Anda di halaman 1dari 18

Tugas Kelompok

Mata Kuliah : Pendidikan Pancasila


Dosen Pembimbing : Drs. H. Muh. Nasir, M.Pd.,M.Kes

Kerajaan Samudera Pasai

Oleh :
Kelompok 3

Maharani Maghpira Syam ( PO714203171021 )


Muh Kurniawan Kadir ( PO714203171022 )
Muh. Ridha Mubaraq ( PO714203171023 )
Muhammad Aswatul Fathanah ( PO714203171024 )
Nasriani ( PO714203171025 )
Novia Amaliah Arifai ( PO714203171026 )
Nur Asy Syamsi ( PO714203171027 )
Nur Dita Cahyani ( PO714203171028 )
Nur Fadillah Ramadhani ( PO714203171029 )
Nur Indah ( PO714203171030 )

PRODI D.IV ANALIS KESEHATAN


POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2017/2018

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya saya dapat menyusun makalah yang berjudul “Kerajaan Samudera
Pasai ” ini  tepat pada waktu yang telah ditentukan.

Kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi Mahasiswa dan
pembaca pada umumnya, sebagai salah satu sumber pengetahuan dan bahan
pembelajaran serta mengetahui kedudukannya.

Dalam hal ini kami selaku penyusun menyadari masih banyak kekurangan
dan kekeliruan dalam penyusunan makalah ini, untuk itu kami meminta maaf atas
segala keterbatasan waktu dan kemampuan kami dalam menyelesaikan makalah
ini. Segala kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan demi
peningkatan kualitas makalah ini.

                                                                        Makassar, 30 September 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................... 1
A. Latar belakang.............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................ 2
C. Tujuan.......................................................................................... 2
BAB 2 PEMBAHASAN.......................................................................... 3
A. Historiografi................................................................................. 3
B. Lokasi Kerajaan........................................................................... 3
C. Sumber Sejarah............................................................................ 4
D. Negara Maritim............................................................................ 6
E. Kehidupan Politik........................................................................ 6
F. Struktur Birokrasi......................................................................... 8
G. Kehidupan Ekonomi.................................................................... 8
H. Kehidupan Sosial dan Budaya..................................................... 9
I. Hubungan Regional dan Luar Negeri.......................................... 9
J. Masa Keemasan........................................................................... 10
K. Masa Kemunduran....................................................................... 10
BAB 3 PENUTUP................................................................................... 13
A. Kesimpulan.................................................................................. 13
B. Saran............................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wilayah Indonesia terdiri dari pulau besar dan kecil yang dihubungkan
oleh selat dan laut, hal ini menyebabkan sarana pelayaran merupakan lalu lintas
utama penghubung antar pulau. Pelayaran ini dilakukan dalam rangka mendorong
aktivitas perdagangan. Pelayaran perdagangan yang dilakukan oleh bangsa
Indonesia, bukan hanya dalam wilayah Indonesia saja, tetapi telah jauh sampai ke
luar wilayah Indonesia.

Pelayaran dan perdagangan di Asia semakin ramai setelah ditemukan


jalan melalui laut antara Romawi dan China. Rute jalur laut yang dilalui dalam
hubungan dagang China dengan Romawi telah mendorong munculnya hubungan
dagang pada daerah-daerah yang dilalui, termasuk wilayah Indonesia. Karena
posisi Indonesia yang strategis di tengah-tengah jalur hubungan dagang China
dengan Romawi, maka terjadilah hubungan dagang antara Indonesia dan China
beserta India.

Melalui hubungan itu juga, berkembang kebudayaan-kebudayaan yang


dibawa oleh para pedagang di Indonesia. Dalam perkembangan hubungan
perdagangan antara Indonesia dan India, lambat laun agama Hindu dan Budha
masuk dan tersebar di Indonesia serta dianut oleh raja-raja dan para bangsawan.
Dari lingkungan raja dan bangsawan itulah agama Hindu-Budha tersebar ke
lingkungan rakyat biasa.

Agama Hindu-Budha diperkirakan masuk ke Indonesia pada awal Tarikh


Masehi, dibawa oleh para musafir dari India. Raja-raja dan para bangsawan yang
pertama kali menganut agama ini kemudian membangun kerajaan-kerajaan yang
bercorak Hindu-Budha seperti Kerajaan Kutai yang terletak di Kalimantan Timur,
Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat, Kerajaan Holing, Kerajaan Melayu di
Sumatra Selatan dan berpusat di Jambi, Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Mataram
Kuno, Kerajaan Kediri, Kerajaan Singasari, Kerajaan Bali dan Pajajaran, serta
Kerajaan Majapahit.

Masing-masing kerajaan tentu memiliki sejarah dan peninggalan-


peninggalan yang harus kita ketahui. Salah satunya adalah Kerajaan Sriwijaya.
Kerajaan yang terletak di Sumatera Selatan dan beribukota di Palembang ini
memiliki nilai sejarah yang tinggi untuk kita ketahui seperti historiografi, sejarah
berdirinya, lokasi kerajaan, prasasti-prasasti peninggalan, hubungan regional dan

1
luar negeri, masa kejayaannya, masa kemunduran maupun aspek-aspek kehidupan
apa saja yang terkandung dalam kerajaan ini.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah berdirinya Kerajaan Sriwijaya?

2. Di mana lokasi Kerajaan Sriwijaya?

3. Dari manakah sumber-sumber sejarah Kerajaan Sriwijaya?

4. Apa sajakah bukti-bukti peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya?

5. Bagaimana hubungan regional dan luar negeri Kerajaan Sriwijaya?

6. Siapakah raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Sriwijaya?

7. Aspek kehidupan apa saja yang terkandung di dalam Kerajaan?

8. Apa yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan?

C. Tujuan

Setelah mempelajari makalah ini, pembaca diharapkan :

1. Mengetahui sejarah berdiri dan letak Kerajaan Sriwijaya.

2. Mengetahui bukti-bukti peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya.

3. Mengetahui silsilah raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Sriwijaya.

4. Mengetahui aspek kehidupan politik, ekonomi, dan sosial budaya dalam


pemerintahan Kerajaan Sriwijaya.

5. Mengetahui dan mampu menjelaskan penyebab runtuhnya Kerajaan


Sriwijaya.

2
BAB II
ISI

A. Historiografi
Nama Kerajaan : Sriwijaya
Ibukota : Palembang
Bahasa : Melayu Kuno, Sansekerta
Agama : Budha, Hindu
Pemerintahan : Monarki
Sejarah : 1. Didirikan pada tahun 600-an M
2. Invasi Majapahit tahun 1300-an M
Mata Uang : Koin emas dan perak

B. Lokasi Kerajaan

Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar yang pernah membawa


kejayaan kepulauan Nusantara di masa lampau. Bukan saja dikenal di wilayah
Indonesia, tetapi hampir setiap bangsa yang berada jauh di luar Indonesia
mengenal Kerajaan Sriwijaya. Hal ini disebabkan karena letak Sriwijaya yang
sangat strategis dan dekat dengan jalur perdagangan antar bangsa yakni Selat
Malaka. Selat Malaka pada masa itu adalah jalur perdagangan ramai yang
menghubungkan pedagang-pedagang Cina dengan India maupun Romawi.

George Coedes, seorang sejarawan, menulis karangan berjudul Le


Royaume de Crivijaya pada tahun 1918 M. Coedes kemudian menetapkan bahwa
Sriwijaya adalah nama sebuah kerajaan di Sumatera Selatan. Lebih lanjut, Coedes
juga menetapkan bahwa letak ibukota Sriwijaya adalah Palembang, dengan
bersandar pada anggapan Groeneveldt dalam karangannya, Notes on the Malay
Archipelago and Malacca, Compiled from Chinese Source, yang menyatakan
bahwa, San-fo-ts‘I adalah Palembang yang terletak di Sumatera Selatan, yaitu
tepatnya di tepi Sungai Musi atau sekitar kota Palembang sekarang.

Dari tepian Sungai Musi di Sumatera Selatan, pengaruh Kerajaan


Sriwijaya semakin meluas. Mencakup wilayah Selat Malaka, Selat Sunda, Selat
Bangka, Laut Jawa bagian barat, Bangka, Jambi Hulu, Jawa Barat
(Tarumanegara), Semenanjung Malaya hingga ke Tanah Genting Kra.

3
C. Sumber Sejarah
     
Sumber-sumber sejarah yang mendukung keberadaan Kerajaan
Sriwijaya berasal dari berita asing dan prasasti-prasasti.

Sumber dari Luar Negeri

1. Sumber Cina
Kunjungan I-sting, seorang peziarah Budha dari China pertama kali
pada tahun 671 M. Dalam catatannya disebutkan bahwa saat itu terdapat lebih dari
seribu orang pendeta Budha di Sriwijaya. Aturan dan upacara para pendeta Budha
tersebut sama dengan aturan dan upacara yang dilakukan oleh para pendeta Budha
di pusat ajaran agama Budha, India. I-tsing tinggal selama 6 bulan di Sriwijaya
untuk belajar bahasa Sansekerta, setelah itu ia berangkat ke Nalanda, India.
Setelah lama belajar di Nalanda, tahun 685 I-tsing kembali ke Sriwijaya dan
tinggal selama beberapa tahun untuk menerjemahkan teks-teks Budha dari bahasa
Sansekerta ke bahasa Cina. Catatan Cina yang lain menyebutkan tentang utusan
Sriwijaya yang datang secara rutin ke Cina, yang terakhir pada tahun 988 M.

2. Sumber Arab
Orang-orang Arab sering menyebut Sriwijaya dengan nama Sribuza,
Sabay atau Zabaq. Mas‘udi, seorang sejarawan Arab klasik menulis catatan
tentang Sriwijaya pada tahun 955 M. Dalam catatan itu, digambarkan Sriwijaya
merupakan sebuah kerajaan besar, dengan tentara yang sangat banyak. Hasil bumi
Sriwijaya adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala,
kardamunggu, gambir dan beberapa hasil bumi lainya. Bukti lain yang
mendukung adalah ditemukannya perkampungan-perkampungan Arab sebagai
tempat tinggal sementara di pusat Kerajaan Sriwijaya.

3. Sumber India
Kerajaan Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan raja-raja dari
kerajaan-kerajaan di India seperti Kerajaan Nalanda dan Kerajaan Chola. Dengan
Kerajaan Nalanda disebutkan bahwa Raja Sriwijaya mendirikan sebuah prasasti
yang dikenal dengan nama Prasasti Nalanda. Dalam prasasti tersebut dinyatakan
bahwa Raja Nalanda yang bernama Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan
5 desa dari pajak. Sebagai gantinya, kelima desa tersebut wajib membiayai para
mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda. Di
samping menjalin hubungan dengan Kerajaan Nalanda, Kerajaan Sriwijaya juga
menjalin hubungan dengan Kerajaan Chola (Cholamandala) yang terletak di India
Selatan. Hubungan ini menjadi retak setelah Raja Rajendra Chola ingin menguasai
Selat Malaka.

4. Sumber lain

4
Pada tahun 1886, Beal mengemukakan pendapatnya bahwa Shih-li-
fo-shih merupakan suatu daerah yang terletak di tepi Sungai Musi. Sumber lain,
yakni Kern, pada tahun 1913 M telah menerbitkan tulisan mengenai Prasasti Kota
Kapur, prasasti peninggalan Sriwijaya yang ditemukan di Pulau Bangka. Namun,
saat itu, Kern menganggap Sriwijaya yang tercantum pada prasasti itu adalah
nama seorang raja, karena Cri biasanya digunakan sebagai sebutan atau gelar raja.

Sumber Lokal atau Dalam Negeri

Sumber dalam negeri berasal dari prasasti-prasasti yang dibuat oleh raja-
raja dari Kerajaan Sriwijaya. Prasasti-prasasti dari Kerajaan Sriwijaya sebagian
besar menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti itu antara
lain sebagai berikut.

1. Prasasti Kota Kapur

Prasasti ini merupakan yang paling tua, bertarikh 682 M,


menceritakan tentang kisah perjalanan suci Dapunta Hyang dari Minana dengan
perahu, bersama dua laksa (20.000) tentara dan 200 peti perbekalan, serta 1.213
tentara yang berjalan kaki. Sumber lain menyatakan prasasti ini berisi tentang
penaklukan Bumi Jawa yang tidak setia kepada Sriwijaya. Prasasti Kota Kapur
ditemukan di Pulau Bangka.

2. Prasasti Kedukan Bukit


Prasasti berangka tahun 683 M itu menyebutkan bahwa raja
Sriwijaya bernama Dapunta Hyang yang membawa tentara sebanyak 20.000
orang berhasil menundukan Minangatamwan. Dengan kemenangan itu, Kerajaan
Sriwijaya menjadi makmur. Daerah yang dimaksud Minangatamwan itu
kemungkinan adalah daerah Binaga yang terletak di Jambi. Daerah itu sangat
strategis untuk perdagangan.

3. Prasasti Talangtuo
Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan tentang pembuatan
Taman Srikesetra atas perintah Raja Dapunta Hyang.

4. Prasasti Karang Berahi

Prasasti berangka tahun 686 M itu ditemukan di daerah pedalaman


Jambi, yang menunjukan penguasaan Sriwijaya atas daerah itu.

5. Prasasti Ligor

Prasasti berangka tahun 775 M itu menyebutkan tentang ibu kota


Ligor yang difungsikan untuk mengawasi pelayaran perdagangan di Selat Malaka.

6. Prasasti Nalanda

5
Prasasti itu menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai Raja terakhir
dari Dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah akibat kekalahannya
melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya. Dalam prasasti itu, Balaputra
Dewa meminta kepada Raja Nalanda agar mengakui haknya atas Kerajaan
Syailendra. Di samping itu, prasasti ini juga menyebutkan bahwa Raja Dewa
Paladewa berkenan membebaskan 5 buah desa dari pajak untuk membiayai para
mahasiswa Sriwijaya yang belajar di Nalanda.

7. Prasasti Telaga Batu


Prasasti ini ditemukan di sekitar Palembang pada tahun 1918 M.
Berbentuk batu lempeng mendekati segi lima, di atasnya ada tujuh kepala ular
kobra, dengan sebentuk mangkuk kecil dengan cerat (mulut kecil tempat keluar
air) di bawahnya. Menurut para arkeolog, prasasti ini digunakan untuk
pelaksanaan upacara sumpah kesetiaan dan kepatuhan para calon pejabat. Dalam
prosesi itu, pejabat yang disumpah meminum air yang dialirkan ke batu dan
keluar melalui cerat tersebut. Sebagai sarana untuk upacara persumpahan, prasasti
seperti itu biasanya ditempatkan di pusat kerajaan, maka diduga kuat Palembang
merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya.

D. Negara Maritim

Dalam upaya mewujudkan cita-cita agar Sriwijaya menjadi kerajaan


Maritim, perluasan kerajaan dilakukan untuk menguasai jalur perdagangan di
Selat Malaka dan Selat Sunda yang merupakan jalur perdagangan dan pelayaran
yang sangat penting. Keberhasilan Sriwijaya berkuasa atas semua selat itu
menjadikan Kerajaan Sriwijaya sebagai penguasa tunggal jalur aktivitas
perdagangan dunia yang melalui Asia Tenggara.
Armada Sriwijaya yang kuat dapat menjamin keamanan aktivitas
pelayaran dan perdagangan. Armada Sriwijaya juga dapat memaksa perahu
dagang untuk singgah di pusat atau di bandar-bandar Kerajaan Sriwijaya.
Semakin ramainya aktivitas pelayaran dan perdagangan menjadikan Sriwijaya
sebagai tempat pertemuan para pedagang atau pusat perdagangan di Asia
Tenggara. Pengaruh dan peranan Kerajaan Sriwijaya semakin besar di lautan.
Bahkan para pedagang dari Kerajaan Sriwijaya juga melakukan hubungan sampai
di luar wilayah Indonesia, sampai ke China di sebelah utara, dan Laut Merah serta
Teluk Persia di sebelah barat.

E. Kehidupan Politik

Salah satu cara untuk memperluas pengaruh kerajaan adalah melakukan


perkawinan dengan kerajaan lain.  Hal ini dilakukan oleh penguasa Sriwijaya,
Dapunta Hyang pada tahun 664 M dengan Sobakancana, putri kedua raja
Kerajaan Tarumanegara.

6
Saat kerajaan Funan di Indo-China runtuh, Sriwijaya memperluas daerah
kekuasaannya hingga bagian barat Nusantara. Di wilayah utara, melalui kekuatan
armada lautnya, Sriwijaya mampu mengusai lalu lintas perdagangan antara India
dan Cina, serta menduduki Semenanjung Malaya. Kekuatan armada terbesar
Sriwijaya juga melakukan ekspansi wilayah hingga ke Pulau Jawa, Brunei atau
Borneo. Hingga pada abad ke-8, Kerajaan Sriwijaya telah mampu menguasai
seluruh jalur perdagangan di Asia Tenggara.

Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam sistem


pemerintahan Kerajaan Sriwijaya. Ada tiga syarat utama untuk menjadi raja
Sriwijaya, yaitu :

1. Samraj, artinya berdaulat atas rakyatnya.


2. Indratvam, artinya memerintah seperti Dewa Indra yang selalu memberikan
kesejahteraan bagi rakyatnya.
3. Ekachattra, artinya mampu memayungi (melindungi) seluruh rakyatnya.

Berikut daftar silsilah para Raja Kerajaan Sriwijaya :

1. Dapunta Hyang Sri Yayanaga (Prasasti Kedukan Bukit 683 M, Prasasti


Talangtuo 684 M)

Berita mengenai raja ini diketahui dari Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 M
dan Prasasti Talangtuo tahun 684 M. Pada masa pemerintahannya, Raja
Dapunta Hyang Sri Yayanaga telah berhasil memperluas wilayah
kekuasaannya sampai ke wilayah Minangatamwan, Jambi. Sejak awal
pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah mencita-citakan agar Kerajaan
Sriwijaya menjadi kerajaan maritim.

2. Cri Indrawarman (berita Cina, 724 M)


3. Rudrawikrama (berita Cina, 728 M)
4. Wishnu (Prasasti Ligor, 775 M)
5. Maharaja (berita Arab, 851 M)
6. Balaputradewa (Prasasti Nalanda, 860 M)

Pada masa pemerintahan Balaputradewa, Kerajaan Sriwijaya mengalami masa


kejayaannya. Pada awalnya, Raja Balaputradewa adalah raja dari kerajaan
Syailendra (Jawa Tengah). Ketika terjadi perang saudara di Kerajaan
Syailendra, antara Balaputradewa dan Pramodhawarni (kakaknya) yang
dibantu oleh Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya), Balaputradewa mengalami
kekalahan. Akibat kekalahan itu, Raja Balaputradewa lari ke Sriwijaya. Di
Kerajaan Sriwijaya berkuasa Raja Dharma Setru (kakak dari ibu
Balaputradewa) yang tidak memiliki keturunan, sehingga kedatangan Raja
Balaputradewa disambut baik. Kemudian ia diangkat menjadi raja.

7. Cri Udayadityawarman (berita Cina, 960 M)

7
8. Cri Udayaditya (Berita Cina, 962 M)
9. Cri Cudamaniwarmadewa (Berita Cina, 1003. Prasasti Leiden, 1044 M)
10. Maraviyatunggawarman (Prasasti Leiden, 1044 M)
11. Cri Sanggrama Wijayatunggawarman (Prasasti Chola, 1004 M)   

Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya mengalami ancaman dari Kerajaan


Chola. Di bawah Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola melakukan serangan
dan berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya. Sanggrama Wijayatunggawarman
berhasil ditawan. Namun, pada masa pemerintahan Raja Kulottungga I di
Kerajaan Chola, Raja Sanggrama Wijayatunggawarman dibebaskan kembali.

F. Struktur Birokrasi

Kerajaan Sriwijaya menerapkan struktur birokrasi yang bersifat


langsung, karena raja berperan penting dalam pengawasan terhadap tempat-tempat
yang dianggap strategis. Raja dapat memberikan penghargaan terhadap penguasa
daerah yang setia dan sebaliknya dapat menjatuhi hukumanterhadap penguasa
daerah yang tidak setia kepada kerajaan.
Dalam beberapa prasasti disebutkan tentang pelaksanaan suatu
keputusan raja, lengkap dengan perincian hadiah atau sanksi yang dapat diterima
dalam suatu peristiwa. Selain itu, ditemukan prasasti-prasasti yang mencatat
masalah-masalah penyelesaian hokum sengketa antarwarga. Hal yang menarik
bahwa sebagian prasasti memuat ancaman-ancaman atau kutukan-kutukan yang
ditujukan kepada keluarga raja itu sendiri. Walaupun kedengarannya aneh, namun
ada pendapat yang menganggap bahwa hal itu sangat mungkin terjadi, karena
keluarga-keluarga raja yang menjadi ancaman itu, kekuasaannya berada di luar
pengawasan langsung dari raja yang berkuasa.

G. Kehidupan Ekonomi

Penguasaan Kerajaan Sriwijaya di urat nadi perhubungan pelayaran dan


perdagangan Asia Tenggara yaitu di Selat Malaka, mempunyai arti penting bagi
perekonomian kerajaan. Karena banyak kapal-kapal asing yang singgah untuk
menambah air minum, perbekalan makanan, istirahat, atau melakukan aktivitas
perdagangan. Karena bertambah ramainya kegiatan perdagangan di Selat Malaka,
Sriwijaya membangun ibukota baru di Semenanjung Malaka, yaitu di Ligor yang
dibuktikan dengan Parasasti Ligor (755 M). Pendirian ibukota Ligor tersebut
bukan berarti meninggalkan ibukota di Sumatera Selatan, melainkan hanya untuk
melakukan pengawasan lebih dekat terhadap aktivitas perdagangan di Selat
Malaka atau menghindari penyeberangan yang dilakukan oleh para pedagang
melalui Tanah Genting Kra.

8
Menurut catatan asing, bumi Sriwijaya menghasilkan cengkeh, kapulaga,
pala, lada, pinang, kayu gaharu, kayu cendana, kapur barus, gading, timah, emas,
perak, kayu hitam, kayu sapan, rempah-rempah dan penyu. Barang-barang
tersebut dijual atau dibarter dengan kain katu, sutera dan porselen melalui relasi
dagang dengan Cina, India, Arab dan Madagaskar.

H. Kehidupan Sosial dan Budaya

Sriwijaya yang merupakan kerajaan besar penganut agama Budha, serta


merupakan pusat agama Budha yang penting di Asia Tenggara dan Asia Timur.
Agama Budha yang berkembang di Kerajaan Sriwijaya adalah agama Budha
Mahayana. Menurut berita dari Tibet, seorang pendeta bernama Atica datang dan
tinggal di Sriwijaya (1011-1023 M) untuk belajar agama Budha dari seorang guru
bernama Dharmapala. Menurutnya, Sriwijaya merupakan pusat agama Budha di
luar India.

Peninggalan-peninggalan Kerajaan Sriwijaya banyak ditemukan di


daerah Palembang, Jambi, Riau, Malaysia, dan Thailand. Ini disebabkan karena
Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang selalu berpindah-pindah, tidak
menetap di satu tempat dalam kurun waktu yang lama. Prasasti dan situs yang
ditemukan di sekitar Palembang, yaitu Prasasti Boom Baru (abad ke7 M), Prasasti
Kedukan Bukit (682 M), Prasasti Talangtuo (684 M), Prasasti Telaga Batu ( abad
ke-7 M), Situs Candi Angsoka, Situs Kolam Pinishi, dan Situs Tanjung Rawa.
Peninggalan sejarah Kerajaan Sriwijaya lainnya yang ditemukan di Jambi,
Sumatera Selatan dan Bengkulu, yaitu Candi Kotamahligai, Candi Kedaton, Candi
Gedong I, Candi Gedong II, Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Kembar batu,
Candi Astono dan Kolam Telagorajo, Situs Muarojambi. Di Lampung, prasasti
yang ditemukan adalah Prasasti Palas Pasemah dan Prasasti Bungkuk (Jabung).
Di Riau, ditemukan Candi Muara Takus yang berbentuk stupa Budha.

I. Hubungan Regional dan Luar Negeri

Meskipun catatan sejarah dan bukti arkeologi jarang ditemukan, tetapi


beberapa menyatakan bahwa pada abad ke-7, Sriwijaya telah melakukan
kolonisasi atas seluruh Sumatra, Jawa Barat, dan beberapa daerah di Semenanjung
Melayu. Dominasi atas Selat Malaka dan Selat Sunda, menjadikan Sriwijaya
sebagai pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan lokal yang
mengenakan biaya atas setiap kapal yang lewat. Palembang mengakumulasi
kekayaannya sebagai pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani pasar
Tiongkok, Melayu, dan India.

9
Kerajaan Jambi merupakan kekuatan pertama yang menjadi pesaing
Sriwijaya yang akhirnya dapat ditaklukkan pada abad ke-7 dan ke-9. Di Jambi,
pertambangan emas merupakan sumber ekonomi cukup penting dan kata
Suwarnadwipa (pulau emas) mungkin merujuk pada hal ini. Kerajaan Sriwijaya
juga membantu menyebarkan kebudayaan Melayu ke seluruh Sumatra,
Semenanjung Melayu, dan Kalimantan bagian Barat. Pada abad ke-11 pengaruh
Sriwijaya mulai menyusut. Hal ini ditandai dengan seringnya konflik dengan
kerajaan-kerajaan Jawa, pertama dengan Singasari dan kemudian dengan
Majapahit. Di akhir masa, pusat kerajaan berpindah dari Palembang ke Jambi.

Pada masa awal, Kerajaan Khmer juga menjadi daerah jajahan


Sriwijaya. Banyak sejarawan mengklaim bahwa Chaiya, di propinsi Surat Thani,
Thailand sebagai ibu kota terakhir kerajaan, walaupun klaim tersebut tidak
mendasar. Pengaruh Sriwijaya nampak pada bangunan pagoda Borom That yang
bergaya Sriwijaya. Setelah kejatuhan Sriwijaya, Chaiya terbagi menjadi tiga kota
yakni (Mueang) Chaiya, Thatong (Kanchanadit) dan Khirirat Nikhom.

Sriwijaya juga berhubungan dekat dengan kerajaan Pala di Benggala,


terutama dalam bidang kebudayaan dan agama. Sebuah prasasti tertahun 860 M
mencatat bahwa raja Balaputradewa mendedikasikan seorang biara kepada
Universitas Nalada, Pala. Relasi dengan dinasti Chola di India selatan cukup baik
dan menjadi buruk setelah terjadi peperangan di abad ke-11.

Selain dengan Kerajaan Pala, Sriwijaya juga menjalin hubungan baik


dengan Kerajaan Cholamandala. Raja Sriwijaya yakni Raja Sanggrama
Wijayatunggawarman mendirikan sebuah biara (1006 M) di Kerajaan Chola untuk
tempat tinggal para bhiksu dari Kerajaan Sriwijaya. Namun, persaingan di bidang
pelayaran dan perdagangan membuat keduanya bermusuhan.Raja Rajendra Chola
melakukan serangan ke Kerajaan Sriwijaya sampai dua kali. Serangan pertama
tahun 1007 M mengalami kegagalan. Pada serangan kedua (1023 M) Kerajaan
Chola berhasil merebut kota dan bandar-bandar penting Sriwijaya, bahkan Raja
Sanggrama Wijayatunggawarman berhasil ditawan.

J. Masa Keemasan

Pada paruh pertama abad ke-10 yaitu antara masa jatuhnya Dinasti Tang
dan naiknya dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama
Fujian, Kerajaan Min dan negeri kaya Guangdong, Kerajaan Nan Han. Tak
diragukan lagi Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini. Pada
tahun 903, penulis Muslim Ibn Batutah sangat terkesan dengan kemakmuran
Sriwijaya. Daerah urban kerajaan meliputi Palembang (khususnya Bukit
Seguntang), Muara Jambi dan Kedah.

K. Masa Kemunduran

10
Tahun 1025, Rajendra Chola, Raja Chola dari Koromandel, India selatan
menaklukkan Kedah dari Sriwijaya dan menguasainya. Kerajaan Chola
meneruskan penyerangan dan penaklukannya selama 20 tahun berikutnya ke
seluruh imperium Sriwijaya. Meskipun invasi Chola tidak berhasil sepenuhnya,
invasi tersebut telah melemahkan hegemoni Sriwijaya yang berakibat terlepasnya
beberapa wilayah dengan membentuk kerajaan sendiri, seperti Kediri, sebuah
kerajaan yang berbasiskan pada pertanian.

Antara tahun 1079 - 1088, orang Tionghoa mencatat bahwa Sriwijaya


mengirimkan duta besar dari Jambi dan Palembang. Tahun 1082 dan 1088, Jambi
mengirimkan lebih dari dua duta besar ke China. Pada periode inilah pusat
Sriwijaya telah bergeser secara bertahap dari Palembang ke Jambi. Ekspedisi
Chola telah melemahkan Palembang, dan Jambi telah menggantikannya sebagai
pusat kerajaan.

Berdasarkan sumber Tiongkok pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada


tahun 1178, Chou-Ju-Kua menerangkan bahwa di kepulauan Asia Tenggara
terdapat dua kerajaan yang sangat kuat dan kaya, yakni Sriwijaya dan Jawa
(Kediri). Di Jawa dia menemukan bahwa rakyatnya memeluk agama Budha dan
Hindu, sedangkan rakyat Sriwijaya memeluk Budha. Berdasarkan sumber ini pula
dikatakan bahwa beberapa wilayah kerajaan Sriwijaya ingin melepaskan diri,
antara lain Kien-pi (Kampe, di utara Sumatra) dan beberapa koloni di
semenanjung Malaysia. Pada masa itu wilayah Sriwijaya meliputi; Pong-fong
(Pahang), Tong-ya-nong (Trengganu), Ling-ya-ssi-kia (Langkasuka), Kilan-tan
(Kelantan), Fo-lo-an, Ji-lo-t'ing (Jelutong), Ts'ien-mai, Pa-t'a (Batak), Tan-ma-
ling (Tambralingga, Ligor), Kia-lo-hi (Grahi, bagian utara semenanjung
Malaysia), Pa-lin-fong (Palembang), Sin-t'o (Sunda), Lan-wu-li (Lamuri di Aceh),
and Si-lan (Srilanka).

Pada tahun 1288, Singosari, penerus kerajaan Kediri di Jawa,


menaklukan Palembang dan Jambi selama masa ekspedisi Pamalayu. Di tahun
1293, Majapahit pengganti Singosari, memerintah Sumatra. Raja ke-4 Hayam
Wuruk memberikan tanggung jawab tersebut kepada Pangeran Adityawarman,
seorang peranakan Minang dan Jawa. Pada tahun 1377 terjadi pemberontakan
terhadap Majapahit, tetapi pemberontakan tersebut dapat dipadamkan walaupun di
selatan Sumatra sering terjadi kekacauan dan pengrusakan.

Kedudukan Sriwijaya makin terdesak karena munculnya kerajaan-


kerajaan besar yang juga memiliki kepentingan dalam dunia perdagangan, seperti
Kerajaan Siam di sebelah utara. Kerajaan Siam memperluas kekuasaannya ke arah
selatan dengan menguasai daerah-daerah di Semenanjung Malaka termasuk Tanah
Genting Kra. Jatuhnya Tanah Genting Kra ke dalam kekuasaan Kerajaan Siam
mengakibatkan lemahnya kegiatan pelayaran dan perdagangan di Kerajaan
Sriwijaya.

11
Di masa berikutnya, terjadi pengendapan pada Sungai Musi yang
berakibat tertutupnya akses pelayaran ke Palembang. Hal ini tentunya sangat
merugikan perdagangan kerajaan. Penurunan Sriwijaya terus berlanjut hingga
masuknya Islam ke Aceh yang disebarkan oleh pedagang-pedagang Arab dan
India. Di akhir abad ke-13, Kerajaan Pasai di bagian utara Sumatra berpindah
agama Islam.

Maka sejak akhir abad ke-13 M Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan


kecil dan wilayahnya terbatas pada daerah Palembang. Kerajaan Sriwijaya yang
kecil dan lemah akhirnya dihancurkan oleh Kerajaan Majapahit pada tahun 1377
M.

Pada tahun 1402, Parameswara, pangeran terakhir Sriwijaya mendirikan


Kesultanan Malaka di Semenanjung Malaysia.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan bercorak Hindu terbesar di


Indonesia, bahkan dijuluki sebagai pusat agama Hindu di luar India.
2. Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan yang sangat kuat dan kaya raya.
Terbukti dari sebutan negara maritimnya.
3. Sejarah Kerajaan Sriwijaya dapat diakses dari prasasti-prasasti
peninggalan kerajaan baik di dalam maupun di lur negeri serta dari berita-
berita asing.

B. Saran
Kita sebagai bangsa Indonesia harus bisa memahami sejarah dimasa yang lalu
dan dapat diajdikan sebagi pembelajran untuk masa dis ekarang ini agr bisa
menjadi lebih baik.

13
DAFTAR RUJUKAN

14

Anda mungkin juga menyukai