Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PKn

“PERAN PENTING KEBANGKITAN NASIONAL


DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA”

Disusun oleh :
Kelompok III

1. ANISA F. CHOIRI (KETUA)


2. AIRA
3. AMAT WALLY
4. ARDAL WALLY
5. SUWENDI TUHUTERU
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur kami panjatkan kehadlirat Alloh SWT atas segala rahmat, taufiq, hidayah serta
inayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah berjudul “ PERAN PENTING
KEBANGKITAN NASIONAL DALAM PERJUANAGN KEMERDEKAAN INDONESIA ”
ini dengan baik.

Kegiatan penyusun makalah tentang pelanggaran dan pengingkaran kewajiban warga


negara ini, diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi siswa-siswi di
sekolah
Kami menyadari bahwa penyusunan tugas ini jauh dari kesempurnaan, Oleh karena itu
dengan segala kerendahan hati, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca semuanya.

Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat, diridhoi oleh Allah SWT dan dapat menemani
kami untuk meraih prestasi.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Ambon, 07 Maret 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................


KATA PENGANTAR .....................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................
C. Tujuan Penulisan ................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Kebangkitan Nasional Indonesia..........................................................
B. Tokoh Kebangkitan Nasional Indonesia...............................................
1. Wahidin Sudirohusodo...................................................................
2. Dr. Sutomo......................................................................................
3. Dr. Cipto Mangunkusumo..............................................................
4. Ki Hajar Dewantara........................................................................
C. Rangkuman...........................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..........................................................................................
B. Saran ....................................................................................................
REFERENSI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebangkitan Nasional adalah Masa dimana Bangkitnya Rasa dan Semangat Persatuan, Kesatuan,
dan Nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia yang
sebelumnya tidak pernah muncul selama penjajahan Belanda dan Jepang. Dalam masa ini muncul
sekelompok masyarakat indonesia yang menginginkan adanya perubahan dari masyarakat indonesia
yang selama ini dijajah dan ditindas oleh bangsa lain. Kebagkitan nasional Indonesia ditandai dengan
berdirinya organisasi Budi Utomo. Sedangkan kebangkitan pemuda Indonesia ditandai dengan adanya
peristiwa Sumpah Pemuda. Kedua peristiwa itu merupakan bagian dari peristiwa yang menjadi
tonggak sejarah kemerdekaan negara Indonesia. Beberapa faktor yang mendorong kebangkitan
indonesia yaitu diantaranya:
1. Semakin banyaknya/makin tingginya kesadaran ingin bersatu.
2. Semakin mengingkatnya semangat bangsa Indonesia ingin merdeka.
3. .Semakin banyaknya orang pintar dan terpelajar di Indonesia.
Dan Faktor yang datang dari luar negeri adalah kemenangan Jepang atas Rusia tahun 1905, adalah
salah satu pendorong yang menimbulkan semangat bahwa bangsa kulit kuning, bangsa Asia dapat
mengalahkan bangsa kulit putih (Eropa). setelah berdirinya Budi Utomo maka bermunculanlah
perkumpulan-perkumpulan dan pergerakan yang bersifat luas antara lain, Serikat Dagang Islam tahun
1909, Indische Party tahun 1913. Muhammadiyah tahun 1912, Nahdatul Ulama tahun 1926, dan
berdiri perkumpulan pemuda diluar Jawa pada tahun 1918 dan menamakan diri Young Java,Young
Sumatra,Young Ambon,Young Pasundan,Young Batak,Pemuda Betawa dll. Para pemuda inilah yang
mengadakan kongres pemuda pertama tahun 1926 yang menghasilkan perlunya mencanangkan suatu
organisasi pemuda tingkat Nasional. Dan atas usul perhimpunan pelajar-pelajar Indonesia (PPPI)
sebagai organisasi kemahasiswaan pertama pada tanggal 26-28 Oktober 1928 diadakan kongres
pemuda ke dua. Setelah mereka mengadakan pembahasan, mereka sampai pada satu kesimpulan,
bahwa jika bangsa Indonesia ingin merdeka, bangsa Indonesia harus bersatu. Untuk itu mereka
bersumpah yang terkenal dengan nama SUMPAH PEMUDA yang diikrarkan pada akhir kongres yaitu
pada tanggal 28 Oktober 1928. 
Kedua peristiwa ini memang sangat mempengaruhi kebangkitan nasional di indonesia sehingga
sangat bagus jika kita mengetahui latar belakang kejadian ini dan lebih memahami lagi makna dari
kebangkitan nasional itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai masalah :
1. Peran dalam kebangkitan nasional “ Budi Utomo ’’
2. Peran dalam kebangkitan nasional “ Sumpah Pemuda”

C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dengan terselesaikanya makalah ini adalah agar kita mampu
memahami makna Kebangkitan Nasional dan mampu memberikan tanggapan – tanggapan positif
mengenai kebangkitan nasional iti sendiri. Selain itu diharapkan kita juga mampu memahami makna
dari Sumpah Pemuda dan dapat menggunakan pengetahuan yang didapat dari pembuatan makalah ini
menjadi hal positif bagi kebangkitan pemuda Indonesia di masa yang akan datang.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kebangkitan Nasional Indonesia


Budi Utomo adalah sebuah organisasi pemuda yang berdirinya dipelopori oleh Dr. Suetomo dan
didirikan pada tanggal 20 Mei 1908. Berdirinya Budi Utomo menjadi awal gerakan yang bertujuan
mencapai kemerdekaan Indonesia walaupun pada saat itu organisasi ini awalnya hanya ditujukan bagi
golongan berpendidikan di daerah jawa. Meskipun sebagai sebuah organisasi yang menjadi tonggak
awal kebangkitan nasional Indonesia tentunya Budi Utomo memiliki sebuah sejarah yang sangat
sederhana dan alamiah. Bahkan pendeklarasian berdirinya Budi Utomo sangat jauh dari kesan
kemewahan. Budi Utomo lahir dari pertemuan-pertemuan dan diskusi yang sering dilakukan di
perpustakaan School Tot Opleiding van Inlandsche Artsen ( STOVIA ) oleh beberapa mahasiswa,
antara lain Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, Goembrek, Saleh, dan Soeleman. Mereka
memikirkan nasib bangsa yang sangat buruk dan selalu dianggap bodoh dan tidak bermartabat oleh
bangsa lain (Belanda), serta bagaimana cara memperbaiki para pejabat pangreh praja (sekarang
pamong praja) kebanyakan hanya memikirkan kepentingan sendiri dan jabatan. Dalam praktik mereka
pun tampak menindas rakyat dan bangsa sendiri, misalnya dengan menarik pajak sebanyak-banyaknya
untuk menyenangkan hati atasan dan para penguasa Belanda dan merupakan bagian tak terpisahkan
dari penetrasi sistem kolonialisme Barat yang berbasis pada merkantilisme. 
Budi Utomo mengalami fase perkembangan penting saat kepemimpinan Pangeran Noto Dirodjo.
Saat itu, Douwes Dekker, seorang Indo-Belanda yang sangat properjuangan bangsa Indonesia, dengan
terus terang mewujudkan kata “politik” ke dalam tindakan yang nyata. Berkat pengaruhnyalah
pengertian mengenai “tanah air Indonesia” makin lama makin bisa diterima dan masuk ke dalam
pemahaman orang Jawa. Maka muncullah Indische Partij yang sudah lama dipersiapkan oleh Douwes
Dekker melalui aksi persnya.
Ketika Pemerintah Hindia Belanda hendak merayakan ulang tahun kemerdekaan negerinya,
dengan menggunakan uang orang Indonesia sebagai bantuan kepada pemerintah yang dipungut
melalui penjabat pangreh praja pribumi, misalnya, rakyat menjadi sangat marah.
Kemarahan itu mendorong Soewardi Suryaningrat (yang kemudian bernama Ki Hadjar Dewantara)
untuk menulis sebuah artikel “Als ik Nederlander was” (Seandainya Saya Seorang Belanda), yang
dimaksudkan sebagai suatu sindiran yang sangat pedas terhadap pihak Belanda.
Kelahiran Boedi Oetomo telah menjadi tonggak yang menumbuhkan semangat perjuangan,
sekaligus menjadi inspirasi bagi berdirinya berbagai organisasi di seluruh pelosok tanah air, baik yang
bersifat kedaerahan, politik, serikat pekerja, keagamaan, kewanitaan, maupun kepemu-daan. Pada
gelombang berikutnya, muncul sejumlah organisasi seperti Sarekat islam, dan berbagai organisasi
lainnya. Hal ini mewarnai awal kebangkitan nasional, dan mencapai puncaknya pada tahun 1928,
dengan bersatunya berbagai kelompok organisasi—khususnya organisasi kepemudaan—untuk
mewujudkan suatu gerakan kebang-saan yang sejati, melalui Sumpah Pemuda : satu tanah air, satu
bangsa, dan satu bahasa – Indonesia!
Gerakan kaum muda tahun 1908 dan tahun 1928, menandai tonggak-tonggak awal gerakan
kebangkitan nasional Indonesia. Sejak itu, nasionalisme Indonesia terus berkembang, terus menjalar,
dan terus berkobar di seluruh penjuru tanah air
Setiap bulan Mei bagi bangsa Indonesia mempunyai arti sejarah tersendiri, selain tanggal 2 Mei
kita peringati Hari Pendidikan Nasional ada moment istimewa pada bulan Mei yaitu Hari Kebangkitan
Nasional yang diperingati setiap tanggal 20 Mei. 
Dimulai tanggal 20 Mei 1908 sebagai tonggak bangkitnya nasionalisme Indonesia untuk melawan
penjajahan di Hindia Belanda pada masa itu.  Dalam perkembangannya ada 5 (lima) tahapan
nasionalisme di Indonesia yakni masa perintis (sebelum tahun 1908), masa penegas (tahun 1928),
masa pencoba (tahun 1938), masa pendobrak (1945) dan masa pelaksana (1945 sampai dengan
sekarang).
Kebangkitan Nasional ditandai dengan lahirnya Organisasi Budi Utomo 20  Mei 1908 oleh Dr.
Wahidin Soedirohoesodo dan Dr. Soetomo, organisasi sosial intelektual ini menyatukan semangat
persatuan dan kesatuan bangsa untuk mewujudkan kemerdekaan  bangsa Indonesia. Cita-cita ingin
merdeka akhirnya terwujud pada tanggal 17 Agustus 1945. Hal ini menjadi bukti bahwa kemerdekaan
suatu bangsa diwujudkan dengan persatuan dan kesatuan bangsa itu sendiri. 
Kebangkitan Nasional adalah bagaimana menerapkan dalam mengisi kemerdekaan dengan
pembangunan disegala bidang termasuk pembangunan kesejahteraan sosial. Kebangkitan Nasional
adalah untuk mengenang kembali bagaimana semangat perjuangan bangsa Indonesia tempo doeloe
untuk mengisi kemerdekaan dengan berbagai kegiatan pembangunan.
Hari Kebangkitan Nasional tahun 2017 ini mengambil thema “Pemerataan Pembangunan Indonesia
Yang Berkeadilan Sebagai Wujud Kebangkitan Nasional” .
Makna dari thema tersebut berfokus pada perwujudan pemerataan pembangunan menuju Indonesia
yang berkeadilan dari Sabang sampai Merauke. Pemerintah sekarang ini sedang berusaha mewujudkan
cita-cita tersebut, dengan Agenda Prioritas Pembangunan yang disebut Nawacita. 
Sesuai dengan 9 (sembilan) Agenda Prioritas Pembangunan (Nawacita). Pembangunan
Kesejahteraan Sosial menggunakan 4 (empat) dari 9 (sembilan) Agenda Prioritas Pembangunan
tersebut. 
1. Nawacita No. 3 “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan
desa dalam kerangka Negara Kesatuan.
2. Nawacita No. 5  Meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia
3. Nawacita No.8 Melahirkan revolusi karakter bangsa.
4. Nawacita No. 9 Memperteguh Kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
Dengan semangat kebangkitan nasional seiring dengan perjalanan bangsa Indonesia yang sekarang
dapat merasakan nikmat kemerdekaan, para pendiri bangsa sudah memikirkan cita-cita bangsa
Indonesia dengan menciptakan suatu keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia yang diwujudkan dalam
konsep negara kesejahteraan. Hal inilah apabila kita perhatikan dalam perkembangan Usaha
Kesejahteraan Sosial di Indonesia adalah mewujudkan cita-citanya yang tercantum dalam pembukaan
UUD 1945, yaitu sebagai negera kesejahteraan. Tahapan ini dimulai dari memandang bagaimana nilai-
nilai tradisional yang diambil dari bangsa Indonesia dalam mendukung upaya perwujudan negara
kesejahteraan.
Pada tahun 1960-an, usaha-usaha kesejahteraan sosial dituangkan dalam Pembangunan Nasional
Semesta Berencana. Mulai tahun ini dilaksanakan usaha-usaha kemasyarakatan suku-suku terasing
ditujukan kepada peningkatan kehidupan suku-suku dipedalaman yang taraf perkembangan sosial
budayanya jauh tertinggal dari perkembangan masyarakat Indonesia umumnya. Usaha pelayanan
terhadap mereka antara lain berupa pemukiman menetap, penyedia sarana-sarana pembinaan, dan
penyuluhan serta bimbingan sosial.
Untuk perkembangan kesejahteraan sosial dalam 5 (lima) tahun  kedepan dari 2015 - 2019, sasaran
srategisnya adalah :
Berkontribusi menurunkan jumlah Fakir Miskin, kelompok rentan dan Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) lainnya sebesar 1 (satu) persen dari target rasional pada tahun 2019
melalui ;
1. Meningkatnya kemampuan keluarga miskin dan rentan serta PMKS lainnya dalam  memenuhi
kebutuhan dasar.
2. Meningkatnya kemampuan penduduk miskin dan rentan, anak, penyandang disabilitas, lanjut usia
dan kelompok marjinal lainnya dalam pemenuhan hak dasar dan inklusivitas.
3. Pengembangan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) kesejahteraan sosial dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
4. Meningkatnya kapasitas SDM kesejahteraan sosial dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
5. Meningkatnya kualitas pendamping dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
6. Meningkatnya kapasitas kelembagaan kesejahteraan sosial dalam penyelenggaraan kesejahteraan
sosial.
Kebangkitan Nasional untuk membangkitkan semangat pembangunan termasuk juga pembangunan
kesejahteraan sosial, membangkitkan semangat memperjuangkan kesejahteraan sosial bagi kelompok
PMKS.  Dan salah satu hal yang bisa menumbuhkan rasa kebangsaan adalah kebangkitan nasional,
bangkit dari keterpurukan, bangkit dari ketertinggalan, bangkit dari ketidakadilan, bangkit dari
kemiskinan dan kebodohan.
Kesimpulan diatas dilihat dari perspektif penyelenggaraan kesejahteraan sosial diprioritaskan
kepada mereka yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria
masalah sosial seperti; kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan
penyimpangan perilaku,  korban bencana dan atau korban tindak kekerasan dan diskriminasi.

B. Tokoh Kebangkitan Nasional dalam Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia


1. Wahidin Sudirohusodo
Wahidin Sudirohusodo adalah seorang tokoh pencetus ide lahirnya Budi Utomo 1908. Beliau
lahir pada tanggal 7 Januari 1852 di Mlati, Sleman, Yogyakarta dan wafat pada tanggal 26 Mei 1917
dan dimakamkan di Mlati, Sleman, Yogyakarta. Semasa hidupnya, tahun 1895 bersama rekan-
rekannya mendirikan Surat Kabar dua bahasa (Jawa dan Melayu) Retno Dumilah di Yogyakarta. Pada
tahun 1906 sampai sdengna 1907 giat melaksanakan perjalanan mengumpulkan Studiefonds (Dana
Pendidikan) bagi penduduk pribumi. Setelah bertemu dengan Sutomo berpadulah gagasan mereka
yang teraktualisasi dengan berdirinya organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Organisasi ini
akhirnya menjadi pioner terhadap bangkitnya kesadaran nasional sehingga setiap tanggal 20 Mei
diperingati sebagai hari kebangkitan nasional hingga sekarang.Wahidin Sudirohusodo beristri seorang
wanita Betawi yang bernama Anna. Dari perkawinannya lahirlah dua orang anak. Salah satunya
bernama Abdullah Subroto yang kemudian menurunkan Sujono Abdullah dan Basuki Abdullah
(keduanya pelukis).
Sebagai akibat politik etis yang didalamnya terkandung usaha memajukan pengajaran maka
pada dekade pertama abad XX bagi anak-anak Indonesia masih mengalami hambatan kekurangan dana
belajar. Keadaan yang demikian menimbulkan keprihatinan dr. Wahidin Sudirohusodo untuk dapat
menghimpun dana itu maka pada tahun 1906-1907 melakukan propraganda keliling Jawa. Perjalanan
keliling Jawa ini dilakukan dalam rangka menganjurkan perlunya perluasan pengajaran sebagai salah
satu langkah untuk memajukan kehidupan rakyat. Anjurannya itu dapat terealisasi tidak hanya
bergantung kepada pemerintah Hindia Belanda, tetapi juga dapat terealisasinjika bangsa Indonesia juga
mau berusaha sendiri dengan cara membentuk studiefonds atau dana pelajar yang hasilnya akan
digunakan untuk membantu para pelajar yang pandai tetapi kurang mampu untuk dalam hal biaya.
Dalam tperjalanan kelilingnya itu akhirnya pada tahun 1907 sampai di Jakarta dan bertemu dengan
para pelajar Stovia (Sekolah Dokter Pribumi). Disitulah Wahidin bertemu dengan pemuda Sutomo dan
berbincang-bincang tentang nasib rakyat yang masih kurang mendapat perhatian di bidang pendidikan.
Sejak itu rupanya tumbuh pemikiran dalam diri Sutomo untuk melanjutkan cita-cita Wahidin
Sudirohusodo. Dari sinilah muncul gagasan untuk mendirikan suatu organisasi.
Dr Wahidin Sudirohusodo adalah salah satu pelopor pergerakan nasional, pendiri
organisasi Boedi Utomo dan tokoh yang memberi inspirasi terhadap perjuangan kemerdekaan
Indonesia. Gagasan penting yang mewarnai perjuangan pergerakan nasional adalah memprakarsai
organisasi yang bertujuan memajukan pendidikan dan meninggikan martabat bangsa. Diantara itu, dia
juga mengemukakan gagasan tentang strategi perjuangan kemerdekaan yaitu dengan mencerdaskan
kehidupan masyarakat melalui pendidikan, mengabdikan pengetahuannya sebagai dokter yang
memberikan layanan kesehatan secara gratis kepada masyarakat dan memperluas pendidikan dan
pengajaran dan memupuk kesadaran kebangsaan.

2. Dr. Sutomo
Dokter Sutomo yang semula bernama Subroto kemudian berganti nama menjadi Sutomo lahir
di desa Ngepeh, Jawa Timur, pada tangggal 30 Juli 1888. Pada waktu belajar di Stovia (Sekolah
Dokter) ia sering bertukar pikiran dengan pelajar-pelajar laintentang penderitaan rakyat akibat
penjajahan Belanda. Terkesan oleh saran dr. Wahidin untuk memajukan pendidikan sebagai jalan
untuk membebaskan bangsa  dari penjajahan, pada tanggal 20 Mei 1908 para pelajar STOVIA
mendirikan Budi Utomo, organisasi modern pertama yang lahir di Indonesia. Sutomo diangkat menjadi
ketuanya. Tujuan organisasi itu ialah memajukan pengajaran dan kebudayaan.
Setelah lulus dari Stovia tahun 1911, Sutomo bertugas sebagai dokter, mula-mula di Semarang,
sesudah itu ia dipindahkan ke Tuban. Dari Tuban dipindahkan ke Lubuk Pakam (Sumatera Timur) dan
akhirnya ke Malang. Waktu bertugas di Malang, ia membasmi wabah pes yang melanda daerah
Magetan. Sering berpindah tempat itu ternyata membawa manfaat. Ia semakin banyak mengetahui
kesengsaraan rakyat dan secara langsung dapat membantu mereka. Sebagai dokter, Sutomo tidak
menetapkan tarif. Adakalanya si pasien dibebaskan dari pembayaran.
Kesempatan memperdalam pengetahuan di negeri Belanda diperoleh dr. Sutomo pada tahun
1919. Setibanya kembali di tanah air, ia melihat kelemahan yang ada pada Budi Utomo. Waktu itu
sudah banyak berdiri partai politik. Karena itu, diusahakannya agar Budi Utomo bergerak dibidang
politik dan keanggotaannya terbuka buat seluruh rakyat.
Pada tahun 1924 Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club (ISC) yang merupakan wadah
bagi kaum terpelajar Indonesia. ISC berhasil mendirikan sekolah tenun, bank kredit, koperasi, dan
sebagainya. Pada tahun 1931 ISC berganti nama menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Di bawah
pimpinan Sutomo PBI cepat berkembang. Sementara itu, tekanan-tekanan dari pemerintah Belanda
terhadap pergerakan nasional semakin keras. Karena itu, pada bulan Desember 1935 Budi Utomo dan
PBI digabungkan menjadi satu dengan nama Partai Indonesia Raya (Parindra). Sutomo diangkat
menjadi ketua. Parindra berjuang untuk mencapai Indonesia merdeka.
Selain bergerak di bidang politik dan kedokteran, dr. Sutomo giat pula di bidang kewartawanan
dan memimpin beberapa buah surat kabar. Ia meninggal dunia di Surabaya pada tanggal 30 Mei 1938
dan dimakamkan disana. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 657 Tahun
1961, tanggal 27 Desember 1961, ia diangkat menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

3. Dr. Cipto Mangunkusumo


Cipto Mangunkusumo dilahirkan di Desa Pecagakan, Jepara. Ia adalah putera tertua dan
Mangunkusumo, seorang priyayi rendahan dalam struktur masyarakat Jawa yang bekerja sebagai guru.
Meskipun demikian, Mangunkusumo berhasil menyekolahkan anak-anaknya pada jenjang yang tinggi.
Ketika menempuh pendidikan di STOVIA, Cipto dinilai sebagai pribadi yang jujur, berpikiran tajam,
dan rajin. Para guru menjuluki Cipto sebagai “een begaald leerling” atau murid yang berbakat. Cipto
juga dengan tegas memperlihatkan sikapnya. Ia membuat tulisan-tulisan pedas mengkritik Belanda di
harian De locomotive dan Bataviaasch Nieuwsblad sejak tahun 1907. Setelah lulus dari STOVIA,
beliau bekerja sebagai dokter pemerintah kolonial Belanda yang ditugaskan di Demak. Sikapnya yang
tetap kritis melalui berbagai tulisan membuatnya kehilangan pekerjaan.
Cipto Mangunkusumo menyambut baik kehadiran Budi Utomo sebagai bentuk kesadaran
pribumi akan dirinya. Ia menginginkan Budi Utomo sebagai organisasi politik yang harus bergerak
secara demokratis dan terbuka bagi semua rakyat Indonesia. Hal ini menimbulkan perbedaan antara
dirinya dan pengurus Budi Utomo lainnya. Cipto Mangunkusumo lalu mengundurkan diri dan
membuka praktek dokter di Solo, ia pun mendirikan R.A. Kartini Klub yang bertujuan memperbaiki
nasib rakyat.
Ia kemudian bertemu Douwes Dekker dan bersama Suwardi Suryaningrat mereka mendirikan
Indische Partij pada tahun 1912. Cipto selanjutnya pindah ke Bandung dan aktif menulis di harian De
Express. Menjelang perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda dan Perancis, Cipto Mangunkusumo
dan Suwardi mendirikan Komite Bumiputera sebagai reaksi atas rencana Belanda merayakannya di
Indonesia.
Aksi Komite Bumi Putera mencapai puncaknya pada 19 Juli 1913, ketika harian De Express
menerbitkan artikel Suwardi Suryaningrat yang berjudul “Ais ik Nederlands Was” (Andaikan Saya
Seorang Belanda). Cipto kemudian menulis artikel yang mendukung Suwardi keesokan harinya.
Akibatnya, 30 Juli 1913 Cipto Mangunkusumo dan Suwardi dipenjara. Melihat kedua rekannya
dipenjara, Douwes Dekker menulis artikel di De Express yang menyatakan bahwa keduanya adalah
pahlawan. Pada 18 Agustus 1913, Cipto Mangunkusumo bersama Suwardi Suryaningrat dan Douwes
Dekker dibuang ke Belanda.
Selama di Belanda, kehadiran mereka membawa perubahan besar terhadap Indische
Vereeniging, sebuah organisasi mahasiswa Indonesia di Belanda yang semula bersifat social menjadi
lebih politis. Konsep Hindia bebas dari Belanda dan pembentukan sebuah negara Hindia yang
diperintah rakyatnya sendiri mulai dicanangkan oleh Indische Vereeniging. Oleh karena alasan
kesehatan, pada tahun 1914 Cipto Mangunkusumo diperbolehkan pulang kembali ke Jawa dan sejak
saat itu dia bergabung dengan Insulinde. Pada 9 Juni 1919 Insulinde mengubah nama menjadi
Nationaal-Indische Partij (NIP).
Pada tahun 1918, Pemerintah Hindia Belanda membentuk Volksraad (Dewan Rakyat). Cipto
Mangunkusumo terpilih sebagai salah satu anggota oleh gubernur jenderal Hindia Belanda mewakili
tokoh yang kritis. Sebagai anggota Volksraad, sikap  Cipto Mangunkusumo tidak berubah. Melihat
kenyataan itu, Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1920 mengusir Cipto Mangunkusumo ke luar
Jawa. Cipto kemudian dibuang lagi ke Bandung dan dikenakan tahanan kota. Selama tinggal di
Bandung, Cipto Mangunkusumo kembali membuka praktek dokter dengan bersepeda ke kampung-
kampung. Di Bandung pula Cipto Mangunkusumo bertemu dengan kaum nasionalis yang lebih muda,
seperti Sukarno yang pada tahun 1923 membentuk Algemeene Studie Club. Pada tahun 1927
Algemeene Studie Club diubah menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Meskipun Cipto tidak
menjadi anggota resmi dalam Algemeene Studie Club dan PNI, Cipto tetap diakui sebagai
penyumbang pemikiran bagi generasi muda, termasuk oleh Sukarno.
Pada tahun 1927, Belanda Menganggap Cipto Mangunkusumo terlibat dalam upaya sabotase
sehingga membuangnya ke Banda Neira. Dalam pembuangan, penyakit asmanya kambuh. Ketika
Cipto Mangunkusumo diminta untuk menandatangani suatu perjanjian bahwa dia dapat pulang ke
Jawa untuk berobat dengan melepaskan hak politiknya, Cipto secara tegas mengatakan bahwa lebih
baik mati di Banda. Cipto kemudian dipindahkan ke Makasar, lalu ke Sukabumi pada tahun 1940.
Udara Sukabumi yang dingin Ternyata tidak baik bagi kesehatan beliau sehingga dipindahkan lagi ke
Jakarta hingga Dokter Cipto Mangunkusumo wafat pada 8 Maret 1943.

4. Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889.Terlahir dengan nama
Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Raden
Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti
nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar
kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat,
baik secara fisik maupun hatinya.
Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi kepentingan
bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) Kemudian sempat
melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia
bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express,
Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis
handal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga mampu membangkitkan
semangat antikolonial bagi pembacanya.
Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik.
Pada tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan dan menggugah
kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam
berbangsa dan bernegara. kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr.
Cipto Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran
nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka.
Mereka berusaha mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status badan hukum pada
pemerintah kolonial Belanda. Tetapi pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg
berusaha menghalangi kehadiran partai ini dengan menolak pendaftaran itu pada tanggal 11 Maret
1913. Alasan penolakannya adalah karena organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa
nasionalisme rakyat dan menggerakan kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.
Kemudian setelah ditolaknya pendaftaran status badan hukum Indische Partij ia pun ikut
membentuk Komite Bumipoetra pada November 1913. Komite itu sekaligus sebagai komite tandingan
dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda. Komite Boemipoetra itu
melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya
negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai
pesta perayaan tersebut.
Sehubungan dengan rencana perayaan itu, ia pun mengkritik lewat tulisan berjudul Als Ik Eens
Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een
(Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Tulisan Seandainya Aku Seorang Belanda yang
dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker itu antara lain berbunyi:
“Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan
di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan
saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana
perayaan itu.
Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita
garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa
yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa
inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya
sedikitpun”.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Seakan-akan, nasionalisme menjadi harga mati. Jika tidak nasionalis, maka pasti akan diidentikkan
dengan konotasi yang buruk. Padahal kita perlu menelusuri, dalam tataran prakteknya, seringkali
orang-orang yang mempropagandakan nasionalisme itu kurang atau tidak nasionalis. Sebagai contoh :
berperilaku hedonis dan ke-barat-baratan, menjual aset-aset sumber daya alam khususnya sumber
energi dan pangan yang strategis kepada pihak asing namun justru sibuk-sibuk mencari sumber daya
alternatif ketika sumber daya alam tersebut sudah dirampok. Lagipula, sistem nasionalisme dan nation-
state dianggap dunia Barat sudah tidak terlalu relevan lagi terbukti dengan adanya Uni Eropa yang
berbentuk region-state.
Pahit getirnya perjuangan bangsa Indonesia jauh sebelum 1908 mencatat begitu banyak kenangan
berharga dan begitu banyak kenangan yang mengharukan, semua ini membangkitkan kebanggaan pada
kita semua selaku generasi penerus dan tempat kita bercermin, tentang apa yang akan kita perbuat pada
masa yang akan datang.

B. Saran
Dari pembahasan mengenai kebangkitan nasional dan kesadaran kebangsaan Indonesia, kita semua
selaku generasi penerus, hal ini dapat membuat kita bercermin tentang apa yang akan kita perbuat pada
masa yang akan datang.
Sebaiknya kita semua meningkatkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air Indonesia demi
kemajuan bangsa, cintai produk Indonesia, dan menjadi pelajar berprestasi.
REFERENSI

Marwati Djoened Poesponegoro, dkk. 1984. Sejarah Nasional Indonesia, Jilid 


VI. Balai Pustaka. Jakarta.
Suhartono. 1994. Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai 
Proklamasi 1908 – 1945. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Matroji, 2000, IPS Sejarah untuk SLTP kelas 2, Jakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai