Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KERAJAAN SRIWIJAYA DAN KALINGGA

DISUSUN OLEH

Kelompok

ARDIANSYAH RAHIM
IRFAN FIRMAN
ALDI LA PAMI
DELVINA
SAIFUL JAMIL
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah berjudul “Kerajaan Sriwijaya dan kerajaan
Kalingga”.
Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas sekolah untuk menambah pengetahuan
tentang Kesejarahan Nusantara.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan di masa mendatang.

Waitomu, 05 Februari 2023


Penulis            
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………………………...
Daftar Isi……………………………………………………………………………………………
Bab I Pendahuluan………………………………………………………………………………….
1. Latar Belakang……………………………………………………………………...
2. Rumusan Masalah………………………………………………………………….
3. Tujuan………………………………………………………………………………
Bab II Pembahasan………………………………………………………………………………
Kerajaan sriwijaya
1. Historiografi………………………………………………………………………..
2. Sumber Sejarah……………………………………………………………………..
3. Kehidupan Politik…………………………………………………………………..
4. Kehidupan Ekonomi………………………………………………………………..
5. Kehidupan Sosial dan Budaya……………………………………………………...
6. Masa Keemasan…………………………………………………………………….
7. Masa Kemunduran………………………………………………………………….
Kerajaan kalingga
1.      Latar belakang………………………………………………………………………………….
2.      Perkembangan kerajaan kalingga………………………………………………………............
Bab III Penutup……………………………………………………………………………………..
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………
B. Saran………………………………………………………………………………
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN

KERAJAAN  SRIWIJAYA
A.    Latar Belakang
Wilayah Indonesia terdiri dari pulau besar dan kecil yang dihubungkan oleh selat dan laut,
hal ini menyebabkan sarana pelayaran merupakan lalu lintas utama penghubung antar pulau.
Pelayaran ini dilakukan dalam rangka mendorong aktivitas perdagangan. Pelayaran perdagangan
yang dilakukan oleh bangsa Indonesia, bukan hanya dalam wilayah Indonesia saja, tetapi telah
jauh sampai ke luar wilayah Indonesia.
Pelayaran dan perdagangan di Asia semakin ramai setelah ditemukan jalan melalui laut
antara Romawi dan China. Rute jalur laut yang dilalui dalam hubungan dagang China dengan
Romawi telah mendorong munculnya hubungan dagang pada daerah-daerah yang dilalui,
termasuk wilayah Indonesia. Karena posisi Indonesia yang strategis di tengah-tengah jalur
hubungan dagang China dengan Romawi, maka terjadilah hubungan dagang antara Indonesia dan
China beserta India.
Melalui hubungan itu juga, berkembang kebudayaan-kebudayaan yang dibawa oleh para
pedagang di Indonesia. Dalam perkembangan hubungan perdagangan antara Indonesia dan India,
lambat laun agama Hindu dan Budha masuk dan tersebar di Indonesia serta dianut oleh raja-raja
dan para bangsawan. Dari lingkungan raja dan bangsawan itulah agama Hindu-Budha tersebar ke
lingkungan rakyat biasa.
Agama Hindu-Budha diperkirakan masuk ke Indonesia pada awal Tarikh Masehi, dibawa
oleh para musafir dari India. Raja-raja dan para bangsawan yang pertama kali menganut agama
ini kemudian membangun kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha seperti Kerajaan Kutai
yang terletak di Kalimantan Timur, Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat, Kerajaan Holing,
Kerajaan Melayu di Sumatra Selatan dan berpusat di Jambi, Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan
Mataram Kuno, Kerajaan Kediri, Kerajaan Singasari, Kerajaan Bali dan Pajajaran, serta Kerajaan
Majapahit.
Masing-masing kerajaan tentu memiliki sejarah dan peninggalan-peninggalan yang harus kita
ketahui. Salah satunya adalah Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan yang terletak di Sumatera Selatan
dan beribukota di Palembang ini memiliki nilai sejarah yang tinggi untuk kita ketahui seperti
historiografi, sejarah berdirinya, lokasi kerajaan, prasasti-prasasti peninggalan, hubungan
regional dan luar negeri, masa kejayaannya, masa kemunduran maupun aspek-aspek kehidupan
apa saja yang terkandung dalam kerajaan ini.
Kerajaan Kalingga adalah kerajaan bercorak Budha. Pusat pemerintahan diperkirakan di
wilayah Kabupaten Jepara saat ini.  Dalam berita Cina kerajaan ini disebiut Holing. Di sana
dijelaskan bahwa pada abad ke 7 di Jawa Tengah bagian utara sudah berdiri satu kerajaan. Rakyat
dari kerajaan tersebut hidupnya makmur dari hasil bercocok tanam serta mempunyai sumber air
asin. Hidup mereka tenteram, karena tidak ada kejahatan dan kebohongan. Ilmu perbintangan
sudah dikenal dan dimanfaat dalam bercocok tanam.
Kerajaan Kalingga memiliki pertalian dengan Kerajaan Galuh. Putri dari Ratu Shima yang
dikenal sebagai Putri Parwati menikah dengan putra mahkota Kerajaan Galuh yang dikenal
sebagai Mandi minyak, kemudian menjadi raja kedua di Kerajaan Galuh. Setelah Maharani
Shima meninggal di tahun 732 M, Sanjaya menjadi raja Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian
disebut Bumi Mataram. Ia kemudian menjadi pemuka dari sebuah dinasti atau wangsa terkenal
sebagai Wangsa Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno (Hindu). Kekuasaan di Jawa Barat
diserahkannya kepada putranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan Barmawijaya alias Rakeyan
Panaraban. Raja Sanjaya juga menikahi Sudiwara puteri Dewasinga, Raja Kalingga Selatan atau
Bumi Sambara. Ia memiliki putra yaitu Rakai Panangkaran .

B.     Rumusan Masalah


Kerajaan sriwijaya
a.       Bagaimana sejarah berdirinya Kerajaan Sriwijaya?
b.      Di mana lokasi Kerajaan Sriwijaya?
c.       Dari manakah sumber-sumber sejarah Kerajaan Sriwijaya?
d.      Apa sajakah bukti-bukti peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya?
e.       Siapakah raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Sriwijaya?
f.       Aspek kehidupan apa saja yang terkandung di dalam Kerajaan?
g.      Apa yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan?
Kerajaan kalingga
a.       Apa latar belakang terbentuknya Kerjaan Kalingga?
b.      Dimanakah letak kerajaan Kalingga?
c.       Bagaimanakah pemerintahan dan kehidupan masyarakat di kerajaan Kalingga?
d.      Kapan masa kejayaan Kerajaan Kalingga?
e.        Apa yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan Kalingga?

C.    Tujuan
Setelah mempelajari makalah ini, pembaca diharapkan:
a.       Mengetahui sejarah berdiri dan letak Kerajaan Sriwijaya.
b.      Mengetahui bukti-bukti peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya.
c.       Mengetahui silsilah raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Sriwijaya.
d.      Mengetahui aspek kehidupan politik, ekonomi, dan sosial budaya dalam pemerintahan
Kerajaan Sriwijaya.
e.       Mengetahui dan mampu menjelaskan penyebab runtuhnya Kerajaan  Sriwijaya.
Untuk memaparkan secara sistematis tentang Kronologi Kerajaan Kalingga atau Holing di
Indonesia. Memenuhi nilai mata pelajaran Sejarah Indonesia dan menjelaskan tentang
Kerajaan Kalingga.
BAB II
PEMBAHASAN

1.      Historiografi

Nama Kerajaan           : Sriwijaya


Ibukota                        : Palembang
Bahasa                         : Melayu Kuno, Sansekerta
Agama                         : Budha, Hindu
Pemerintahan              : Monarki
Sejarah                        : 1. Didirikan pada tahun 600-an MInvasi Majapahit tahun 1300-an M
Mata Uang                  : Koin emas dan perak
2.      Lokasi Kerajaan
Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar yang pernah membawa kejayaan kepulauan
Nusantara di masa lampau. Bukan saja dikenal di wilayah Indonesia, tetapi hampir setiap bangsa
yang berada jauh di luar Indonesia mengenal Kerajaan Sriwijaya. Hal ini disebabkan karena letak
Sriwijaya yang sangat strategis dan dekat dengan jalur perdagangan antar bangsa yakni Selat
Malaka. Selat Malaka pada masa itu adalah jalur perdagangan ramai yang menghubungkan
pedagang-pedagang Cina dengan India maupun Romawi.
George Coedes, seorang sejarawan, menulis karangan berjudul Le Royaume de Crivijaya pada
tahun 1918 M. Coedes kemudian menetapkan bahwa Sriwijaya adalah nama sebuah kerajaan di
Sumatera Selatan. Lebih lanjut, Coedes juga menetapkan bahwa letak ibukota Sriwijaya adalah
Palembang, dengan bersandar pada anggapan Groeneveldt dalam karangannya, Notes on the
Malay Archipelago and Malacca, Compiled from Chinese Source, yang menyatakan bahwa, San-
fo-ts‘I adalah Palembang yang terletak di Sumatera Selatan, yaitu tepatnya di tepi Sungai Musi
atau sekitar kota Palembang sekarang.
Dari tepian Sungai Musi di Sumatera Selatan, pengaruh Kerajaan Sriwijaya semakin meluas.
Mencakup wilayah Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Bangka, Laut Jawa bagian barat, Bangka,
Jambi Hulu, Jawa Barat (Tarumanegara), Semenanjung Malaya hingga ke Tanah Genting Kra.
1. Sumber Sejarah
Sumber-sumber sejarah yang mendukung keberadaan Kerajaan Sriwijaya berasal dari berita asing
dan prasasti-prasasti.
Sumber dari Luar Negeri
1. Sumber Cina
Kunjungan I-sting, seorang peziarah Budha dari China pertama kali pada tahun 671 M. Dalam
catatannya disebutkan bahwa saat itu terdapat lebih dari seribu orang pendeta Budha di Sriwijaya.
Aturan dan upacara para pendeta Budha tersebut sama dengan aturan dan upacara yang dilakukan
oleh para pendeta Budha di pusat ajaran agama Budha, India. I-tsing tinggal selama 6 bulan di
Sriwijaya untuk belajar bahasa Sansekerta, setelah itu ia berangkat ke Nalanda, India. Setelah
lama belajar di Nalanda, tahun 685 I-tsing kembali ke Sriwijaya dan tinggal selama beberapa
tahun untuk menerjemahkan teks-teks Budha dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina. Catatan
Cina yang lain menyebutkan tentang utusan Sriwijaya yang datang secara rutin ke Cina, yang
terakhir pada tahun 988 M.
2. Sumber Arab
Orang-orang Arab sering menyebut Sriwijaya dengan nama Sribuza, Sabay atau Zabaq. Mas‘udi,
seorang sejarawan Arab klasik menulis catatan tentang Sriwijaya pada tahun 955 M. Dalam
catatan itu, digambarkan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar, dengan tentara yang sangat
banyak. Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala,
kardamunggu, gambir dan beberapa hasil bumi lainya. Bukti lain yang mendukung adalah
ditemukannya perkampungan-perkampungan Arab sebagai tempat tinggal sementara di pusat
Kerajaan Sriwijaya.
2. Sumber Lokal atau Dalam Negeri
Sumber dalam negeri berasal dari prasasti-prasasti yang dibuat oleh raja-raja dari Kerajaan
Sriwijaya. Prasasti-prasasti dari Kerajaan Sriwijaya sebagian besar menggunakan huruf Pallawa
dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti itu antara lain sebagai berikut.
1. Prasasti Kota Kapur
Prasasti ini merupakan yang paling tua, bertarikh 682 M, menceritakan tentang kisah perjalanan
suci Dapunta Hyang dari Minana dengan perahu, bersama dua laksa (20.000) tentara dan 200 peti
perbekalan, serta 1.213 tentara yang berjalan kaki. Sumber lain menyatakan prasasti ini berisi
tentang penaklukan Bumi Jawa yang tidak setia kepada Sriwijaya. Prasasti Kota Kapur
ditemukan di Pulau Bangka.
2. Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti berangka tahun 683 M itu menyebutkan bahwa raja Sriwijaya bernama Dapunta Hyang
yang membawa tentara sebanyak 20.000 orang berhasil menundukan Minangatamwan. Dengan
kemenangan itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi makmur. Daerah yang dimaksud Minangatamwan
itu kemungkinan adalah daerah Binaga yang terletak di Jambi. Daerah itu sangat strategis untuk
perdagangan.
3. Prasasti Talangtuo
Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan tentang pembuatan Taman Srikesetra atas
perintah Raja Dapunta Hyang.
4. Prasasti Karang Berahi
Prasasti berangka tahun 686 M itu ditemukan di daerah pedalaman Jambi, yang menunjukan
penguasaan Sriwijaya atas daerah itu.
3.      Kehidupan Politik
Salah satu cara untuk memperluas pengaruh kerajaan adalah melakukan perkawinan
dengan kerajaan lain.  Hal ini dilakukan oleh penguasa Sriwijaya, Dapunta Hyang pada tahun 664
M dengan Sobakancana, putri kedua raja Kerajaan Tarumanegara.
Saat kerajaan Funan di Indo-China runtuh, Sriwijaya memperluas daerah kekuasaannya
hingga bagian barat Nusantara. Di wilayah utara, melalui kekuatan armada lautnya, Sriwijaya
mampu mengusai lalu lintas perdagangan antara India dan Cina, serta menduduki Semenanjung
Malaya. Kekuatan armada terbesar Sriwijaya juga melakukan ekspansi wilayah hingga ke Pulau
Jawa, Brunei atau Borneo. Hingga pada abad ke-8, Kerajaan Sriwijaya telah mampu menguasai
seluruh jalur perdagangan di Asia Tenggara.
Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam sistem pemerintahan Kerajaan
Sriwijaya. Ada tiga syarat utama untuk menjadi raja Sriwijaya, yaitu :
1. Samraj, artinya berdaulat atas rakyatnya.
2. Indratvam, artinya memerintah seperti Dewa Indra yang selalu memberikan
kesejahteraan bagi rakyatnya.
3. Ekachattra, artinya mampu memayungi (melindungi) seluruh rakyatnya.
Berikut daftar silsilah para Raja Kerajaan Sriwijaya :
1. Dapunta Hyang Sri Yayanaga (Prasasti Kedukan Bukit 683 M, Prasasti Talangtuo 684
M)
Berita mengenai raja ini diketahui dari Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 M dan Prasasti
Talangtuo tahun 684 M. Pada masa pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang Sri Yayanaga telah
berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke wilayah Minangatamwan, Jambi. Sejak
awal pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah mencita-citakan agar Kerajaan Sriwijaya
menjadi kerajaan maritim.
2. Cri Indrawarman (berita Cina, 724 M)
3. Rudrawikrama (berita Cina, 728 M)
4. Wishnu (Prasasti Ligor, 775 M)
5. Maharaja (berita Arab, 851 M)
6. Balaputradewa (Prasasti Nalanda, 860 M)
7. Cri Udayadityawarman (berita Cina, 960 M)
8. Cri Udayaditya (Berita Cina, 962 M)
9. Cri Cudamaniwarmadewa (Berita Cina, 1003. Prasasti Leiden, 1044 M)
10. Maraviyatunggawarman (Prasasti Leiden, 1044 M)
11. Cri Sanggrama Wijayatunggawarman (Prasasti Chola, 1004 M)
Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya mengalami ancaman dari Kerajaan Chola. Di bawah Raja
Rajendra Chola, Kerajaan Chola melakukan serangan dan berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya.
Sanggrama Wijayatunggawarman berhasil ditawan. Namun, pada masa pemerintahan Raja
Kulottungga I di Kerajaan Chola, Raja Sanggrama Wijayatunggawarman dibebaskan kembali.

4.      Kehidupan Ekonomi
Penguasaan Kerajaan Sriwijaya di urat nadi perhubungan pelayaran dan perdagangan
Asia Tenggara yaitu di Selat Malaka, mempunyai arti penting bagi perekonomian kerajaan.
Karena banyak kapal-kapal asing yang singgah untuk menambah air minum, perbekalan
makanan, istirahat, atau melakukan aktivitas perdagangan. Karena bertambah ramainya kegiatan
perdagangan di Selat Malaka, Sriwijaya membangun ibukota baru di Semenanjung Malaka, yaitu
di Ligor yang dibuktikan dengan Parasasti Ligor (755 M). Pendirian ibukota Ligor tersebut bukan
berarti meninggalkan ibukota di Sumatera Selatan, melainkan hanya untuk melakukan
pengawasan lebih dekat terhadap aktivitas perdagangan di Selat Malaka atau menghindari
penyeberangan yang dilakukan oleh para pedagang melalui Tanah Genting Kra.
Menurut catatan asing, bumi Sriwijaya menghasilkan cengkeh, kapulaga, pala, lada,
pinang, kayu gaharu, kayu cendana, kapur barus, gading, timah, emas, perak, kayu hitam, kayu
sapan, rempah-rempah dan penyu. Barang-barang tersebut dijual atau dibarter dengan kain katu,
sutera dan porselen melalui relasi dagang dengan Cina, India, Arab dan Madagaskar.

5.      Kehidupan Sosial dan Budaya


Sriwijaya yang merupakan kerajaan besar penganut agama Budha, serta merupakan pusat
agama Budha yang penting di Asia Tenggara dan Asia Timur. Agama Budha yang berkembang
di Kerajaan Sriwijaya adalah agama Budha Mahayana. Menurut berita dari Tibet, seorang
pendeta bernama Atica datang dan tinggal di Sriwijaya (1011-1023 M) untuk belajar agama
Budha dari seorang guru bernama Dharmapala. Menurutnya, Sriwijaya merupakan pusat agama
Budha di luar  India.
Peninggalan-peninggalan Kerajaan Sriwijaya banyak ditemukan di daerah Palembang, Jambi,
Riau, Malaysia, dan Thailand. Ini disebabkan karena Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang
selalu berpindah-pindah, tidak menetap di satu tempat dalam kurun waktu yang lama. Prasasti
dan situs yang ditemukan di sekitar Palembang, yaitu Prasasti Boom Baru (abad ke7 M), Prasasti
Kedukan Bukit (682 M), Prasasti Talangtuo (684 M), Prasasti Telaga Batu ( abad ke-7 M), Situs
Candi Angsoka, Situs Kolam Pinishi, dan Situs Tanjung Rawa. Peninggalan sejarah Kerajaan
Sriwijaya lainnya yang ditemukan di Jambi, Sumatera Selatan dan Bengkulu, yaitu Candi
Kotamahligai, Candi Kedaton, Candi Gedong I, Candi Gedong II, Candi Gumpung, Candi
Tinggi, Candi Kembar batu, Candi Astono dan Kolam Telagorajo, Situs Muarojambi. Di
Lampung, prasasti yang ditemukan adalah  Prasasti Palas Pasemah dan Prasasti Bungkuk
(Jabung). Di Riau, ditemukan Candi Muara Takus yang berbentuk stupa Budha.

6.      Masa Keemasan
Pada paruh pertama abad ke-10 yaitu antara masa jatuhnya Dinasti Tang dan
naiknya dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama Fujian, Kerajaan
Min dan negeri kaya Guangdong, Kerajaan Nan Han. Tak diragukan lagi Sriwijaya mendapatkan
keuntungan dari perdagangan ini. Pada tahun 903, penulis Muslim Ibn Batutah sangat terkesan
dengan kemakmuran Sriwijaya. Daerah urban kerajaan meliputi Palembang (khususnya Bukit
Seguntang), Muara Jambi dan Kedah.
7.      Masa Kemunduran
Tahun 1025, Rajendra Chola, Raja Chola dari Koromandel, India selatan menaklukkan
Kedah dari Sriwijaya dan menguasainya. Kerajaan Chola meneruskan penyerangan dan
penaklukannya selama 20 tahun berikutnya ke seluruh imperium Sriwijaya. Meskipun invasi
Chola tidak berhasil sepenuhnya, invasi tersebut telah melemahkan hegemoni Sriwijaya yang
berakibat terlepasnya beberapa wilayah dengan membentuk kerajaan sendiri, seperti Kediri,
sebuah kerajaan yang berbasiskan pada pertanian.
Antara tahun 1079 – 1088, orang Tionghoa mencatat bahwa Sriwijaya mengirimkan duta
besar dari Jambi dan Palembang. Tahun 1082 dan 1088, Jambi mengirimkan lebih dari dua duta
besar ke China. Pada periode inilah pusat Sriwijaya telah bergeser secara bertahap dari
Palembang ke Jambi. Ekspedisi Chola telah melemahkan Palembang, dan Jambi telah
menggantikannya sebagai pusat kerajaan.
Berdasarkan sumber Tiongkok pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada tahun 1178,
Chou-Ju-Kua menerangkan bahwa di kepulauan Asia Tenggara terdapat dua kerajaan yang sangat
kuat dan kaya, yakni Sriwijaya dan Jawa (Kediri). Di Jawa dia menemukan bahwa rakyatnya
memeluk agama Budha dan Hindu, sedangkan rakyat Sriwijaya memeluk Budha. Berdasarkan
sumber ini pula dikatakan bahwa beberapa wilayah kerajaan Sriwijaya ingin melepaskan diri,
antara lain Kien-pi (Kampe, di utara Sumatra) dan beberapa koloni di semenanjung Malaysia.
Pada masa itu wilayah Sriwijaya meliputi; Pong-fong (Pahang), Tong-ya-nong (Trengganu),
Ling-ya-ssi-kia (Langkasuka), Kilan-tan (Kelantan), Fo-lo-an, Ji-lo-t’ing (Jelutong), Ts’ien-mai,
Pa-t’a (Batak), Tan-ma-ling (Tambralingga, Ligor), Kia-lo-hi (Grahi, bagian utara semenanjung
Malaysia), Pa-lin-fong (Palembang), Sin-t’o (Sunda), Lan-wu-li (Lamuri di Aceh), and Si-lan
(Srilanka).
Pada tahun 1288, Singosari, penerus kerajaan Kediri di Jawa, menaklukan Palembang dan
Jambi selama masa ekspedisi Pamalayu. Di tahun 1293, Majapahit pengganti Singosari,
memerintah Sumatra. Raja ke-4 Hayam Wuruk memberikan tanggung jawab tersebut kepada
Pangeran Adityawarman, seorang peranakan Minang dan Jawa. Pada tahun 1377 terjadi
pemberontakan terhadap Majapahit, tetapi pemberontakan tersebut dapat dipadamkan walaupun
di selatan Sumatra sering terjadi kekacauan dan pengrusakan.
Kedudukan Sriwijaya makin terdesak karena munculnya kerajaan-kerajaan besar yang
juga memiliki kepentingan dalam dunia perdagangan, seperti Kerajaan Siam di sebelah utara.
Kerajaan Siam memperluas kekuasaannya ke arah selatan dengan menguasai daerah-daerah di
Semenanjung Malaka termasuk Tanah Genting Kra. Jatuhnya Tanah Genting Kra ke dalam
kekuasaan Kerajaan Siam mengakibatkan lemahnya kegiatan pelayaran dan perdagangan di
Kerajaan Sriwijaya.
Di masa berikutnya, terjadi pengendapan pada Sungai Musi yang berakibat tertutupnya
akses pelayaran ke Palembang. Hal ini tentunya sangat merugikan perdagangan kerajaan.
Penurunan Sriwijaya terus berlanjut hingga masuknya Islam ke Aceh yang disebarkan oleh
pedagang-pedagang Arab dan India. Di akhir abad ke-13, Kerajaan Pasai di bagian utara Sumatra
berpindah agama Islam.
Maka sejak akhir abad ke-13 M Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan kecil dan wilayahnya
terbatas pada daerah Palembang. Kerajaan Sriwijaya yang kecil dan lemah akhirnya dihancurkan
oleh Kerajaan Majapahit pada tahun 1377 M.
Pada tahun 1402, Parameswara, pangeran terakhir Sriwijaya mendirikan Kesultanan Malaka di
Semenanjung Malaysia.

KERAJAAN KALINGGA

A.    Latar belakang
Sumber sejarah kerajaan ini masih belum jelas dan kabur, kebanyakan diperoleh dari sumber
catatan China, tradisi kisah setempat, dan naskah Carita Parahyangan yang disusun berabad-abad
kemudian pada abad ke-16 menyinggung secara singkat mengenai Ratu Shima dan kaitannya
dengan Kerajaan Galuh.
a.       Kisah local
Terdapat kisah yang berkembang di Jawa Tengah utara mengenai seorang Maharani legendaris
yang menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kebenaran dengan keras tanpa pandang bulu. Kisah
legenda ini bercerita mengenai Ratu Shima yang mendidik rakyatnya agar selalu berlaku jujur
dan menindak keras kejahatan pencurian. Ia menerapkan hukuman yang keras yaitu pemotongan
tangan bagi siapa saja yang mencuri.
Pada suatu ketika seorang raja dari seberang lautan mendengar mengenai kemashuran
rakyat kerajaan Kalingga yang terkenal jujur dan taat hukum. Untuk mengujinya ia meletakkan
sekantung uang emas di persimpangan jalan dekat pasar. Tak ada sorang pun rakyat Kalingga
yang berani menyentuh apalagi mengambil barang yang bukan miliknya. Hingga tiga tahun
kemudian kantung itu disentuh oleh putra mahkota dengan kakinya. Ratu Shima demi
menjunjung hukum menjatuhkan hukuman mati kepada putranya, dewan menteri memohon agar
Ratu mengampuni kesalahan putranya. Karena kaki sang pangeranlah yang menyentuh barang
yang bukan miliknya, para menteri mohon pengampunan lagi, akhirnya ratu memerintahkan agar
jari-jari kaki putra mahkota itu yang dipotong, sebagai peringatan bagi penduduk seluruh
kerajaan. Mendengar itu raja Ta-shih takut dan mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan
Ratu Shima
b.      Carita Parahyangan
Berdasarkan naskah Carita Parahyangan yang berasal dari abad ke-16, putri
Maharani Shima, Parwati, menikah dengan putera mahkota Kerajaan Galuh yang
bernama Mandiminyak, yang kemudian menjadi raja kedua dari Kerajaan Galuh. Maharani
Shima memiliki cucu yang bernama Sanaha yang menikah dengan raja ketiga dari Kerajaan
Galuh, yaitu Brantasenawa. Sanaha dan Bratasenawa memiliki anak yang bernama Sanjaya yang
kelak menjadi raja Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh (723-732 M).
Setelah Maharani Shima meninggal di tahun 732 M, Sanjaya menggantikan buyutnya dan
menjadi raja Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian disebut Bumi Mataram, dan kemudian
mendirikan Dinasti/Wangsa Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno.

B.     Perkembangan Kerajaan Kalingga


a.       Kondisi Sosial
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Holing sudah teratur rapi. Hal ini disebabkan
karena sistem pemerintahan yang keras dari Ratu Sima. Di samping sangat adil dan bijaksana
dalam memutuskan suatu masalah. Rakyat sangat menghormati dan mentaati segala keputusan
Ratu Sima. Ratu sima tidak pernah memihak dalam sosialnya ia hanya membina dan sebagai
penguasa kerajaan. Karena sifat Ratu Sima yang sangat keras ia langsung membanggun lembaga
masyarakat yang sudah jelas fungsi dan tugasnya. Ratu Sima mendirikan lembaga masyarakat
untuk membantu dirinnya dalam mengatasi rakyatnya. Lembaga yang sudah terbentuk sudah
memberlakukan sistem perundang-undangan. Beliau telah membuat dan menyusun perundang-
undang yang sempurna dengan dibantu lembaga masyarakat. Hadirnya sistem perundang-
undangan tersebut berjalan dengan baik .

b.      Bidang  Ekonomi
Kehidupan perekonomian masyarakat Kerajaan Holing berkembang pesat. Masyarakat
Kerajaan Holing telah mengenal hubungan perdagangan. Mereka menjalin hubungan
perdagangan pada suatu tempat yang disebut dengan pasar. Pada pasar itu, mereka mengadakan
hubungan perdagangan dengan teratur. Kegiatan ekonomi masyarakat lainnya diantaranya
bercocok tanam, menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak dan gading. Di Holing ada
sumber air asin yang dimanfaatkan untuk membuat garam. Hidup rakyat Holing tenteram, karena
tidak ada kejahatan dan kebohongan. Berkat kondisi itu rakyat Ho-ling sangat memperhatikan
pendidikan. Buktinya rakyat Ho-ling sudah mengenal tulisan, selain tulisan masyarakat Ho-ling
juga telah mengenal Ilmu perbintangan dan dimanfaatkan dalam bercocok tanam. Rakyat dari
kerajaan tersebut hidupnya makmur dari hasil bercocok tanam serta mempunyai sumber air asin.
Hidup mereka tenteram, karena tidak ada kejahatan dan kebohongan. Ilmu perbintangan sudah
dikenal dan dimanfaat dalam bercocok tanam.
Kegiatan ekonomi Kalingga adalah perdagangan dan pelayaran karena letak kerajaan di
semenanjung melayu. Jadi perdagangan sangat lah lancar dan terkendali, perdagangannya amat
maju dan pelayaran disana sebagai alat transportasi yang mudah juga cepat. Hal ini yang
mendukung perkembangan ekonomi di kerjaan Holing. Transportasi dan pemerintahan yang
bagus itu menggaibatkan terjadinya hubungan perdagangan antar negara lain. Hal ini
membuktikan bahwa perkembangan kerajaan holing sangat amat berkembang dengan pesat.

c.       Budaya
Mayoritas masyarakatnya memeluk agama budha begitu juga dengan kebudayaanya banyak
di pengaruhi oleh budaya india. Selain agamanya yang lekat dan kental banyak tercampur dan
terpengaruh dengan adat istiadat kebudayaan orang india hal ini juga berpengaruh pada Ratu
Sima karena menerima dengan baik kebudayaan india masuk di kerajaan Holing.

d.      Politik
Berdasarkan berita Cina disebutkan bahwa Kerajaan Holing diperintah oleh seorang raja putri
yang bernama Ratu Sima. Pemerintahannya berlangsung dari sekitar tahun 674 masehi.
Pemerintahan Ratu Sima sangat keras, namun adil dan bijaksana. Kepada setiap pelanggar, selalu
diberikan sangsi tegas. Rakyat tunduk dan taat terhadap segala perintah Ratu Sima. Bahkan tidak
seorang pun rakyat atau pejabat kerajaan yang berani melanggar segala perintahnya. Diceritakan,
mengenai Ratu Shima yang mendidik rakyatnya agar selalu berlaku jujur dan menindak keras
kejahatan pencurian. Ia menerapkan hukuman yang keras yaitu pemotongan tangan bagi siapa
saja yang mencuri.
e.       Peninggalan Sejarah
a. Candi Angin
I. Candi Angin ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara,
Jawa Tengah.
II. Candi Bubrah
III. Candi Bubrah ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara,
Jawa Tengah.
IV. Prasasti Tukmas
V. Prasasti Tukmas ditemukan di ditemukan di lereng barat Gunung Merapi. Prasasti
bertuliskan huruf Pallawa yang berbahasa Sansekerta.. Prasasti menyebutkan
tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari
sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India. 
VI. Prasasti Sojomerto
VII. Prasasti Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Raban, Kabupaten
Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu dan
berasal dari sekitar abad ke-7M. Prasasti ini bersifat keagamaan Siwais. Isi
prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya.
VIII. Prasasti Upit

f.       Penyebab runtuhnya kerajaan Kalingga


Ratu Shima meninggal sekitar tahun 732 (abad ke-7) dan digantikan oleh keturunannya.
Mulai dari sini, telah nampak runtuhnya Kerajaan Kalingga secara perlahan.
Di sisi lain, Kerajaan Sriwijaya mulai muncul dan kuat baik dalam hubungannya dengan
kerajaan luar maupun militer. Kerajaan Sriwijaya menghendaki untuk melakukan penyerangan
terhadap bumi Jawa. Dari serangan tersebut, Kerajaan Kalingga dapat dikalahkan dan di
taklukkan oleh Kerajaan Sriwijaya
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan bercorak Hindu terbesar di Indonesia, bahkan


dijuluki sebagai pusat agama Hindu di luar India.
2. Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan yang sangat kuat dan kaya raya. Terbukti dari sebutan
negara maritimnya.
3. Sejarah Kerajaan Sriwijaya dapat diakses dari prasasti-prasasti peninggalan kerajaan baik di
dalam maupun di lur negeri serta dari berita-berita asing.
 Dalam berita Cina kerajaan ini disebiut Holing. Dijelaskan bahwa pada abad ke 7 di Jawa
Tengah bagian utara sudah berdiri satu kerajaan. Rakyat dari kerajaan tersebut hidupnya makmur
dari hasil bercocok tanam serta mempunyai sumber air asin. Hidup mereka tenteram, karena tidak
ada kejahatan dan kebohongan. Ilmu perbintangan sudah dikenal dan dimanfaat dalam bercocok
tanam.
Kronik Dinasti Tang memberitakan bahwa daerah yang disebut Ho-ling menghasilkan kulit
penyu, emas, perak, cula badak, dan gading gajah. Penduduk membuat benteng-benteng dari
kayu dan rumah mereka beratap daun kelapa. Mereka sudah pandai membuat minuman dari air
bunga kelapa (mungkin tuak). Bila makan mereka tidak menggunakan sendok atau sumpit,
melainkan menggunakan tangan. Ada sebuah gua yang selalu mengeluarkan air garam yang
disebut sebagai bledug. Penduduk menghasilkan garam dengan memanfaatkan sumber air garam
yang disebut sebagai bledug tersebut. 
Keberadaan kerajaan Kalingga tentunya tidak akan terlepas dari keberadaan Ratu Shima,
yang memerintah sekitar tahun 674 M. Dalam memerintah Ratu Sima digambarkan sebagai
pemimpin yang “keras” demi menjalankan hukum kerajaan. Kerajaannya dikelilingi oleh pagar
kayu. Tempat tinggal raja berupa rumah tingkat yang beratap, tempat duduk raja berupa paterana
gading. Dan salah satu hukum dalam pemerintahan Ratu Shima adalah apabila ada yang
mencuru, maka tangannya harus dipotong.

B. Saran
a. Sejarah harus selalu kita kaji agar menjadi sebuah pengetahuan dan motivasi dalm
mengisi kenerdekaan
b. Lestarikan terus nilai-nilai budaya sejarah bangsa.
c. Dalam pembuatan makalah ini mungkin masih terdapat beberapa kesalahan baik dari isi
maupun cara penulisan. Untuk itu kami, mohon maaf apabila pembaca tidak merasa puas
dengan hasil yang kami sajikan. Kritik dan saran kami harapkan untuk memperbaiki
makalah ini agar lebih baik.
                                                           DAFTAR PUSTAKA

Bellwood, Peter and James J. Fox, Darrell Tryon. The Austronesians: Historical and
Comparative Perspectives.
Hirth, Friedrich and Chao Ju-kua, W.W.Rockhill. The Chinese and Arab Trade in the Twelfth
and Thirteen centuries. Entitled Chu-fan-chi St Petersburg, 1911.
http://wikipedia/sejarahkerajaansriwijaya/com
Karso, Drs, dkk. Pelajaran Sejarah Untuk SMTA kelas 1. Bandung: Penerbit Angkasa, ISBN.
979-404-179-3-7, 1988.
Munoz, Paul Michel. Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula.
Singapore: Editions Didier Millet, pages 171, 143, 140, 132, 130, 124, 113. ISBN 981-4155-67-
5, 2006.
Notosusanto, Nugroho, dkk. Sejarah Nasional Indonesia 1. Jakarta: CV. Adhi Waskita
Semarang, ISBN. 979-462-144-7, 1992.
Soekmono, Drs. R. (1973, 5th reprint edition in 1988). Pengantar Sejarah Kebudayaan
Indonesia 2, 2nd ed.. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, page 60.
Taylor. Indonesia, hal. 29.
Taylor, Jean Gelman. Indonesia: Peoples and Histories. New Haven and London: Yale
University Press, pp. 8-9. ISBN 0-300-10518-5, 2003.
Zain, Sabri. Sejarah Melayu, Buddhist Empires.
http://sorayadwikartika.blogspot.co.id/2013/09/kerajaan-kalingga.html
http://wayanknet.blogspot.co.id/2015/01/makalah-kerajaan-kalingga.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Kalingga

Anda mungkin juga menyukai