Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PKn

“Makna dan Arti Penting Kebangkitan Nasional”

Disusun oleh :

KELOMPOK :
ANGGOTA :
1. FATHIN AULIA WIJAYANTI
2. MIFTAKUL JANNAH
KELAS : VIII C

MTs NEGERI 5 Trenggalek


TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur kami panjatkan kehadlirat Alloh SWT atas segala rahmat, taufiq, hidayah serta
inayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah berjudul “MAKNA DAN ARTI
SEMANGAT KEBANGKITAN NASIONAL” ini dengan baik.
Kegiatan penyusun makalah tentang pelanggaran dan pengingkaran kewajiban warga negara
ini, diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi siswa-siswi MTs NEGERI 5
Trenggalek
Kami menyadari bahwa penyusunan tugas ini jauh dari kesempurnaan, Oleh karena itu
dengan segala kerendahan hati, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca semuanya.
Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat, diridhoi oleh Allah SWT dan dapat menemani kami
untuk meraih prestasi.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Panggul, ……………………..2020
Penyusun

........................................... 
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan.................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kebangkitan Nasional Indonesia.......................................................... 3
B. Tokoh Kebangkitan Nasional Indonesia............................................... 9
1. Wahidin Sudirohusodo................................................................... 9
2. Dr. Sutomo...................................................................................... 10
3. Dr. Cipto Mangunkusumo.............................................................. 11
4. Ki Hajar Dewantara........................................................................ 14
5. Douwes Dekker.............................................................................. 16
6. Haji Omar Said Cokroaminoto....................................................... 19
C. Rangkuman........................................................................................... 25
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 28
B. Saran .................................................................................................... 28
REFERENSI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebangkitan Nasional adalah Masa dimana Bangkitnya Rasa dan Semangat Persatuan,
Kesatuan, dan Nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik
Indonesia yang sebelumnya tidak pernah muncul selama penjajahan Belanda dan Jepang.
Dalam masa ini muncul sekelompok masyarakat indonesia yang menginginkan adanya
perubahan dari masyarakat indonesia yang selama ini dijajah dan ditindas oleh bangsa lain.
Kebagkitan nasional Indonesia ditandai dengan berdirinya organisasi Budi Utomo.
Sedangkan kebangkitan pemuda Indonesia ditandai dengan adanya peristiwa Sumpah
Pemuda. Kedua peristiwa itu merupakan bagian dari peristiwa yang menjadi tonggak sejarah
kemerdekaan negara Indonesia. Beberapa faktor yang mendorong kebangkitan indonesia
yaitu diantaranya:
1. Semakin banyaknya/makin tingginya kesadaran ingin bersatu.
2. Semakin mengingkatnya semangat bangsa Indonesia ingin merdeka.
3. .Semakin banyaknya orang pintar dan terpelajar di Indonesia.
Dan Faktor yang datang dari luar negeri adalah kemenangan Jepang atas Rusia tahun
1905, adalah salah satu pendorong yang menimbulkan semangat bahwa bangsa kulit kuning,
bangsa Asia dapat mengalahkan bangsa kulit putih (Eropa). setelah berdirinya Budi Utomo
maka bermunculanlah perkumpulan-perkumpulan dan pergerakan yang bersifat luas antara
lain, Serikat Dagang Islam tahun 1909, Indische Party tahun 1913. Muhammadiyah tahun
1912, Nahdatul Ulama tahun 1926, dan berdiri perkumpulan pemuda diluar Jawa pada tahun
1918 dan menamakan diri Young Java,Young Sumatra,Young Ambon,Young
Pasundan,Young Batak,Pemuda Betawa dll. Para pemuda inilah yang mengadakan kongres
pemuda pertama tahun 1926 yang menghasilkan perlunya mencanangkan suatu organisasi
pemuda tingkat Nasional. Dan atas usul perhimpunan pelajar-pelajar Indonesia (PPPI)
sebagai organisasi kemahasiswaan pertama pada tanggal 26-28 Oktober 1928 diadakan
kongres pemuda ke dua. Setelah mereka mengadakan pembahasan, mereka sampai pada satu
kesimpulan, bahwa jika bangsa Indonesia ingin merdeka, bangsa Indonesia harus bersatu.
Untuk itu mereka bersumpah yang terkenal dengan nama SUMPAH PEMUDA yang
diikrarkan pada akhir kongres yaitu pada tanggal 28 Oktober 1928. 
Kedua peristiwa ini memang sangat mempengaruhi kebangkitan nasional di indonesia
sehingga sangat bagus jika kita mengetahui latar belakang kejadian ini dan lebih memahami
lagi makna dari kebangkitan nasional itu sendiri

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai masalah :
1. kebangkitan nasional “ Budi Utomo ’’
2. kebangkitan nasional “ Sumpah Pemuda”

C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dengan terselesaikanya makalah ini adalah agar kita mampu
memahami makna Kebangkitan Nasional dan mampu memberikan tanggapan – tanggapan
positif mengenai kebangkitan nasional iti sendiri. Selain itu diharapkan kita juga mampu
memahami makna dari Sumpah Pemuda dan dapat menggunakan pengetahuan yang didapat
dari pembuatan makalah ini menjadi hal positif bagi kebangkitan pemuda Indonesia di masa
yang akan datang.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kebangkitan Nasional Indonesia


Budi Utomo adalah sebuah organisasi pemuda yang berdirinya dipelopori oleh Dr.
Suetomo dan didirikan pada tanggal 20 Mei 1908. Berdirinya Budi Utomo menjadi awal
gerakan yang bertujuan mencapai kemerdekaan Indonesia walaupun pada saat itu organisasi
ini awalnya hanya ditujukan bagi golongan berpendidikan di daerah jawa. Meskipun sebagai
sebuah organisasi yang menjadi tonggak awal kebangkitan nasional Indonesia tentunya Budi
Utomo memiliki sebuah sejarah yang sangat sederhana dan alamiah. Bahkan pendeklarasian
berdirinya Budi Utomo sangat jauh dari kesan kemewahan. Budi Utomo lahir dari
pertemuan-pertemuan dan diskusi yang sering dilakukan di perpustakaan School Tot
Opleiding van Inlandsche Artsen ( STOVIA ) oleh beberapa mahasiswa, antara lain
Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, Goembrek, Saleh, dan Soeleman. Mereka
memikirkan nasib bangsa yang sangat buruk dan selalu dianggap bodoh dan tidak
bermartabat oleh bangsa lain (Belanda), serta bagaimana cara memperbaiki para pejabat
pangreh praja (sekarang pamong praja) kebanyakan hanya memikirkan kepentingan sendiri
dan jabatan. Dalam praktik mereka pun tampak menindas rakyat dan bangsa sendiri,
misalnya dengan menarik pajak sebanyak-banyaknya untuk menyenangkan hati atasan dan
para penguasa Belanda dan merupakan bagian tak terpisahkan dari penetrasi sistem
kolonialisme Barat yang berbasis pada merkantilisme. 
Penderitaan masyarakat, ketidakadilan, kemiskinan, penindasan dan perilaku pongah dari
aparat penguasa kolonial, yang mereka temui di dalam kehidupan sehari-hari, diserap ke
dalam forum diskusi. Di dalam forum itu mereka membahas dan memahami akar masalah
dari kemiskinan, kebodohan dan ketidak-adilan sebagai bagian tak terpisahkan dari penetrasi
sistem kolonialisme Barat yang berbasis pada merkantilisme.
Budi Utomo mengalami fase perkembangan penting saat kepemimpinan Pangeran Noto
Dirodjo. Saat itu, Douwes Dekker, seorang Indo-Belanda yang sangat properjuangan bangsa
Indonesia, dengan terus terang mewujudkan kata “politik” ke dalam tindakan yang nyata.
Berkat pengaruhnyalah pengertian mengenai “tanah air Indonesia” makin lama makin bisa
diterima dan masuk ke dalam pemahaman orang Jawa. Maka muncullah Indische Partij yang
sudah lama dipersiapkan oleh Douwes Dekker melalui aksi persnya.
Perkumpulan ini bersifat politik dan terbuka bagi semua orang Indonesia tanpa
terkecuali. Baginya “tanah air” (Indonesia) adalah di atas segala-galanya.Pada masa itu pula
muncul Sarekat Islam, yang pada awalnya dimaksudkan sebagai suatu perhimpunan bagi
para pedagang besar maupun kecil di Solo dengan nama Sarekat Dagang Islam, untuk saling
memberi bantuan dan dukungan. Tidak berapa lama, nama itu diubah oleh, antara lain,
Tjokroaminoto, menjadi Sarekat Islam, yang bertujuan untuk mempersatukan semua orang
Indonesia yang hidupnya tertindas oleh penjajahan. Sudah pasti keberadaan perkumpulan ini
ditakuti orang Belanda. Munculnya gerakan yang bersifat politik semacam itu rupanya yang
menyebabkan Budi Utomo agak terdesak ke belakang. Kepemimpinan perjuangan orang
Indonesia diambil alih oleh Sarekat Islam dan Indische Partij karena dalam arena politik
Budi Utomo memang belum berpengalaman.Karena gerakan politik perkumpulan-
perkumpulan tersebut, makna nasionalisme makin dimengerti oleh kalangan luas. Ada
beberapa kasus yang memperkuat makna tersebut.
Ketika Pemerintah Hindia Belanda hendak merayakan ulang tahun kemerdekaan
negerinya, dengan menggunakan uang orang Indonesia sebagai bantuan kepada pemerintah
yang dipungut melalui penjabat pangreh praja pribumi, misalnya, rakyat menjadi sangat
marah.
Kemarahan itu mendorong Soewardi Suryaningrat (yang kemudian bernama Ki Hadjar
Dewantara) untuk menulis sebuah artikel “Als ik Nederlander was” (Seandainya Saya
Seorang Belanda), yang dimaksudkan sebagai suatu sindiran yang sangat pedas terhadap
pihak Belanda.
Tulisan itu pula yang menjebloskan dirinya bersama dua teman dan pembelanya, yaitu
Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo ke penjara oleh Pemerintah Hindia Belanda
(lihat: Boemi Poetera). Namun, sejak itu Budi Utomo tampil sebagai motor politik di dalam
pergerakan orang-orang pribumi.Agak berbeda dengan Goenawan Mangoenkoesoemo yang
lebih mengutamakan kebudayaan dari pendidikan, Soewardi menyatakan bahwa Budi Utomo
adalah manifestasi dari perjuangan nasionalisme. Menurut Soewardi, orang-orang Indonesia
mengajarkan kepada bangsanya bahwa “nasionalisme Indonesia” tidaklah bersifat kultural,
tetapi murni bersifat politik. Dengan demikian, nasionalisme terdapat pada orang Sumatera
maupun Jawa, Sulawesi maupun Maluku.
Pendapat tersebut bertentangan dengan beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Budi
Utomo hanya mengenal nasionalisme Jawa sebagai alat untuk mempersatukan orang Jawa
dengan menolak suku bangsa lain. Demikian pula Sarekat Islam juga tidak mengenal
pengertian nasionalisme, tetapi hanya mempersyaratkan agama Islam agar seseorang bisa
menjadi anggota.Namun, Soewardi tetap mengatakan bahwa pada hakikatnya akan segera
tampak bahwa dalam perhimpunan Budi Utomo maupun Sarekat Islam, nasionalisme
“Indonesia” ada dan merupakan unsur yang paling penting. 
Kelahiran Boedi Oetomo telah menjadi tonggak yang menumbuhkan semangat perjuangan,
sekaligus menjadi inspirasi bagi berdirinya berbagai organisasi di seluruh pelosok tanah air,
baik yang bersifat kedaerahan, politik, serikat pekerja, keagamaan, kewanitaan, maupun
kepemu-daan. Pada gelombang berikutnya, muncul sejumlah organisasi seperti Sarekat
islam, dan berbagai organisasi lainnya. Hal ini mewarnai awal kebangkitan nasional, dan
mencapai puncaknya pada tahun 1928, dengan bersatunya berbagai kelompok organisasi—
khususnya organisasi kepemudaan—untuk mewujudkan suatu gerakan kebang-saan yang
sejati, melalui Sumpah Pemuda : satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa – Indonesia!
Gerakan kaum muda tahun 1908 dan tahun 1928, menandai tonggak-tonggak awal
gerakan kebangkitan nasional Indonesia. Sejak itu, nasionalisme Indonesia terus
berkembang, terus menjalar, dan terus berkobar di seluruh penjuru tanah air
Setiap bulan Mei bagi bangsa Indonesia mempunyai arti sejarah tersendiri, selain tanggal
2 Mei kita peringati Hari Pendidikan Nasional ada moment istimewa pada bulan Mei yaitu
Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap tanggal 20 Mei. 
Dimulai tanggal 20 Mei 1908 sebagai tonggak bangkitnya nasionalisme Indonesia untuk
melawan penjajahan di Hindia Belanda pada masa itu.  Dalam perkembangannya ada 5
(lima) tahapan nasionalisme di Indonesia yakni masa perintis (sebelum tahun 1908), masa
penegas (tahun 1928), masa pencoba (tahun 1938), masa pendobrak (1945) dan masa
pelaksana (1945 sampai dengan sekarang).
Kebangkitan Nasional ditandai dengan lahirnya Organisasi Budi Utomo 20  Mei 1908
oleh Dr. Wahidin Soedirohoesodo dan Dr. Soetomo, organisasi sosial intelektual ini
menyatukan semangat persatuan dan kesatuan bangsa untuk mewujudkan kemerdekaan
bangsa Indonesia. Cita-cita ingin merdeka akhirnya terwujud pada tanggal 17 Agustus 1945.
Hal ini menjadi bukti bahwa kemerdekaan suatu bangsa diwujudkan dengan persatuan dan
kesatuan bangsa itu sendiri. 
Kebangkitan Nasional adalah bagaimana menerapkan dalam mengisi kemerdekaan
dengan pembangunan disegala bidang termasuk pembangunan kesejahteraan sosial.
Kebangkitan Nasional adalah untuk mengenang kembali bagaimana semangat perjuangan
bangsa Indonesia tempo doeloe untuk mengisi kemerdekaan dengan berbagai kegiatan
pembangunan.
Hari Kebangkitan Nasional tahun 2017 ini mengambil thema “Pemerataan Pembangunan
Indonesia Yang Berkeadilan Sebagai Wujud Kebangkitan Nasional” .
Makna dari thema tersebut berfokus pada perwujudan pemerataan pembangunan menuju
Indonesia yang berkeadilan dari Sabang sampai Merauke. Pemerintah sekarang ini sedang
berusaha mewujudkan cita-cita tersebut, dengan Agenda Prioritas Pembangunan yang
disebut Nawacita. 
Sesuai dengan 9 (sembilan) Agenda Prioritas Pembangunan (Nawacita). Pembangunan
Kesejahteraan Sosial menggunakan 4 (empat) dari 9 (sembilan) Agenda Prioritas
Pembangunan tersebut. 
1. Nawacita No. 3 “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-
daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan.
2. Nawacita No. 5  Meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia
3. Nawacita No.8 Melahirkan revolusi karakter bangsa.
4. Nawacita No. 9 Memperteguh Kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
Dengan semangat kebangkitan nasional seiring dengan perjalanan bangsa Indonesia yang
sekarang dapat merasakan nikmat kemerdekaan, para pendiri bangsa sudah memikirkan cita-
cita bangsa Indonesia dengan menciptakan suatu keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
yang diwujudkan dalam konsep negara kesejahteraan. Hal inilah apabila kita perhatikan
dalam perkembangan Usaha Kesejahteraan Sosial di Indonesia adalah mewujudkan cita-
citanya yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, yaitu sebagai negera kesejahteraan.
Tahapan ini dimulai dari memandang bagaimana nilai-nilai tradisional yang diambil dari
bangsa Indonesia dalam mendukung upaya perwujudan negara kesejahteraan.
Setelah proklamasi kemerdekaan, untuk mewujudkan kegiatan dalam bidang sosial
didasarkan pada keputusan Panitia Persiapan Kemerdekaan. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan pada masa perang kemerdekaan antara lain : penanggulangan masalah
pengungsian, pemulangan bekas-bekas romusha dan heiho, rehabilitasi penderita cacat dan
penanggulangan anak-anak yatim piatu serta orang-orang terlantar. Kesadaran umum
masyarakat Indonesia untuk menangani masalah sosial pada masa perang kemerdekaan
diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional yaitu 20 Desember 1948, sehari setelah aksi
militer Belanda kedua di Yogyakarta. Waktu itu masyarakat Indonesia dimana-mana
mengumpulkan bahan-bahan pokok dan mengadakan dapur umum.
Pada tahun 1960-an, usaha-usaha kesejahteraan sosial dituangkan dalam Pembangunan
Nasional Semesta Berencana. Mulai tahun ini dilaksanakan usaha-usaha kemasyarakatan
suku-suku terasing ditujukan kepada peningkatan kehidupan suku-suku dipedalaman yang
taraf perkembangan sosial budayanya jauh tertinggal dari perkembangan masyarakat
Indonesia umumnya. Usaha pelayanan terhadap mereka antara lain berupa pemukiman
menetap, penyedia sarana-sarana pembinaan, dan penyuluhan serta bimbingan sosial.
Untuk perkembangan kesejahteraan sosial dalam 5 (lima) tahun  kedepan dari 2015 -
2019, sasaran srategisnya adalah :
Berkontribusi menurunkan jumlah Fakir Miskin, kelompok rentan dan Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) lainnya sebesar 1 (satu) persen dari target rasional
pada tahun 2019 melalui ;
1. Meningkatnya kemampuan keluarga miskin dan rentan serta PMKS lainnya dalam
memenuhi kebutuhan dasar.
2. Meningkatnya kemampuan penduduk miskin dan rentan, anak, penyandang disabilitas,
lanjut usia dan kelompok marjinal lainnya dalam pemenuhan hak dasar dan inklusivitas.
3. Pengembangan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) kesejahteraan sosial dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
4. Meningkatnya kapasitas SDM kesejahteraan sosial dalam penyelenggaraan kesejahteraan
sosial.
5. Meningkatnya kualitas pendamping dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
6. Meningkatnya kapasitas kelembagaan kesejahteraan sosial dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial.
Kebangkitan Nasional untuk membangkitkan semangat pembangunan termasuk juga
pembangunan kesejahteraan sosial, membangkitkan semangat memperjuangkan
kesejahteraan sosial bagi kelompok PMKS.  Dan salah satu hal yang bisa menumbuhkan rasa
kebangsaan adalah kebangkitan nasional, bangkit dari keterpurukan, bangkit dari
ketertinggalan, bangkit dari ketidakadilan, bangkit dari kemiskinan dan kebodohan.
Kesimpulan diatas dilihat dari perspektif penyelenggaraan kesejahteraan sosial
diprioritaskan kepada mereka yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara
kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial seperti; kemiskinan, ketelantaran,
kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku,  korban bencana dan
atau korban tindak kekerasan dan diskriminasi.
B. Tokoh Kebangkitan Nasional dalam Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia
1. Wahidin Sudirohusodo
Wahidin Sudirohusodo adalah seorang tokoh pencetus ide lahirnya Budi Utomo
1908. Beliau lahir pada tanggal 7 Januari 1852 di Mlati, Sleman, Yogyakarta dan wafat
pada tanggal 26 Mei 1917 dan dimakamkan di Mlati, Sleman, Yogyakarta. Semasa
hidupnya, tahun 1895 bersama rekan-rekannya mendirikan Surat Kabar dua bahasa
(Jawa dan Melayu) Retno Dumilah di Yogyakarta. Pada tahun 1906 sampai sdengna
1907 giat melaksanakan perjalanan mengumpulkan Studiefonds (Dana Pendidikan) bagi
penduduk pribumi. Setelah bertemu dengan Sutomo berpadulah gagasan mereka yang
teraktualisasi dengan berdirinya organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908.
Organisasi ini akhirnya menjadi pioner terhadap bangkitnya kesadaran nasional sehingga
setiap tanggal 20 Mei diperingati sebagai hari kebangkitan nasional hingga
sekarang.Wahidin Sudirohusodo beristri seorang wanita Betawi yang bernama Anna.
Dari perkawinannya lahirlah dua orang anak. Salah satunya bernama Abdullah Subroto
yang kemudian menurunkan Sujono Abdullah dan Basuki Abdullah (keduanya pelukis).
Sebagai akibat politik etis yang didalamnya terkandung usaha memajukan
pengajaran maka pada dekade pertama abad XX bagi anak-anak Indonesia masih
mengalami hambatan kekurangan dana belajar. Keadaan yang demikian menimbulkan
keprihatinan dr. Wahidin Sudirohusodo untuk dapat menghimpun dana itu maka pada
tahun 1906-1907 melakukan propraganda keliling Jawa. Perjalanan keliling Jawa ini
dilakukan dalam rangka menganjurkan perlunya perluasan pengajaran sebagai salah satu
langkah untuk memajukan kehidupan rakyat. Anjurannya itu dapat terealisasi tidak
hanya bergantung kepada pemerintah Hindia Belanda, tetapi juga dapat terealisasinjika
bangsa Indonesia juga mau berusaha sendiri dengan cara membentuk studiefonds atau
dana pelajar yang hasilnya akan digunakan untuk membantu para pelajar yang pandai
tetapi kurang mampu untuk dalam hal biaya. Dalam tperjalanan kelilingnya itu akhirnya
pada tahun 1907 sampai di Jakarta dan bertemu dengan para pelajar Stovia (Sekolah
Dokter Pribumi). Disitulah Wahidin bertemu dengan pemuda Sutomo dan berbincang-
bincang tentang nasib rakyat yang masih kurang mendapat perhatian di bidang
pendidikan. Sejak itu rupanya tumbuh pemikiran dalam diri Sutomo untuk melanjutkan
cita-cita Wahidin Sudirohusodo. Dari sinilah muncul gagasan untuk mendirikan suatu
organisasi.
Dr Wahidin Sudirohusodo adalah salah satu pelopor pergerakan nasional, pendiri
organisasi Boedi Utomo dan tokoh yang memberi inspirasi terhadap perjuangan
kemerdekaan Indonesia. Gagasan penting yang mewarnai perjuangan pergerakan
nasional adalah memprakarsai organisasi yang bertujuan memajukan pendidikan dan
meninggikan martabat bangsa. Diantara itu, dia juga mengemukakan gagasan tentang
strategi perjuangan kemerdekaan yaitu dengan mencerdaskan kehidupan masyarakat
melalui pendidikan, mengabdikan pengetahuannya sebagai dokter yang memberikan
layanan kesehatan secara gratis kepada masyarakat dan memperluas pendidikan dan
pengajaran dan memupuk kesadaran kebangsaan.

2. Dr. Sutomo
Dokter Sutomo yang semula bernama Subroto kemudian berganti nama menjadi
Sutomo lahir di desa Ngepeh, Jawa Timur, pada tangggal 30 Juli 1888. Pada waktu
belajar di Stovia (Sekolah Dokter) ia sering bertukar pikiran dengan pelajar-pelajar
laintentang penderitaan rakyat akibat penjajahan Belanda. Terkesan oleh saran dr.
Wahidin untuk memajukan pendidikan sebagai jalan untuk membebaskan bangsa  dari
penjajahan, pada tanggal 20 Mei 1908 para pelajar STOVIA mendirikan Budi Utomo,
organisasi modern pertama yang lahir di Indonesia. Sutomo diangkat menjadi ketuanya.
Tujuan organisasi itu ialah memajukan pengajaran dan kebudayaan.
Setelah lulus dari Stovia tahun 1911, Sutomo bertugas sebagai dokter, mula-mula
di Semarang, sesudah itu ia dipindahkan ke Tuban. Dari Tuban dipindahkan ke Lubuk
Pakam (Sumatera Timur) dan akhirnya ke Malang. Waktu bertugas di Malang, ia
membasmi wabah pes yang melanda daerah Magetan. Sering berpindah tempat itu
ternyata membawa manfaat. Ia semakin banyak mengetahui kesengsaraan rakyat dan
secara langsung dapat membantu mereka. Sebagai dokter, Sutomo tidak menetapkan
tarif. Adakalanya si pasien dibebaskan dari pembayaran.
Kesempatan memperdalam pengetahuan di negeri Belanda diperoleh dr. Sutomo
pada tahun 1919. Setibanya kembali di tanah air, ia melihat kelemahan yang ada pada
Budi Utomo. Waktu itu sudah banyak berdiri partai politik. Karena itu, diusahakannya
agar Budi Utomo bergerak dibidang politik dan keanggotaannya terbuka buat seluruh
rakyat.
Pada tahun 1924 Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club (ISC) yang
merupakan wadah bagi kaum terpelajar Indonesia. ISC berhasil mendirikan sekolah
tenun, bank kredit, koperasi, dan sebagainya. Pada tahun 1931 ISC berganti nama
menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Di bawah pimpinan Sutomo PBI cepat
berkembang. Sementara itu, tekanan-tekanan dari pemerintah Belanda terhadap
pergerakan nasional semakin keras. Karena itu, pada bulan Desember 1935 Budi Utomo
dan PBI digabungkan menjadi satu dengan nama Partai Indonesia Raya (Parindra).
Sutomo diangkat menjadi ketua. Parindra berjuang untuk mencapai Indonesia merdeka.
Selain bergerak di bidang politik dan kedokteran, dr. Sutomo giat pula di bidang
kewartawanan dan memimpin beberapa buah surat kabar. Ia meninggal dunia di
Surabaya pada tanggal 30 Mei 1938 dan dimakamkan disana. Berdasarkan Surat
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 657 Tahun 1961, tanggal 27 Desember
1961, ia diangkat menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

3. Dr. Cipto Mangunkusumo


Cipto Mangunkusumo dilahirkan di Desa Pecagakan, Jepara. Ia adalah putera
tertua dan Mangunkusumo, seorang priyayi rendahan dalam struktur masyarakat Jawa
yang bekerja sebagai guru. Meskipun demikian, Mangunkusumo
berhasil menyekolahkan anak-anaknya pada jenjang yang tinggi. Ketika
menempuh pendidikan di STOVIA, Cipto dinilai sebagai pribadi yang jujur,
berpikiran tajam, dan rajin. Para guru menjuluki Cipto sebagai “een begaald
leerling” atau murid yang berbakat. Cipto juga dengan tegas memperlihatkan sikapnya.
Ia membuat tulisan-tulisan pedas mengkritik Belanda di harian De locomotive dan
Bataviaasch Nieuwsblad sejak tahun 1907. Setelah lulus dari STOVIA, beliau bekerja
sebagai dokter pemerintah kolonial Belanda yang ditugaskan di Demak. Sikapnya yang
tetap kritis melalui berbagai tulisan membuatnya kehilangan pekerjaan.
Cipto Mangunkusumo menyambut baik kehadiran Budi Utomo sebagai bentuk
kesadaran pribumi akan dirinya. Ia menginginkan Budi Utomo sebagai organisasi politik
yang harus bergerak secara demokratis dan terbuka bagi semua rakyat Indonesia. Hal ini
menimbulkan perbedaan antara dirinya dan pengurus Budi Utomo lainnya. Cipto
Mangunkusumo lalu mengundurkan diri dan membuka praktek dokter di Solo, ia pun
mendirikan R.A. Kartini Klub yang bertujuan memperbaiki nasib rakyat.
Ia kemudian bertemu Douwes Dekker dan bersama Suwardi Suryaningrat mereka
mendirikan Indische Partij pada tahun 1912. Cipto selanjutnya pindah ke Bandung dan
aktif menulis di harian De Express. Menjelang perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda
dan Perancis, Cipto Mangunkusumo dan Suwardi mendirikan Komite Bumiputera
sebagai reaksi atas rencana Belanda merayakannya di Indonesia.
Aksi Komite Bumi Putera mencapai puncaknya pada 19 Juli 1913, ketika harian
De Express menerbitkan artikel Suwardi Suryaningrat yang berjudul “Ais ik Nederlands
Was” (Andaikan Saya Seorang Belanda). Cipto kemudian menulis artikel yang
mendukung Suwardi keesokan harinya. Akibatnya, 30 Juli 1913 Cipto Mangunkusumo
dan Suwardi dipenjara. Melihat kedua rekannya dipenjara, Douwes Dekker menulis
artikel di De Express yang menyatakan bahwa keduanya adalah pahlawan. Pada 18
Agustus 1913, Cipto Mangunkusumo bersama Suwardi Suryaningrat dan Douwes
Dekker dibuang ke Belanda.
Selama di Belanda, kehadiran mereka membawa perubahan besar terhadap
Indische Vereeniging, sebuah organisasi mahasiswa Indonesia di Belanda yang semula
bersifat social menjadi lebih politis. Konsep Hindia bebas dari Belanda dan pembentukan
sebuah negara Hindia yang diperintah rakyatnya sendiri mulai dicanangkan oleh Indische
Vereeniging. Oleh karena alasan kesehatan, pada tahun 1914 Cipto Mangunkusumo
diperbolehkan pulang kembali ke Jawa dan sejak saat itu dia bergabung dengan
Insulinde. Pada 9 Juni 1919 Insulinde mengubah nama menjadi Nationaal-Indische Partij
(NIP).
Pada tahun 1918, Pemerintah Hindia Belanda membentuk Volksraad (Dewan
Rakyat). Cipto Mangunkusumo terpilih sebagai salah satu anggota oleh gubernur
jenderal Hindia Belanda mewakili tokoh yang kritis. Sebagai anggota Volksraad, sikap
Cipto Mangunkusumo tidak berubah. Melihat kenyataan itu, Pemerintah Hindia Belanda
pada tahun 1920 mengusir Cipto Mangunkusumo ke luar Jawa. Cipto kemudian dibuang
lagi ke Bandung dan dikenakan tahanan kota. Selama tinggal di Bandung, Cipto
Mangunkusumo kembali membuka praktek dokter dengan bersepeda ke kampung-
kampung. Di Bandung pula Cipto Mangunkusumo bertemu dengan kaum nasionalis
yang lebih muda, seperti Sukarno yang pada tahun 1923 membentuk Algemeene Studie
Club. Pada tahun 1927 Algemeene Studie Club diubah menjadi Partai Nasional
Indonesia (PNI). Meskipun Cipto tidak menjadi anggota resmi dalam Algemeene Studie
Club dan PNI, Cipto tetap diakui sebagai penyumbang pemikiran bagi generasi muda,
termasuk oleh Sukarno.
Pada tahun 1927, Belanda Menganggap Cipto Mangunkusumo terlibat dalam
upaya sabotase sehingga membuangnya ke Banda Neira. Dalam pembuangan, penyakit
asmanya kambuh. Ketika Cipto Mangunkusumo diminta untuk menandatangani suatu
perjanjian bahwa dia dapat pulang ke Jawa untuk berobat dengan melepaskan hak
politiknya, Cipto secara tegas mengatakan bahwa lebih baik mati di Banda. Cipto
kemudian dipindahkan ke Makasar, lalu ke Sukabumi pada tahun 1940. Udara Sukabumi
yang dingin Ternyata tidak baik bagi kesehatan beliau sehingga dipindahkan lagi ke
Jakarta hingga Dokter Cipto Mangunkusumo wafat pada 8 Maret 1943.
4. Ki HajarDewantara
Ki Hajar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889.Terlahir
dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan
keluargakraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40
tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara.
Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya.
Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik
maupun hatinya.
Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi
kepentingan bangsanya.Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda)
Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai
tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara
lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja
Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya
sangat komunikatif, tajam dan patriotic sehingga mampu membangkitkan semangat
antikolonial bagi pembacanya.
Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia jug aaktif dalam organisasi sosial
dan politik. Pada tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda Boe di Oetomo untuk
mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu
mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. kemudian,
bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo,
ia mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme
Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka.
Mereka berusaha mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status badan
hukum pada pemerintah colonial Belanda. Tetapi pemerintah colonial Belanda melalui
Gubernur Jendral Idenburg berusaha menghalangi kehadiran partai ini dengan menolak
pendaftaran itu pada tanggal 11 Maret 1913. Alasan penolakannya adalah karena
organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalis merakyat dan menggerakan
kesatuan untuk menentang pemerintah colonial Belanda.
Kemudian setelah ditolaknya pendaftaran status badan hukum Indische Partij ia
pun ikut membentuk Komite Bumipoetra pada  November 1913. Komite itu sekaligus
sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa
Belanda. Komite Boemipoetra itu melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang
bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari  penjajahan Prancis
dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut.
 
Sehubungan dengan rencana perayaan itu, ia pun mengkritik lewat tulisan
berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor
Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga).
Tulisan Seandainya Aku Seorang Belanda yang dimuat dalam surat kabar de Expres
milik dr. Douwes Dekker itu antara lain berbunyi:
“Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan
menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah
merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi
juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana
perayaan itu. Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka
dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan  penghinaan lahir dan batin itu!
Kalau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan
sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut
mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun”.

5. Douwes Dekker

Douwes Dekker lebih akrab dipanggil Danudirja Setiabudi adalah  pahlawan


nasional yang banyak berjasa dalam dunia pergerakan nasional. Ia adalah salah seorang
pelopor nasionalisme Indonesia di awal abad ke-20, Aktivis politik, wartawan, penulis
buku serta penggagas nama “Nusantara” sebagai nama untuk Hindia-Belanda yang
merdeka. Setiabudi adalah salah satu dari “Tiga Serangkai” pejuang pergerakan
kemerdekaan Indonesia, selain dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat. 
Douwes Dekker bernama lengkap Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker
dilahirkan pada 8 Oktober 1879 di Pasuruan, Jawa Timur. Beliau anak ketiga dari empat
bersaudara. Orang tuanya adalah Auguste Henri Edouard Douwes Dekker (warga
Belanda) dan Louisa Margaretha  Neumann keturunan campuran dari ayah Jerman dan
ibu Jawa. Masa kecilnya tinggal di Pasuruan dan menempuh pendidikan dasar Nes di
Pasuruan. Sekolah lanjutan pertama-tama diteruskan ke HBS di Surabaya, lalu pindah ke
Gymnasium Willem III, suatu sekolah elit di Batavia. Ketika dibuang ke Eropa
dimanfaatkan Douwes Dekker untuk mengambil  program doktor di Universitas Zürich,
Swiss, dalam bidang ekonomi. Douwes Dekker menikah dengan Clara Charlotte Deije
anak dokter campuran Jerman-Belanda tahun 1903, mempunyai lima anak. Tahun 1919
dan keduanya bercerai. Douwes Dekker menikah lagi dengan Johanna Petronella Mossel
seorang Indo keturunan Yahudi, pada tahun 1927. Johanna adalah guru yang banyak
membantu kegiatan kesekretariatan Ksatrian Instituut, sekolah yang didirikan DD. Dari
perkawinan ini mereka tidak dikaruniai anak. Di saat Douwes Dekker dibuang ke
Suriname tahun 1941 pasangan ini harus berpisah, Johanna kemudian menikah lagi
dengan Djafar Kartodiredjo, juga seorang Indo tanpa perceraian resmi terlebih dahulu
dengan Douwes Dekker. Ketika dalam pelarian di Suriname dan Belanda tahun 1946, ia
dekat Nelly Alberta Geertzema née Kruymel,. Nelly kemudian menemani Douwes
Dekker pulang ke Indonesia. Agar tidak ditangkap intelijen Belanda Douwes Dekker
kemudian menggunakan nama Danoedirdja Setiabuddhi
dan Nelly menggunakan nama Haroemi Wanasita, nama-nama yang diusulkan
oleh Sukarno. Sepeninggal Douwes Dekker, Haroemi menikah dengan Wayne E. Evans
pada tahun 1964 dan sekarang tinggal di Amerika Serikat.
1) Aktivitas, perjuangan dalam dunia pergerakan nasional Setelah lulus sekolah di
Indonesia Douwes Dekker bekerja di perkebunan kopi “Soember Doeren” di
Malang, Jawa Timur. Ia tidak disukai teman-teman kerja dan pihak manajemen
perusahaan karena sering terlibat konflik dengan atasan. Konflik tersebut dipicu
perlakuan sewenang-wenang para atasan terhadap karyawan rendahan. Akibatnya ia
dimutasi di perusahaan perkebunan tebu di Kraksaan. Di tempat kerja barunya ia
juga terlibat konflik dengan atasan karena membela  petani dalam pembagian
irigasi. 
2) Setelah menganggur dan ibunya meninggal, Douwes Dekker berkelana ke Afrika
Selatan tahun 1899. Disini ia ikut dalam Perang Boer Kedua melawan Inggris. Ia
bahkan sempat menjadi warga negara Republik Transvaal. Douwes Dekker
kemudian ditangkap dan dipenjara di kamp Ceylon. Perang Boer 
3) Douwes Dekker dipulangkan ke Hindia Belanda pada tahun 1902, dan  bekerja
sebagai agen di perusahaan pengiriman milik negara.
4) Ia juga berprofesi sebagai wartawan yang kritis. ia menjadi penulis di harian
terkemuka di Semarang De Locomotief. Di sini Ia mulai terjuan dalam dunia
organisasi. Tugas-tugas jurnalistiknya, seperti ke  perkebunan di Lebak dan kasus
kelaparan di Indramayu, membuatnya kritis terhadap kebijakan kolonial. Tulisan-
tulisannya sangat pro kaum Indo dan pribumi terutama ketika ia menjadi staf redaksi
Bataviaasch  Nieuwsblad, 1907. Artikel pedasnya “Het bankroet der ethische
principes in Nederlandsch Oost-Indie” (“Kebangkrutan prinsip etis di Hindia
Belanda”)dimuat surat kabar Belanda Nieuwe Arnhemsche Courant dan koran
Jerman Das Freie Wort. Tujuh bulan kemudian
5) tulisan panas berikutnya muncul di surat kabar yang sama, “Hoe kan Holland het
spoedigst zijn koloniën verliezen?” (“Bagaimana caranya Belanda dapat segera
kehilangan koloni-koloninya?”, versi Jermannya  berjudul “Hollands kolonialer
Untergang”). Kembali kebijakan politik etis dikritiknya. Tulisan-tulisan ini
membuatnya mulai masuk dalam radar intelijen penguasa
6. Douwes Dekker juga mulai terlibat dalam pergerakan nasional. Rumahnya menjadi
tempat berkumpul para perintis gerakan kebangkitan nasional Indonesia, seperti Sutomo
dan Cipto Mangunkusumo. Mereka belajar dan berdiskusi. Budi Utomo (BO), organisasi
yang diklaim sebagai organisasi nasional pertama, lahir atas  bantuannya. Ia bahkan
menghadiri kongres pertama BO di Yogyakarta. Pada tahun 1910 (8 Maret) ia turut
membidani lahirnya Indische Universiteit Vereeniging (IUV), suatu badan penggalang
dana untuk memungkinkan dibangunnya lembaga pendidikan tinggi (universitas) di
Hindia Belanda. Di dalam IUV terdapat orang Belanda, orang-orang Indo, aristokrat
Banten dan perwakilan dari organisasi pendidikan kaum Tionghoa THHK

6. Haji Omar Said Cokroaminoto


Haji Omar Said Cokroaminoto lahir di Ponorogo 6 Agustus 1882, dan meninggal
dunia pada 17 Desember 1934, dan dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta. Dia
dikenal sebagai Ketua Partai Politik Sarekat Islam. Cokro lahir di Ponorogo, Jawa Timur,
anak kedua dari 12 orang bersaudara. Ayahnya, R. M. Cokroamiseno, seorang pegawai
pemerintahan, pamannya, R. M. Cokronegoro, pernah menjabat Bupati Ponorogo.
HajiUmar Said Cokroaminoto dilahirkan didesa Bakur, daerah Madiun pada tanggal, 20
Mei 1883. Tepat pada waktu Gunung Krakatau meletus. Cokroaminoto adalah anak
kedua dari 12 orang bersaudara. Ayahnya, R. M. Cokroamiseno, salah seorang pejabat
pemerintahan pada saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga
menjabat sebagai bupati Ponorogo.
Tamat sekolah rendah ia meneruskan pelajarannya ke OSVIA (Opleidings
School voor Inlandsche Ambtenaren/Lembaga Pendidikan Pegawai Bumiputra)
Magelang tamat pada tahun 1902 dan menjadi juru tulis sampai 1095. Antara tahun 1907
– 1910 bekerja pada Firma Coy & CO di Surabaya, disamping meneruskan pada
Burgelijek Avondschool bagian mesin. Bekerja sebagai masinis pembantu, kemudian
ditempatkan dibagian kimia pada pabrik gula di kota tersebut ( 1911 – 1912 ). Beliau
wafat pada tahun 1934 dan dikebumikan di TMP Pekuncen, Yogyakarta. Hingga kini
beliau dikenal sebagai tokoh dari Sarekat Islam. Selain itu, salah satu kata-kata
mutiaranya yang masyhur adalah: “Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-
pintar siasat”.
Setelah bergulat di sektor swasta, Cokroaminoto giat dalam bidang politik, ia
membuat carier politiknya di Sarekat Islam yang didirikan pada bulan Mei tahun 1912.
Sarekat Islam ialah sebuah persatuan perdagangan di Jawa, Indonesia yang diasaskan
pada tahun 1909 di Jakarta oleh RM Tirtoadisuryo, seorang peniaga dari Kota Surakarta.
Pada asalnya dinamai Sarekat Dagang Islam (SDI), pertubuhan ini bertujuan untuk
membantu peniaga-peniaga kaum bumiputera, khususnya dalam industri batik. Selain itu,
juga untuk menghadapi persaingan daripada pedagang-pedagang Cina.
Pada awal tahun 1912 terjadi sebuah kerusuhan anti-Cina, dan penguasa ketika
itu mengharamkan SDI. Oleh itu, pada bulan September dalam tahun tersebut, SDI
menggantikan namanya menjadi Sarekat Islam, dan melantik Umar Said Cokroaminoto
sebagai ketua. Pada bulan Mei 1912.
Kongres Sarekat Islam yang pertama diadakan pada bulan Januari 1913. Dalam
kongres ini, Cokroaminoto menegaskan bahawa Sarekat Islam bukannya sebuah parti
politik, tetapi bertujuan untuk:
• meningkatkan perdagangan di kalangan bangsa Indonesia;
• membantu anggotanya yang mengalami kesulitan ekonomi; dan
• mengembangkan kehidupan keagamaan dalam masyarakat Indonesia.
Kongres Sarekat Islam yang kedua diadakan pada bulan Oktober 1917, diikuti oleh
Kongres ketiga antara 29 September hingga 6 Oktober 1918 di Surabaya. Dalam kongres
ketiga ini, Cokroaminoto menyatakan bahawa jika Belanda tidak melakukan reformasi
sosial secara besar-besaran, maka Sarekat Islam pada dirinya akan melakukannya di luar
parlemen.
Dalam kongres selama 1913–1916 tampaklah kemana S.I dibawa Cokroaminoto,
dalam kongres Surabaya 1913 ia dipilih sebagai ketua Pedoman Besar, meskipun pada
waktu itu belum ada organisasi pusatnya. Dalam kongres Bandung dinyatakan, bahwa
untuk mencapai kemerdekaan ditempuh jalan revolusi, sementara kemudian dalam
Kongres Batavia keluar dengan keputusan yang lebih tegas, jalan parlemen atau
revolusioner. Sifat nasional-islam-revolusioner itu, lebih jelas lagi tampak, waktu Central
Sarikat Islam 1916 menyatakan akan berjuang melawan kapitalisme, sebagai yang pada
program perjuangan kongres nasional 1817.
Dengan adanya Volksraad, terbentuk politik Comite guna penyusunan calon-
calon. Cokroaminoto menjadi anggota angkatan pemerintah, sementara Abdul Muis
dipilih. Dalam Kongres Yogyakarta tahun 1921, terang-terangan S.I pecah dua, pihak
Cokroaminoto dengan semi-nasional dan sosialis dan pihak Semaun , 100% revolusioner,
yang sejak beberapa waktu beberapa waktu dengan cara celvorming memasuki S.I.
Dengan diadakannya kongres Al Islam Hindia pada tahun 1924, S.I
direorganisasi dan menjadi Partai Serikat Islam Indonesia ( PSII ). Sebagai pemimpin
lebih kuat H.A Salim tampil kemuka dari Cokroaminoto. Dalam tahun 1926 ia dan
K.H.M Mansur diutus oleh kongres Al-Islam V ke kongres Alam Islami di Mekkah, Pada
waktu inilah ia menunaikan rukun yang kelima. Pada tahun 1933 timbul perpecahan yang
kedua, Dr Sukiman dan Suryopranoto dirojeer dan mendirikan Partai Islam Indonesia
( PARII ). Kemudian disusul pula dengan perpecahan dengan kartosuwiryo dan akhirnya
dengan H.A Salim yang mendirikan Penyadar pada tanggal, 17 Desember 1934.
Haji Umar Said Cokroaminoto bukan hanya aktifis politik, melainkan juga
pemikir. Pemimpin Sarekat Islam (SI) ini menulis buku Islam dan Sosialisme (1925),
juga Tarich Islam (1931). Ia pun sering menyampaikan ceramah.
Cokroaminoto bahkan layak disebut sebagai guru bangsa, sejenis hulu sungai bagi
kepemimpinan politik di Indonesia. Orang mencatat bahwa Sukarno dari kalangan
nasionalis yang mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI), Semaun dari kalangan
sosialis yang mendirikan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Kartosuwiryo dari
kalangan Islam yang mendirikan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Bung
Karno bahkan pernah jadi menantunya pula. Karena perannya begitu penting, dulu
Cokroaminoto konon sering diledek oleh lawan-lawan politiknya sebagai “De
Ongekroonde koning van Indie” (Raja Hindia tanpa Mahkota) atau “De aanstaande
koning der Javanen” (Raja Jawa masa depan).
Buku Islam dan Sosialisme, merupakan salah satu buku penting karya
cendekiawan Indonesia dari paro pertama abad ke-20. Cokroaminoto menulis buku ini
dalam bahasa Indonesia pada 1924, kira-kira empat tahun sebelum Sumpah Pemuda
antara lain menyerukan pemakaian bahasa Indonesia. Sempat pula buku ini dicetak
ulang, antara lain pada 1950 dan 1962. Dalam buku ini, Cokroaminoto menggali “anasir-
anasir sosialisme” dari khazanah Islam, baik dari sumber teologisnya maupun dari
pengalaman historisnya. Pada dasarnya ia menekankan bahwa sosialisme sudah
terkandung dalam hakikat ajaran Islam, dan sosialisme yang ideal harus diarahkan oleh
keyakinan agama (Islam). Itulah yang dia sebut “Sosialisme cara Islam” dan yang ia
yakini cocok untuk Indonesia.
Cokroaminoto memeriksa konsep sosialisme dari khazanah pemikiran Eropa, tak
terkecuali dari Karl Marx, hingga bentuk-bentuk tatanan sosial politik yang bertolak
darinya. Setelah mengajukan kritik atas gagasan pemikir Eropa, ia membandingkan
temuannya dengan pemikirannya sendiri mengenai dasar-dasar sosialisme dalam Islam,
dengan memetik sejumlah ayat Alquran, juga mengutip hadis. Ia antara lain berpijak
pada Surat Al-Baqarah ayat 213: Perikemanusiaan itu adalah satu kesatuan. Tinjauan
historisnya, mengarah ke tatanan pemerintahan Nabi Muhammad SAW, yang dilanjutkan
oleh para khalifah, teristimewa Khalifah Umar. Ia tunjukkan bahwa pemerintahan Islam
— yang dipandang bersifat sosialistis — berpijak pada nilai-nilai kedermawanan,
persaudaraan, kemerdekaan, dan persamaan.
Nama Bung Karno yang dikenal sebagai Putra Sang Fajar tidak bisa dilepaskan
dari tokoh – tokoh Pergerakan Islam yang Istiqomah berjuang demi cita – cita besar
Kemerdekaan Indonesia, pemuda Soekarno pernah mondok di rumah tokoh Haji Oemar
Said Cokroaminoto, tokoh terkemuka Sjarikat Islam, selain belajar filsafat dan pemikiran
Islam pemuda soekarno juga belajar tentang pergerakan kepada orang yang tepat, bung
karno sangat menikmati ceramah dan orasi cokroaminoto yang penuh energi perjuangan
meski berada dalam pengawasan pihak belanda, gaya orasi sang guru turut membentuk
gaya kepemimpinan bung karno dengan ciri khas pidato – pidatonya yang lantang dan
berapi – api, Islamisme Cokroaminoto yang dijuluki oleh belanda sebagai “raja jawa
tanpa mahkota” sedikit banyak terserap oleh pemuda soekarno, meski bung karno
akhirnya memilih jalannya sendiri dengan hijrah ke Bandung dan kemudian mendirikan
Partai Nasionalis Indonesia.
Tatkala berada dalam pengasingan belanda bung karno senantiasa
berkorespondesi dengan Kyai Haji Mas Mansur, tokoh pergerakan dan ulama
berpengaruh asal Surabaya yang dekat dengan kalangan NU, kelak KH Mas Mansur
dipercaya menjadi Pengurus Besar Pesyarikatan Muhammadiyah dan pada masa
pendudukan jepang mendirikan Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) dan terlibat dalam
perjuangan bersama Bung Karno dalam Empat Serangkai.
Dengan Mas Mansur Bung Karno sering bertukar pikiran tentang Dinamika Islam
dan langkah – langkah untuk me-mudakan pengertian Islam, beliau mengutarakan
ketidaksetujuannya dengan sikap taklid bahkan secara tegas mengkritisi tentang “hijab”
atau pembatas antara jamaah pria dan jamaah wanita, dan banyak kegelisahan –
kegelisahan bung karno tentang permasalahan keislaman yang kesemuanya itu
menunjukkan semangat dan harapan seorang soekarno agar Syiar Islam tidak jalan
ditempat.
Sebagai salah satu pelopor pergerakan nasional, Cokroaminoto mempunyai tiga
orang pengikut yang kemudian mewarnai politik Indonesia. Mereka adalah Sukarno (ahli
nasionalisme), Semaoen (ahli sosialisme), dan Kartosuwiryo (ahli agama). Di kemudian
hari, ketiganya saling berseberangan. Semaoen dengan Alimin dan Muso terlibat
pemberontakan PKI di Madiun 1947. Sedangkan Kartosuwiryo dikenal sebagai
dedengkot Darul Islam (DI)/TII dan memproklamasikan Negara Islam Indonesia pada 7
Agustus 1948.
C. RANGKUMAN
Pahit getirnya perjuangan bangsa Indonesia jauh sebelum 1908 mencatat begitu banyak
kenangan berharga dan begitu banyak kenangan yang mengharukan, semua ini
membangkitkan kebanggaan pada kita semua selaku generasi penerus dan tempat kita
bercermin, tentang apa yang akan kita perbuat pada masa yang akan datang.Dalam kaitan
itulah kita perlu merenungkan kembali makna hari Kebangkitan Nasional. Awal kebangkitan
Nasional bukanlah terjadi dengan sendirinya tetapi berawal dari rasa keprihatinan terhadap
kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan, ini disebabkan dari politik kolonial Belanda
pada waktu itu, mereka banyak mengambil keuntungan dari bumi pertiwi ini, Belanda
menelantarkan pendidikan Bangsa Indonesia, rakyat dibiarkan bodoh, melarat dan
menderita.Awal kebangkitan Nasional disebabkan beberapa faktor, baik dari dalam negeri
maupun luar Negeri, antara lain faktor dalam negeri :
1. Makin banyaknya/makin tingginya kesadaran ingin bersatu.
2. Makin mengingkatnya semangat bangsa Indonesia ingin merdeka.
3. Makin banyaknya orang pintar dan terpelajar di Indonesia.
Faktor yang datang dari luar negeri adalah kemenangan Jepang atas Rusia tahun 1905,
adalah salah satu pendorong yang menimbulkan semangat bahwa bangsa kulit kuning,
bangsa Asia dapat mengalahkan bangsa kulit putih (Eropa).
Pada tanggal 20 Mei 1908 , atas prakarsa Dr.Wahidin S dan para Pemuda Stovia, seperti
Sutomo, Gunawan, Suradji dan Suwardi Suryaningrat mengadakan rapat pertama di Jakarta,
dan berhasil mendirikan perkumpulan yang diberi nama Budi Utomo yang berarti Kebaikan
yang diutamakan.
Organisasi Budi utomo adalah sebuah organisasi politik yang modern yang pertama
didirikan di Indonesia yang memuliki suatu tujuan yang sangat hebat dan memiliki pengaruh
yang amat dahsyat bagi berdirinya negara indonesia terutama bagi kebangkitan nasional
Indonesia yang telah lama terpurukdalam ketidakberdayaanya akibat dijajah dan ditindas
oleh negara Jepang maupun Belanda. Organisasi Budi Utomo juga sangat membela
kepentingan rakyat dan berjuang demi mendapatkan keadilan bagi masyarakat indonesia. 
Disinilah titik awal berdirinya perkumpulan-perkumpulan yang menjurus kepada sifat
Nasionalisme dan Patriotisme, karena setelah berdirinya Boedi Oetomo maka
bermunculanlah perkumpulan-perkumpulan dan pergerakan yang bersifat luas antara lain,
Serikat Dagang Islam tahun 1909, Indische Party tahun 1913. Muhammadiyah tahun 1912,
Nahdatul Ulama tahun 1926, dan berdiri perkumpula pemuda diluar Jawa pada tahun 1918
dan menamakan diri Young Java,Young Sumatra,Young Ambon,Young Pasundan,Young
Batak,Pemuda Betawa dll.
Para pemuda inilah yang mengadakan kongres pemuda pertama tahun 1926 yang
menghasilkan perlunya mencanangkan suatu organisasi pemuda tingkat Nasional.
Dan atas usul perhimpunan pelajar-pelajar Indonesia (PPPI) sebagai organisasi
kemahasiswaan pertama pada tanggal 26-28 Oktober 1928 diadakan kongres pemuda ke dua.
Setelah mereka mengadakan pembahasan, mereka sampai pada satu kesimpulan, bahwa
jika bangsa Indonesia ingin merdeka, bangsa Indonesia harus bersatu. Untuk itu mereka
bersumpah yang terkenal dengan nama SUMPAH PEMUDA yang diikrarkan pada akhir
kongres yaitu pada tanggal 28 Oktober 1928 yang berbunyi : ” Kami putra dan putri
Indonesia mengaku:
 Bertanah air satu tanah Indonesia
 Berbangsa satu bangsa Indonesia
 Berbahasa satu bahasa Indonesia
Dan ternyata sumpah pemuda itu mendapat sambutan yang sangat positip dari segenap
lapisan masyarakat, terutama dari golongan intelektual. Sebagai pengaruh dari sumpah
pemuda itulah yang menimbulkan motifasi semangat untuk merdeka dan lepas dari belenggu
penjajahan Belanda.
Sejak itu pulalah timbul tokoh-tokoh pemuda antara lain, Mr.Moh.Yamin, Drs.
Moh.Hatta, Sutan Syahrir, Ir Soekarno, Ali Sostroamidjojo, Mr.Sjarifuddin, Nasir Datuk
Pamuntjak , Moh.Natsir, Mr.Moh.Room dll. Kolonial Belanda mulai menangkapi pemimpin-
pemimpin organisasi kepemudaan itu yang dinilai vocal antara lain. Ir.Soekarno.
Drs.Moh.Hatta, Sutan Syahrir, Dr.Tjipto Mangunkusumo, Ki Hadjar Dewantoro dan banyak
lagi pemimpin organisasi yang ditangkapi, dibuang dan diasingkasn dari rakyatnya. Akan
tetapi semangat untuk merdeka tidak pernah padam dan malah bertambah subur berkat
sumpah pemuda itu.
Pada gilirannya kelak mereka-mereka inilah yang memberi nafas, jiwa dan semangat
untuk mencetuskan proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 tampak mewarnai kehidupan
sosial, badaya, politik dan bahkan ekonomi bangsa Indonesia. Sehingga pada periode
reformasi sekarang ini diharapkan nafas, jiwa dan semangat para pendahulu kita itu juga
turut memberi corak pada tata kehidupan kita sebagai bangsa yang berdaulat. Yang kita
hadapi sekarang bukan lagi kolonial Belanda, ataupun Jepang tetapi tantangan kelanjutan
dari pembangunan Nasional menuju masyarakat adil dan sejahtera yang memerlukan watak
Nasionalisme dan patriotisme juga guna memperkuat keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Serta mampu menciptakan bangsa Indonesia yang benar – benar bangkit dari
keterpurukan moral, ekonomi, sosial serta budaya pada saat sekarang ini.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Seakan-akan, nasionalisme menjadi harga mati. Jika tidak nasionalis, maka pasti akan
diidentikkan dengan konotasi yang buruk. Padahal kita perlu menelusuri, dalam tataran
prakteknya, seringkali orang-orang yang mempropagandakan nasionalisme itu kurang atau
tidak nasionalis. Sebagai contoh : berperilaku hedonis dan ke-barat-baratan, menjual aset-
aset sumber daya alam khususnya sumber energi dan pangan yang strategis kepada pihak
asing namun justru sibuk-sibuk mencari sumber daya alternatif ketika sumber daya alam
tersebut sudah dirampok. Lagipula, sistem nasionalisme dan nation-state dianggap dunia
Barat sudah tidak terlalu relevan lagi terbukti dengan adanya Uni Eropa yang berbentuk
region-state.
Pahit getirnya perjuangan bangsa Indonesia jauh sebelum 1908 mencatat begitu banyak
kenangan berharga dan begitu banyak kenangan yang mengharukan, semua ini
membangkitkan kebanggaan pada kita semua selaku generasi penerus dan tempat kita
bercermin, tentang apa yang akan kita perbuat pada masa yang akan datang.

B. Saran
Dari pembahasan mengenai kebangkitan nasional dan kesadaran kebangsaan Indonesia,
kita semua selaku generasi penerus, hal ini dapat membuat kita bercermin tentang apa yang
akan kita perbuat pada masa yang akan datang.
Sebaiknya kita semua meningkatkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air Indonesia
demi kemajuan bangsa, cintai produk Indonesia, dan menjadi pelajar berprestasi.
REFERENSI

Marwati Djoened Poesponegoro, dkk. 1984. Sejarah Nasional Indonesia, Jilid 


VI. Balai Pustaka. Jakarta.
Suhartono. 1994. Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai 
Proklamasi 1908 – 1945. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Matroji, 2000, IPS Sejarah untuk SLTP kelas 2, Jakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai