaNya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ke-PGRI-an “Dewan
Kehormatan Guru Indonesia” ini untuk melengkapi tugas dalam pembelajaran mata
kuliah ke-PGRI-an. Dalam penyelesaian makalah ini penulis mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Allah SWT yang mencurahkan rahmat dan petunjukNya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini.
2. Bapak Iskandar M.Pd yang telah memberi tugas dan bimbingan kepada penulis dalam
penyusunan makalah ini.
3. Semua pihak yang telah membantu penulis. Penulis telah berusaha semaksimal
mungkin untuk menulis makalah ini dengan harapan dapat memberi manfaat bagi
pembaca. Kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan penulis untuk
memperbaiki makalah ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih dan
berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal kepada mereka yang telah
memberikan bantuan, serta menjadikan ini sebagai ibadah. Amin.

Lubuklinggau , Juni 2021

Tim Penulis
3

DAFTAR ISI

Kata pengantar …………………………………………………….………… 2

Daftar isi ………………………………………………….…………… 3

Bab I Pendahuluan

A. Latar belakang masalah ……………………………………...………………..4


B. Rumusan masalah ……………………………………………………….5
C. Tujuan penulisan ……………………………………………………….

Bab II Pembahasan ………………………………………………………………6.

Bab III Penutup …………………………………………………………...….13

Daftar Pustaka ………………………………………….……………………14


4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Guru memegang peranan penting dalam pendidikan formal maupun pendidikan non
formal. Melalui campur tangan guru diharapkan generasi muda sebagai penerus
perjuangan bangsa dapat memperoleh pengetahuan yang bermanfaat bagi diri sendiri,
agama, lingkungan, dan bangsa. Pada umumnya dalam masyarakat atau sebuah
komunitas sebutan “guru” selalu dihubungkan dengan perbuatan yang baik yakni digugu,
dipuja, dan ditiru oleh siapapun, baik siswa maupun masyarakat sekitarnya. Sehingga
segala tindak tanduk guru menggambarkan segala bentuk kebaikan. Layaknya guru
merupakan sebuah model standar etika dan moral yang diterima oleh masyarakat.
Flashback sekitar era orde lama (zaman pemerintahan Presiden Soekarno) dan orde baru
(zaman pemerintahan Presiden Soeharto), guru sangat dibanggakan karena jasa-jasanya
tanpa pamrih terhadap bangsa Indonesia.

Sehingga pada kedua era tersebut guru merupakan pejuang tanpa tanda jasa yang mana
segala jerih payah dan pengorbanan guru tidaklah selalu identik dengan uang. Guru akan
bangga ketika dialunkan tembang manis “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Namun
sayangnya, semua itu akan buyar dan hilang ketika guru melakukan sebuah kesalahan
terhadap anak didik seperti yang sering kita dengar, lihat dan baca dalam berbagai media
masa yang menyoroti perlakuan seorang guru yang dianggap tidak etis ketika melakukan
tindak kekerasan terhadap anak didik (siswa) .

Dan tidak menutup kemungkinan bagi orangtua siswa yang mengetahui anaknya
mendapat tindakan kekerasan (dipukul, ditampar) tidak segan-segan kasus ini di bawa ke
ranah hukum khususnya pidana. Dalam kasus seperti ini, yang dihadapi oleh guru
(oknum) terkadang tidak ada perlindungan yang diberikan pada oknum tersebut. Dengan
kata lain perlindungan terhadap profesi guru sangat lemah padahal kita ketahui bahwa
guru juga berhak mendapatkan perlindungan hukum meskipun telah melakukan
pelanggaran kode etik profesi guru.

Secara yuridis, undang-undang tentang perlindungan guru telah termuat dalam UU No.
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Hal ini terlihat jelas pada Bab VII pasal 39 yang
5

menyebutkan bahwa pemerintah, masyarakat, organisasi profesi, dan atau satuan


pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas. Hal
ini terlihat bahwa eksistensi undang-undang tersebut telah memuat perlindungan terhadap
guru atas profesinya. Namun implementasi dalam kehidupan belum terlaksana.

Dari latar belakang tersebut diatas, penulis mencoba menggali dan mengulas sejauh
mana perlindungan guru terimplementasikan ketika guru dihadapkan dengan berbagai
dilema dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di sekolah yang selalu di kelilingi dan
dihadapkan berbagai pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh siswa.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dewan kehormatan guru?
b. Bagaimanakah keorganisasian dan tata cara pembentukan DKGI?
c. Bagaimana status, keududukan, susunan pengurus dan syarat menjadi anggota DKGI?
d. Apa saja tugas dan wewenang, garis hubungan kerja, dan tujuan DKGI?

1.3 Tujuan penulisan


Adapun tujuan dan manfaat dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
a. Mendapatkan gambaran dan informasi pentingnya dewan kehormatan guru difungsikan.
b. Untuk mengetahui keorganisasian dan tata cara pembentukan DKGI?
c. Untuk mengetahui status, keududukan, susunan pengurus dan syarat menjadi anggota
DKGI?
d. Untuk mengetahui apa saja tugas dan wewenang, garis hubungan kerja, dan tujuan
DKGI?
6

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

A. Dewan Kehormatan Guru Indonesia adalah perangkat kelengkapan organisasi PGRI


yang dibentuk untuk menjalankan tugas dalam memberikan saran, pendapat,
pertimbangan, penilaian, penegakkan, dan pelanggaran disiplin organisasi dan etika
profesi guru.
B. Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah
C. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat
untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.

2.2 Keorganisasian DKGI


Keorganisasian DKGI merupakan pedoman pelaksanaan yang dijabarkan dari anggaran
dasar PGRI bab XVII pasal 30 dan ART PGRI BAB XXVI 20 pasal 92 tentang status,
kedudukan, tugas, dan wewenang dalam rangka penegakan disiplin Kode Etik Guru

2.3 Tata Cara Pembentukan


A. Dewan Kehormatan Guru Indonesia berada ditingkat pusat sebagai DKGI Pusat,
ditingkat provinsi sebagai DKGI Provinsi, dan ditingkat kabupaten/kota sebagai DKGI
Kabupaten/Kota yang dibentuk oleh badan pimpinan organisasi PGRI.
B. Untuk kepentingan pertimbangan khusus dalam pengesahan organisasi DKGI,
pengurus PGRI Provinsi dan atau kabupaten/kota harus mengirimkan informasi
tentang:
1. Data organisasi dan anggota secara lengkap dan menyeluruh.
2. Hal-hal yang berkaitan dengan urgensi pembentukan DKGI dimaksud.

2.4 Status
A. Status DKGI Pusat maupun Provinsi dan atau Kabupaten/Kota dalam organisasi PGRI
sebagai badan otonom.
B. Pengelolaan tugas dan wewenang DKGI terpisah dari tugas dan wewenang Pengurus
Besar PGRI sampai ke Provinsi dan atau Kabupaten/Kota.

2.5 Susunan Pengurus


7

Keanggotaan DKGI terdiri dari unsur:


1. Dewan Penasihat
2. Badan Pimpinan Organisasi
3. Himpunan Profesi dan Keahlian Sejenis Pengurus DKGI sekurang-kurangnya terdiri
dari:
1. Ketua dan wakil ketua
2. Sekretaris dan bendahara
3. 5-10 orang anggota pusat
4. 7 orang anggota daerah

2.6 Tata Cara Penyusunan Pengurus dan Anggota

1. Ketua DKGI Pusat dipilih melalui Konferensi Pusat PGRI dan ketua di provinsi dan
atau kabupaten/kota melalui Konferensi Kerja PGRI Provinsi dan atau
Kabupaten/Kota.
2. Ketua DKGI terpilih berkewajiban untuk menetapkan sekretaris, bendahara, dan
anggota secara lengkap.
3. Apabila salah seorang anggota DKGI meninggal dunia atau mengundurkan diri atau
diberhentikan sebagai anggota maka penggantiannya dilakukan oleh ketua DKGI
atas musyawarah.

2.7 Syarat-syarat Pengurus dan Anggota


a. Beriman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b. Berjiwa nasionalisme yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
c. Memiliki kepribadian yang dapat diterima dan disegani serta memiliki kredibilitas
profesi kependidikan yang cukup tinggi.
d. Royalitas yang tinggi terhadap organisasi PGRI, peka terhadap perkembangan
permasalahan yang muncul di lingkungan kependidikan maupun kemasyarakatan.
e. Menguasai masalah kependidikan, guru, dan tenaga kependidikan.
f. Bersih, jujur, adil, sabar, terbuka, dan berwibawa.

2.8 Masa Jabatan


Masa jabatan kepengurusan DKGI sama dengan masa jabatan pengurus PGRI yaitu
selama 5 tahun dan berlaku setelah adanya pengesahan secara keorganisasian dari
pengurus besar PGRI dan pengurus PGRI pada daerah tersebut.

2.9 Tugas dan Wewenang


a. Memberikan saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pelaksanaan, penegakkan,
pelanggaran organisasi, dan Kode Etik Guru Indonesia.
8

b. Pelaksanaan tugas bimbingan, pembinaan, penegakkan disiplin, hubungan dan


pelaksanaan Kode Etik Guru Indonesia bersama pengurus PGRI disegenap perangkat
serta jajaran di semua tingkatan.1
c. Pelaksanaan tugas penilaian dan pengawasan pelaksanaan kode etik profesi dilakukan
melalui masing-masing DKGI di semua tingkatan organisasi.

2.10 Pertamggung jawaban


A. DKGI Pusat bertanggungjawab kepada Pengurus Besar PGRI melelui Kongres dan
Kompus PGRI.
B. DKGI PGRI Provinsi dan Kabupaten/kota bertanggungjawab kepada pengurus PGRI
Provinsi dan Kabupaten/kota melalui Konprov/Konkeprov dan Konkab/Konkot atau
Konkerkab/Kot di Provinsi atau di Kabupaten/kota.

2.11 etentuan Persidangan


A. DKGI dalam melaksanakan persidangan harus bersifat tertutup.
B. Ketua DKGI menjadi pimpinan sidang, dan apabila berhalangan hadir maka
penggantinya adalah wakil ketua, dan apabila masih juga berhalangan maka
persidangan sementara ditunda
C. Sekretaris bertanggungjawab atas seluruh pencatatan dan laporan hasil sidang.

2.12 Keputusan Persidangan


A. Keputusan diambila atas dasar musyawarah dan mufakat atas dasar perhitungan suara
terbanyak.
B. Perhitungan suara dilakukan secara bebas dan rahasia dari setiap anggota yang
memiliki hak bicara atau hak suara.
C. Keputusan yang diambil harus diteruskan ke pengurus PGRI yang setingkat untuk
segera ditindaklanjuti seperlunya.

2.13 Garis hubungan Kerja


a. Garis hubungan kerja antara DKGI Pusat dengan Provinsi dan atau Kabupaten/kota
adalah bersifat kosultatif.
b. Keputusan DKGI harus menjadi keputusan pengurus PGRI, dan pengurus PGRI harus
melaksanakan keputusan DKGI yang setingkat dengan pengurus PGRI.

2.14 Administrasi dan Pendanaan


a. Administrasi DKGI dikelola oleh sekretaris, dan tata laksana perkantoran
berpedoman/mengikuti dan ditunjang oleh pengurus PGRI.
b. Pengelola sekretaris DKGI harus bertanggung jawab atas jaminan kerahasiaan seluruh
berkas-berkas persidangan dan yang lainnya.
1

Buku Pendidikan Sejarah Perjuangan dan Jati Diri PGRI untuk Perguruan Tinggi, 2011, Jakarta : YPLP / PPLP PGRI Pusat
9

c. Pendanaan yang dibutuhkan untuk kelancaran dalam menjalankan fungsi dan tugas
DKGI menjadi tanggung jawab pengurus PGRI.

2.15 Pembinaan dan Pemasyarakatan


A. Tujuannya untuk meningkatkan mutu pengabdian profesi guru dan tenaga
kependidikan lainnya dalam pempercepat tercapainya tujuan pembangunan nasional,
khususnya program pembangunan pendidikan.
B. Sasaran yang ingin dicapai.
1. Guru dan tenaga kependidikan lainnya dapat menjalankan pengabdian khususnya di
bidang pendidikan dengan baik.
2. Terjadinya pemahaman tentang etika guru bagi calon guru dan tenaga kependidikan
lainnya yang berada di lembaga kependidikan.
3. Tumbuhnya pengakuan dari pemerintah dan masyarakat secara luas akan pengabdian
profesi kependidikan dan Kode Etik Guru Indonesia.

C. Jenis kegiatan
A. Menyelenggarakan berbagai pertemuan professional dalam membahas dan mengkaji
berbagai aspek Etika Guru.
B. Menyebarluaskan informasi secara tertulis tentang Kode Etik Guru Indonesia terhadap
calon guru dan guru serta tenaga kependidikan lainnya.
C. Menyelenggarakan berbagai kegiatan lainnya yang dinilai tidak mengikat dan dapat
mencapai pemasyarakatan dan pembinaan Kode Etik Guru Indonesia.
D. Materi pemasyarakatan dan pembinaan
1. Kode Etik Guru Indonesia.
2. Lafal pengucapan janji dan sumpah guru dan tenaga kependidikan.
3. Hukum, aturan, dan ketentuan yang ada kaitannya dengan kependidikan.
4. Status guru.
5. Materi-materi lain yang dinilai meunjang terhadap tercapainya permasyarakatan dan
pembinaan Kode Etik Guru Indonesia.

2.16 Penanganan Pelanggaran Kode Etik Guru


A. Tujuan
1. Memecahkan berbagai masalah pelanggaran terhadap Kode Etik Guru.
2. Menegakkan kebenaran dan keadilan bagi seluruh guru dan tenaga kependidikan
lainnya sebagai pelaksanaan pengapdian profesi guru.
3.
B. Sasaran yang ingin dicapai
1. Menangani berbagai perilaku yang menyimpang dari Kode Etik Guru sewaktu
melaksanakan pengabdian profesi kependidikan.
10

2. Penenganan menyimpang baru dapat dilakukan ababila terjadi pengaduan


permintaan dari pengurus PGRI.

C. Proses pengaduan
1. Para pihak yang menemukan
terjadinya pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia dapat mengajukan melalui
surat pengaduan kepada DKGI tempat terjadinya masalah.
2. Apabila di daerah kejadian belum ada
DKGI Kab/Kota maka surat pengaduan diajukan ke DKGI privinsi, dan apabila belum
ada, maka diajukan ke DKGI Pusat.
3. Surat pengajuan pengaduan dianggap
sah apabila diajukan secara tertulis dan dilengkapi dengan berbagai identitas
pengaduan yang diajukan dan bukti yang memperkuat.
4. Apabila surat pengaduan pertama kali
bukan diterima oleh pengurus DKGI Provinsi dan Kabupaten/kota, maka paling
lambat dua minggu setelah diterima harus segera diteruskan kepada DKGI
Kabupaten/kota dimana terjadinya kejadian tersebut diajukan.

D. Pengkajian
1. Setiap pengajuan yang diajukan
karena pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia harus dikaji terlebih dahulu
secara berhati-hati dan seksama.
2. Kegiatan pengkajian untuk tahap
pertama menjadi tugas dan wewenang pengurus DKGI PGRI Kabupaten/kota dengan
langkah-langkah berikut:
a. Mempelajari idntitas pengajuan yang diajukan.
b. Mempelajari berkas-berkas sebagai bukti tertulis yang diajukan.
c. Mengambil kesimpulan sementara abash dan setidaknya surat pengaduan tersebut.
d. Mempelajari masalah lebih dalam dan lebih luas lagi.
e. Melakukan sidang DKGI secara lengkap untuk bermusyawarahdalam menentukan
persiapan sidang-sidang selanjutnya.

E. Barang Bukti
1. Pada waktu pemanggilan saksi dan
kunjungan-kunjungan ke tempat kejadian, maka pada waktu itu pula akan diminta
untuk memperlihatkan berbagai barang bukti.
2. Apabila pengadu dan teradu serta
saksi menolak memperlihatkan barang bukti dan pengambilan suara dan gambar maka
dapat dicatat untuk dijadikan bahan pertimbangan pada waktu pengambilan seputusan.
11

3. DKGI tidak berwenang melakukan


penyitaan terhadap barang bukti yang diajukan, melainkan bisa melalui pihak yang
berwenang sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.

G. Kegiatan Pembelaan
1. Pada waktu proses pengkajian dan sidang maka pihak teradu memiliki hak untuk
didampingi oleh pembela. Pembela adalah Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum
PGRI.
2. Hak yang dimiliki harus terlebih dahulu dikemukakan jauh sebelum sidang dimulai.
3. Mengingat sifat kejadian yang ditangani menyangkut etika guru sangat khusus dan
lebih pelik.

H. Penunjukan Saksi Ahli.


a. Dalam penanganan pelanggaran Kode Etik Guru, orang yang bersangkutan diminta
kehadirannya dalam setia sidang forum DKGI.
b. Saksi ahli menjadi wewenang sepenuhnya dari DKGI.
c. Saksi pertama diambil dari lingkungan organisasi PGRI, jika tidak ada diambil dari
luar PGRI.

I. Kegiatan Persidangan.
1. Cara persidangan DKGI di daerah
harus sesuai dengan yang ditentukan DKGI pusat.
2. Apabila membutuhkan bantuan dan
memanfaatkan jasa dari LKBH PGRI maka harus memberitahukan LKBH PGRI
Provinsi dan pusat.
3. Jika pengkajian telah selesai maka
sebelum diambil keputusan hendaknya LKBH PGRI diberi kesempatan untuk
menyampaikan pendapatnya tentang kejadian tersebut.

J. Pengambilan Keputusan.
1. Pengambilan keputusan harus sesuai
dengan yang ditentukan DKGI Pusat.
2. Penanganan pelanggaran Kode Etik
Guru harus dinyatakan dengan jelas bersalah atau tidak bersalah bagi teradu.
3. Adanya pembedaan antara kesalahan
ringan, sedang, dan berat.
4. Jika pelanggaran tersebut
berhubungan dengan hukum maka, keputusan DKGI ditunda sampai dengan keputusan
hokum.
12

5. DKGI harus mampu mencegah


tumbuhnya proses hokum di pengadilan dengan upaya persidangan DKGI tersebut.

K. Pemberian Sanksi.
1. Keputusan oleh instansi terkait berupa
pemberhentian dengan hormat atau tidak hormat maksudnya adalah dalam waktu
sementara melalui waktu yang telah ditentukan, pada masa ini diadakannya pembinaan
dari pihak DKGI.
2. Jika dalam waktu pemberhentian
sementara tidak ada perbaikan maka ditetapkan pemecatan dan pemberhentian dari
pengurus PGRI.

L. Banding
1. Jika kedua belah pihak tidak puas dengan keputusan maka, bisa mengajukan naik
banding.
2. Tata cara pengkajian dan pengambilan keputusan pada pelaksanaan sidang-sidang
pada dasarnya sama
3. Keputusan yang diambil DKGI Pusat merupakan keputusan final tidak bisa diganggu
gugat, kecuali datangnya keputusan lain melalui kongres PGRI.
M. Perbaikan dan Pemulihan.
1. Perbaikan dan pemulihan akan dilakukan jika penerima sanksi tidak bersalah.
2. Surat pernyataan perbaikan dan pemulihan disampaikan kepada penerima sanksi,
instansi tempat bekerja serta masyarakat umum.
3. Penerbitan surat keputusan dilakukan oleh pengurus PGRI dimana masalah tersebut
ditangani kepada pengurus PGRI yang lebih tinggi dan yang dibawahnya kepda DKGI
yang bersangkutan.

N. Administrasi
1. Setiap surat pengaduan dan identitas pengadu diperlakukan sebagai surat rahasia, dan
untuk dirahasiakan.
2. Pemanggilan terhadap pengadu, teradu, dan sanksi harus dilakukan secara tertulis dan
paling banyak 3 kali.
3. Jika salah satu dari mereka ada yang tidak datang tanpa alasan yang sah, maka
penanganan masalah tersebut harus dilanjutkan tanpa kehadirannya.
4. Surat pernyataan dibuat dan ditanda tangani di atas material yang cukup di depan
DKGI yang berisi keterangan yang benar.
13

5. Apabila pihak-pihak tersebut tidak bersedia mendatangani surat pernyataan, maka


akan menjadi catatan khusus sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan
keputusan.
6. Semua keterangan yang berhubungan dengan sidang DKGI harus terdokumentasikan
secara lengkap dan sempurna.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dewan Kehormatan Guru Indonesia adalah perangkat kelengkapan organisasi PGRI
yang dibentuk untuk menjalankan tugas dalam memberikan saran, pendapat,
pertimbangan, penilaian, penegakkan, dan pelanggaran disiplin organisasi dan etika
profesi guru. Keorganisasian DKGI merupakan pedoman pelaksanaan yang dijabarkan
dari anggaran dasar PGRI bab XVII pasal 30 dan ART PGRI BAB XXVI 20 pasal 92
tentang status, kedudukan, tugas, dan wewenang dalam rangka penegakan disiplin Kode
Etik Guru. Untuk menjadi pengurus atau anggota harus memenuhi syarat beriman dan
taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa nasionalisme yang berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945, memiliki kepribadian yang dapat diterima dan disegani serta
memiliki kredibilitas profesi kependidikan yang cukup tinggi, royalitas yang tinggi
terhadap organisasi PGRI, peka terhadap perkembangan permasalahan yang muncul di
lingkungan kependidikan maupun kemasyarakatan, menguasai masalah kependidikan,
guru, dan tenaga kependidikan, bersih, jujur, adil, sabar, terbuka, dan berwibawa.

B. SARAN
2
Sugito. 2012. Pendidikan Sejarah Perjuangan dan Jatidiri PGRI. Jakarta: YPLP/PPLP PGRI Pusat. www.pgri.or.id
14

Dewan Kehormatan Guru Indonesia hendaknya dapat menjalankan tugas dan


kewajibannya sebagai anggota organisasi PGRI supaya pelaksanaan kaidah-kaidah dapat
berjalan dengan lancar dan organisasi dapat menjalankan tugasnya dengan sebaik-
baiknya.

DAFTAR PUSTAKA

Sugito. 2012. Pendidikan Sejarah Perjuangan dan Jatidiri PGRI. Jakarta: YPLP/PPLP
PGRI Pusat. www.pgri.or.id
Buku Pendidikan Sejarah Perjuangan dan Jati Diri PGRI untuk Perguruan Tinggi, 2011,
Jakarta : YPLP / PPLP PGRI Pusat

Anda mungkin juga menyukai