Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

TEORI PEMBENTUKAN BUMI

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4 :
WAHYUNI
WA PUTRI AIM
NUR BAYANGKARI
MUHAMMAD TAUFIQ PRATAMA
KATA PENGANTAR

Puji dan puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah Kerajaan Sriwijaya ini sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Shalawat dan salam selalu
tercurah kepada junjungan kita baginda Rasulullah SAW, yang telah membawa manusia dari alam jahiliah menuju alam yang berilmu
seperti sekarang ini.
Makalah ini dapat hadir seperti sekarang ini tak lepas dari bantuan banyak pihak. Untuk itu sudah sepantasnyalah kami
mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besar buat mereka yang telah berjasa membantu kami selama proses pembuatan makalah
ini dari awal hingga akhir.
Namun, kami menyadari bahwa makalah ini masih ada hal-hal yang belum sempurna dan luput dari perhatian kami. Baik itu dari
bahasa yang digunakan maupun dari teknik penyajiannya. Oleh karena itu, dengan segala kekurangan dan kerendahan hati, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sekalian demi perbaikan makalah ini ke depannya.
Akhirnya, besar harapan kami makalah ini dapat memberikan manfaat yang berarti untuk para pembaca. Dan yang terpenting
adalah semoga dapat turut serta memajukan ilmu pengetahuan.

Wakatobi, 12 Februari 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Sriwijaya.................................................................................... 2
B. Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi, dan Politik Kerajaan Sriwijaya...................................... 4
C. Masa Keemasan Kerajaan Sriwijaya........................................................................................ 8
D. Masa Penurunan Kerajaan Sriwijaya....................................................................................... 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................................. 12
B. Saran...................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Belum banyak bukti fisik mengenai Sriwijaya yang dapat ditemukan. Tidak terdapat catatan lebih lanjut mengenai
Sriwijaya dalam sejarah Indonesia; masa lalunya yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana asing. Tidak ada orang Indonesia
modern yang mendengar mengenai Sriwijaya sampai tahun 1920-an, ketika sarjana Perancis George Cœdès mempublikasikan
penemuannya dalam surat kabar berbahasa Belanda dan Indonesia. Coedès menyatakan bahwa referensi Tiongkok terhadap "San-
fo-ts'i", sebelumnya dibaca "Sribhoja", dan beberapa prasasti dalam Melayu Kuno merujuk pada kekaisaran yang sama.
Historiografi Sriwijaya diperoleh dan disusun dari dua macam sumber utama; catatan sejarah Tiongkok dan sejumlah
prasasti batu Asia Tenggara yang telah ditemukan dan diterjemahkan. Catatan perjalanan bhiksu peziarah I Ching sangat penting,
terutama dalam menjelaskan kondisi Sriwijaya ketika ia mengunjungi kerajaan itu selama 6 bulan pada tahun 671. Sekumpulan
prasasti siddhayatra abad ke-7 yang ditemukan di Palembang dan Pulau Bangka juga merupakan sumber sejarah primer yang
penting.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Sriwijaya?
2. Bagaimana kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan agama kerajaan Sriwijaya?
3. Kapankah masa keemasan kerajaan Sriwijaya?
4. Bagaimana penurunan kekuasaan kerajaan Sriwijaya?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Sriwijaya


Kerajaan ini menjadi pusat perdagangan dan merupakan negara bahari, namun kerajaan ini tidak memperluas kekuasaannya
di luar wilayah kepulauan Asia Tenggara, dengan pengecualian berkontribusi untuk populasi Madagaskar sejauh 3.300 mil di
barat. Beberapa ahli masih memperdebatkan kawasan yang menjadi pusat pemerintahan Sriwijaya, selain itu kemungkinan
kerajaan ini biasa memindahkan pusat pemerintahannya, namun kawasan yang menjadi ibukota tetap diperintah secara langsung
oleh penguasa, sedangkan daerah pendukungnya diperintah oleh datu setempat.
1. Perjalanan Siddhayatra
Kemaharajaan Sriwijaya telah ada sejak 671 sesuai dengan catatan I Tsing. Dari prasasti Kedukan Bukit pada tahun
682 di diketahui imperium ini di bawah kepemimpinan Dapunta Hyang. Bahwa beliau berangkat dalam perjalanan suci
siddhayatra untuk "mengalap berkah", dan memimpin 20.000 tentara dan 312 orang di kapal dengan 1.312 prajurit berjalan
kaki dari MinangaTamwan menuju Jambi dan Palembang. Diketahui, Prasasti Kedukan Bukit adalah prasasti tertua yang
ditulis dalam bahasa Melayu. Para ahli berpendapat bahwa prasasti ini mengadaptasi ortografi India untuk menulis prasasti
ini.Pada abad ke-7 ini, orang Tionghoa mencatat bahwa terdapat dua kerajaan yaitu Malayu dan Kedah menjadi bagian
kemaharajaan Sriwijaya.
Berdasarkan prasasti Kota Kapur yang berangka tahun 686 ditemukan di pulau Bangka, kemaharajaan ini telah
menguasai bagian selatan Sumatera, pulau Bangka dan Belitung, hingga Lampung. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa
Sri Jayanasa telah melancarkan ekspedisi militer untuk menghukum Bhumi Jawa yang tidak berbakti kepada Sriwijaya,
peristiwa ini bersamaan dengan runtuhnya Tarumanagara di Jawa Barat dan Holing (Kalingga) di Jawa Tengah yang
kemungkinan besar akibat serangan Sriwijaya. Kemungkinan yang dimaksud dengan Bhumi Jawa adalah Tarumanegara.
Sriwijaya tumbuh dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, Selat Sunda, Laut China
Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata.
2. Penaklukan Kawasan
Ekspansi kerajaan ini ke Jawa dan Semenanjung Malaya, menjadikan Sriwijaya mengendalikan simpul jalur
perdagangan utama di Asia Tenggara. Berdasarkan observasi, ditemukan reruntuhan candi-candi Sriwijaya di Thailand dan
Kamboja. Pada abad ke-7, pelabuhan Champa di sebelah timur Indochina mulai mengalihkan banyak pedagang dari
Sriwijaya. Untuk mencegah hal tersebut, Maharaja Dharmasetu melancarkan beberapa serangan ke kota-kota pantai di
Indochina. Kota Indrapura di tepi sungai Mekong, di awal abad ke-8 berada di bawah kendali Sriwijaya. Sriwijaya
meneruskan dominasinya atas Kamboja, sampai raja KhmerJayawarman II, pendiri kemaharajaan Khmer, memutuskan
hubungan dengan Sriwijaya pada abad yang sama. Di akhir abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, antara lain Tarumanegara
dan Holing berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Menurut catatan, pada masa ini pula wangsa Sailendra bermigrasi ke
Jawa Tengah dan berkuasa di sana. Pada abad ini pula, Langkasuka di semenanjung Melayu menjadi bagian kerajaan. Pada
masa berikutnya, Pan Pan dan Trambralinga, yang terletak di sebelah utara Langkasuka, juga berada di bawah pengaruh
Sriwijaya.
Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi penerus kerajaan. Ia berkuasa pada periode 792 sampai 835. Tidak
seperti Dharmasetu yang ekspansionis, Samaratungga tidak melakukan ekspansi militer, tetapi lebih memilih untuk
memperkuat penguasaan Sriwijaya di Jawa. Selama masa kepemimpinannya, ia membangun candi Borobudur di Jawa
Tengah yang selesai pada tahun 825.

B. Kehidupan Politik, Sosial, Ekonomi, dan Politik Kerajaan Sriwijaya


1. Kehidupan Politik

2
3

Kehidupan politik kerajaan Sriwijaya dapat ditinjau dari raja-raja yang memerintah, wilayah kekuasaan, dan
hubungannya dengan pihak luar negeri.
a. Wilayah kekuasaan
Setelah berhasil menguasai Palembang, ibukota Kerajaan Sriwijaya dipindahkan dari Muara Takus ke
Palembang. Dari Palembang, Kerajaan Sriwijaya dengan mudah dapat menguasai daerah-daerah di sekitarnya seperti
Pulau Bangka yang terletak di pertemuan jalan perdagangan internasional, Jambi Hulu yang terletak di tepi Sungai
Batanghari dan mungkin juga Jawa Barat (Tarumanegara). Maka dalam abad ke-7 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil
menguasai kunci-kunci jalan perdagangan yang penting seperti Selat Sunda, Selat Bangka, Selat Malaka, dan Laut Jawa
bagian barat. Pada abad ke-8 M, perluasan Kerajaan Sriwijaya ditujukan ke arah utara, yaitu menduduki Semenanjung
Malaya dan Tanah Genting Kra. Pendudukan pada daerah Semenanjung Malaya memiliki tujuan untuk menguasai
daerah penghasil lada dan timah. Sedangkan pendudukan pada daerah Tanah Genting Kra memiliki tujuan untuk
menguasai lintas jalur perdagangan antara Cina dan India. Hubungan dengan luar negeri
Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di luar wilayah Indonesia, terutama
dengan kerajaan-kerajaan yang berada di India, seperti Kerajaan Pala/Nalanda di Benggala. Raja Nalanda, Dewapala
Dewa menghadiahi sebidang tanah untuk pembuatan asrama bagi pelajar dari nusantara yang ingin menjadi ‘dharma’
yang dibiayai oleh Balaputradewa.
2. Kehidupan Sosial
Letak Sriwijaya sangat strategis di jalur perdagangan antara India-Cina. Di samping itu juga berhasil menguasai Selat
Malaka yang merupakan urat nadi perdagangan di Asia Tenggara, menjadikan Sriwijaya berhasil menguasai perdagangan
nasional dan internasional. Penguasaan Sriwijaya atas Selat Malaka mempunyai arti penting terhadap perkembangan
Sriwijaya sebagai negara maritim, sebab banyak kapal-kapal asing yang singgah untuk menambah air minum, perbekalan
makanan dan melakukan aktivitas perdagangan. Sriwijaya sebagai pusat perdagangan akan mendapatkan keuntungan yang
besar dan akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang hidup dari pelayaran dan perdagangan.
3. Kehidupan Ekonomi
Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara India dan Tiongkok, yakni dengan
penguasaan atas Selat Malaka dan Selat Sunda. Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti
kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah, yang membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di
India. Kekayaan yang melimpah ini telah memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari vassal-vassal-nya di seluruh Asia
Tenggara. Dengan berperan sebagai entreport atau pelabuhan utama di Asia Tenggara, dengan mendapatkan restu,
persetujuan, dan perlindungan dari Kaisar China untuk dapat berdagang dengan Tiongkok, Sriwijaya senantiasa mengelola
jejaring perdagangan bahari dan menguasi urat nadi pelayaran antara Tiongkok dan India.
Karena alasan itulah Sriwijaya harus terus menjaga dominasi perdagangannya dengan selalu mengawasi dan jika
perlu memerangi pelabuhan pesaing di negara jirannya. Keperluan untuk menjaga monopoli perdagangan inilah yang
mendorong Sriwijaya menggelar ekspedisi militer untuk menaklukkan bandar pelabuhan pesaing di kawasan sekitarnya dan
menyerap mereka ke dalam mandala Sriwijaya. Bandar Malayu di Jambi, Kota Kapur di pulau Bangka, Tarumanagara dan
pelabuhan Sunda di Jawa Barat, Kalingga di Jawa Tengah, dan bandar Kedah dan Chaiya di semenanjung Melaya adalah
beberapa bandar pelabuhan yang ditaklukan dan diserap kedalam lingkup pengaruh Sriwijaya. Disebutkan dalam catatan
sejarah Champa adanya serangkaian serbuan angkatan laut yang berasal dari Jawa terhadap beberapa pelabuhan di Champa
dan Kamboja. Mungkin angkatan laut penyerbu yang dimaksud adalah armada Sriwijaya, karena saat itu wangsa Sailendra di
Jawa adalah bagian dari mandala Sriwijaya. Hal ini merupakan upaya Sriwijaya untuk menjamin monopoli perdagangan laut
di Asia Tenggara dengan menggempur bandar pelabuhan pesaingnya. Sriwijaya juga pernah berjaya dalam hal perdagangan
sedari tahun 670 hingga 1025 M.
4

Kejayaan bahari Sriwijaya terekam di relief Borobudur yaitu menggambarkan Kapal Borobudur, kapal kayu bercadik
ganda dan bertiang layar yang melayari lautan Nusantara sekitar abad ke-8 Masehi. Fungsi cadik ini adalah untuk
menyeimbangkan dan menstabilkan perahu. Cadik tunggal atau cadik ganda adalah ciri khas perahu bangsa Austronesia dan
perahu bercadik inilah yang membawa bangsa Austronesia berlayar di seantero Asia Tenggara, Oseania, dan Samudra
Hindia. Kapal layar bercadik yang diabadikan dalam relief Borobudur mungkin adalah jenis kapal yang digunakan armada
Sailendra dan Sriwijaya dalam pelayaran antarpulaunya, kemaharajaan bahari yang menguasai kawasan pada kurun abad ke-
7 hingga ke-13 masehi.
Selain menjalin hubungan dagang dengan India dan Tiongkok, Sriwijaya juga menjalin perdagangan dengan tanah
Arab. Kemungkinan utusan Maharaja Sri Indrawarman yang mengantarkan surat kepada khalifah Umar bin Abdul-Aziz dari
Bani Umayyah tahun 718, kembali ke Sriwijaya dengan membawa hadiah Zanji (budak wanita berkulit hitam), dan kemudian
dari kronik Tiongkok disebutkan Shih-li-fo-shih dengan rajanya Shih-li-t-'o-pa-mo (Sri Indrawarman) pada tahun 724
mengirimkan hadiah untuk kaisar Cina, berupa ts'engchi (bermaksud sama dengan Zanji dalam bahasa Arab).
Pada paruh pertama abad ke-10, di antara kejatuhan dinasti Tang dan naiknya dinasti Song, perdagangan dengan luar
negeri cukup marak, terutama Fujian, kerajaan Min dan kerajaan Nan Han dengan negeri kayanya Guangdong. Tak
diragukan lagi Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini. Pada masa inilah diperkirakan rakyat Sriwijaya
mulai mengenal buah semangka (Citrulluslanatus (Thunb.) Matsum. &Nakai), yang masuk melalui perdagangan mereka.
4. Kehidupan Agama
Sebagai pusat pengajaran Buddha Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak peziarah dan sarjana dari negara-negara di
Asia. Antara lain pendeta dari Tiongkok I Tsing, yang melakukan kunjungan ke Sumatera dalam perjalanan studinya di
Universitas Nalanda, India, pada tahun 671 dan 695, I Tsing melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana
Buddha sehingga menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Selain berita diatas, terdapat berita yang dibawakan oleh I
Tsing, dinyatakan bahwa terdapat 1000 orang pendeta yang belajar agama Budha pada Sakyakirti, seorang pendeta terkenal
di Sriwijaya.
Terdapat lebih dari 1000 pandita Buddhis di Sriwijaya yang belajar serta mempraktikkan Dharma dengan baik.
Mereka menganalisa dan mempelajari semua topik ajaran sebagaimana yang ada di India; vinaya dan ritual-ritual mereka
tidaklah berbeda sama sekali [dengan yang ada di India]. Apabila seseorang pandita Tiongkok akan pergi ke Universitas
Nalanda di India untuk mendengar dan mempelajari naskah-naskah Dharma auutentik, ia sebaiknya tinggal di Sriwijaya
dalam kurun waktu 1 atau 2 tahun untuk mempraktikkan vinaya dan bahasa sansekerta dengan tepat.
Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India, pertama oleh budaya Hindu kemudian diikuti pula oleh agama
Buddha. Peranannya dalam agama Budha dibuktikannya dengan membangun tempat pemujaan agama Budha di Ligor,
Thailand. Raja-raja Sriwijaya menguasai kepulauan Melayu melalui perdagangan dan penaklukkan dari kurun abad ke-7
hingga abad ke-9, sehingga secara langsung turut serta mengembangkan bahasa Melayu beserta kebudayaannya di Nusantara.

C. Masa Keemasan Kerajaan Sriwijaya


Berdasarkan sumber catatan sejarah dari Arab, Sriwijaya disebut dengan nama Sribuza. Pada tahun 955 M, Al Masudi,
seorang musafir (pengelana) sekaligus sejarawan Arab klasik menulis catatan tentang Sriwijaya. Dalam catatan itu, digambarkan
Sriwijaya adalah sebuah kerajaan besar yang kaya raya, dengan tentara yang sangat banyak. Disebutkan kapal yang tercepat
dalam waktu dua tahun pun tidak cukup untuk mengelilingi seluruh pulau wilayahnya. Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus,
kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala, kapulaga, gambir dan beberapa hasil bumi lainya.
Catatan lain menuliskan bahwa Sriwijaya maju dalam bidang agraris. Ini disimpulkan dari seorang ahli dari Bangsa Persia
yang bernama Abu Zaid Hasan yang mendapat keterangan dari Sujaimana, seorang pedagang Arab. Abu Zaid menulis
bahwasanya Kerajaan Zabaj (Sriwijaya -sebutan Sriwijaya oleh bangsa Arab pada masa itu-) memiliki tanah yang subur dan
kekuasaan yang luas hingga ke seberang lautan.
5

1. Hubungan dengan Wangsa Sailendra


Dari catatan sejarah dan bukti arkeologi, pada abad ke-9 Sriwijaya telah melakukan kolonisasi di hampir seluruh
kerajaan-kerajaan Asia Tenggara, antara lain: Sumatera, Jawa, Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan
Filipina. Dominasi atas Selat Malaka dan Selat Sunda, menjadikan Sriwijaya sebagai pengendali rute perdagangan rempah
dan perdagangan lokal yang mengenakan bea dan cukai atas setiap kapal yang lewat. Sriwijaya mengumpulkan
kekayaannya dari jasa pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani pasar Tiongkok, dan India.
2. Sriwijaya Berkuasa di Jawa
Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi Maharaja Sriwijaya berikutnya. Dia memerintah sebagai penguasa pada
kurun 792-835. Berbeda dari Dharmasetu yang ekpansionis, Samaratungga tidak terjun dalam kancah ekspansi militer,
melainkan lebih suka untuk memperkuat pemerintahan dan pengaruh Sriwijaya atas Jawa. Dia secara pribadi mengawasi
pembangunan candi agung Borobudur; sebuah mandala besar dari batu yang selesai pada 825, di masa pemerintahannya.
Menurut George Coedes, "pada paruh kedua abad kesembilan, Jawa dan Sumatra bersatu di bawah kekuasaan wangsa
Sailendra yang memerintah di Jawa. dengan pusat perdagangan di Palembang." Samaratungga seperti Rakai Warak,
tampaknya sangat dipengaruhi oleh kepercayaan Buddha Mahayana yang cinta damai. Beliau berusaha untuk menjadi
seorang penguasa yang welas asih. Penggantinya adalah Putri Pramodhawardhaniyang bertunangan dengan Rakai Pikatan
yang menganut aliran Siwa. Dia adalah putra Rakai Patapan, seorang rakai (penguasa daerah) yang cukup berpengaruh di
Jawa Tengah. Langkah politik ini tampaknya sebagai upaya untuk mengamankan perdamaian dan kekuasaan Sailendra di
Jawa, dengan cara mendamaikan hubungan antara golongan Buddha aliran Mahayana dengan penganut Hindu aliran Siwa.

D. Masa Penurunan Kerajaan Sriwijaya


1. Serbuan Kerajaan Chola
Tahun 1017 dan 1025, Rajendra Chola I, raja dari dinasti Chola di Koromandel, India selatan, mengirim ekspedisi
laut untuk menyerang Sriwijaya. Berdasarkan prasasti Tanjorebertarikh 1030, Kerajaan Chola telah menaklukan daerah-
daerah koloni Sriwijaya, seperti wilayah Nikobar dan sekaligus berhasil menawan raja Sriwijaya yang berkuasa waktu itu
Sangrama-Vijayottunggawarman. Selama beberapa dekade berikutnya, seluruh imperium Sriwijaya telah berada dalam
pengaruh dinasti Chola. Meskipun demikian Rajendra Chola I tetap memberikan peluang kepada raja-raja yang
ditaklukannya untuk tetap berkuasa selama tetap tunduk kepadanya. Hal ini dapat dikaitkan dengan adanya berita utusan
San-fo-ts'i ke Cina tahun 1028.
Faktor lain kemunduran Sriwijaya adalah faktor alam. Karena adanya pengendapan lumpur di Sungai Musi dan
beberapa anak sungai lainnya, sehingga kapal-kapal dagang yang tiba di Palembang semakin berkurang. Akibatnya, Kota
Palembang semakin menjauh dari laut dan menjadi tidak strategis. Akibat kapal dagang yang datang semakin berkurang,
pajak berkurang dan memperlemah ekonomi dan posisi Sriwijaya.
Kerajaan Tanjungpura dan Nan Sarunai di Kalimantan adalah kerajaan yang sezaman dengan Sriwijaya, namun
Kerajaan Tanjungpura disebutkan dikelola oleh pelarian orang Melayu Sriwijaya, yang ketika pada saat itu Sriwijaya
diserang Kerajaan Chola mereka bermigrasi ke Kalimantan Selatan.
Namun pada masa ini Sriwijaya dianggap telah menjadi bagian dari dinasti Chola. Kronik Tiongkok menyebutkan
bahwa pada tahun 1079, KulothungaChola I (Ti-hua-ka-lo) raja dinasti Chola disebut juga sebagai raja San-fo-ts'i, yang
kemudian mengirimkan utusan untuk membantu perbaikan candi dekat Kanton. Selanjutnya dalam berita Cina yang
berjudul Sung HuiYao disebutkan bahwa kerajaan San-fo-tsi pada tahun 1082 masih mengirimkan utusan pada masa Cina
di bawah pemerintahan Kaisar Yuan Fong. Duta besar tersebut menyampaikan surat dari raja Kien-pi bawahan San-fo-tsi,
yang merupakan surat dari putri raja yang diserahi urusan negara San-fo-tsi, serta menyerahkan pula 227 tahil perhiasan,
rumbia, dan 13 potong pakaian. Kemudian juga mengirimkan utusan berikutnya pada tahun 1088. Pengaruh invasi
Rajendra Chola I, terhadap hegemoni Sriwijaya atas raja-raja bawahannya melemah. Beberapa daerah taklukan melepaskan
6

diri, sampai muncul Dharmasraya dan Pagaruyung sebagai kekuatan baru yang kemudian menguasai kembali wilayah
jajahan Sriwijaya mulai dari kawasan Semenanjung Malaya, Sumatera, sampai Jawa bagian barat.
2. Munculnya Malayu Dharmasraya
Pada tahun 1079 dan 1088, catatan Cina menunjukkan bahwa Sriwijaya mengirimkan duta besar pada Cina.
Khususnya pada tahun 1079, masing-masing duta besar tersebut mengunjungi Cina. Ini menunjukkan bahwa ibu kota
Sriwijaya selalu bergeser dari satu kota maupun kota lainnya selama periode tersebut. Ekspedisi Chola mengubah jalur
perdagangan dan melemahkan Palembang, yang memungkinkan Jambi untuk mengambil kepemimpinan Sriwijaya pada
abad ke-11.
Berdasarkan sumber Tiongkok pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada tahun 1178, Chou-Ju-Kua menerangkan
bahwa di kepulauan Asia Tenggara terdapat dua kerajaan yang sangat kuat dan kaya, yakni San-fo-ts'i dan Cho-po (Jawa).
Di Jawa dia menemukan bahwa rakyatnya memeluk agama Budha dan Hindu, sedangkan rakyat San-fo-ts'i memeluk
Budha, dan memiliki 15 daerah bawahan yang meliputi; Si-lan (Kamboja), Tan-ma-ling (Tambralingga, Ligor, selatan
Thailand), Kia-lo-hi (Grahi, Chaiya sekarang, selatan Thailand), Ling-ya-si-kia (Langkasuka), Kilantan (Kelantan), Pong-
fong (Pahang), Tong-ya-nong (Terengganu), Fo-lo-an (muara sungai Dungun daerah Terengganu sekarang), Ji-lo-t'ing
(Cherating, pantai timur semenanjung malaya), Ts'ien-mai (Semawe, pantai timur semenanjung malaya), Pa-t'a (Sungai
Paka, pantai timur Semenanjung Malaya), Lan-wu-li (Lamuri di Aceh), Pa-lin-fong (Palembang), Kien-pi (Jambi), dan Sin-
t'o (Sunda).
Namun, istilah San-fo-tsi terutama pada tahun 1178 tidak lagi identik dengan Sriwijaya, melainkan telah identik
dengan Dharmasraya. Dari daftar 15 negeri bawahan San-fo-tsi tersebut, ternyata adalah wilayah jajahan Kerajaan
Dharmasraya. Walaupun sumber Tiongkok tetap menyebut San-fo-tsi sebagai kerajaan yang berada di kawasan Laut Cina
Selatan. Hal ini karena dalam Pararaton telah disebutkan Malayu. Kitab ini mengisahkan bahwa Kertanagara raja
Singhasari, mengirim sebuah ekspedisi Pamalayu atau Pamalayu, dan kemudian menghadiahkan Arca Amoghapasa kepada
raja Melayu, SrimatTribhuwanaraja Mauli Warmadewa di Dharmasraya sebagaimana yang tertulis pada prasasti Padang
Roco. Peristiwa ini kemudian dikaitkan dengan manuskrip yang terdapat pada prasasti Grahi. Begitu juga dalam
Nagarakretagama yang menguraikan tentang daerah jajahan Majapahit, juga sudah tidak menyebutkan lagi nama Sriwijaya
untuk kawasan yang sebelumnya merupakan kawasan Sriwijaya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau Sumatera dan banyak memberi pengaruh di
Nusantara dengan daerah kekuasaan berdasarkan peta membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya,
Sumatera, Jawa Barat dan kemungkinan Jawa Tengah. Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti "bercahaya" atau "gemilang", dan
wijaya berarti "kemenangan" atau "kejayaan", maka nama Sriwijaya bermakna "kemenangan yang gilang-gemilang".
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia
mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga
berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682. Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap
daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan di antaranya tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari
Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali kerajaan Dharmasraya.

B. Saran
Saran untuk para siswa agar jangan melupakan sejarah bangsa kita, dan berusaha menjaga dan melestarikan peninggalan
sejarah yang ada di Indonesia.

7
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Sriwijaya

http://www.satujam.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya

http://informasiana.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya-terlengkap

http://sejarahbudayanusantara.weebly.com/kerajaan-sriwijaya.html

http://kakakpintar.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya-peninggalan-pendiri-prasasti-letak-penyebab-runtuhnya

http://www.portalsejarah.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya-kerajaan-maritim-terbesar.html

http://jagosejarah.blogspot.co.id/2015/06/sejarah-kerajaan-sriwijaya.html

Anda mungkin juga menyukai