Anda di halaman 1dari 24

TUGAS MEMBUAT MAKALAH

KERAJAAN SRIWIJAYA

Nama : Karimah Apriliani

Kelas : X Akuntansi 1

No. Absen : 17

SMK NEGERI KEBASEN


TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang tidak henti-
hentinya melimpah kan Rahmat dan Karunia-Nya kepada semua
makhluk-nya. Atas izin-Nya pulalah kegiatan membuat makalah
dengan judul ‘ Kerajaan Sriwijaya ’ dapat terselesaikan dengan
baik.

Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang


diberikan oleh bapak Tri Joko, S. Pd selaku guru yang menampung
mata pelajaran sejarah. Dan penulis menyadari bahwa pentingnya
akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah banyak
membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan
makalah.

Penulis juga menyadari bahwa makalah yang penulis buat sangat


jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis dengan ikhlas dan hati
lapang dada akan menerima saran maupun kritik demi
kesempurnaan makalah ini. Penulis mengharapkan semoga
makalah ini memberikan manfaat bagi kita semua. Aamiin.

Kebasen, 26 Agustus 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................


DAFTAR ISI..............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................
A. Latar Belakang .......................................................................................
B. Rumusan Makalah ..................................................................................
C. Tujuan.....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................
1. Sejarah Berdirinya Kerajaan Sriwijaya.......................................................
2. Letak dan Pusat Kerajaan Sriwijaya............................................................
3. Pendiri Kerajaan Sriwijaya..........................................................................
4. Silsilah raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Sriwijaya setelah
Dapunta Hyang Sri Jayanas .................................................................
5. Jelaskan kondisi Politik, Ekonomi, sosial dan budaya Kerajaan Sriwijay
6. Puncak atau Masa Kejayaan Kerajaan
Sriwijaya.......................................................................................................
7. Runtuh atau Masa Kemunduran Kerajaan
Sriwijaya.......................................................................................................
8. Warisan Sejarah Kerajaan Sriwijaya .........................................................
Bab III Penutupan.....................................................................................
A.Kesimpulan ..............................................................................................
B.Saran.......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan bahari (maritim) yang berdiri
di pulau Sumatera dan salah satu kedatuan bahari historis yang berasal
dari Palembang dan banyak memberi pengaruh di Asia Tenggara
(terutama dalam kawasan Nusantara barat) dengan daerah kekuasaan
yang membentang dari Sumatra, Kepulauan Riau, Bangka Belitung,
Singapura, Semenanjung Kra (kini Thailand dan Malaysia), Kamboja,
Vietnam Selatan, Kalimantan, Jawa Barat dan Jawa Tengah.[4][5]
Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti “bercahaya” atau “gemilang”, dan
wijaya berarti “kemenangan” atau “kejayaan”,[5] maka nama Sriwijaya
bermakna “kemenangan yang gilang-gemilang”. Lokasi ibukota Sriwijaya
dekat dengan Kota Palembang, tepatnya di pinggir Sungai Musi.
Sriwijaya terdiri dari sejumlah pelabuhan yang saling berhubungan di
sekitar Selat Malaka.
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7;
seorang pendeta Tiongkok dari Dinasti Tang, I Tsing, menulis bahwa ia
mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan.
Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada
pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh
682.[9]
Sebelum abad ke-12, Sriwijaya merupakan negara berbasis darat
daripada kekuatan maritim, armada laut memang tersedia tetapi
bertindak sebagai dukungan logistik untuk memfasilitasi proyeksi
kekuatan darat. Menanggapi perubahan ekonomi maritim Asia, dan
terancam oleh hilangnya negara bawahannya, Sriwijaya
mengembangkan strategi angkatan laut untuk menunda
kemerosotannya. Strategi angkatan laut Sriwijaya bersifat menghukum
untuk memaksa kapal-kapal dagang datang ke pelabuhan mereka.
Kemudian, strategi angkatan laut Sriwijaya merosot menjadi armada
perompak.
Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai
menyusut dikarenakan beberapa peperangan di antaranya tahun 1025
serangan Rajendra Chola I dari Koromandel,
selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali kerajaan
Dharmasraya Setelah keruntuhannya, kerajaan ini terlupakan dan
keberadaannya baru diketahui kembali lewat publikasi tahun 1918 dari
sejarawan Prancis George Cœdès dari École française d’Extrême-
Orient.[1]

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Sriwijaya?


2. Dimana letak dan pusat kerajaan Sriwijaya?
3. Siapa pendiri kerajaan Sriwijaya?
4. Siapa saja raja raja yang pernah memimpin kerajaan
Sriwijaya?
5. Jelaskan kondisi politik, ekonomi, sosial dan budaya
Kerajaan Sriwijaya!
6. Jelaskan puncak atau masa kejayaan dan kemunduran
Kerajaan Sriwijaya!
7. Sebutkan peninggalan kerajaan Sriwijaya!

C. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang
diberikan oleh bapak Tri Joko,S.pd selaku guru yang menampuh mata
pelajaran sejarah.
BAB I
PEMBAHASAN

1. Sejarah berdirinya Kerajaan Sriwijaya


Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan Budha yang berdiri pada abad
ke-7. Pendirinya adalah Dapunta Hyang. Kerajaan ini pernah menjadi
kerajaan terbesar di Nusantara, bahkan mendapat sebutan Kerajaan
Nasional I sebab pengaruh kekuasaannya mencakup hampir seluruh
Nusantara dan negara-negara disekitarnya. Letaknya sangat strategis.
Wilayahnya meliputi tepian sungai Musi di Sumatera Selatan sampai ke
selat Malaka (merupakan jalur perdagangan India – Cina pada saat itu),
selat Sunda, selat Bangka, Jambi dan semenanjung Malaka.
Sumber-sumber sejarah yang dapat digunakan untuk mengetahui
kerajaan Sriwijaya, antara lain sebagai berikut.
 Berita dari Cina
Dalam perjalanannya untuk menimba ilmu agama Budha di India, I-
Tsing pendeta dari Cina, singgah di Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) selama
enam bulan dan mempelajari paramasastra atau tata bahasa Sanskerta.
Kemudian, bersama guru Buddhis, Sakyakirti, ia menyalin kitab
Hastadandasastra ke dalam bahasa Cina. Kesimpulan I-Tsing mengenai
Sriwijaya adalah negara ini telah maju dalam bidang agama Budha.
Pelayarannya maju karena kapal-kapal India singgah di sana dan
ditutupnya jalan Sutra oleh bangsa Han. Buddhisme di Sriwijaya
dipengaruhi Tantraisme, namun disiarkan pula aliran Budha Mahayan. I-
Tsing juga menyebutkan bahwa Sriwijaya telah menaklukkan daerah
Kedah di pantai barat melayu pada tahun 682-685.
Berita Cina dari dinasti Tang menyebutkan bahwa Shi-li-fo-shih
(Sriwijaya) adalah kerajaan Buddhis yang terletak di laut selatan.
Adapun sumber berita dari dinasti Sung menyebutkan bahwa utusan
Cina sering datang ke San-fo-tsi. Diyakini bahwa yang disebut San-fo-tsi
itu adalah Sriwijaya.
 Berita dari Arab
Berita Arab menyebutkan adanya negara Zabag (Sriwijaya). Ibu
Hordadheh mengatakan bahwa raja Zabag banyak menghasilkan emas.
Setiap tahunnya emas yang dihasilkan seberat 206 kg. Berita lain
disebutkan oleh Alberuni. Ia mengatakan bahwa Zabag lebih dekat
dengan Cina daripada India. Negara ini terletak didaerah yang disebut
Swarnadwipa (Pulau Emas) karena banyak menghasilkan emas.
 Berita dari India
Prasasti Leiden Besar yang ditemukan oleh raja-raja dari dinasti Cola
menyebutkan adanya pemberian tanah Anaimangalam kepada biara di
Nagipatma. Biara tersebut dibuat oleh Marawijayattunggawarman,
keturunan keluarga Syailendra yang berkuasa di Sriwijaya dan Kataka.
Prasasti Nelanda menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa dari
Nalanda, India, telah membebaskan lima buah desa dari pajak. Sebagai
imbalannya, kelima desa itu wajib membiayai para mahasiswa dari
Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda. Hal ini
merupakan wujud penghargaan sebab Raja Sriwijaya saat itu,
Balaputradewa, mendirikan vihara di Nalanda. Selain itu, prasasti
Nalanda juga menyebutkan bahwa Raja Balaputradewa sebagai raja
terakhir dinasti Syailendra yang diusir dari Jawa meminta kepada Raja
Nalanda untuk mengakui hak-haknya atas dinasti Syailendra.
 Berita dari dalam negeri
Sumber-sumber sejarah dalam negeri mengenai Sriwijaya adalah
prasasti-prasasti berhuruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno.
Prasasti Kedukan Bukit (605 Saka / 683 M) di Palembang, isinya
Dapunta Hyang mengadakan perjalanan selama delapan hari dengan
membawa 20.000 pasukan dan berhasil menguasai beberapa daerah.
Dengan kemenangan itu Sriwijaya menjadi makmur.
Prasasti Talang Tuo (606 Saka / 684 M) di sebelah barat Palembang.
Isinya tentang pembuatan Taman Sriksetra oleh Dapunta Hyang Sri
Jayanaga untuk kemakmuran semua makhluk.
Prasasti Kota Kapur (608 Saka /686 M) di Bangka.
Prasasti Karang Berahi (608 Saka / 686 M) di Jambi. Prasasti Kota
Kapur dan Prasasti Karang Berahi berisi permohonan kepada dewa
untuk keselamatan rakyat dan kerajaan Sriwijaya.
Prasasti Telaga Batu (tidak berangka huruf) di Palembang. Isinya
berupa kutukan terhadap mereka yang melakukan kejahatan dan
melanggar perintah raja.
Prasasti Palas Pasemah di Pasemah, Lampung Selatan. Isinya wilayah
Lampung Selatan telah diduduki Sriwijaya.
Prasasti Ligor (679 Saka / 775 M) di tanah Genting Kra. Isinya Sriwijaya
diperintah oleh Darmaseta
2. Letak dan Pusat Kerajaan Sriwijaya
Letak pasti kerajaan ini masih banyak diperdebatkan. Namun, pendapat
yang cukup populer adalah yang dikemukakan oleh G. Coedes pada
tahun 1918 bahwa pusat Sriwijaya ada di Palembang.

Sampai dengan saat ini, Palembang masih dianggap sebagai pusat


Sriwijaya. Beberapa ahli berkesimpulan bahwa Sriwijaya yang bercorak
maritim memiliki kebiasaan untuk berpindah-pindah pusat kekuasaan.

Sebab para ahli ada yang menyimpulakan bahwa Sriwijaya berpusat di


Kedah, kemudian Muara Takus, hingga menyebut kota Jambi.

Menurut Prasasti Kedukan Bukit, yang bertarikh 605 Saka (683 M),
Kadatuanya Sriwijaya pertama kali didirikan di sekitar Palembang, di
tepian Sungai Musi. Prasasti ini menyebutkan bahwa Dapunta Hyang
berasal dari Minanga Tamwan. Lokasi yang tepat dari Minanga Tamwan
masih diperdebatkan. Teori Palembang sebagai tempat di mana
Sriwijaya pertama kali bermula diajukan oleh Coedes dan didukung oleh
Pierre-Yves Manguin. Selain Palembang, tempat lain seperti Muaro
Jambi (Sungai Batanghari, Jambi) dan Muara Takus (pertemuan Sungai
Kampar Kanan dan Kiri, Riau) juga diduga sebagai ibu kota Sriwijaya.

Mandala terkenal dalam sejarah klasik Asia Tenggara (sekitar abad ke-5 hingga ke-15). Dari
utara ke selatan; Bagan, Ayutt haya, Champa, Angkor, Sriwijaya dan Majapahit.

Berdasarkan observasi sekitar tahun 1993, Pierre-Yves Manguin


menyimpulkan bahwa pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi antara
Bukit Seguntang dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatra Selatan
sekarang), tepatnya di sekitar situs Karanganyar yang kini dijadikan
Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya.[5] Pendapat ini didasarkan dari
foto udara tahun 1984 yang menunjukkan bahwa situs Karanganyar
menampilkan bentuk bangunan air, yaitu jaringan kanal, parit, kolam
serta pulau buatan yang disusun rapi yang dipastikan situs ini adalah
buatan manusia. Bangunan air ini terdiri atas kolam dan dua pulau
berbentuk bujur sangkar dan empat persegi panjang, serta jaringan
kanal dengan luas areal meliputi 20 hektare. Di kawasan ini ditemukan
banyak peninggalan purbakala yang menunjukkan bahwa kawasan ini
pernah menjadi pusat permukiman dan pusat aktivitas manusia.

Namun sebelumnya Soekmono berpendapat bahwa pusat Sriwijaya


terletak pada kawasan sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak
sampai ke Muara Tembesi (di provinsi Jambi sekarang),[11] dengan
catatan Malayu tidak berada di kawasan tersebut. Jika Malayu berada
pada kawasan tersebut, ia cendrung kepada pendapat Moens,[41] yang
sebelumnya juga telah berpendapat bahwa letak dari pusat kerajaan
Sriwijaya berada pada kawasan Candi Muara Takus (provinsi Riau
sekarang), dengan asumsi petunjuk arah perjalanan dalam catatan I
Tsing,[16] serta hal ini dapat juga dikaitkan dengan berita tentang
pembangunan candi yang dipersembahkan oleh raja Sriwijaya (Se li chu
la wu ni fu ma tian hwa atau Sri Cudamaniwarmadewa) tahun 1003
kepada kaisar Tiongkok yang dinamakan cheng tien wan shou (Candi
Bungsu, salah satu bagian dari candi yang terletak di Muara Takus).[42]
Poerbatjaraka mendukung pendapat Moens. Ia berpendapat bahwa
Minanga Tamwan disamakan dengan daerah pertemuan Sungai
Kampar Kanan dan Kampar Kiri, Riau, tempat di mana Candi Muara
Takus kini berdiri. Menurutnya, kata tamwan berasal dari kata “temu”,
lalu ditafsirkannya “daerah tempat sungai bertemu”.[43] Namun yang
pasti pada masa penaklukan oleh Rajendra Chola I, berdasarkan
prasasti Tanjore, Sriwijaya telah beribu kota di Kadaram (Kedah
sekarang).

Akan tetapi, pada tahun 2013, penelitian arkeologi yang digelar oleh
Universitas Indonesia menemukan beberapa situs keagamaan dan
tempat tinggal di Muaro Jambi. Hal ini menunjukkan bahwa pusat awal
Sriwijaya mungkin terletak di Kabupaten Muaro Jambi, Jambi pada
tepian sungai Batang Hari, dan bukanlah di Sungai Musi seperti
anggapan sebelumnya.[44] Situs arkeologi mencakup delapan candi
yang sudah digali, di kawasan seluas sekitar 12 kilometer persegi,
membentang 7,5 kilometer di sepanjang Sungai Batang Hari, serta 80
menapo atau gundukan reruntuhan candi yang belum dipugar. Situs
Muaro Jambi bercorak Buddha Mahayana-Wajrayana.

Hal ini menunjukkan bahwa situs tersebut adalah pusat pembelajaran


Buddhis, yang dikaitkan dengan tokoh cendekiawan Buddhis terkenal
Suvarṇadvipi Dharmakirti dari abad ke-10. Catatan sejarah dari
Tiongkok juga menyebutkan bahwa Sriwijaya menampung ribuan biksu.

Teori lain mengajukan pendapat bahwa Dapunta Hyang berasal dari


pantai timur Semenanjung Malaya, bahwa Chaiya di Surat Thani,
Thailand Selatan adalah pusat kerajaan Sriwijaya. Ada pula pendapat
yang menyatakan bahwa nama kota Chaiya berasal dari kata “Cahaya”
dalam bahasa Melayu. Ada pula yang percaya bahwa nama Chaiya
berasal dari Sri Wijaya, dan kota ini adalah pusat Sriwijaya. Teori ini
kebanyakan didukung oleh sejarahwan Thailand, meskipun secara
umum teori ini dianggap kurang kuat.

3. Pendiri Kerajaan Sriwijaya

Pendiri Kerajaan Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanasa.


Sayangnya, tidak banyak diketahui mengenai asal-usulnya.

Informasi mengenai Dapunta Hyang Sri Jayanasa pada prasasti-prasasti


peninggalan Kerajaan Sriwijaya hanya memberikan keterangan terkait
hal-hal yang dilakukan selama pemerintahannya, misalnya tentang
penaklukan wilayah dan pembangunan taman.

Sebagai pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Sriwijaya, Dapunta


Hyang Sri Jayanasa diperkirakan berkuasa sejak 671 hingga 702.
Informasi mengenai masa pemerintahan Dapunta Hyang Sri Jayanasa
dapat diketahui dari Prasasti Kedukan Bukit, yang ditemukan di
Kedukan Bukit, Palembang. Prasasti berangka tahun 604 Saka atau 683
Masehi ini ditulis menggunakan huruf Pallawa dan berbahasa Melayu
Kuno.

Isi Prasasti Kedukan Bukit terdiri dari sepuluh baris, yang diterjemahkan
sebagai berikut.
Tahun Saka telah lewat 605, pada hari ke sebelas paro-terang bulan
Waisakha Dapunta Hiyang naik di sampan mengambil siddhayatra.
Pada hari ke tujuh paro-terang bulan Jyestha Dapunta Hiyang berlepas
dari Minanga untuk membawa bala tentara 20.000 dengan perbekalan
200 peti di sampan dengan diiringi sebanyak 1.312 orang berjalan kaki
datang ke hulu Upang dengan sukacita.
Pada 15 hari pertama bulan asadha dengan lega gembira datang
membuat benua... srivijaya jaya siddhayatra subhiksa nityakala!
Setelah ditafsirkan, isi prasasti itu memuat informasi bahwa pada 23
April 682, Raja Sriwijaya yang bergelar Dapunta Hyang naik perahu dari
suatu tempat untuk bergabung bersama tentaranya yang baru saja
menaklukkan Minanga.

Lalu pada 19 Mei, Dapunta Hyang memimpin sebanyak 20.000


tentaranya dari Minanga untuk kembali ke ibu kota.

Mereka bersukacita karena pulang dengan kemenangan dan tiba di


Muka Upang, sebelah timur Palembang, pada 16 Juni.

Sesampainya di ibu kota, Dapunta Hyang menitahkan pembuatan


wanua (bangunan) berupa sebuah wihara, sebagai manifesti rasa
syukur dan gembira.

Prasasti Kedukan Bukit menjadi bukti keberhasilan Dapunta Hyang pada


masa pemerintahannya.

Oleh karena Dapunta Hyang disertai puluhan ribu bala tentara yang
lengkap dengan perbekalan, sudah tentu perjalanannya adalah sebuah
ekspedisi militer untuk menaklukkan daerah.

4. Silsilah raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan


Sriwijaya

Sebagaimana yang disampaikan sebelumnya bahwa struktur genealogis


raja-raja Sriwijaya banyak terputus dan hanya didukung bukti-bukti yang
dianggap kurang kuat. Berikut adalah nama-nama raja Kerajaan
Sriwijaya yang sedikit banyak disepakati oleh para ahli setelah masa
kekuasaan Dapunta Hyang Sri Jayanasa.
- Sri Indrawarman
- Raja Dharanindra
- Raja Samaratungga
- Rakai Pikatan
- Balaputradewa
- Sri Udayadityawarman
- Sri Culamaniwarman atau Cudamaniwarmadewa
- Sri Marawijayatunggawarman
- Sri Sanggramawijayatunggawarmanalanantara

Dari raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Sriwijaya, di bawah ini


adalah beberapa raja yang terkenal ;

1. Dapunta Hyang Sri Jayanasa

Dalam prasasti Kedukan Bukit dan Talang Tuo, banyak disebutkan


tentang Dapunta Hyang.

Pada abad ke-7, Dapunta Hyang melakukan berbagai usaha perluasan


daerah.

Daerah-daerah yang berhasil dikuasai antara lain, sebagai berikut.

Tulang-Bawang (Lampung)
Kedah
Pulau Bangka
Jambi
Tanah Gentung Kra
Kerajaan Kalingga dan Mataram Kuno
Samaratungga

Saat menjadi penerus kerajaan, Samaratungga tidak melakukan


ekspansi militer, tetapi lebih memilih untuk memperkuat penguasaan
Sriwijaya di Jawa. Selama masa kepemimpinannya, Samaratungga
dikenal membangun Candi Borobudur di Jawa Tengah yang selesai
pada tahun 825.
2. Balaputradewa

Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaan saat diperintah oleh Raja


Balaputradewa, yang berasal dari Jawa Tengah. Balaputradewa adalah
anak Samaratungga, Raja Mataram Kuno, yang masih keturunan Dinasti
Syailendra. Dalam prasasti Nalanda, Balaputradewa adalah raja besar
Kerajaan Sriwijaya. Kejayaan Sriwijaya dapat dilihat dari
keberhasilannya di beberapa bidang, seperti bidang maritim, politik, dan
ekonomi.

Agama Buddha pada masa itu juga mengalami perkembangan pesat.


Raja Balaputradewa juga menjalin hubungan erat dengan Kerajaan
Benggala yang kala itu dipimpin oleh Raja Dewapala Dewa. Raja ini
menghadiahkan sebidang tanah kepada Balaputradewa untuk
mendirikan asrama bagi para pelajar dan siswa yang sedang belajar di
Nalanda. Hal tersebut menandakan Balaputradewa memerhatikan ilmu
pengetahuan bagian generasi mudanya.
3. Sri Sudamaniwarmadewa

Pada masa pemerintahan Sri Sudamaniwarmadewa, terjadi serangan


Raja Darmawangsa dari Jawa bagian Timur. Akan tetapi, serangan itu
berhasil digagalkan oleh tentara Sriwijaya. Sri Sudamaniwarmadewa
kemudian digantikan oleh putranya yang bernama
Marawijayatunggawarman.

4. Sri Marawijayatunggawarman

Saat Marawijayatunggawarman memerintah, Kerajaan Sriwijaya


membina hubungan dengan Raja Rajaraya I dari Colamandala. Pada
masa ini, Sriwijaya terus memertahankan kebesarannya.

5. Sri Sanggrama Wijayatunggawarman

Pada masa pemerintahan Sanggrama wijayatunggawarman, Kerajaan


Sriwijaya mengalami kemunduran.
Hal ini disebabkan oleh serangan dari Kerajaan Colamandala dari India
yang melemahkan kedudukan Sriwijaya. Dalam serangan tersebut, Raja
Sanggrama wijayatunggawarman sempat ditangkap namun di bebaskan
kembali.

5. Kondisi Politik, Ekonomi

 Kehidupan Politik Kerajaan Sriwijaya

Fokus utama terkait kehidupan politik Kerajaan Sriwijaya yaitu wilayah


kekuasaan, raja-raja yang memerintah, dan hubungan dengan kerajaan
lain baik dalam dan luar negeri. Berdasarkan bukti yang ada dari isi
prasasti Leiden, Kerajaan Sriwijaya telah melakukan kerjasama dengan
kerajaan Chola di India. Hubungan baik dengan kerajaan tersebut
ditandai dengan pengiriman pendeta dari Sriwijaya ke India dan
pembuatan Biara untuk pendeta tersebut. Selanjutnya, berikut ini raja-
raja yang perah berkuasa di Kerajaan Sriwijaya, meliputi :

 Dapunta Hyang Srijayanasa : Ia adalah raja pertama sekaligus


pendiri Kerajaan Sriwijaya. Namanya terdapat dalam Prasasti
Kedukan Bukit dan Talang Tuo. Saat Srijayasana berkuasa, ia
berhasil memperluas wilayah kerajaan sampai ke Jambi. Cita-cita
yang menjadi pedoman yakni menjadikan Sriwijaya sebagai
kerajaan maritim terbesar.

 Balaputeradewa : Tidak dijelaskan secara jelas, namun perlu


kalian ketahui, Balaputeradewa merupakan raja yang berhasil
membawa kerajaan Sriwijaya berkembang pesat. Masa
pemerintahannya diperkirakan berlangsung pada tahun 850
masehi.

Selain kedua raja kerajaan Sriwijaya diatas, ternyata masih banyak raja-
raja lain. Namun, sumber mengenai kehidupan politik kerajaan Sriwijaya
pada masa raja-raja lainnya kurang lengkap. Nama raja-raja tersebut
seperti Sri Indra Waraman 724 M (berasal dari berita China),
Rudrawikrama 727 (berita China), Wishnu 775 M (Prasasti Ligor),
Maharaja 851 M (Berita Arab), Sriudayadityawarman 960 (Berita
Chiana), Marawijayatunggawarman 1044 M (Prasasti Leiden), dan Sri
Sanggarama Wijayatunggawarman 1044 (dalam prasasti Chola)

Wilayah kekuasaan kerajaan Sriwijaya membentang luas di Indonesia


bagian barat (Nusantara saat itu) dan sebagian wilayah di Asia
Tenggara. Namun pusat pemerintahannya di daerah yang sekarang
menjadi kota Palembang. Sriwijaya juga berhasil menaklukkan daerah di
luar nusantara seperti Kedah di Semenanjung Malaya.

 Kehidupan Ekonomi Kerajaan Sriwijaya


Kehidupan Ekonomi Kerajaan Sriwijaya meliputi kegiatan pertanian,
hasilnya kemudian diperjual belikan kepada para pedagang asing yang
singgah. Hal ini didukung dengan letak yang sangat strategis sebagai
jalur perdagangan Internasional. Hasil bumi dari pertanian tersebut
mendongkrak kegiatan perdagangan, akibatnya banyak pedagang dari
China dan India ramai-ramai berdatangan.

Faktor lain pendukung kegiatan ekonomi adalah berhasilnya Sriwijaya


menguasai wilayah-wilayah strategis di sekitarnya seperti Selat Sunda,
Selat Malaka, Laut Natuna dan Laut Jawa. Dikuasainya daerah-daerah
tersebut tidak terlepas dari kekuatan armada laut Kerajaan Sriwijaya
dengan kapalnya yang begitu banyak.
 Kehidupan Sosial Kerajaan Sriwijaya
Kehidupan sosial masyarakat di Kerajaan Sriwijaya berbaur dengan
para pedagang dari luar, karena saat itu wilayah tersebut merupakan
pelabuhan bagi kapal-kapal asing yang singgah. Kemungkinan bahasa
yang berkembang adalah bahasa melayu kuno, mereka menggunakan
bahasa tersebut untuk berkomunikasi dengan para pedagang.

Budaya asing, khususnya dari India berkembang di wilayah Sriwijaya.


Contohnya penggunaan nama-nama khas India dan pengaruh agama
Hindu-Budha semakin menyebar menyeluruh, baik masyarakat maupun
di dalam kerajaan. I Tsing, orang China yang pernah singgah di
Kerajaan Sriwijaya juga menjelaskan bahwa banyak para pendeta dari
luar yang berdatangan untuk berguru/belajar bahasa Sanskerta dan
mempelajari kitab suci agama Budha.
 Kehidupan Agama di Kerajaan Sriwijaya
Agama yang dianut oleh masyarakat Kerajaan Sriwijaya adalah Hindu
dan Budha. Masuknya agama Hindu dan Budha dibawa oleh para
pedagang dari India. Dikutip dari wikipedia, agama pertama yang dianut
adalah agama Hindu. Kemudian menurut catatan I Tsing, pada
perkembangan selanjutnya agama Budha mendominasi kehidupan
masyarakat Sriwijaya. Bahkan sebagai pusat study agama Budha (I
Tsing).

Kehidupan agama di Kerajaan Sriwijaya dipengaruhi oleh letaknya yang


strategis, agama-agama yang dianut merupakan hasil dari campur baur
dengan pedagang dari India dalam kegiatan perdagangan. Namun,
pada perkembangn selanjutnya banyak pedagang dari Timur Tengah
yang berdatangan. Awalnya dengan tujuan untuk berdagang, tapi lama
kelamaan pengaruh Islam berkembang. Hal ini mengakibatkan
munculnya kerajaan-kerajaan Islam pada masa keruntuhan Kerajaan
Sriwijaya.
6. Masa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya
Masa kejayaan kerajaan Sriwijaya berada ketika masa pemerintahan
Balaputradewa. Saat itu, kerajaan Sriwijaya banyak berhasil menguasai
jalur perdagangan yang strategis dan beberapa kerajaan lainnya.
Kekuasaan dan pengaruh kerajaan Sriwijaya pun telah mencapai ke
wilayah Thailand dan Kamboja. Hal itu tampak pada Pagoda Borom
That yang memiliki gaya arsitektur Sriwijaya yang berada di Chaiya,
Thailand.
Letaknya yang berada di jalur perdagangan menjadikan Sriwijaya
mudah untuk menjual hasil alam, misalnya kapur barus, cengkih, kayu
gaharu, kayu cendana, kapulaga, dan pala. Raja Balaputradewa
dianggap sebagai seorang raja yang membawa kerajaan Sriwijaya
mencapai puncak kejayaan di abad ke-8 dan ke-9.

Akan tetapi, pada dasarnya kerajaan Sriwijaya mengalami masa


kekuasaan yang jaya hingga ke generasi Sri Marawijaya. Hal itu
dikarenakan raja-raja sesudah Sri Marawijaya telah disibukkan oleh
peperangan melawan Pulau Jawa di tahun 922 masehi dan 1016
masehi.

Kemudian, dilanjutkan dengan perlawanan menghadapi kerajaan Cola di


tahun 1017 sampai tahun 1025 masehi, Raja Sri Sanggramawijaya
berhasil ditawan. Pada masa pemerintahan Balaputradewa hingga
dengan Sri Marawijaya, kerajaan Sriwijaya berhasil menaklukkan Selat
Malaka yang menjadi jalur utama perdagangan antara Cina dan India.
Tak hanya itu saja, seperti yang dikutip dari Buku Mengenal Kerajaan-
Kerajaan Nusantara karya dari Deni Prasetyo, menceritakan bahwa
mereka berhasil memperluas kekuasaan sampai ke wilayah Jawa Barat,
Bangka, Kalimantan Barat, Singapura, Malaysia, dan Thailand bagian
Selatan. Guna menjaga keamanan tersebut, kerajaan Sriwijaya
membangun sejumlah armada laut yang cukup kuat.
Dengan tujuan agar kapal asing yang hendak melakukan perdagangan
di Sriwijaya merasa aman dari adanya gangguan perompak. Sampai
lambat laun, Sriwijaya berkembang sebagai negara maritim yang sangat
kuat.
7. Runtuhnya Masa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya

 Peperangan dengan Jawa


Kendati makmur, raja-raja setelah generasi Sri Marawijaya disibukkan
oleh peperangan dengan Jawa pada tahun 922 M dan 1016 M.

 Tingginya Bea Masuk Pelabuhan

Bea masuk ke pelabuhan dan kondisi politik di Asia Barat dan Asia
Tengah mengakibatkan lesunya pelayaran di wilayah kekuasaan
Kerajaan Sriwijaya. Bea masuk pelabuhan merupakan sumber
perekonomian penting bagi Kerajaan Sriwijaya di Sumatra, seperti
dikutip dari Sejarah Islam Indonesia I oleh Prof. Dr. Ahwan Mukarrom,
MA.

 Serangan Kerajaan Cholamandala


Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran ketika diserang Raja
Rajendra Chola, penguasa Kerajaan Cholamandala, India. Penyerangan
Cholamandala ke Sriwijaya terjadi dua kali pada tahun 1007 dan 1023
M, disusul penawanan raja Sri Sanggramawijaya.
Menurut Mahadewa Adi Seta dalam Mengenal Kerajaan-Kerajaan Besar
Nusantara, penyerangan Cholamandala terhadap armada Kerajaan
Sriwijaya disebabkan persaingan bidang perdagangan dan perlayaran.

 Lepasnya Wilayah Kekuasaan


Penyerangan oleh Kerajaan Cholamandala tersebut membuat Kerajaan
Sriwijaya lemah dan banyak daerahnya melepaskan diri dari kekuasaan
kerajaan. Sejumlah kekuatan di wilayah Kerajaan Sriwijaya pun mulai
berani berekspansi ke luar nusantara, seperti Jambi yang mengirim
utusan sendiri ke China pada 1082.

 Ekspedisi Singasari
Ekspedisi Pamalayu dari Singasari, Jawa Timur terjadi pada 1275 M.
Ekspedisi ini merupakan siasat untuk melemahkan kekuasaan politik
dan ekonomi Kerajaan Sriwijaya atas Selat Malaka dan daerah
jajahannya. Di samping itu, ekspedisi ini merupakan alat Kerajaan
Singasari untuk meluaskan wilayah kekuasaan ke Sumatera.

 Ekspansi China ke Asia Tenggara


Ekspansi China ke Asia Tenggara pada masa Kubilai Khan dari Mongol
diteruskan oleh dinasti Ming. Ekspansi ini melemahkan kekuatan
Kerajaan Sriwijaya yang semula berkuasa hingga Filipina.

 Masuknya Pengaruh Islam


Menguatnya koloni muslim di daerah-daerah jajahan Kerajaan Sriwijaya
membuat pengaruh kerajaan ini secara perdagangan dan budaya
menurun. Salah satu daerah yang kuat terpengaruh kedatangan Islam,
yaitu di Aceh Timur.
Pendukungan separatisme darah-daerah jajahan Sriwijaya oleh koloni
muslim kelak memicu kemunculan kerajaan-kerajaan kecil bercorak
Islam. Contohnya, yakni berpisahnya Kerajaan Samudera Pasai di
pesisir Timur Aceh hingga kelak menjadi kerajaan Islam pertama di
Indonesia. Melemahnya Kerajaan Sriwijaya karena faktor-faktor di atas
memudahkan penyerangan Kerajaan Majapahit pada kerajaan bercorak
Budha tersebut

8. Warisan Sejarah Kerajaan Sriwijaya


 Prasasti
1. Prasasti Talang Tuo menggambarkan ritual Budha untuk memberkati
peristiwa penuh berkah yaitu peresmian taman Sriksetra, anugerah
Maharaja Sriwijaya untuk rakyatnya.
Prasasti Talang Tuwo, ditemukan di Bukit Seguntang bercerita tentang
dibangunnya taman Śrīksetra

2. . Prasasti Telaga Batu menggambarkan kerumitan dan tingkatan


jabatan pejabat kerajaan.

3. Prasasti Kota Kapur menyebutkan keperkasaan balatentara Sriwijaya


atas Jawa. Semua prasasti ini menggunakan bahasa Melayu Kuno,
leluhur bahasa Melayu dan bahasa Indonesia modern.

 Candi
Sunting
Meskipun disebut memiliki kekuatan ekonomi dan keperkasaan militer,
Sriwijaya hanya meninggalkan sedikit tinggalan purbakala di jantung
negerinya di Sumatra. Sangat berbeda dengan episode Sriwijaya di
Jawa Tengah saat kepemimpinan wangsa Syailendra yang banyak
membangun monumen besar; seperti Candi Kalasan, Candi Sewu, dan
Borobudur.

Candi-candi Budha yang berasal dari masa Sriwijaya di Sumatra antara


lain Candi Muaro Jambi, Candi Muara Takus, dan Biaro Bahal. Akan
tetapi tidak seperti candi periode Jawa Tengah yang terbuat dari batu
andesit, candi di Sumatra terbuat dari bata merah
Arca Buddha langgam Amarawati setinggi 2, 77 meter, ditemukan di
situs Bukit Seguntang, Palembang, abad ke-7 sampai ke-8
M.Awalokiteshwara dari Bingin Jungut, Musi Rawas, Sumatra Selatan.
Langgam Sriwijaya, abad ke-8 sampai ke-9 M, mirip langam seni
Sailendra Jawa Tengah.
Arca Maitreya dari Komering, Sumatra Selatan, seni Sriwijaya sekitar
abad ke-9 M.
 Arca
Beberapa arca-arca bersifat Budhisme, seperti berbagai arca Budha
yang ditemukan di Bukit Seguntang, Palembang,[89] dan arca-arca
Bodhisatwa Awalokiteswara dari Jambi,[90] Bidor, Perak[91] dan
Chaiya,[92] dan arca Maitreya dari Komering, Sumatra Selatan.

Semua arca-arca ini menampilkan keanggunan dan langgam yang sama


yang disebut “Seni Sriwijaya” atau “Langgam/Gaya Sriwijaya” yang
memperlihatkan kemiripan — mungkin diilhami — oleh langgam
Amarawati India dan langgam Syailendra Jawa (sekitar abad ke-8
sampai ke-9).[93]
Busana gadis penari Gending Sriwijaya yang raya dan keemasan
menggambarkan kegemilangan dan kekayaan Sriwijaya.

 Bahasa Melayu Kuno


Warisan terpenting Sriwijaya mungkin adalah bahasanya. Ditandai dengan
ditemukannya berbagai prasasti Sriwijaya yang berbahasa Melayu Kuno,
seperti yang ditemukan di pulau Jawa.
Hubungan dagang yang dilakukan berbagai suku bangsa Nusantara menjadi
wahana penyebaran bahasa Melayu, karena bahasa ini menjadi alat
komunikasi bagi kaum pedagang.
Sejak saat itu, bahasa Melayu menjadi lingua franca dan digunakan secara
meluas oleh banyak penutur di Kepulauan Nusantara.[94]
Tersebar luasnya Bahasa Melayu Kuno ini mungkin telah membuka dan
memuluskan jalan bagi Bahasa Melayu sebagai bahasa nasional Malaysia, dan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu Indonesia modern. Adapun
Bahasa Melayu Kuno masih tetap digunakan sampai pada abad ke-14 M.[95]
 Keharuman Sriwijaya
Sunting
Kaum nasionalis Indonesia juga mengagungkan Sriwijaya sebagai sumber
kebanggaan dan bukti kejayaan masa lampau Indonesia.[96] Kegemilangan
Sriwijaya telah menjadi sumber kebanggaan nasional dan identitas daerah,
khususnya bagi penduduk kota Palembang, Sumatra Selatan.
Keluhuran Sriwijaya telah menjadi inspirasi seni budaya, seperti lagu dan tarian
tradisional Gending Sriwijaya. Hal yang sama juga berlaku bagi masyarakat
selatan Thailand yang menciptakan kembali tarian Sevichai yang berdasarkan
pada keanggunan seni budaya Sriwijaya.
Di Indonesia, nama Sriwijaya telah digunakan dan diabadikan sebagai nama
jalan di berbagai kota, dan nama ini juga digunakan oleh Universitas Sriwijaya
yang didirikan tahun 1960 di Palembang.
Demikian pula Kodam II/Sriwijaya (unit komando militer), PT Pupuk Sriwijaya
(perusahaan pupuk di Sumatra Selatan), Sriwijaya Post (surat kabar harian di
Palembang), Sriwijaya TV, Sriwijaya Air (maskapai penerbangan), Stadion
Gelora Sriwijaya, Kereta Api Tanjung Karang-Kertapati Sriwijaya Lampung dan
Sriwijaya Football Club (klub sepak bola Palembang).
Semuanya dinamakan demikian untuk menghormati, memuliakan, dan
merayakan Kedatuan Sriwijaya yang gemilang. Pada tanggal 11 November
2011 digelar upacara pembukaan SEA Games 2011 di Stadion Gelora Sriwijaya,
Palembang. Upacara pembukaan ini menampilkan tarian kolosal yang bertajuk
“Srivijaya the Golden Peninsula” menampilkan tarian tradisional Palembang
dan juga replika ukuran sebenarnya perahu Sriwijaya untuk menggambarkan
kejayaan Kedatuan bahari ini.[97][98]
Nama besar Sriwijaya juga telah menginspirasi dan dipinjam sebagai nama
genus katak yang baru dideskripsi di tahun 2021: Wijayarana.[99][100]

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada abad ke-7 Kerajaan Sriwijaya didirikan oleh Dapunta Hyang Sri Jayasana
yang sekaligus menjadi raja pertama Kerajaan Sriwijaya, di daerah Palembang,
Sumatera Selatan. Dalam prasasti Kedukan Bukit tercatat bahwa tahun 682
Masehi menjadi tahun dimana kerajaan ini resmi didirikan. Kerajaan Sriwijaya
adalah salah satu kemaharajaan bahari (maritim) yang berdiri di pulau
Sumatera dan salah satu kedatuan bahari historis yang berasal dari Palembang
dan banyak memberi pengaruh di Asia Tenggara (terutama dalam kawasan
Nusantara barat) dengan daerah kekuasaan yang membentang dari Sumatra,
Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Singapura, Semenanjung Kra (kini Thailand
dan Malaysia), Kamboja, Vietnam Selatan, Kalimantan, Jawa Barat dan Jawa
Tengah.[4][5] Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti “bercahaya” atau
“gemilang”, dan wijaya berarti “kemenangan” atau “kejayaan”,[5] maka nama
Sriwijaya bermakna “kemenangan yang gilang-gemilang”. Lokasi ibukota
Sriwijaya dekat dengan Kota Palembang, tepatnya di pinggir Sungai Musi.
Sriwijaya terdiri dari sejumlah pelabuhan yang saling berhubungan di sekitar
Selat Malaka.
Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaan saat diperintah oleh Raja
Balaputradewa, yang berasal dari Jawa Tengah. Balaputradewa adalah anak
Samaratungga, Raja Mataram Kuno, yang masih keturunan Dinasti Syailendra.
Dalam prasasti Nalanda, Balaputradewa adalah raja besar Kerajaan Sriwijaya.
Kejayaan Sriwijaya dapat dilihat dari keberhasilannya di beberapa bidang,
seperti bidang maritim, politik, dan ekonomi.
Dan ada berbagai faktor mundurnya Kerajaan Sriwijaya, dan ini diantaranya :
Peperangan dengan Jawa, serangan Cholamandala, serta masuknya pengaruh
Islam.

B. Saran
Sebagai generasi penerus bangsa sudah seharusnya kita mempelajari dan
budaya yang sudah ada. Seperti halnya sejarah kerajaan-kerajaan terdahulu
yang banyak sekali pengetahuan di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/30/204231679/kerajaan-
sriwijaya-letak-raja-raja-masa-kejayaan-dan-peninggalan

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sriwijaya

https://soalfismat.com/kerajaan-sriwijaya/

Anda mungkin juga menyukai