Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

SEJARAH KERAJAAN SRIWIJAYA

Disusun oleh :

Kelompok 7 Fase E.10

- Cresna Bayu
- Rigita Dwi Lestari
- Sania Desria
- Arrini Muthmainah azzahrah

KEMENTERIAN AGAMA
MAN 1 (MODEL) KOTA LUBUKLINGGAU
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga Kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu Ilmu tambahan bagi
pembaca maupun penulis Dalam penelitian sejarah ini dengan penelitian yaitu
”SEJARAH KERAJAAN SRIWIJAYA”

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi pembaca maupun penulis, sehingga kami dapat memperbaiki
bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Dan
terimakasih untuk Bapak feldi Guswandi, selaku guru pelajaran sejarah yang telah
membimbing kami dalam mengerjakan makalah penelitian subkos sehingga kami
dapat membuat makalah ini dengan maksimal.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini. Kami berharap semoga pembaca dapat memaklumi apabila ada
kesalahan pada tugas ini. dan kami berharap semoga pembaca dapat mendukung
dan menilai tugas kami dengan baik. terimakasih

Lubuklinggau, 16 Januari 2022


Hormat Kami,

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Kerajaan Sriwijaya..........................................................................................1
1.2 Dapunta Hyang.................................................................................................1
BAB II.................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................3
1.1 Sistem Pemerintahan........................................................................................3
1.2 Hubungan Luar Negeri.......................................................................................3
1.3 Para Maharaja Sriwijaya....................................................................................4
1.4 Kehidupan Sosial..............................................................................................4
1.5 Kehidupan Budaya...........................................................................................5
1.6 Kehidupan Agama............................................................................................5
1.7 Kehidupan Ekonomi...........................................................................................6
1.8 Masa Kejayaan.................................................................................................7
1.9 Peninggalan Sejarah..........................................................................................8
BAB III PENUTUP........................................................................................................15
1.1 Kesimpulan...........................................................................................................15
1.2 Saran.....................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Kerajaan Sriwijaya


Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang terletak di pulau
Sumatra, tepatnya di Palembang. Menurut dugaan, kerajaan sriwijaya selalu
berpindah-pindah. Awalnya berada di Minangatamwan (daerah sekitar Candi
Muara Takus di Riau daratan). Kemudian dipindahkan ke Jambi, lalu ke
Palembang. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya sebuah candi di Muara Takus.
Dan di Palembang ditemukan arca Buddha Siguntang, karena pada abad ke 8 M,
kerajaan Sriwijaya menjadi pusat ziarah dan belajar agama Buddha.
Kerajaan ini berdiri sekitar awal abad ke 7 M. Kerajaan Sriwijaya
merupakan kerajaan Buddha terbesar di Asia Tenggara karena memiliki daeraah
jajahan yang luas dan menguasai perdagangan laut. Daerah jajahannya meliputi:
Laut Natuna, Semenanjung Malaya, Tanah genting Kra, Selat Malaka, Laut Jawa,
Ligor, Kelantan, Pahang, Jambi, dan Selat Sunda.

1.2 Dapunta Hyang


Sriwijaya didirikan pertama kali pada abad ke-7 dengan raja pertama
bernama Dapunta Hyang. Bukti fisik berupa kronik berita Cina memberitahu
bahwa pada tahun 682 Masehi atau abad ke-6 ada seorang pendeta Budha dari
Tiongkok yang ingin memperdalam agamanya di tanah India.

Sebelum keberangkatan resminya, ia harus sudah menguasai bahasa


Sansekerta, karena itulah pendeta bernama I-Tsing tersebut mempelajarinya dulu
selama setengah tahun di Sriwijaya. Kronik ini sekaligus memberi sinyal bahwa
ternyata pada zaman dulu, Sriwijaya sudah menjadi pusat keagamaan yang
mumpuni di kawasan Asia Tenggara. Bahkan I-Tsing juga berhasil
menerjemahkan kitab-kitab agama Budha ke bahasa nenek moyangnya setelah
mempelajari secara mendalam agama Budha di Sriwijaya.

Bukti yang kedua ini memperkuat teori awal pendirian Kerajaan Sriwijaya
di abad ke-7. Sebuah.Prasasti Kedukan Bukit (682 Masehi) menyebutkan nama
Dapunta Hyang, dan prasasti Talang Tuo (684 Masehi) Kedua prasasti ini adalah

1
penjelasan tertua mengenai seseorang yang dianggap sebagai raja atau pemimpin
Sriwijaya.

Dalam Prasasti Kedukan Bukit juga menceritakan di tahun tersebut


Sriwijaya sedang dipimpin oleh seorang raja bernama Dapunta Hyang yang
sedang mengadakan perjalanan dengan memimpin 20.000 pasukannya dari
Minanga Tamwan ke Palembang, Jambi, dan Bengkulu. Dalam perjalanan
tersebut, Kerajaan Sriwijaya berhasil menaklukkan daerah-daerah yang kekuatan
militernya tak sebanding bersedia menyerahkan upeti ke Sriwijaya sebagai tanda
takluk.

Tidak ada kronik maupun prasasti lagi yang menjelaskan asal-usul


keluarga Dapunta Hyang Srijayanaga sehingga ia menduduki tahta pertama
kerajaan. Dalam sejarah berdirinya Sriwijaya, ada sekitar 11 raja yang silih
berganti mengurusi negara internasional ini. Nantinya, nama Sriwijaya yang
artinya kemenangan yang mulia benar-benar terwujud.

Setelah Dapunta Hyang berhasil meraih kesuksesan bersama 20.000


pasukannya, ada sebuah prasasti yang ditemukan di Pulau Bangka, sebuah pulau
kecil di dekat Sumatera. Prasasti Kota Kapur adalah nama prasasti yang
menyebutkan keinginan Dapunta Hyang meneruskan ekspedisi ke Jawa.
Berdasarkan Prasasti Kota Kapur (686 M) di Pulau Bangka, Sriwijaya
diperkirakan telah berhasil menguasai Sumatera bagian selatan, Bangka dan
Belitung, bahkan sampai ke Lampung. Bukti ini juga menyebutkan bahwa Sri
Jayanasa bahkan mencoba untuk melancarkan ekspedisi militer menyerang Jawa
yang dianggap tidak mau berbakti kepada maharaja Sriwijaya. Peristiwa ini terjadi
pada waktu yang kurang lebih bersamaan dengan runtuhnya kerajaan
Tarumanegara di Jawa Barat dan Kerajaan Holing (Kalingga) di Jawa Tengah
yang bisa saja terjadi karena serangan yang dilancarkan oleh Sriwijaya. Prasasti-
prasasti lainnya yang menjadi peninggalan Kerajaan Sriwijaya menggunakan
bahasa melayu kuno dan berhuruf Pallawa.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Sistem Pemerintahan

Sistem pemerintahan Sriwijaya berbentuk kerajaan berbasis maritim


dimana perpindahan kekuasaan didasarkan pada garis keturunan. Sriwijaya, oleh
pengamat sejarah, disebut sebagai kerajaan nasional pertama di Nusantara
mengingat betapa luasnya wilayah yang tunduk di kekuasaannya.rmada laut
mereka saat itu dikenal sebagai salah satu yang terbaik.

Meski demikian, Sriwijaya bisa dikatakan bersifat metropolis karena


masih mengandalkan tradisi diplomasi. Oleh karena lokasi yang strategis, maka
Sriwijaya tumbuh pesat dalam bidang pelayaran dan perdagangan. Sejumlah
peninggalan prasasti kerajaan Sriwijaya menyebutkan bahwa kerajaan ini
memperluas wilayah dengan jalan ekspansi militer.

Adapun birokrasinya memperhatikan betul pelaksanaan berbagai aturan


dalam menjamin ketertiban dan ketenangan dalam negeri. Beberapa prasasti juga
memuat keterangan mengenai penguasa daerah yang tunduk pada Sriwijaya tidak
diberi keleluasaan memerintah. Sistem pemerintahan yang dianut oleh Sriwijaya
menjadikan mereka kerajaan maritim yang besar dengan wilayah yang luas.

1.2 Hubungan Luar Negeri

Kerajaan Sriwijaya juga menjalin menjalin hubungan luar negeri dengan


India, China, dan bangsa-bangsa lain. Hubungan erat antara Kerajaan Sriwijaya
dengan istana kaisar China merupakan salah satu hal penting yang tercatat dalam
sejarahnya. Salah satu contohnya, diriwayatkan bahwa pada abad ke-11, Raja
Sriwijaya memperbaiki kuil di Kanton. Karya-karya I-Tsing yang ditulis di
Sumatera pada abad ke-7 juga menunjukkan betapa masyhurnya Sriwijaya sebagai
pusat agama Buddha. Pertumbuhan seperti itu hanya mungkin jika suatu kerajaan
terbuka untuk hubungan dengan luar negeri. I-Tsing, Biksu China yang
Memperdalam Agama Buddha di Sriwijaya Hubungan luar negeri yang aktif juga

3
ditunjukkan pada masa pemerintahan Raja Balaputradewa, yang menjalin
hubungan erat dengan Kerajaan Benggala di India yang kala itu dipimpin oleh
Raja Dewapala Dewa. Raja Balaputradewa memerintahkan untuk mendirikan
asrama bagi para pelajar dan siswa yang sedang belajar di Nalanda.

1.3 Para Maharaja Sriwijaya

Sriwijaya bukan hanya sekedar kerajaan senusa artinya hanya mengusai


satu pula melainkan kerajaan antar nusa yang artinya mengusai beberapa pulau.

Raja – raja Kerajaan Sriwijaya:

1. Dapunta Hyang (671)

2. Rudra Vikraman(728)

3. Sri Indrawarman(702)

4. Sri Maharaja(775)

5. Dharanindra (778)

6. Samaragrawira(782)

7. Samaratungga(792)

8. Balaputradewa(856)

9. Sri Udayaditya Warmadewa(960)

10. Sri Cudamani Warmadewa(988)

11. Sri Maravijayottungawarman(1008)

12. Sangramavijayottunggawarman(1025)

13. Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warrmadewa(1183)

1.4 Kehidupan Sosial


Untuk meningkatkan kehidupan sosial masyarakat, Kerajaan Sriwijaya
mengadakan hubungan dengan kerajaan di sekitarnya dan mengembangkan

4
pendidikan. Bukti bahwa Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai pusat pendidikan
agama Buddha adalah catatan I Tsing yang menyatakan bahwa terdapat seribu
pendeta Buddha yang belajar agama Buddha di Sriwijaya, bahkan I Tsing
menyarankan kepada pendeta Cina agar belajar terlebih dahulu di Sriwijaya
sebelum melanjutkan pendidikan ke India.

Salah satu guru yang terkenal adalah Dharmakirti. Berdasarkan catatan I Tsing
dapat diketahui bahwa rakyat Kerajaan Sriwijaya sudah berpendidikan tinggi.
Oleh karena itu, Sriwijaya dapat dikatakan sebagai pusat ilmu pengetahuan
agama.

1.5 Kehidupan Budaya


Bukti bahwa Kerajaan Sriwijaya memiliki kebudayaan yang tinggi adalah
dari prasasti-prasasti yang ditemukan. Prasasti tersebut tidak lagi menggunakan
bahasa Sanskerta, tetapi sudah menggunakan bahasa Melayu Kuno. Hal tersbeut
menunjukkan bahwa masyarakat Kerajaan Sriwijaya tidak menerima budaya asing
begitu saja, tetapi disesuaikan dengan budaya setempat.

Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India, pertama oleh


budaya Hindu kemudian diikuti pula oleh agama Buddha. Peranannya dalam
agama Budha dibuktikannya dengan membangun tempat pemujaan agama Budha
di Ligor, Thailand. Raja-raja Sriwijaya menguasai kepulauan Melayu melalui
perdagangan dan penaklukkan dari kurun abad ke-7 hingga abad ke-9, sehingga
secara langsung turut serta mengembangkan bahasa Melayu beserta
kebudayaannya di Nusantara.

Hasil budaya peninggalan Kerajaan Sriwijaya adalah berupa prasasti, arca


Buddha di Bukit Siguntang, bangunan suci di Jambi, kompleks Candi Muara
Takus, beberapa bangunan suci di Gunung Tua (padang lawas), dan Arca
Awalokiteswara yang ditemukan di Tapanuli Selatan.

1.6 Kehidupan Agama


Sebagai pusat pengajaran Buddha Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak
peziarah dan sarjana dari negara-negara di Asia. Antara lain pendeta dari
Tiongkok I Tsing, yang melakukan kunjungan ke Sumatera dalam perjalanan
studinya di Universitas Nalanda, India, pada tahun 671 dan 695, I Tsing
melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Buddha sehingga
menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Selain berita diatas, terdapat berita

5
yang dibawakan oleh I Tsing, dinyatakan bahwa terdapat 1000 orang pendeta
yang belajar agama Budha pada Sakyakirti, seorang pendeta terkenal di Sriwijaya.
Terdapat lebih dari 1000 pandita Buddhis di Sriwijaya yang belajar serta
mempraktikkan Dharma dengan baik. Mereka menganalisa dan mempelajari
semua topik ajaran sebagaimana yang ada di India; vinaya dan ritual-ritual mereka
tidaklah berbeda sama sekali [dengan yang ada di India]. Apabila seseorang
pandita Tiongkok akan pergi ke Universitas Nalanda di India untuk mendengar
dan mempelajari naskah-naskah Dharma auutentik, ia sebaiknya tinggal di
Sriwijaya dalam kurun waktu 1 atau 2 tahun untuk mempraktikkan vinaya dan
bahasa sansekerta dengan tepat.

1.7 Kehidupan Ekonomi

Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan


antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat
Sunda. Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti
kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah, yang
membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India. Kekayaan yang melimpah ini
telah memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari vassal-vassal-nya di
seluruh Asia Tenggara. Dengan berperan sebagai entreport atau pelabuhan utama
di Asia Tenggara, dengan mendapatkan restu, persetujuan, dan perlindungan dari
Kaisar China untuk dapat berdagang dengan Tiongkok, Sriwijaya senantiasa
mengelola jejaring perdagangan bahari dan menguasai urat nadi pelayaran antara
Tiongkok dan India.
Karena alasan itulah Sriwijaya harus terus menjaga dominasi
perdagangannya dengan selalu mengawasi dan jika perlu memerangi pelabuhan
pesaing di negara jirannya. Keperluan untuk menjaga monopoli perdagangan
inilah yang mendorong Sriwijaya menggelar ekspedisi militer untuk menaklukkan
bandar pelabuhan pesaing di kawasan sekitarnya dan menyerap mereka ke dalam
mandala Sriwijaya. Bandar Malayu di Jambi, Kota Kapur di pulau Bangka,
Tarumanagara dan pelabuhan Sunda di Jawa Barat, Kalingga di Jawa Tengah, dan
bandar Kedah dan Chaiya di semenanjung Melaya adalah beberapa bandar
pelabuhan yang ditaklukan dan diserap kedalam lingkup pengaruh Sriwijaya.
Disebutkan dalam catatan sejarah Champa adanya serangkaian serbuan angkatan
laut yang berasal dari Jawa terhadap beberapa pelabuhan di Champa dan
Kamboja. Mungkin angkatan laut penyerbu yang dimaksud adalah armada

6
Sriwijaya, karena saat itu wangsa Sailendra di Jawa adalah bagian dari mandala
Sriwijaya. Hal ini merupakan upaya Sriwijaya untuk menjamin monopoli
perdagangan laut di Asia Tenggara dengan menggempur bandar pelabuhan
pesaingnya. Sriwijaya juga pernah berjaya dalam hal perdagangan sedari tahun
670 hingga 1025 M.
Kejayaan bahari Sriwijaya terekam di relief Borobudur yaitu
menggambarkan Kapal Borobudur, kapal kayu bercadik ganda dan bertiang layar
yang melayari lautan Nusantara sekitar abad ke-8 Masehi. Fungsi cadik ini adalah
untuk menyeimbangkan dan menstabilkan perahu. Cadik tunggal atau cadik ganda
adalah ciri khas perahu bangsa Austronesia dan perahu bercadik inilah yang
membawa bangsa Austronesia berlayar di seantero Asia Tenggara, Oseania, dan
Samudra Hindia. Kapal layar bercadik yang diabadikan dalam relief Borobudur
mungkin adalah jenis kapal yang digunakan armada Sailendra dan Sriwijaya
dalam pelayaran antarpulaunya, kemaharajaan bahari yang menguasai kawasan
pada kurun abad ke-7 hingga ke-13 Masehi.
Selain menjalin hubungan dagang dengan India dan Tiongkok, Sriwijaya
juga menjalin perdagangan dengan tanah Arab. Kemungkinan utusan Maharaja
Sri Indrawarman yang mengantarkan surat kepada khalifah Umar bin Abdul-Aziz
dari Bani Umayyah tahun 718, kembali ke Sriwijaya dengan membawa hadiah
Zanji (budak wanita berkulit hitam), dan kemudian dari kronik Tiongkok
disebutkan Shih-li-fo-shih dengan rajanya Shih-li-t-‘o-pa-mo (Sri Indrawarman)
pada tahun 724 mengirimkan hadiah untuk kaisar Cina, berupa ts’engchi
(bermaksud sama dengan Zanji dalam bahasa Arab).
Pada paruh pertama abad ke-10, di antara kejatuhan dinasti Tang dan
naiknya dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama
Fujian, kerajaan Min dan kerajaan Nan Han dengan negeri kayanya Guangdong.
Tak diragukan lagi Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini. Pada
masa inilah diperkirakan rakyat Sriwijaya mulai mengenal buah semangka
(Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum. & Nakai), yang masuk melalui perdagangan
mereka.
Berikut beberapa barang yang menjadi komoditas ekspor Kerajaan Sriwijaya.

1. Barang ekspor ke Arab antara lain kayu gaharu, kapur barus, kayu
cendana, gading, timah, kayu ulin, rempah-rempah, dan kemenyan.

7
2. Barang ekspor ke Cina antara lain gading, air mawar, kemenyan, buah-
buahan, gula putih, gelas, kapur barus, batu karang, pakaian, cula badak,
wangi-wangian, bumbu masak, dan obat-obatan.

1.8 Masa Kejayaan


Pada tahun 860 Masehi, prasasti Nalanda yang berada di India menyeret
nama Sriwijaya sebagai nama kerajaan internasional yang sangat peduli dengan
pendidikan. Masa keemasan ini semakin meningkatkan pamor Balaputeradewa
yang saat itu menjadi Raja Sriwijaya. Dalam prasasti tersebut, Balaputeradewa
disebutkan mendirikan asrama pelajar Sriwijaya yang diperuntukkan anak dari
Sriwijaya yang sedang menuntut ilmu di Nalanda, India. Tempat itu sudah banyak
menghasilkan para pendeta yang dapat mengayomi orang banyak. Pada zaman itu,
India dan Benggala tempat beradanya perguruan Nalanda sedang dipimpin oleh
Raja Dewapaladewa.

Puncak keemasan diperoleh Sriwijaya setelah berjuang dalam hitungan


abad. Sriwijaya memperoleh kejayaan ini di abad ke-8 dan ke-9. Hingga pada
akhirnya, kejayaan tersebut harus diakhiri pada abad ke-11.

Raja Balaputradewa dianggap sebagai raja yang membawa Sriwijaya ke


puncak kegemilangannya pada abad ke-8 dan 9. Namun pada dasarnya, kerajaan
ini mengalami masa kekuasaan yang gemilang sampai ke generasi Sri
Marawijaya. Hal ini disebabkan raja-raja setelah Sri Marawijaya sudah disibukkan
dengan peperangan melawan Jawa pada 922 M dan 1016 M. Dilanjutkan dengan
melawan Kerajaan Cola (India) pada tahun 1017 hingga 1025 Raja Sri
Sanggramawijaya berhasil ditawan.

Pada masa kekuasaan Balaputradewa sampai dengan Sri Marawijaya,


Kerajaan Sriwijaya menguasai Selat Malaka yang merupakan jalur utama
perdagangan antara India dan Cina. Selain itu, seperti yang dilansir dari buku
Mengenal Kerajaan-Kerajaan Nusantara karya Deni Prasetyo, mereka berhasil
memperluas kekuasaannya hingga Jawa Barat, Kalimantan Barat, Bangka,
Belitung, Malaysia, Singapura, Thailand Selatan. Untuk menjaga keamanan itu,
Sriwijaya membangun armada laut yang kuat. Sehingga kapal-kapal asing yang
ingin berdagang di Sriwijaya merasa aman dari gangguan perompak. Hingga
lambat laun, Sriwijaya berkembang menjadi negara maritim yang kuat.

8
Kekuasaan dan pengaruh kerajaan Sriwijaya pun telah mencapai ke wilayah
Thailand dan Kamboja. Hal itu tampak pada Pagoda Borom That yang memiliki
gaya arsitektur Sriwijaya yang berada di Chaiya, Thailand.
Letaknya yang berada di jalur perdagangan menjadikan Sriwijaya mudah untuk
menjual hasil alam, misalnya kapur barus, cengkih, kayu gaharu, kayu cendana,
kapulaga, dan pala. Raja Balaputradewa dianggap sebagai seorang raja yang
membawa kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaan di abad ke-8 dan ke-9.

1.9 Peninggalan Sejarah

Prasasti-prasasti Sriwijaya dengan huruf Pallawa dan bahasa melayu kuno


adalah: Prasasti Kedukan Bukit, Prasasti Talang Tuwo, Prasasti Kota Kapur,
Prasasti Telaga Batu, Prasasti Karang Birahi, Prasasti Ligor

1. Prasasti Kedukan Bukit


Pada tanggal 29 November 1920, M. Batenburg menemukan sebuah batu
bertulis di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang-Sumatera
Selatan. Prasasti berukuran 45 × 80 cm ini ditulis menggunakan bahasa Melayu
Kuno dan aksara Pallawa. Isinya menceritakan bahwa seorang utusan Kerajaan
Sriwijaya bernama Dapunta Hyang telah mengadakan sidhayarta (perjalanan suci)
menggunakan perahu. Dalam perjalanan yang disertai 2.000 pasukan tersebut, ia
telah berhasil menaklukan daerah-daerah lain. Prasasti peninggalan kerajaan
Sriwijaya ini kini disimpan di Museum Nasional Indonesia.
Berangka tahun 605 Śaka (=683 Masehi). Menceritakan perjalanan suci
yang dilakukan oleh Dapunta Hyang dengan perahu. Berangkat dari
Minãngtãmwan dengan 20.000 orang tentara. Ia menaklukkan beberapa daerah.

2. Prasasti Talang Tuo (dekat Palembang)

9
Di kaki Bukit Seguntang tepian utara Sungai Musi, Louis Constant
Westenenk –seorang residen Palembang pada tanggal 17 November 1920
menemukan sebuah prasasti. Prasasti Talang Tuwo –begitu kemudian disebut-
adalah sebuah prasasti yang berisi doa-doa dedikasi. Prasasti ini menggambarkan
bahwa aliran Budha yang digunakan Sriwijaya pada masa itu adalah aliran
Mahayana. Ini dibuktikan dari digunakannya kata-kata khas aliran Budha
Mahayana seperti bodhicitta, vajrasarira, annuttarabhisamyaksamvodhi, dan
mahasattva.
Berangka tahun 684 Masehi berisi tantang pembuatan taman Śriksetra atas
perintah Dapunta Hyang Sri Jayanaşa untuk kemakmuran semua makhluk.

3. Prasasti Telaga Batu (dekat Palembang)


Prasasti Telaga Batu adalah sekumpulan prasasti yang ditemukan di
sekitar kolam Telaga Biru, Kelurahan 3 Ilir, Kec. Ilir Timur II, Kota Palembang.
Prasasti-prasasti ini berisi tentang kutukan pada mereka yang melakukan
perbuatan jahat di kedatuan Sriwijaya. Kini, prasasti-prasasti ini disimpan di
Museum Nasional, Jakarta.
Tidak berangka tahun. Berisi kutukan-kutukan yang seram terhadap siapa
saja yang melakukan kejahatan dan tidak taat terhadap raja.

10
Prasasti Kota Kapur (dari Kotakapur, Bangka) dan Prasasti Karang Birahi
(daerah Jambi hulu). Berangka tahun sama yaitu 686 Masehi. Isi kedua prasasti itu
juga hampir sama, yaitu permintaan kepada dewa yang menjaga Sriwijaya dan
untuk menghukum setiap orang yang bermaksud jahat terhadap Sriwijaya.

Berdasarkan kedua prasasti itu dapat disimpulkan bahwa daerah Bangka


dan daerah Maringin (Melayu) telah ditaklukkan oleh Sriwijaya. Sementara itu
sang raja juga berusaha menaklukkan “bhumi jawa” atau Tarumanegara.

4. Prasasti Karang Birahi

Prasasti Karang Brahi ditemukan oleh Kontrolir L.M. Berkhout pada


tahun 1904 di tepian

Batang Merangin, Dusun Batu Bersurat, Desa Karang Berahi,


Kecamatan Pamenang, MeranginJambi. Sama seperti prasasti Telaga Batu,
Prasasti Palas Pasemah, dan Prasasti Kota Kapur, prasasti ini menjelaskan
tentang kutukan pada mereka yang berbuat jahat dan tidak setia pada sang
Raja Sriwijaya

5. Prasasti Kota Kapur

11
Prasasti Kota Kapur ditemukan di pesisir Pulau Bangka sebelah
Barat. Prasasti yang ditulis menggunakan bahasa Melayu Kuno beraksara
Pallawa ini ditemukan pada Desember 1892 oleh J.K. van der Meulen.
Isinya menjelaskan tentang kutukan bagi siapa saja yang membantah titah
dari kekuasaan kemaharajaan Sriwijaya.

6. Prasasti Palas Pasemah

Prasasti Palas Pasemah adalah sebuah prasasti yang ditemukan di


sebuah pinggiran rawa di desa Palas Pasemah, Lampung Selatan, Lampung.
Prasasti yang ditulis menggunakan bahasa Melayu Kuno beraksara Pallawa
ini tersusun atas 13 baris kalimat. Isinya menjelaskan tentang kutukan atas
orang-orang yang tidak tunduk pada kekuasaan Sriwijaya. Diperkirakan dari
bentuk aksaranya, salah satu prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya ini
diperkirakan berasal dari abad ke 7 Masehi.

7. Prasasti Bukit Siguntang

12
8. Arca Budha Sakyamurni

9. Prasasti Amoghapasha

10. Prasasti Nalanda

13
11. Komplek Nalanda University

12. Piagam Leiden

13. Prasasti Grahi

14
14. Candi Muara Takus

15
BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di
pulau Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah
kekuasaan berdasarkan peta membentang dari Kamboja, Thailand Selatan,
Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa Barat dan kemungkinan Jawa Tengah.
Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti “bercahaya” atau “gemilang”, dan wijaya
berarti “kemenangan” atau “kejayaan”, maka nama Sriwijaya bermakna
“kemenangan yang gilang-gemilang”.
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7;
seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya
tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua
mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di
Palembang, bertarikh 682. Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah
bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan di antaranya
tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel, selanjutnya tahun 1183
kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali kerajaan Dharmasraya.

1.2 Saran
Saran untuk para siswa agar jangan melupakan sejarah bangsa kita, dan
berusaha menjaga dan melestarikan peninggalan sejarah yang ada di Indonesia.

16
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Sriwijaya
http://sejarahbudayanusantara.weebly.com/kerajaan-sriwijaya.html
http://kakakpintar.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya-peninggalan-pendiri-prasasti-
letak-penyebab-runtuhnya
http://www.portalsejarah.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya-kerajaan-maritim-
terbesar.html
http://jagosejarah.blogspot.co.id/2015/06/sejarah-kerajaan-sriwijaya.html
https://doc.lalacomputer.com/makalah-kerajaan-sriwijaya/
https://www.kompas.com/stori/read/2022/07/21/080000579/kehidupan-politik-
kerajaan-sriwijaya?page=all
https://www.freedomnesia.id/kehidupan-ekonomi-sosial-dan-budaya-kerajaan-
sriwijaya/
https://www.pinhome.id/blog/kerajaan-sriwijaya/
https://www.academia.edu/40579420/MAKALAH_KERAJAAN_SRIWIJAYA

17

Anda mungkin juga menyukai