Anda di halaman 1dari 22

BAB VI

PERJUANGAN PGRI DALAM MEMPERSATUKAN GURU DAN


PENDIDIKAN DARI RONGRONGAN PKI

A. Kongres PGRI X di Jakarta Menggagalkan Penyusupan PKI Ke Tubuh PGRI


1. Lahirnya Pemerintahan Demokrasi Terpimpin
Pada tahun 1955 berlangsung pemilihan umum yang pertama di negeri ini yang dikuti 73
partai politik, hasilnya keluar 4 besar yaitu MASYUMI, NU, PNI dan PKI. Kemudian pasca
pemilihan umum yang pertama itu, Partai Komunis Indonesia (PKI) mengalami pertumbuhan
dan perkembangan sangat pesat, penyebabnya:
a. Perekonomian negara terus melemah, hal ini memberi peluang kepada PKI untuk tumbuh
dan berkembang.
b. PKI mendapat perlindungan dari pemerintah khususnya dari Presiden Soekarno.
c. Dibukanya poros politik Jakarta-Peking (Indonesia RRC)
Sebagai kelanjutan dari perkembangan ini lahirlah sistem pemerintahan Demokrasi
Terpimpin pada tahun 1959 yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” ditetapkan
NASAKOM (Nasional : PNI, Agama : Masyumi dan NU, Komunis : PKI ) menjadi ideologi
negara dan manifesto Politik (Manipol) USDEK menjadi haluan negara yang mengakibatkan
PKI berkembang sangat pesat.

2. Perjuangan PGRI Pada Masa Demokrasi Terpimpin


Pada Kongres PGRI IX di Surabaya (1959), Subandri Cs. dari kelompok PKI melancarkan
politik adu domba antara peserta-peserta kongres terutama pada saat pemilihan ketua umum,
tetapi tidak berhasil. Ternyata M.E. Subiadinata dari PGRI kongres tetap terpilih sebagai ketua
umum. Pada Kongres X tahun 1962 di Jakarta, politik adu domba itu mereka lanjutkan,
kemudian setelah nampak jelas usaha-usaha mereka melancarkan usaha keji yang tanpa dasar
dengan mengeluarkan "Surat Selebaran" yang memfitnah bahwa ME Subiadinata anti manipol
dan sebagainya. Persoalan ini kemudian PEPERTI (Pejabat Peradilan Tinggi) yang segera
mengadakan penyelidikan dan penahanan terhadap 14 orang yang menandatangani surat
selebaran tersebut. Namurn M.E. Subiadinata dengan berjiwa besar mengusulkan agar PEPERTI
membebaskan mereka untuk pulang ke tempat-tempat asalnya masing-masing. Akhirnya kongres
menetapkan Pancasila dan Manipol USDEK sebagai dasar PGRI dan menetapkan M.E.

1
Subiadinata sebagai ketua umum PB-PGRI. Dengan ditetapkannya Pancasila dan Manipol
USDEK sebagai dasar PGRI berarti PGRI saat itu tersusupi pengaruh PKI.

B. PGRI Mengatasi Konfrontasi Dari PGRI Non Vaksentral


1. Lahirnya Organisasi PGRI Non Vaksentral
Sebagaimana kelanjutan usaha-usaha PKI, pada tahun 1960 organisasai PGRI tandingan
yaitu Non Vaksentral (PGRI NV) yang didirikan oleh para tokoh guru yang berhaluan komunis.
PGRI NV berniat kuat mengganti sistem pendidikan komunis. Pada kongres X, PGRI NV
dibawah pimpinan Soebandri, Moejono dan kawan-kawan mengajukan Sistem Pendidikan
Nasional (SPN) yang didalamnya terdapat konsep pendidikan Panca Cinta dan Panca Tinggi
yang berhaluan komunis.
Panca Cinta artinya 5 cinta, yaitu: Panca Tinggi artinya 5 tinggi, yaitu:
1. Cinta Orangtua 1. Tinggi limu Pengetahuan
2. Cinta Guru 2. Tinggi Budi Pekerti
3. Cinta Bangsa 3. Tinggi Moral Nasional
4. Cinta Tanah Air 4. Tinggi Moral Internasional
5. Cinta Pekerjaan 5. Tinggi Pengabdian
Periode 1962 -1965 merupakan masa yang pahit bagi PGRI, karena pada periode itu terjadi
perpecahan di tubuh PGRI menjadi:
a. PGRI Kongres, Yaitu PGRI yang tetap setia kepada Pancasila dan UUD 1945 dan tetap
mempertahankan sistem pendidikan nasional pancasila.
b. PGRI Non Vaksentral seperti diuraikan di atas
Perpecahan ini benar-benar bersifat prinsipil bagi dunia pendidikan Indonesia, karena lebih
jauh menyangkut masalah keselamatan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945 dan generasi muda,
yaitu:
A. Menimbulkan perpecahan di kalangan kaum guru yang berakibat perpecahan pula di
kalangan siswa.
B. Mengancam keselamatan Pancasila dan Proklamasi 17 Agustus 1945
Kehadiran PGRI NV dalam tubuh PGRI Kongres yang sah membawa hikmah bagi kita,
karena bisa diketahui mana guru yang berideologi komunis beserta simpatisannya dan mana
yang bukan.

2
2. Pembubaran Organisasi PGRI Non Vaksentral
Pada saat berlangsungnya Kongres PGRI X terjadilah perseteruan yang sengit dan
perbedaaan antara PGRI Kongres dengan PGRI NV, terutama dalam masalah penetapan Sistem
Pendidikan Nasional. Pasca kongres pun perseteruan antara kedua organisasi PGRI itu terus
berlanjut dan menyebar pengaruhnya ke seluruh tanah air.
Memperhatikan perkembangan ini, presiden Soekarno turun tangan dengan mengeluarkan
Intruksi No. 010/Instr. Tahun 1964 yang isinya melarang adanya polemik di tubuh PGRI.
Sebagai kelanjutan dari instruksi presiden itu akhirnya Soekarno membentuk Majelis Pendidikan
Nasional dan mengeluarkan Penpres no. 19 tahun 1964 yang isinya menetapkan bahwa sistem
pendidikan nasional indonesia adalah sistem pendidikan pancasila dan organisasi PGRI Non
Vaksentral dibubarkan.

3. PGRI Menyelamatkan Pendidikan Nasional Pancasila


Dengan dibubarkannya PGRI Non Vaksentral oleh Presiden Soekarno melalui Penpres No.
19 tahun 1964 , ketegangan-ketegangan yang terjadi di tubuh PGRI mulai mereda dan akhimya
menghilang dengan sendirinya. Dalam suasana inilah perjuangan PGRI diarahkan kepada
penyisiran dan pembersihan organisasi dari unsur PKI dan antek-anteknya, terutama
pembersihan sistem pendidikan nasional pancasila dari pengaruh mereka yang anti terhadap
ideologi Pancasila. Demikianlah PGRI telah berhasil menyelamatkan pendidikan nasional
pancasila di bumi persada nusantara.

3
BAB VII
PERAN GURU DALAM MENUMPAS PEMBERONTAKAN G30 S-PKI

Sejak kelahirannya, PGRI telah menunjukkan tekad yang bulat untuk melaksanakan amanat
proklamasi 17 Agustus 1945, yaitu dengan menjaga kelestarian Negara Kesatuan Republik
Indonesia di bawah Panji Merah Putih dengan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Upaya
PGRI dalam mempertahankan Negara Kesatuan RI. dilaksanakan sesuai dengan amanat
organisasi yang tetap bertumpu pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945, dengan
melalui dunia pendidikan dan kebudayaan Indonesia. Di samping itu keikutsertaan PGRI dalam
berjuang secara fisik juga tampak jelas dalam ikut mempertahankan kemerdekaan Republik
Indonesia, membuktikan bahwa PGRI selalu berada di garis depan untuk menjaga keselamatan
dan keutuhan bangsa dari segala bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang
muncul dari dalam dan datang dari luar negeri.
Dari waktu ke waktu seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, maka cobaan dan tantangan pun bertubi-tubi baik dari ideologi sampai
bidang-bidang lain, seperti berganti- ganti sistem pemerintahan dari bentuk pemerintahan yang
satu kedalam bentuk lainnya. PGRI sebagai komponen Negara Kesatuan R.I juga tidak luput dari
berbagai bentuk tantangan yang mengancam keberadaan PGRI dalam mencapai dan
mewujudkan cita-citanya, antara lain dengan terpecah- belahnya PGRI menjadi organisasi-
organisasi kecil sesuai dengan kepentingan-kepentingan kelompok yang berkembang saat itu
sesuai dengan multi partai yang diberlakukan oleh pemerintah. Kondisi tersebut tentu sangat
berpengaruh terhadap kinerja PGRI dalam mencapai tujuannya. Tantangan datang dengan silih
berganti. Salah satu tantangan yang paling berat dihadapi oleh organisasi ini adalah datang dari
PKI.

A. PGRI Sebagai Wadah Perjuangan Guru Dalam Menumpas G30 S-PKI


Sebagaimana telah diuraikan di atas, PKI merupakan tantangan yang paling berat yang
datang dari dalam negeri yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada umumnya dan PGRI pada
khususnya. Setelah memenangkan pemilu pertama pada tahun 1955 di Indonesia, PKI telah
kelihatan ingin menanamkan dan mengakarkan kekuasaannya di Indonesia. Cara yang dilakukan
pun bermacam-macam bahkan cenderung “menghalakan” segala cara agar tujuan dan

4
jangkauannya tercapai. Cara yang paling keji yang dilakukan oleh PKI adalah dengan
melakukan “Cup De State” (Kudeta) terhadap kekuasaan sah bangsa Indonesia dengan
menggunakan isu Dewan Jenderal yang kita kenal bersama dengan peristiwa G30 S-PKI.
Peristiwa ini sebenarnya sudah dapat kita deteksi sebelumnya, dengan melihat sepak terjang
PKI dalam mencapai tujuannya. Bagi PGRI salah satu sepak terjang yang nyata dengan
membentuk organisasi tandingan PGRI yang kita kenal dengan PGRI Non Vaksentral (PGRI
PKI). Dengan dalih sistem pendidikan yang telah diterapkan dan merupakan hasil perjuangan
PGRI dengan pemerintah, waktu itu dianggap tidak sesuai lagi dengan jaman pada saat itu. Maka
PGRI Non Vaksentral pun membentuk sistem pendidikan sendiri yang kita kenal dengan sistem
pendidikan panca cinta dan sistem pendidikan panca tinggi.
Fakta telah membuktikan bahwa PGRI Pancasila adalah PGRI yang tetap setia kepada cita-
cita Proklamasi kemerdekaan R.I. Bukti ini jelas setelah meletusnya G30 S-PKI. Hal tersebut
telah membuktikan kepada bangsa Indonesia, kepada rakyat bangsa ini, bahwa segala bentuk
propaganda yang dilakukan oleh PKI jelas adalah “Bohong Besar” dan bahkan cenderung
“Fitnah”. Kebencian rakyat memuncak setelah mengetahui PKI untuk yang kedua kalinya
melakukan perebutan kekuasaan untuk merubah ideologi Negara yaitu Pancasila dengan ideologi
Atheis (Anti Tuhan). Peristiwa penghianatan G30 S-PKI terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang
membawa korban jatuh para “Pahlawan Revolusi” secara serentak telah menyadarkan bangsa
Indonesia dari tipu muslihat PKI yang selama ini sebagai “Serigala Berbulu Domba” dalam
menjalankan aktivitasnya untuk mencapai tujuannya.
Sejarah telah membuktikan bahwa kaum muda selalu tampil di depan dalam mengatasi
situasi-situasi genting dalam negara ini seperti kita lihat peristiwa menjelang kemerdekaan,
peristiwa mempertahankan kemerdekaan dan peristiwa-peristiwa lain seperti proses Reformasi
1998. Dalam menumpas G30 S-PKI pemuda dan mahasiswa turun ke jalan berjuang dengan Tri
Kora untuk menegakkan keadilan dan kebenaran yang menjadi tuntutan seluruh hati nurani
rakyat indonesia. KAMMI, KAPPI, KAPI, KASI, KAWI, KABI, juga KAGI (Kesatuan Aksi
Guru Indonesia) yang berdiri bulan Maret 1966. Kelahiran KAGI merupakan wujud peran serta
PGRI dalam ikut serta menumpas gerakan Tiga Puluh September dengan cara
mengorganisasikan seluruh kemampuan masyarakat Indonesia dari berbagai lapisan masyarakat
untuk bangkit mengikis habis sisa-sisa Gerakan 30 September yang picik dan licik itu. Setiap
saat kekuatan-kekuatan KAGI “Turun Ke jalan” membawa ide untuk disampaikan kepada

5
pemerintah bersama ABRI yang sering dikenal “Parlemen Jalanan”. Hal itu dimaksudkan untuk
menuntut tegaknya kebenaran dan keadilan. Guru berperan sebagai pendamping para
pemuda/mahasiswa dalam menyampaikan aspirasinya. Korban pun berjatuhan, namun hal itu
tidak mengurangi atau menyurutkan niat para pemuda dan mahasiswa yang didampingi guru
dalam menyampaikan aspirasinya.
Sisa-sisa Gerakan 30 September selalu dikejar dan dibersihkan oleh ABRI bersama-sama
dengan rakyat. Hal yang paling sulit dirasakan oleh pemerintah waktu itu adalah bagaimana
memulihkan pola-pola yang telah mengakar yang merupakan hasil dari isu yang dikembangkan
oleh PKI. Guru-guru terutama yang di daerah juga tidak sedikit yang menjadi korban baik
menderita bahkan sampai meninggal dunia. Para guru rela mengorbankan apa saja baik jiwa,
raga dan nyawa sekalipun untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa PGRI bersama-sama
dengan pemerintah bercita-cita untuk memurnikan kembali pelaksanaan Pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekuen dan melaksanakan amanat Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia.
B. Pembersihan Oknum-Oknum PKI dari Tubuh PGRI
Seperti kita ketahui bersama, PKI dalam melaksanakan aksinya menggunakan pengaruh
Soekarno Presiden RI kala itu untuk tujuan- tujuannya. Dan dengan pengaruh Soekarno-lah
hampir seluruh rencananya berjalan mulus. Kebusukan-kebusukan yang dimaksud antara lain
Nasakom, Manipol, USDEK, Front Nasional, Poros Jakarta Phnom Phen Pyong Yang, bahkan
Manipol dari PKI yang kemudian oleh MPRS dijadikan Haluan Negara Ide.
Tidak hanya itu, dalam melakukan aksinya PKI selalu menggunakan politik adu domba, partai
yang satu diadu dengan partai yang lainnya, partai yang menjadi lawan utama disingkirkan
dengan menggunakan pengaruh Soekarno. Politik adu domba tidak hanya digunakan dalam
tubuh partai, tetapi lebih luas lagi dilakukan antar lembaga bahkan individu, antara sipil dan
militer, terutama di kalangan pejabat-pejabatnya. Sejumlah pejabat di lingkungan ABRI
dibinanya. Dengan cara tersebut PKI telah mempunyai dan terus berusaha untuk membentuk
kader-kader baru.
Melihat fenomena di atas, maka jelaslah bahwa usaha untuk membersihkan PKI dalam tubuh
PGRI pada umumnya dan Guru pada khususnya, bukan pekerjaan yang mudah dan tidak
semudah membalik telapak tangan.. Hal itu dikarenakan proses sosialisasi yang sudah mengakar
pada masyarakat pada waktu itu. Saat itu guru banyak yang menjadi korban tipu muslihat PKI,

6
sehingga para guru tersebut harus menanggung akibatnya dengan “Di Buru kan” atau
dipenjarakan di Pulau Buru.
Kongres PGRI XI di Bandung (15-20 Maret 1967)
Kongres yang rencananya diadakan pada 24 November 1965 ini gagal dikarenakan alasan-
alasan:
1. Meletusnya Gerakan 30 September 1965
2. Masalah komunikasi dan keuangan

Kongres juga rencananya diadakan tanggal 24 November 1966, ini juga mengalami kegagalan
1. Penyelesaian politik yang belum ada
2. Masalah keuangan
3. Masalah forum (hanya 97 cabang dari 1.069 cabang yang seharusnya hadir)

Kongres pertama yang dilakukan PGRI setelah meletus G30 S-PKI dijadikan ajang
konsolidasi organisasi PGRI dalam rangka pembenahan terhadap kekurangan-kekurangan akibat
dari tipu muslihat dan proses pengkristalisasian pada kepengurusan PB-PGRI yang beberapa kali
diganti, yang bertujuan untuk menjaga keutuhan dan tetap konsistennya terhadap amanat
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17Agustus 1945.
Hal-hal lain yang merugikan dan merusak keutuhan organisasi PGRI dari Kongres PGRI X di
Jakarta tahun 1962, disebabkan para pengurus yang telah berbuat di luar ketentuan organisasi
seperti dilakukan oleh Idris MT dan N. Rendusara Tindakan organisasi berupa skorsing.
Sedangkan kepada N. Rendusara berupa tindakan pennon-aktifan. Mereka berdua merupakan
contoh dari anggota yang melakukan tindakan yang mengganggu kekompakan organisasi.
Pada konggres PGRI XI para pengurus yang telah mengalami beberapa reshuffle dan yang
panitianya adalah:

7
1. Ketua Umum M.E Subiadinata
2. Ketua I H.M. Husain
3. Ketua II Kosong (Lowong)
4. Panitera Umum H.M Hidayat
5. Panitera Keuangan Abdurachman
6. Panitera Kesejahteraan Obing H. Tabri
7. Panitera Pendidikan Drs Sudijarto
8. Panitera Organisasi M. Hatta
9. Panitera Urusan Kewanitaan Ny. S. Sumardi
10. Panitera Urusan Perguruan Tinggi Anwar Yasin, M ED
11. Panitera Urusan Olahraga Drs. Tarwotjo, M.Sc.
12. Panitera Urusan Kemasyarakatan/ Kebudayaan AM.D. Yusuf
13. Panitera Urusan Teknik Kejuruan Ir. Dharmasetia
14. Panitera Urusan Keguruan Drs. Etiko Suparjono
15. Panitera Urusan Penerangan dan Hubungan Luar Negeri Slamet I
Hasil Kongres yang penting dalam upayanya untuk membersihkan sisa-sisa G 30S-PKI dari
tubuh PGRI adalah sebagai berikut:
1. Dihapuskannya tentang segi negatif pendidikan agama oleh Sidang Umum IV MPRS.
2. Rehabilitasi terhadap 27 Pejabat PDK yang dipecat.
3. PGRI Non Vaksentral dinyatakan sebagai ormas terlarang.
4. Direalisasikannya pendirian universitas-universitas negeri diseluruh daerah tingkat I.
5. Penpres 14/1963 juga berlaku bagi guru-guru yang diperbantukan di kantor-kantor.
6. PGRI secara resmi sudah terwakili di DPR GR/ MPRS.
7. Front Nasional telah dibubarkan.

Dalam suatu peristiwa yang kita kenal dengan aksi-aksi massa mengganyang G30 S-PKI pada
tanggal 17 Maret 1966, Guru Indonesia (KAGI) yang terdiri dari persatuan Guru Persaka, Guru
Pancasila, Pergunu, Majelis Pendidikan Perguruan Tinggi, PGK, Persama, Muhammadiyah,
Gerakan Pendidikan Marhaenis dan PGRI sendiri, yang kemudian setelah terbentuknya KAGI
Pusat, disusunlah pembentukan KAGI di daerah-daerah.

8
Dengan timbulnya gerakan separatis, Soebandrio dan kawan-kawannya mempunyai tradisi
yang baik. Waktu itu diadakan untuk sementara berhenti. Pada tahun 1965 PGRI menghadiri
Konferensi Internasional Guru Aljazair yang dikenal “pahit”, karena waktu itu kita harus
berdampingan dengan PGRI NV yang diwakili oleh Soebandri, wakil kita adalah N. Rendusara.
Pada waktu awal tahun 1966, H.M Husein dan Dra. Mien Warnaen diutus oleh PB-PGRI untuk
menghadiri Konferensi WCOTP Asia Selatan di Singapura dan Kongres di Seoul-Korea Selatan.
Pada Konferensi ini PGRI diterima sebagi anggota WCOTP.

C. PGRI Menyelamatkan Guru dari Perpecahan Akibat G30 S-PKI


Tidak dapat kita pungkiri bahwa akibat G30 S-PKI sangat fatal bagi berbagai kehidupan
bangsa dan bernegara. Kondisi politik yang amburadul, kondisi ekonomi yang berantakan,
kondisi kehidupan bangsa dan negara yang tidak menentu, kesejahteraan rakyat turun hingga
titik yang menghawatirkan dan sendi-sendi kehidupan lain yang tidak dapat kita gambarkan satu
persatu. Yang pasti kekejaman dan kebiadaban yang dilakukan PKI terhadap jenderal-jenderal
yang setia pada Pancasila dan UUD 1945 telah menimbulkan kebencian yang amat sangat
terhadap pemerintah agar menumpas gerakan-gerakan dan antek-antek PKI bahkan Presiden
Soekarno pun akhirnya turun dari kursi kepresidenannya karena dianggap tidak dapat
mempertanggungjawabkan di depan Sidang MPR. Presiden dianggap turut melindungi PKI.
Kondisi seperti itu juga menimpa PGRI. Perpecahan terjadi pada PGRI. Namun dalam kondisi
sebagaimana disebutkan diatas, PGRI tetap mampu mengkonsolidasikan diri, tetap berjuang bagi
kepentingan pendidikan bangsa dan kesejahteraan guru. Hasil perjuangan itu adalah:
1. Pada tanggal 18 Mei 1966 Menteri PPK, Sarino memberikan persetujuan tentang:
a) Usaha-usaha peningkatan kesejahteraan guru, mahasiswa,dan pelajar.
b) Pengisian lowongan Guru SD di Jawa Tengah: hal ini diakibatkan karena nasionalisasi
guru di Jawa Tengah bagi kepentingan pendidikan bangsa dan kesejahteraan anggota
PGRI. Hasil perjuangannya adalah mengakibatkan 25. 000 guru di Jawa Tengah dan juga
di Jawa Timur terkena tindakan-tindakan penertiban, karena menjadi anggota PGRI Non
Vaksentral.
c) Pembentukan dewan pegawai dan PGRI masuk di dalamnya.
d) Upaya-upaya untuk menimbulkan animo masyarakat terhadap guru.
e) Tugas belajar dari pemerintah untuk meningkatkan kemampuan profesional guru.

9
2. Pada 19 Mei 1966 dengan Adam Malik, didapatkan persetujuan mengenai:
a) Dinaikkannya anggaran belanja pendidikan
b) Normalisasi gaji pegawai negeri
c) Duduknya PGRI dalam lembaga negara
3. Dengan Menko Ekubang Sri Sultan Hamengku Buwono ke IX didapatkan persetujuan
mengenai:
a) Masalah gaji pegawai negeri
b) Intensifikasi perindustrian bahan-bahan pokok kebutuhan hidup pegawai negeri
Upaya-upaya di atas dilakukan oleh pengurus PGRI dengan maksud untuk meningkatkan
kesejahteraan anggota PGRI yang langsung dapat dirasakan oleh guru.

10
BAB VIII
PERJUANGAN PGRI DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

Menilik sejarah keberadaan manusia di dunia, sejak dari zaman Nabi Adam sampai dengan
sekarang, nampak jelas mereka selalu berusaha untuk maju. Berfikir dengan segenap
kemampuannya untuk mengikuti perkembangan zaman dan utamanya dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Keinginan untuk maju tersebut oleh manusia diusahakan dengan melalui
proses tahapan- tahapan sebagai berikut: zaman berburu dan meramu (hunting and food
gathering), berternak, bercocok tanam atau berladang, menangkap ikan, bercocok tanam
menetap dan industri. Dari gambaran di atas jelaslah dalam mengarungi kehidupan manusia
selalu berusaha ke arah yang menuju perbaikan kehidupannya. Manusia pertama hidup dengan
berburu, pada saat itu manusia sangat bergantung dengan alam semesta dan hidup selalu
berpindah-pindah sesuai dengan keadaan alam dan ketersediaan bahan makanan atau hewan
buruan. Peradaban manusia pada saat itu amat sederhana atau primitif.
Dalam tahapan-tahapan berikutnya menunjukkan adanya kemajuan- kemajuan yang
berarti. Zaman berternak menunjukkan pula pola pikir manusia yang ingin melepaskan diri dari
ketergantungan pada alam dan mengusahakan untuk membudidayakan hewan sebagai cara untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya dan seterusnya. Sekarang adalah era industrialisasi di mana
tahapan yang digambarkan di atas masih nampak jelas tetapi fungsi dan peran dari masing-
masing tahapan itu sudah berubah. Walaupun sama-sama kita maklumi bahwa semua itu adalah
untuk memenuhi kebutuhan manusia yang semakin banyak dan semakin komplek. Dalam
memenuhi kebutuhannya manusia tidak bisa bekerja sendiri. Mereka sangat terikat dan
ketergantungan antara yang satu dengan yang lainnya. Keinginan untuk terus maju bagi manusia
dilakukan dengan sebuah usaha.
Demikian juga dengan organisasi atau negara dalam mewujudkan keinginannya dilakukan
dengan sebuah usaha yang disebut pembangunan. Pembangunan pada hakikatnya adalah usaha
secara sadar yang terencana dan terarah agar terjadi perubahan sosial budaya guna meningkatkan
taraf hidup masyarakat. Sedangkan pembangunan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Dalam
pelaksanaannya mengacu dan berlandaskan kepribadian bangsa Indonesia dan nilai-nilai luhur

11
yang universal unituk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, sejahtera maju,
kukuh, kekuatan moral dan etikanya (Tap MPR No IV tahun 1999 tentang GBHN).
Menurut Prof. Dr. H. Mohammad Surya, bangsa Indonesia adalah satu kesatuan individu
yang berada dalam satu negara kekuasaan yang di sebut Republik Indonesia. Jati diri suatu
bangsa sangat ditentukan oleh kualitas jiwa semangat dan nilai-nilai kebangsaan yang dimiliki
sebagai perekatan satu kesatuan yang berada dalam satu kawasan dan negara atau pemerintahan
tertentu. Dalam menghadapi beberapa tantangan yang terus berkembang, bangsa Indonesia
harus tetap konsisten terhadap komitmen jati diri yang bersumber pada visi masa depan bangsa
sebagai “Bangsa yang Mandiri” sebagaimana diikrarkan pada tanggal 28 Oktober 1938 pada
Sumpah Pemuda dan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Satu kata
kunci untuk mewujudkan hal itu adalah “Solidaritas” sebagai jiwa, semangat dan nilai juang
kebangsaan. Solidaritas diartikan sebagai persamaan minat perasaan, tindakan, simpati di antara
sejumlah individu.
A. Peran PGRI Dalam Penyusunan Konsep Pendidikan Nasional
Tidak dapat kita pungkiri bahwa kehadiran PGRI di negeri ini memiliki peranan yang
sangat penting dalam membangun bangsa Indonesia khususnya dalam upaya menumpas
kebodohan sebagai warisan dari penjajah, seperti yang di amanatkan dalam Pembukaan UUD
1945 alinea 4. Pendidikan adalah kunci untuk pengetahuan dan teknologi. Namun penyebaran
tersebut tidak merata di seluruh Indonesia terutama untuk masyarakat miskin. Di banyak negara
berkembang Pendidikan Formal adalah rata-rata masih menjadi tanggung jawab pemerintah.
Pemerintah mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk mendukung keberhasilan pendidikan.
Menyadari akan pentingnya hal tersebut, maka PGRI khususnya guru sangat berperan
penting dalam mewujudkan nuansa pendidikan yang dapat mengangkat derajat dan martabat
bangsa Indonesia. Peran PGRI tersebut perlu adanya tindakan-tindakan dan keseriusan dari
semua komponen terutama guru sebagai ujung tombak dari pendidikan itu sendiri. Menurut Bank
Dunia, pendidikan akan berkembang baik, apabila masyarakat/swasta ikut berperan aktif. PGRI
sebagai organisasi guru mencoba untuk turut serta mengambil bagian penting dari negara guna
mengurangi peran pemerintah yang menonjol. Mengingat dominasi pemerintah dalam bidang
pendidikan adalah sangat menghambat pembangunan pendidikan karena dapat membatasi
munculnya kreatifitas masyarakat.

12
1. Pengertian Klasik
Menurut pandangan ini bahwa pendidikan adalah semua kegiatan membimbing anak dari
anak-anak sampai dengan dewasa. Menurut Prof. M. J. Lanceveld, pendidikan adalah suatu
proses mengambil suatu kebijaksanaan atau keputusan untuk diri. Kedewasaan dipandang
sebagai suatu yang normal dan wajar. Dan merupakan kewajiban moral bagi setiap individu
untuk mengembangkan diri sendiri dan berdiri sendiri.

2. Pengertian Modern
Menurut pandangan ini pendidikan dipandang sebagai proses yang berlangsung seumur
hidup. Maka lahirlah istilah “Life-long-education”. Pendidikan adalah suatu yang harus dicari
dan dikerjakan secara terus menerus. Pendidikan tidak sesuai pada waktu anak, remaja atau
dewasa yang sudah tamat. Namun pada saat seseorang memasuki dunia kerja seseorang harus
dapat menyesuaikan diri dengan mencoba menjawab persoalan-persoalan yang ditemui dalam
dunia yang baru. Pengetahuan dan keterampilan untuk menyelesaikan persoalan tersebut hanya
dapat diperoleh dengan proses belajar.
Fungsi pendidikan sangat strategis sebagai tenaga penggerak pembangunan. Sesuai
pernyataan di atas maka pendidikan harus mampu mengembangkan potensi masyarakat dan
menghasilkan tenaga yang berkualitas dan produktif. Melihat pengertian di atas, maka PGRI
menyadari untuk turut berperan dalam menyusun konsep-konsep pendidikan nasional.
Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Peran PGRI dalam hal tersebut adalah:

I. Kongres PGRI XII di Bandung


Pada Kongres PGRI XII di Bandung, PGRI menghasilkan beberapa keputusan dalam
berbagai bidang. Keputusan penting dalam bidang pendidikan antara lain:
1) Mengadakan Seminar
 Bersama dengan Departemen Penerangan Tenaga Kerja tentang Kependidikan dan
Kependudukan
 Seminar tentang peran PGRI dalam Kependudukan
 Seminar tentang peranan PGRI dalam Keluarga Berencana
 Seminar “The Role of Teachers and Their Organization in Economic Development”.
 Pendidikan kependudukan

13
 Seminar tentang Bahasa Indonesia dalam rangka EYD

2) Workshop, PGRI ikut Workshop dalam bidang:


 Sekolah Pembangunan
 Administrasi Pendidikan
 Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP)

3) Konverensi
Di samping kegiatan-kegiatan tersebut PGRI juga mengadakan kegiatan-kegiatan lain
seperti:
 Mendesak kepada DPR untuk memberikan prioritas lahirnya UU tentang Pendidikan
Nasional
 Usul kepada pemerintah untuk lebih dapat meningkatkan mutu lulusan Pendidikan Guru
 Mengusulkan agar Pelita lebih memprioritaskan pendidikan
 Perbaikan sarana yang cukup
 Menyusun kurikulum yang lebih relevan dengan pembangunan
 Mengusahakan proyek film pendidikan
 Mengingatkan pentingnya sarana permainan bagi anak-anak untuk meningkatkan daya
kreativitasnya

II. Kongres PGRI XIV di Jakarta (26-30 1979)


Keputusan kongres ini yang penting antara lain adalah :
1) Keputusan No. 001/KPTS/Kgr/XIV/1979 tentang “Usaha Meningkatkan Satu Sistem
Pendidikan Nasional Yang Mantap Dan Terpadu”.
2) Pembaharuan sistem pendidikan nasional
3) Mengusulkan waktu libur puasa

B. PGRI Membangun Lembaga-lembaga Pendidikan di Lingkungan YPLP-PGRI


Seperti kita maklumi bersama bahwa sejak kelahiran PGRI tetap komitmen untuk tetap
mejalankan amanat Proklamasi Kemerdekaan R.I, dalam mencerdasakan kehidupan bangsa.
Pada tahun 1950-an, mendirikan sekolah-sekolah PGRI yang kemudian oleh pemerintah sendiri
sekolah-sekolah PGRI tersebut “dinegerikan”. Hal tersebut menunjukkan betapa besar perhatian

14
PGRI dalam bidang pendidikan. PGRI menyadari bahwa landasan yang kokoh pada sebuah
bangsa apabila dikelola oleh orang-orang yang pintar dan beriman. Dalam perkembangannya
kemudian PGRI membentuk yayasan yang dikenal dengan nama “Yayasan Pembina Lembaga
Pendidikan PGRI” yang disingkat dengan YPLP-PGRI.
Untuk dapat mamahami dan mengetahui keadaan lembaga- lembaga pendidikan sekolah
PGRI masa sekarang, perlu kiranya diketahui perkembangan persekolahan tersebut. PGRI pada
mulanya telah memiliki banyak persekolahan. Pada tahun 1960-an banyak sekolah PGRI yang
diserahkan kepada pemerintah khususnya yang memenuhi syarat. Proses penyerahan tersebut
tidak tanggung-tanggung yaitu sekaligus dengan gurunya. Kondisi tersebut tidak berlangsung
selamanya, sejak berdirinya YPLP-PGRI, maka pengurus besar PGRI tak lagi membenarkan
penyerahan sekolah pada siapapun termasuk kepada pemerintah. Dimulai dengan pembentukan
pengurus, YPLP-PGRI mengadakan Mukernas I di Jakarta 18-20 Mei 1981. Pertemuan ini
dihadiri oleh Yayasan Pendidikan PGRI seluruh Indonesia dan menghasilkan keputusan:
A. Penyeragaman nama menjadi Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan PGRI (YPLP-PGRI)
B. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga YPLP-PGRI
C. Pedoman Pembinaan Lembaga Pendidikan PGRI yang bersifat nasional

Mukernas ini dilanjutkan dengan Rakernas I Pimpinan IKIP dan STKIP- PGRI, 11-13
Februari 1982 dengan tema “Peningkatan Mutu JKIP-STKIP- PGRI dalam Pembangunan
Pendidikan Nasional”, dilaksanakan di Yogyakarta. YPLP-PGRI dalam tahun terakhir
memfokuskan pembinaan terhadap:
1) Status YPLP-PGRI
2) Identitas Lembaga Pendidikan PGRI
3) Perkembangan Lembaga Pendidikan PGRI
4) Laporan dan statistik
5) Perkembangan Lembaga Pendidikan PGRI
6) Penelitian dan percobaan
7) Pengawasan
8) Pembiasaan

15
BAB IX
PERJUANGAN PADA ERA REFORMASI

Reformasi merupakan istilah yang populer sejak berakhirnya era orde baru dan menjadi
kata kunci dalam membenahi seluruh tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara di tanah air
tercinta, termasuk reformasi di bidang pendidikan. Menurut Profesor Suyanto, M. Ed. Ph. D dan
Drs. Djihad Hisyam, M.Pd. hal penting yang perlu mendapatkan perhatian bidang pendidikan
dalam era reformasi adalah:
1. Peserta didik yang berbakat
2. Persoalan kurikulum dalam bidang pendidikan
3. Tantangan proses belajar mengajar
4. Masalah evaluasi belajar
5. Masalah pengadaan dan kualitas buku Sumber Belajar
6. Ketimpangan kebijaksanaan Pendidikan Nasional
7. Aspek kreatifitas dalam bidang pendidikan
8. Pramuka sebagai media pembinaan pendidikan
9. Masalah kenakalan remaja
10. Gerakan Nasional Orang Tua Asuh
11. Wajib Belajar Sembilan Tahun

Dalam melakukan reformasi pendidikan kita tetap harus berpegang pada tantangan masa
depan yang penuh dengan persaingan global. Pendidikan memang menjadi tumpuan harapan
bagi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia, rezim orde baru yang
otoriter telah melahirkan sistem pendidikan yang tidak mampu melakukan pembelajaran
masyarakat secara efektif. Meskipun secara kualitatif telah memenuhi untuk mencapai prestasi,
yaitu dengan munculnya sekolah-sekolah dari SD sampai dengan Perguruan Tinggi.

A. Kongres PGRI XVIII Di Bandung


Dalam kongres ini PGRI menyusun pokok-pokok pikiran sebagai pedoman dan langkah-
langkah dasar perjuangan. Dasar perjuangan organisasi memasuki era baru awal XXI yang
dituangkan sebagai strategi perjuangan PGRI untuk kurun waktu 25 tahun (1998-2023)
menetapkan PGRI, sebagai:

16
1. Organisasi Unitaristik Sebagaimana Dibahas Pada Buku I Untuk Kelas I
Pengertian PGRI sebagai organisasi unitaristik adalah sebagai wadah bagi para guru yang
berasal dari berbagai ras, suku, bangsa, agama dan berbagai jenjang dan golongan yang berbeda.
PGRI berupaya untuk menyatukan perbedaan tersebut yang menjadi satu kesatuan yang utuh dan
bulat. Hal ini didasari oleh PGRI sebagai organisasi tertua yang masih eksis di dalam Negara
Kesatuan Repubik Indonesia dan harus mampu menunjukan keprofesionalannya kepada
masyarakat era reformasi di negara ini memang menimbulkan fenomena baru dalam hal
kebebasan-kebebasan organisasi dan kebebasan berbicara juga fenomenafenomena lainnya.
Dalam kongres PGRI XVIII, PGRI berupaya keras menjaga keutuhan organisasi dengan
meningkatkan berbagai upaya untuk merjaga keutuhan organisasi yang termasuk di dalamnya
untuk mewujudkan kesejahteraan anggotanya.

2. Organisasi Independen
PGRI sebagai organisasi yang mandiri dan bebas tidak berafiliasi pada organisasi lain,
merupakan cita-cita awal sejak PGRI berdiri. Dalam perjalanan sejarah perjuangan PGRI telah
mengalami liku-liku yang panjang, beraneka ragam dan masalah yang dihadapi bermacam-
macam. Tepat sekali apa yang dikatakan Mendiknas-Bapak A. Malik Fadjar tentang PGRI yang
tercantum dalam suara Guru No. 3 tahun L II/2002, halaman 1. Beliau mengatakan: “Organisasi
guru yang paling tua di Indonesia adalah PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia).
Tercantumnya nama Republik Indonesia dalam PGRI memiliki nilai historis yang mencerminkan
guru bukan hanya sebagai pendidik tetapi juga ikut dalam perjuangan surut, bahkan pemah
mengikuti arus sebagai ekor dari partai politik tertentu. PGRI di masa depan yang bergerak
untuk memperjuangkan nasib guru dan mempunyai aktivitas yang dapat menunjang upaya
pembangunan pendidikan pada umumnya. Untuk ini, PGRI harus aktif dalam kegiatan
penyempurnaan UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta terlibat secara aktif dalam
peningkatan kualitas guru”. (Laporan Menteri Pendidikan Tentang Upaya Meningkatkan Peran
Guru Sebagai Pendidik Generasi Muda Bangsa. 20 Februari 2002 di Kantor Menteri
Pemberdayaan Aparatur Negara).
Melalui kongres PGRI XVIII, PGRI benar-benar mempunyai semangat reformasi yang
tinggi. Kongres inilah yang menampakkan semangat PGRI utuk menunjukkan wajah “PGRI
Baru”. AD/ART hasil kongres PGRI XVIII 1998, antara lain tentang jati diri dan sifat PGRI
yaitu PGRI yang merupakan wadah tempat terhimpunnya segenap guru dan tenaga pendidikan

17
lainnya yang merupakan Organisasi Profesi, Organisasi Perjuangan, Organisasi
Ketenagakerjaan yang berdasarkan pancasila, bersifat unitaristik, independen dan tidak
berpolitik praktis.

3. Organisasi Perjuangan
Seperti yang kita ketahui, sifat perjuangan adalah terus menerus dan berkesinambungan dari
waktu ke waktu. Prinsip perjuangan adalah perubahan-perubahan yang di kehendaki dan
menunju ke arah yang baik. PGRI sebagai organisasi masyarakat terus berupaya untuk
melakukan perubahan-perubahan yang berarti bagi kemajuan bangsa dan negara. Landasan
perjuangannya harus berdasarkan pada semangat dan jiwa serta nilai-nilai juang 45. Cara yang
ditempuhnya guna menanamkan kejuangan dan perjuangan adalah dengan:
a) Komunikasi
b) Informasi
c) Edukasi
d) Pembudayaan
e) Keteladanan
PGRI selalu berjuang untuk menegakkan kebenaran dan keadilan dengan memberantas
kebodohan, upaya nyata adalah dengan:
A. Membentuk dan menyediakan sarana pembelajaran dari TK sampai Perguruan Tinggi
B. Meningkatkan profesionalisme guru sebagaimana tercantum di dalam AD/ART

4. Organisasi Profesi
Organisasi profesi adalah wadah bagi golongan-golongan pekerjaan yang mempunyai harkat
dan martabat profesi. PGRI sebagai organisasi profesi, berarti PGRI berupaya untuk
meningkatkan profesionalismenya sesuai dengan bidang yang dikuasainya. Profesional juga
berarti pengkhususan pekerjaan dengan ciri khas kecakapan. Menurut Licbecmen yang dikutip
oleh Dreeben (1970) yang mengatakan bahwa: suatu pekerjaan dianggap profesi apabila
pekerjaan tersebut memiliki ciri:
a) Memberikan pelayanan tertentu
b) Untuk memberikan pelayan memerlukan ilmu
c) Ilmu tersebut diperoleh melalui proses pendidikan
d) Memiliki otonomi dalam melaksanakan tugasnya

18
e) Memiliki tanggungjawab profesional atas apa yang telah dikerjakannya
f) Lebih mengutamakan mutu pelayanannya dari pada keuntungan
g) Mempunyai kode etik profesi

Selama ini guru masih dianggap sebagai profesi pinggiran yang tidak selayaknya mendapat
hak atau hak profesional, seperti: dokter dan lain-lain. Maka PGRI berupaya mendesak
pemerintah untuk menaikkan anggaran pendidikan. Guna menjawab tantangan di atas, PGRI
melalui Bab I pasal I menyatakan bahwa yang di maksud Serikat Pekerja adalah organisasi yang
dibentuk dari, oleh dan untuk buruh baik di dalam atau di luar perubahan, yang bersifat bebas,
terbuka, mandiri, demokrasi dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela dan
melindungi hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan
keluarganya.
Pandangan terhadap guru sekarang telah berubah, hampir semua guru di dunia berpendapat
bahwa guru adalah pekerja (labour), maka arah organisasi guru pun harus menyesuaikan diri
dengan organisasi pekerja. Trade Union (Teacher Union) yang berjuang dan melindungi serta
meningkatkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya. Kongres PGRI XVIII di Lembang
Bandung telah memutuskan PGRI sebagai Organisasi Ketenagakerjaan, Perjuangan dan Profesi.
Keputusan ini sangat tepat karena zaman sudah berubah, langkah yang ditempuh oleh PB- PGRI
adalah dengan mendaftarkan PGRI sebagai Serikat Pekerja di Departemen Tenaga Kerja R.l dan
tercatat dalam SK Menaker No. Kep 370/M/M/BW 1999 tanggal 10 Agustus 1999.
Sesuai dengan sifat organisasi serikat pekerja, maka kesejahteraan anggota menjadi arah
kebijaksanaan organisasi. Dalam rangka merealisasikan perjuangannya, maka pada April tahun
2000, Guru / anggota mengadakan unjuk rasa ke DPR-RI dan Instansi Pusat lainya. Hampir
32.000 orang anggota PGRI Jawa Barat datang ke Jakarta, bila tidak dicegah PB-PGRI
berikutnya PGRI Jawa Tengah, Jawa Timur dan juga DKI Jakarta akan mengerahkan masanya.
Kegiatan ini dikenal dengan nama “Guru Menggugat” juga peristiwa yang terjadi pada bulan
Maret tahun 2000 dikenal dengan nama “Guru Menuntut”.

19
Susunan Pengurus Besar Harian PGRI Masa Bakti XVIII (1998-2003)
Ketua Umum Prof. Dr. H. Mohamad Surya
Ketua Drs. H.Alwi Nurdin, MM
Ketua Drs. WDF Rindorindo
Ketua Drs. Soekarno
Ketua Prof. Dr. Amran Halim
Ketua Koesrin Wardojo, S. IP, SH
Ketua DR. Drs. M.Ali, SH Dip Ed. M. Sc
Sekretaris Jenderal Drs. H. Sulaiman SB Ismaya
Wakil Sekjen Drs. M. Rusli Yunus
Wakil Sekjen Drs. H. Hudaya
Bendahara Drs. H. Syafioedin DA
Wakil Bendahara Ny. Hj. Jajoek M.Assaat, BA
Pengurus Besar Harian dilengkapi para Ketua Departemen

B. Kongres PGRI XIX di Semarang


Bergulirnya agenda reformasi melahirkan banyak perubahan dan pergeseran tatanan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perubahan tatanan politik dan tatanan
pemerintahan berpengaruh terhadap berbagai tatanan kehidupan masyarakat secara keseluruhan,
termasuk di bidang pendidikan. Penerapan asas desentralisasi dan otonomi daerah, tata
kehidupan yang lebih demokratis serta pelaksanaan hak-hak asasi manusia (HAM) merupakan
bagian yang sangat dominan dalam mewarnai dinamika reformasi, yang dalam
perkembangannya sering menimbulkan masalah- masalah baru. PGRI memandang dinamika
kehidupan masyarakat pada era reformasi sebagai sebuah tantangan dan sekaligus peluang untuk
pemantapan jatidiri dan komitmen perjuangan membangun sistem pendidikan nasional yang
berorientasi kepada hak-hak seluruh rakyat untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam suasana dinamika reformasi, PGRI melaksanakan Kongres ke XIX pada tanggal 6 -
10 Juli 2003 di Semarang Jawa Tengah. Kongres PGRI XIX bertema: “Memantapkan Jatidiri,
Visi dan Misi PGRI dalam reformasi pendidikan nasional menuju tatanan Indonesia Baru”. Di
samping menghasilkan keputusan-keputusan tentang pokok-pokok program organisasi, Kongres

20
PGRI XIX telah memilih kepengurusan masa bakti XIX tahun 2003 - 2008 dengan susunan
Pengurus Besar sebagai berikut:

Ketua Umum Prof Dr. H Mohamad Surya


Ketua Drs. H.Alwi Nurdin, MM
Ketua Drs WDF Rindorindo
Ketua Prof. Dr. Anah Suhaenah Suparno
Ketua Prof. Dr. Sudarwan Danim
Ketua Drs. H. M. Rusli Yunus
Sekretaris Jenderal Koesrin Wardoyo, S.lp. SH
Wakil Sekjen Dra. Harfini Suhardi
Wakil Sekjen Drs H. Giat Suwarno.
Bendahara H. Didi Suhendi, MM
Wakil Bendahara Dra. Hj. Rakhmawaty AR. MM
Pengurus Besar Harian dilengkapi 10 Sekretaris Bidang
Karena dua orang Ketua yaitu Drs. H. Alwi Nurdin, MM dan Drs. WDF. Rindorindo serta
Sekretaris Jendral Koesrin Wardojo, S.lp, SH meninggal dunia, berdasarkan Keputusan
Konferensi Pusat PGRI kekosongan pengurus tersebut segera ditetapkan dan diisi dengan
Personalia Pengurus Besar PGRI yang baru (pergantian antar waktu) masa bakti XIX sebagai
berikut:
1) Ketua : Ir. H. Abdul Aziz Husein, M. Eng. Sc. Dipl. HE.
2) Sekretaris Jendral : Drs. H. Sumardi Taher
Dalam kurun waktu kurang lebih tiga tahun pada masa bakti XIX, PGRI telah berupaya
secara optimal melaksanakan amanat organisasi. Melalui perjalanan dan perjuangan yang cukup
panjang dan penuh tantangan. PGRI telah berperan aktif memberikan kontribusi yang positif
dalam setiap upaya pembenahan pendidikan nasional dan peningkatan kesejahteraan guru.
Sebagai contoh beberapa hal yang telah berhasil diperjuangkan antara lain:
a) Lahirnya Undang - Undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
b) Lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
c) Memperjuangkan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN)

21
d) PGRI mengajukan yudicial review kepada Mahkamah Konstitusi tentang alokasi anggaran
pendidikan sebesar 20% dari APBN dan Mahkamah
Konstitusi telah mengabulkan serta mendesak pemerintah agar mengalokasikan anggaran
pendidikan sebesar 20% dari SPBN sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945.
Disamping itu PGRI telah berhasil menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga di tanah air,
misalnya pelatihan kader-kader PGRI di bidang ketenagakerjaan telah berjalan di 23 propinsi di
seluruh Indonesia. Kerjasama internal dengan pihak-pihak yang terkait makin diperluas dan
ditingkatkan seperti dengan Departemen Pendidikan Nasional, Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN), Departemen Kesehatan, Departemen Pemberdayaan Perempuan,
Kongres Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), KOWANI dan sebagainya. Selain itu PGRI telah
berhasil menjalin beberapa kerjasama internasional bidang pendidikan melalui Organisasi Guru
Dunia Education International (EI) seperti ASEAN Council of Teacher (ACT), Australian Nation
University (ANU), STU (Singapura), Kurusapha (Thailand), JTU (Jepang), KFTA (Korea
Selatan), PGGMB (Brunei Darussalam), NUTP (Malaysia) dan sebagainya.

22

Anda mungkin juga menyukai