Disusun oleh :
Hamam Al Harist (183111091)
Afifah Nisa Pratiwi (183111093)
Rista Hardiyanti (183111097)
Fitri Sholikah (183111125)
2018
i
KATA PENGANTAR
Kami menyadari bahwa dalam penulisan ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, dan dukungan sehingga
makalah dapat terselesaikan dengan baik.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah yang kami susun jauh dari
kata sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman serta pengetahuan yang kami
miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran kritik dan
masukan yang membangun dari berbagai pihak. Kami berharap makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya bagi para
pendidik.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER .....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................1
A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................ 1
C. Tujuan ................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................................2
A. Kerajaan Samudra Pasai ..................................................................................... 2
B. Kerajaan Aceh ...................................................................................................... 3
C. Kerajaan Demak .................................................................................................. 4
D. Kerajaan Banten .................................................................................................. 6
E. Kerajaan Mataram Islam .................................................................................... 7
F. Kerajaan Makassar ( Gowa- Tallo ) ................................................................. 14
G. Kerajaan Ternate ............................................................................................... 20
H. Kerajaan Islam di Tidore .................................................................................. 30
I. Kerajaan Cirebon............................................................................................... 34
J. Kerajaan Bone .................................................................................................... 37
K. Kerajaan Gowa Tallo......................................................................................... 40
L. Kerajaan Pajang ................................................................................................ 43
M. Kerajaan Kutai Kartanegara ............................................................................ 46
BAB III PENUTUP ................................................................................................. 49
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 49
B. Saran ................................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 50
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah merupakan salah satu ilmu yang sangat penting untuk dipelajari.
Salah satunya yaitu ilmu sejarah peradaban Islam di Indonesia. Termasuk
dalam hal ini adalah perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
Sebelumnya, banyak teori yang bermunculan tentang bagaimana masuk dan
berkembangannya agama Islam di Indonesia. Teori-teori tersebut adalah
Teori Gujarat, Teori Makkah, dan Teori Persia. Ketiga teori tersebut saling
berbeda pendapat mengenai waktu dan siapa yang menyebarkan agam Islam
ke Indonesia. Namun, dari perbedaan tersebut dapat ditarik suatu persamaan
tentang sejarah Islam di Indonesia. Dari sinilah, kerajan-kerajaan Islam
muncul memanfaatkan kemunduran dari kerajaan-kerajaan Hindu-Budha
untuk menyebarkan agama Islam ke seluruh masyarakat Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam Di Indonesia?
2. Bagaimana Kemajuan Dan Kemunduran Kerajaan-Kerajaan Islam Di
Indonesia?
3. Apa Saja Peninggalan-Peninggalan Kerajaan Islam Di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam Di Indonesia?
2. Untuk mengetahui Kemajuan Dan Kemunduran Kerajaan-Kerajaan Islam
Di Indonesia?
3. Untuk mengetahui Peninggalan-Peninggalan Kerajaan Islam Di Indonesia?
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
3. Sultan Malik al Tahir II (1326 – 1348 M, Samudra Pasai berkembang
menjadi pusat penyebaran Islam dan memiliki armada laut yang kuat
sehingga para pedagang merasa aman singgah dan berdagang di sekitar
Samudra Pasai. Namun, setelah muncul Kerajaan Malaka, Samudra Pasai
mulai memudar. Pada tahun 1522 Samudra Pasai diduduki oleh Portugis.
Keberadaan Samudra Pasai sebagai kerajaan maritim digantikan oleh
Kerajaan Aceh yang muncul kemudian
B. Kerajaan Aceh
3
Sri Alam Permaisuri (1641- 1675). Sejarah mencatat Aceh makin hari makin
lemah akibat pertikaian antara golongan teuku dan teungku, serta antara golongan
aliran syiah dan sunnah wal jama’ah. Akhirnya, Belanda berhasil menguasai Aceh
pada tahun 1904.
Kerajaan Aceh memiliki letak yang strategis di titik sentral jalur perdagangan
internasional di Selat Malaka menjadikan Aceh makin ramai dikunjungi
pedangang Islam. Maka terjadilah asimilasi baik di bidang sosial maupun
ekonomi. Dalam kehidupan bermasyarakat, terjadi perpaduan antara adat istiadat
dan ajaran agama Islam. Pada sekitar abad ke-16 dan 17 terdapat empat orang ahli
tasawuf di Aceh, yaitu Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumtrani, Nuruddin ar-
Raniri, dan Abdurrauf dari Singkil. Keempat ulama ini sangat berpengaruh bukan
hanya di Aceh tetapi juga sampai ke Jawa.
Dalam kehidupan ekonomi, Aceh berkembang dengan pesat pada masa
kejayaannya. Dengan menguasai daerah pantai barat dan timur Sumatra, Aceh
menjadi kerajaan yang kaya akan sumber daya alam, seperti beras, emas, perak
dan timah serta rempah-rempah.
C. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Demak
sebelumnya merupakan bawahan dari Majapahit. Daerah ini diberikan kepada
Raden Patah, keturunan Raja Majapahit yang terakhir.
Ketika kekuasaan kerajaan Majapahit melemah, Raden Patah memisahkan
diri sebagai bawahan Majapahit pada tahun 1478 M. Dengan dukungan dari para
bupati, Raden Patah mendirikan kerajaan Islam Demak dengan gelar Senopati
Jimbung Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Sejak
saat itu, kerajaan Demak berkembang menjadi kerajaan maritim yang kuat.
Wilayahnya cukup luas, hampir meliputi sepanjang pantai utara Pulau Jawa.
Sementara itu, daerah pengaruhnya sampai ke luar Jawa, seperti ke Palembang,
Jambi, Banjar, dan Maluku.
Pada tahun 1507 M, Raja Demak pertama, Raden Patah mangkat dan
digantikan oleh putranya Pati Unus. Pada masa pemerintahan Pati Unus, Demak
4
dan Portugis bermusuhan, sehingga sepanjang pemerintahannya. Setelah
berangkat pada tahun 1521, Pati unus digantikan oleh adiknya Trenggana. Setelah
naik takhta, Sultan Trenggana melakukan usaha besar membendung masuknya
portugis ke Jawa Barat dan memperluas kekuasaan Kerajaan Demak.
Beliau mengutus Faletehan beserta pasukannya untuk menduduki Jawa Barat.
Dengan semangat juang yang tinggi, Faletehan berhasil menguasai Banten dan
Sunda Kelapa lalu menyusul Cirebon. Dengan demikian, seluruh pantai utara
Jawa akhirnya tunduk kepada pemerintahan Demak. Faletehan kemudian diangkat
menjadi raja di Cirebon. Pasukan demak terus bergerak ke daerah pedalaman dan
berhasil menundukkan Pajang dan Mataram, serta Madura. Untuk memperkuat
kedudukannya, Sultan Trenggana melakukan perkawinan politik dengan Bupati
Madura, yakni mengawinkan Putri Sultan Trenggana dengan Putra Bupati Madura,
Jaka Tingkir. Sultan Trenggana mangkat pada tahun 1546 M.
Mangkatnya Beliau menimbulkan kekacauan politik yang hebat di Demak.
Negara bagian banyak yang melepaskan diri, dan para ahli waris Demak juga
saling berebut tahta sehingga timbul perang saudara dan muncullah kekuasaan
baru, yakni Kerajaan Pajang.
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Demak telah berjalan teratur.
Pemerintahan diatur dengan hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama
begitu saja. Hasil kebudayaan Demak merupakan kebudayaan yang berkaitan
dengan Islam. Seperti ukir-ukiran Islam dan berdirinya Masjid Agung Demak
yang masih berdiri sampai sekarang. Masjid Agung tersebut merupakan lambang
kebesaran Demak sebagai kerajaan Islam.
Dalam bidang ekonomi, Demak berperan penting karena mempunyai daerah
pertanian yang cukup luas dan sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras.
Selain itu, perdagangannya juga maju. Komoditas yang diekspor, antara lain beras,
madu, dan lilin.
Keruntuhan Kerajaan Demak disebabkan karena pembalasan dendam yang
dilakukan oleh Ratu Kalinyamat yang bekerja sama dengan Bupati Pajang
Hadiwijaya (Jaka Tingkir). Mereka berdua ingin menyingkirkan Aria Penansang
sebagai pemimpin Kerajaan Demak karena Aria Penansang telah membunuh
5
suami dan adik suami dari Ratu Kalinyamat. Dengan tipu daya yang tepat mereka
berhasil meruntuhkan pemerintahan dari Bupati Jipang yang tidak lain adalah Aria
Penansang. Aria Penansang sendiri berhasil dibunuh Sutawijaya. Sejak saat itu
pemerintahan Demak pindah ke Pajang dan tamatlah riwayat Kerajaan Demak.
D. Kerajaan Banten
Semula Banten menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Rajanya
(Samiam) mengadakan hubungan dengan Portugis di Malaka untuk membendung
meluasnya kekuasaan Demak. Namun melalui, Faletehan, Demak berhasil
menduduki Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Sejak saat itu, Banten segera
tumbuh menjadi pelabuhan penting menyusul kurangnya pedagang yang berlabuh
di Pelabuhan Malaka yang saat itu dikuasai oleh Portugis.
Pada tahun 1552 M, Faletehan menyerahkan pemerintahan Banten kepada
putranya, Hasanuddin. Di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1552-1570 M),
Banten cepat berkembang menjadi besar. Wilayahnya meluas sampai ke Lampung,
Bengkulu, dan Palembang.
Raja Banten pertama, Sultan Hasanuddin mangkat pada tahun 1570 M dan
digantikan oleh putranya, Maulana Yusuf. Sultan Maulana Yusuf memperluas
daerah kekuasaannya ke pedalaman. Pada tahun 1579 M kekuasaan Kerajaan
Pajajaran dapat ditaklukkan, ibu kotanya direbut, dan rajanya tewas dalam
pertempuran. Sejak saat itu, tamatlah kerajaan Hindu di Jawa Barat.
Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, Banten mengalami puncak
kejayaan. Keadaan Banten aman dan tenteram karena kehidupan masyarakatnya
diperhatikan, seperti dengan dilaksanakannya pembangunan kota. Bidang
pertanian juga diperhatikan dengan membuat saluran irigasi.
Sultan Maulana Yusuf mangkat pada tahun 1580 M. Setelah mangkat,
terjadilah perang saudara untuk memperebutkan tahta di Banten. Setelah peristiwa
itu, putra Sultan Maulana Yusuf, Maulana Muhammad yang baru berusia
sembilan tahun diangkat menjadi Raja dengan perwalian Mangkubumi.
Masa pemerintahan Maulana Muhammad berlangsung tahun 1508-1605 M.
Kemudian digantikan oleh Abdulmufakir yang masih kanak-kanak didampingi
6
oleh Pangeran Ranamenggala. Setelah pangeran Rana Menggala wafat, Banten
mengalami kemunduran.
Banten tumbuh menjadi pusat perdagangan dan pelayaran yang ramai karena
menghasilkan lada dan pala yang banyak. Pedangang Cina, India, gujarat, Persia,
dan Arab banyak yang datang berlabuh di Banten. Kehidupan sosial masyarakat
Banten dipengaruhi oleh sistem kemasyarakatan Islam. Pengaruh tersebut tidak
terbatas di lingkungan daerah perdagangan, tetapi meluas hingga ke pedalaman.
Penyebab kemunduran Kerajaan Banten berawal saat mangkatnya Raja Besar
Banten Maulana Yusuf. Setelah mangkatnya Raja Besar terjadilah perang saudara
di Banten antara saudara Maulana Yusuf dengan pembesar Kerajaan Banten.
Sejak saat itu Banten mulai hancur karena terjadi perang saudara.
7
tersebut saat ini berada tepatnya di sekitar Kota Gede Yogyakarta.
Pemanahan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Ki Gede Mataram.1
Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1575, Sutawijaya
diangkat menjadi bupati di Mataram. Karena ketidakpuasan Sutawijaya
menjadi bupati dan keinginanya menjadi raja, ia mulai memperkuat sistem
pertahanan Mataram. Hal itu ternyata telah diketahui oleh Sultan
Hadiwijaya, sehingga Sultan Hadiwijaya mengirim pasukan untuk
menyerang Mataram. Dalam peperangan ini pasukan Pajang mengalami
kekalahan, kondisi Sultan Hadiwijaya juga sedang sakit. Kemudian pada
saat terjadi perebutan kekuasaan antara bangsawan Pajang, Pangeran
Pangiri yang merupakan menantu Hadiwijaya yang menjabat sebagai
bupati di Demak datang menyerbu Pajang untuk merebut takhta. Hal
tersebut tentu saja sangat ditentang oleh para bangsawan Pajang yang
bekerjasama dengan Sutawijaya, bupati Mataram. Pada akhirnya pangeran
Pangiri telah tersingkirkan dan diusir dari Pajang.
Setelah keadaan aman, pangeran Benawa yang merupakan anak dari
Hadiwijaya menyerahkan tahtanya kepada Sutawijaya yang kemudian
memindahkan pusat pemerintahannya ke Mataram pada tahun 1586. Sejak
saat itulah berdiri kerajaan Mataram.
2. Sistem Pemerintahan Kerajaan Mataram
Setelah Panembahan Senopati meninggal kekuasaannya digantikan
oleh anaknya yang bernama Mas Jolang atau Panembahan Seda Krapyak.
Jolang hanya memerintah selama 12 tahun (1601-1613), tercatat bahwa
pada pemerintahannya beliau membangun sebuah taman Danalaya di
sebelah barat kraton. Pemerintahannya berakhir ketika beliau meninggal di
hutan Krapyak ketika beliau sedang berburu. 2
8
Mataram mengalami masa kejayaan. Ibukota kerajaan Kotagede
dipindahkan ke Kraton Plered. Sultan Agung juga menaklukkan daerah
pesisir supaya kelak tidak membahayakan kedudukan Mataram. Beliau
juga merupakan penguasa yang secara besar-besaran memerangi VOC
yang pada saat itu sudah menguasai Batavia. Karya Sultan Agung dalam
bidang kebudayaan adalah Grebeg Pasa dan Grebeg Maulud. Sultan
Agung meninggal pada tahun 1645
Ia diganti oleh putranya yang bergelar Amangkurat I. Amangkurat I
tidak mewarisi sifat-sifat ayahnya. Pemerintahannya yang berlangsung
tahun 1645-1676 diwarnai dengan banyak pembunuhan dan kekejaman.
Pada masa pemerintahannya ibukota kerajaan Mataram dipindahkan ke
Kerta. Pada tahun 1674 pecahlah Perang Trunajaya yang didukung para
ulama dan bangsawan, bahkan termasuk putra mahkota sendiri. Ibukota
Kerta jatuh dan Amangkurat I (bersama putra mahkota yang akhirnya
berbalik memihak ayahnya) melarikan diri untuk mencari bantuan VOC.
Akan tetapi sampai di Tegalarum, (dekat Tegal, Jawa Tengah)
Amangkurat I jatuh sakit dan akhirnya wafat.
Ia digantikan oleh putra mahkota yang bergelar Amangkurat II atau
dikenal juga dengan sebutan Sunan Amral. Sunan Amangkurat II bertahta
pada tahun 1677-1703. Ia sangat tunduk kepada VOC demi
mempertahankan tahtanya. Pada akhirnya Trunajaya berhasil dibunuh oleh
Amangkurat II dengan bantuan VOC, dan sebagai konpensasinya VOC
menghendaki perjanjian yang berisi: Mataram akan menanggung biaya
perang. Daerah pantai utara Pulau Jawa digadaikan kepada VOC. VOC
akan melakukan monopoli perniagaan di Mataram. Beberapa daerah
kekuasaan Mataram harus diserahkan kepada VOC. 3
3
Ibid.
9
tidak setuju atas pengangkatan Sunan Amangkurat III sehingga VOC
mengangkat Paku Buwono I (Pangeran Puger). Pecahlah perang saudara
(perang perebutan mahkota I) antara Amangkurat III dan Paku Buwana I,
namun Amangkurt III menyerah dan dibuang ke Sailan oleh VOC. Paku
Buwana I meninggal tahun 1719 dan diganti oleh Amangkurat IV (1719-
1727). Dalam pemerintahannya dipenuhi dengan pemberontakan para
bangsawan yang menentangnya, dalam hal ini VOC kembali turut andil di
dalamnya. Sehingga kembali pecah perang Perebutan Mahkota II (1719-
1723. Sunan Prabu atau Sunan Amangkurat IV meninggal tahun 1727 dan
diganti oleh Paku Buwana II (1727-1749). Pada masa pemerintahannya
terjadi pemberontakan China terhadap VOC.
10
Paku Buwana II VOC mengangkat Paku Buwana III. Pengangkatan Paku
Buwana III tidak menyurutkan pemberontakan, bahkan wilayah yang
dikuasai Mangkubumi telah mencapai Yogya, Bagelen, dan Pekalongan.
Namun justru saat itu terjadi perpecahan anatara Mangkubumi dan Raden
Mas Said. Hal ini menyebabkan VOC berada di atas angin. VOC lalu
mengutus seorang Arab dari Batavia (utusan itu diakukan VOC dari Tanah
Suci) untuk mengajak Mangkubumi berdamai. 4
4
Ibid.
11
k. Sultan Agung.
3. Perkembangan Kerajaan Mataram Islam
a. Ekonomi
Dilihat dari letak geografisnya yang berada di pedalaman dan memiliki tanah
yang subur, menjadikan kerajaan Mataram sebagai daerah pertanian (agraris) yang
cukup berkembang, bahkan menjadi daerah pengekspor beras terbesar pada masa
itu. Rakyat Mataram juga banyak melakukan aktivitas perdagangan laut. Hal ini
dapat terlihat dari dikuasainya daerah-daerah pelabuhan disepanjang pantai Utara
Jawa. 5
b. Sosial-Budaya
Perkembangan kebudayaan antara lain seni tari, seni pahat, seni sastra dan
sebagainya. Disamping itu muncul kebudayaan kejawen yang merupakan
akulturasi antara kebudayaan asli Hindu, Buddha dengan Islam. Upacara Grebeg
yang bersumber pada pemujaan roh nenek moyang berupa kenduri gunungan yang
merupakan tradisi sejak zaman Majapahit dijatuhkan pada waktu perayaan hari
besar Islam, sehingga muncul Grebeg Syawal pada hari raya Idul Fitri, dan
Grebeg Maulud padad bulan Rabiul awal. Adanya suasana yang aman, damai dan
tenteram, maka berkembang juga kesustraan Jawa. Sultan agung sendiri
mengarang Kitab Sastra Gending yang berupa kitab filsafat. Demikian juga
muncul kitab Nitisruti, Nitisastra, dan Absarta yang berisi ajaran tabiat baik yang
bersumber pada kitab Ramayana.
c. Kehidupan Politik
Pendiri kerajaan Mataram adalah Sutawijaya. Ia bergelar Panembahan
Senopati, memerintah tahun (1586 – 1601). Pada awal pemerintahannya ia
berusaha menundukkan daerah-daerah seperti Ponorogo, Madiun, Pasuruan, dan
Cirebon serta Galuh. Sebelum usahanya untuk memperluas dan memperkuat
kerajaan Mataram terwujud, Sutawijaya digantikan oleh putranya yaitu Mas
Jolang yang bergelar Sultan Anyakrawati tahun 1601 – 1613.
5
Ibid.
12
Pada tahun 1625 hampir seluruh pulau Jawa dikuasainya kecuali Batavia dan
Banten. daerah-daerah tersebut dipersatukan oleh Mataram antara lain melalui
ikatan perkawinan antara adipati-adipati dengan putri-putri Mataram, bahkan
Sultan Agung sendiri menikah dengan putri Cirebon sehingga daerah Cirebon
juga mengakui kekuasaan Mataram.6
6
Ibid.
7
http://wawasansejarah.com/sejarah-mataram-islam/, pada tanggal 16 November 2018 pukul
19.30.
13
Amangkurat I dan anaknya berhasil melarikan diri ke Batavia dan meminta
bantuan kepada Belanda. Dalam perjalanan menuju Batavia, Amangkurat I jatuh
sakit dan meninggal.8
8
Ibid.
9
Ibid.
14
dibawah pimpinan raja Gowa yaitu Daeng Manrabba. Setelah menganut agama
Islam Ia bergelar Sultan Alauddin. Sedangkan Raja Tallo sendiri yaitu Karaeng
Mattoaya yang bergelar Sultan Abdullah, Bersatunya kedua kerajaan ini
bersamaan dengan tersebarnya agama Islam di Sulawesi Selatan.
Pada tahun 1650, Penguasa Gowa dan Tallo memeluk agama Islam. Dalam
perjalanannya kerajaan masing-masing, dua kerajaan bersaudara ini dilanda
peperangan bertahun-tahun. Hingga kemudian pada masa Gowa dipimpin Raja
Gowa X, Kerajaan Tallo mengalami kekalahan. Kedua kerajaan kembar itu pun
menjadi satu kerajaan dengan kesepakatan “Rua Karaeng se’re ata” (dua raja,
seorang hamba). Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo ini akhirnya meleburkan
Pusat pemerintahan dari Kerajaan Makassar terletak di Sombaopu.
Letak kerajaan Makassar sangat strategis karena berada di jalur lalu lintas
pelayaran antara Malak dan Maluku. Letaknya yang sangat strategis itu menarik
minat para pedagang untuk singgah di pelabuhan Sombaopu. Dalam waktu
singkat, Makassar berkembang menjadi salah satu Bandar penting di wilayah
timur Indonesia. 10
10
https://www.gurupendidikan.co.id/kerajaan-makassar-sejarah-raja-dan-peninggalan-
beserta-kehidupan-politiknya-secara-lengkap/, pada tanggal 16 November 2018 pukul
19.30.
11
Ibid.
15
Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah Karaeng Matoaya
(Raja Gowa) yang bergelar Sultan Alaudin yang memerintah Makasar tahun 1593
– 1639 dan dibantu oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) sebagai Mangkubumi
bergelar Sultan Abdullah. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar
berkembang sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa
pemerintahan raja Muhammad Said (1639 – 1653).
Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa
pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya
Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai
daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan
perdagangan Makasar. Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa
Tenggara Barat.
3. Kehidupan Politik Kerajaan Makassar
Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk
Robandang/Dato’ Ri Bandang dari Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam
berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan raja Makasar pun memeluk agama
Islam. Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah Sultan Alaudin.
Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang sebagai
kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Muhammad
Said (1639 – 1653).12
Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kejayaan pada masa
pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya
Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai
daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan
perdagangan Makasar. Ia berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan
Bone.Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat. Daerah
kekuasaan Makasar luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat
dikuasainya. Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada
dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang
dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara
12
Ibid.
16
Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh
adanya kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan
antara Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya
peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku.
Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri
pasukannya untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya
kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin
tersebut maka Belanda memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari
Timur. Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu
dengan melakukan politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan Bone
(daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah
oleh Makasar mengadakan persetujuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari
kekuasaan Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk
menghancurkan Makasar.
4. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Makassar
Makassar tumbuh menjadi pelabuhan yang ramai karena letaknya di
tengahtengah antara Maluku, Jawa, Kalimantan, Sumatra, dan Malaka.
Pertumbuhan Makassar makin cepat setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis
(1511), sedangkan Maluku dikuasai oleh Portugis dan Belanda. Banyak pedagang
dari Malaka, Aceh, dan Maluku yang pindah ke Makassar. Para pedagang
Makassar membawa beras dan gula dari Jawa dan daerah Makassar sendiri ke
Maluku yang ditukarkan dengan rempah-rempah. Rempah-rempah itu lalu dijual
ke Malaka dan pulangnya membawa dagangan, seperti kain dari India, sutra dan
tembikar dari Cina, serta berlian dari Banjar.13
Untuk menunjang Makasar sebagai pelabuhan transito dan untuk mencukupi
kebutuhannya, maka kerajaan ini menguasai daerah-daerah sekitarnya. Di sebelah
timur ditaklukanlah Kerajaan Bone, sedankan untuk memperlancar dan
memperluas jalan perdagangan, Makasar mengusai daerah-daerah selatan, seperti
pulau Selayar, Buton demikian juga Lombok dan Sumbawa di Nusa Tenggara
Barat. Dengan demikian jalan perdagangan waktu musim Barat yang melalui
13
Ibid.
17
sebelah Utara kepulauan Nusa Tenggara dan jalan perdagangan waktu musim
Timur yang melalui sebelah selatan dapat dikuasainya.
Makasar berkembang sebagai pelabuhan Internasional, sehingga banyak
pedagang Asing seperti Portugis, Inggris, dan Denmark berdagang di Makasar.
Dengan jenis perahu-perahunya seperti Pinisi dan Lambo, pedagang-pedagang
Makasar memegang peranan penting dalam perdagangan di Indonesia. Hal ini
menyebabkan mereka berhadapan dengan Belanda yang menimbulkan beberapa
kali peperangan. Pihak Belanda yang merasa berkuasa atas Maluku sebagai
sumber rempah-rempah, menganggap Makasar sebagai pelabuhan gelap; sebab di
Makasar diperjualbelikan rempah-rempah yang berasal dari Maluku. Untuk
mengatur pelayaran dan perniagaan dalam wilayahnya disusunlah hukum niaga
dan perniagaan yang disebut Ade Allopioping Bicarance Pabbalu’e dan sebuah
naskah lontar karya Amanna Gappa.
5. Kehidupan Sosial Dan Budaya Kerajaan Makassar
Mengingat Makasar sebagai kerajaan maritim dengan sumber kehidupan
masyarakat pada aktivitas pelayaran perdagangan maka sebagian besar
kebudayaannya dipengaruhi oleh keadaan tersebut. Hasil kebudayaan yang
terkenal dari Makasar adalah perahu Pinisi dan Lambo. Selain itu juga
berkembang kebudayaan lain seperti seni bangun, seni sastra, seni suara dan
sebagainya.
6. Kejayaan Kerajaan Makassar14
Kerajaan Makasar merupakan kerajaan maritim, penghasil rempah-rempah.
Membentuk jalur perdagangan Nusantara yang sangat terkenal pada abad ke-16
dan 17 Masehi dan mempunyai hubungan diplomasi yang baik dengan kerajaan
Ternate di Maluku.
Sebelum abad 16 M, raja-raja Makasar belum memeluk Islam, setelah
kedatangan Dato’ Ri Bandang, seorang penyiar Islam dari Sumatra, Makasar
berkembang menjadi kerajaan Islam. Sultan Alaudin adalah raja Makasar pertama
yang memeluk agama Islam, yang berkuasa dari tahun 1591 sampai 1638 M.
Nama asli Sultan Alaudin adalah Karaeng Ma’towaya Trumamenanga Ri
14
Ibid.
18
Agamanna. Di bawah kekuasaannya Makasar tumbuh menjadi kerajaan maritim.
Para pelaut mengembangkan perahu jenis Pinisi dan Lambo.
Setelah Sultan Alaudin meninggal, digantikan oleh Muhammad Said pada
tahun 1638 – 1653 M. Raja berikutnya adalah Sultan Hasanuddin yang berkuasa
dari tahun 1653. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin Makasar menjadi
gemilang, majunya perdagangan dan melakukan ekspansi. Kerajaan yang berhasil
dikuasai Makasar di Sulawesi Selatan adalah Lawu, Wajo, Soppeng dan Bone.
Sultan Hasanuddin berniat menguasai jalur perdagangan Indonesia bagian timur,
sehingga harus menghadapi VOC sebelum menguasai Maluku yang kaya akan
lada. Keberanian Hasanuddin melawan Belanda menyebabkan ia mendapatkan
julukan Ayam Jantan dari Timur.
Pada tahun 1667 dengan bantuan Raja Bone, Belanda berhasil menekan
Makasar untuk menyetujui Perjanjian Bongaya. Perjanjian ini berisi 3
kesepakatan, yaitu :
a. VOC mendapat hak monopoli perdagangan di Makasar.
b. Belanda dapat mendirikan benteng Rotterdam di Makasar.
c. Makasar harus melepas kerajaan daerah yang dikuasainya seperti Bone,
Soppeng.
d. Mengakui Aru Palaka sebagai raja Bone.15
Setelah Sultan Hasanuddin turun tahta pada tahun 1669 Map Somba putranya
berusaha meneruskan perjuangan ayahnya melawan Belanda. Belanda yang sangat
menghargai tindakan kooperatif dari Mapa Somba harus mempersiapkan armada
perang. Pelaut Makasar sangat tangguh ini ditunjang dengan keahlian mendesain
berbagai kapal yang kuat dan indah seperti Pinisi, Lambo dan Padewalang yang
dapat mengarungi daerah nusantara bahkan sampai ke India dan Cina. Makasar
memiliki hukum perdagangan yang disebut Ade Alloping Bicaranna Pabbahi’e,
juga mengadopsi hukum-hukum Islam dan menjalin kerjasama dengan Kerajaan
Islam seperti Demak dan Malaka.
7. Runtuhnya Kerajaan Makassar
15
Ibid.
19
Peperangan demi peperangan melawan Belanda dan bangsanya sendiri
(Bone) yang dialami Gowa, membuat banyak kerugian. Kerugian itu sedikit
banyaknya membawa pengaruh terhadap perekonomian Gowa. Sejak kekalahan
Gowa dengan Belanda terutama setelah hancurnya benteng Somba Opu, maka
sejak itu pula keagungan Gowa yang sudah berlangsung berabad-abad lamanya
akhirnya mengalami kemunduran. Akibat perjanjian Bongaya, pada tahun 1667
sultan Hasanuddin Tunduk. Dalam perjanjian itu, nyatalah kekalahan Makassar.
Pardagangannya telah habis dan negeri-negeri yang ditaklukkannya harus
dilepaskan. Apalagi sejak Aru Palakka menaklukkan hampir seluruh daratan
Sulawesi Selatan dan berkedudukan di Makassar, maka banyak orang Bugis yang
pindah di Makassar. Sejak itu pula penjajahan Belanda mulai tertanam secara
penuh di Indonesia.
G. Kerajaan Ternate
1. Latar Belakang Kerajaan Ternate16
Pulau Gapi (kini Ternate) mulai ramai di awal abad ke-13. Penduduk Ternate
awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate terdapat 4
kampung yang masing-masing dikepalai oleh seorang momole (kepala marga).
Merekalah yang pertama–tama mengadakan hubungan dengan para pedagang
yang datang dari segala penjuru mencari rempah–rempah. Penduduk Ternate
semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu dan
Tionghoa. Oleh karena aktivitas perdagangan yang semakin ramai ditambah
ancaman yang sering datang dari para perompak maka atas prakarsa Momole
Guna pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk membentuk suatu
organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai
raja.
Tahun 1257 Momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai
kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan
Gapi berpusat di kampung Ternate, yang dalam perkembangan selanjutnya
16
https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Ternate, pada tanggal 16 November 2018
pukul 19.30
20
semakin besar dan ramai sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai Gam Lamo
atau kampung besar (belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan Gamalama).
Semakin besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih suka
mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah pimpinan
beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate berkembang dari sebuah kerajaan
yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh
dan terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.
2. Struktur Kerajaan
Pada masa–masa awal suku Ternate dipimpin oleh para momole. Setelah
membentuk kerajaan jabatan pimpinan dipegang seorang raja yang disebut kolano.
Mulai pertengahan abad ke-15, Islam diadopsi secara total oleh kerajaan dan
penerapan syariat Islam diberlakukan. Sultan Zainal Abidin meninggalkan gelar
kolano dan menggantinya dengan gelar sultan. Para ulama menjadi figur penting
dalam kerajaan. 17
Setelah sultan sebagai pemimpin tertinggi, ada jabatan jogugu (perdana
menteri) dan fala raha sebagai para penasihat. Fala raha atau empat rumah adalah
empat klan bangsawan yang menjadi tulang punggung kesultanan sebagai
representasi para momole pada masa lalu, masing–masing dikepalai seorang
kimalaha. Mereka yaitu Marasaoli, Tomagola, Tomaito dan Tamadi. Pejabat–
pejabat tinggi kesultanan umumnya berasal dari klan–klan ini. Bila seorang sultan
tak memiliki pewaris maka penerusnya dipilih dari salah satu klan.
17
Ibid.
21
Komala Abu Said 1284 - 1298
22
Tabariji 1533 - 1534
23
Muhammad Ali 1807 - 1821
3. Kedatangan Islam18
Diperkirakan sejak awal berdirinya kerajaan Ternate masyarakat Ternate
telah mengenal Islam mengingat banyaknya pedagang Arab yang telah bermukim
di Ternate kala itu. Beberapa raja awal Ternate sudah menggunakan nama
bernuansa Islam namun kepastian mereka maupun keluarga kerajaan memeluk
Islam masih diperdebatkan. Hanya dapat dipastikan bahwa keluarga kerajaan
Ternate resmi memeluk Islam pertengahan abad ke-15.
18
Ibid.
24
Kolano Marhum (1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja pertama
yang diketahui memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana.
Pengganti Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (1486-1500).
Beberapa langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah meninggalkan gelar
kolano dan menggantinya dengan sultan, Islam diakui sebagai agama resmi
kerajaan, syariat Islam diberlakukan, dan membentuk lembaga kerajaan sesuai
hukum Islam dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian
diikuti kerajaan lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Ia juga
mendirikan madrasah yang pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah
memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa. Di
sana dia dikenal sebagai Sultan Bualawa (Sultan Cengkih).
4. Kedatangan Portugal dan Perang Saudara19
19
Ibid.
25
Pada masa pemerintahan Sultan Bayanullah (1500-1521), Ternate semakin
berkembang, rakyatnya diwajibkan berpakaian secara islami, teknik pembuatan
perahu dan senjata yang diperoleh dari orang Arab dan Turki digunakan untuk
memperkuat pasukan Ternate. Pada masa ini pula datang orang Eropa pertama di
Maluku, Loedwijk de Bartomo (Ludovico Varthema) tahun 1506.
Tahun 1512 Portugal untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Ternate
dibawah pimpinan Fransisco Serrao, atas persetujuan sultan, Portugal diizinkan
mendirikan pos dagang di Ternate. Portugal datang bukan semata–mata untuk
berdagang melainkan untuk menguasai perdagangan rempah–rempah, pala dan
cengkih di Maluku. Untuk itu terlebih dulu mereka harus menaklukkan Ternate.
Sultan Bayanullah wafat meninggalkan pewaris-pewaris yang masih sangat
belia. Janda sultan, permaisuri Nukila dan Pangeran Taruwese, adik almarhum
sultan bertindak sebagai wali. Permaisuri Nukila yang asal Tidore bermaksud
menyatukan Ternate dan Tidore dibawah satu mahkota yakni salah satu dari
kedua puteranya, Pangeran Hidayat (kelak Sultan Dayalu) dan pangeran Abu
Hayat (kelak Sultan Abu Hayat II). Sementara pangeran Tarruwese menginginkan
tahta bagi dirinya sendiri.
Portugal memanfaatkan kesempatan ini dan mengadu domba keduanya
hingga pecah perang saudara. Kubu permaisuri Nukila didukung Tidore
sedangkan pangeran Taruwese didukung Portugal. Setelah meraih kemenangan
pangeran Taruwese justru dikhianati dan dibunuh Portugal. Gubernur Portugal
bertindak sebagai penasihat kerajaan dan dengan pengaruh yang dimiliki berhasil
membujuk dewan kerajaan untuk mengangkat pangeran Tabariji sebagai sultan.
Tetapi ketika Sultan Tabariji mulai menunjukkan sikap bermusuhan, ia difitnah
dan dibuang ke Goa, India. Di sana ia dipaksa Portugal untuk menandatangani
perjanjian menjadikan Ternate sebagai kerajaan Kristen dan vasal kerajaan
Portugal, namun perjanjian itu ditolak mentah-mentah oleh Sultan Khairun (1534-
1570). 20
5. Pengusiran Portugal
20
Ibid.
26
Perlakuan Portugal terhadap saudara–saudaranya membuat Sultan Khairun
geram dan bertekad mengusir Portugal dari Maluku. Tindak–tanduk bangsa Barat
yang satu ini juga menimbulkan kemarahan rakyat yang akhirnya berdiri di
belakang Sultan Khairun. Sejak masa sultan Bayanullah, Ternate telah menjadi
salah satu dari tiga kesultanan terkuat dan pusat Islam utama di Nusantara abad
ke-16 selain Aceh dan Demak setelah kejatuhan Malaka pada tahun 1511.
Ketiganya membentuk Aliansi Tiga untuk membendung sepak terjang Portugal di
Nusantara.
Tak ingin menjadi Malaka kedua, sultan Khairun mengobarkan perang
pengusiran Portugal. Kedudukan Portugal kala itu sudah sangat kuat, selain
memiliki benteng dan kantong kekuatan di seluruh Maluku mereka juga memiliki
sekutu–sekutu suku pribumi yang bisa dikerahkan untuk menghadang Ternate.
Dengan adanya Aceh dan Demak yang terus mengancam kedudukan Portugal di
Malaka, Portugal di Maluku kesulitan mendapat bala bantuan hingga terpaksa
memohon damai kepada Sultan Khairun. Secara licik gubernur Portugal, Lopez de
Mesquita mengundang Sultan Khairun ke meja perundingan dan akhirnya dengan
kejam membunuh sultan yang datang tanpa pengawalnya.
Pembunuhan Sultan Khairun semakin mendorong rakyat Ternate untuk
menyingkirkan Portugal, bahkan seluruh Maluku kini mendukung kepemimpinan
dan perjuangan Sultan Baabullah (1570-1583), pos-pos Portugal di seluruh
Maluku dan wilayah timur Indonesia digempur. Setelah peperangan selama 5
tahun, akhirnya Portugal meninggalkan Maluku untuk selamanya pada tahun
1575. Di bawah pimpinan Sultan Baabullah, Ternate mencapai puncak kejayaan,
wilayah membentang dari Sulawesi Utara dan Tengah di bagian barat hingga
Kepulauan Marshall di bagian timur, dari Filipina Selatan di bagian utara hingga
kepulauan Nusa Tenggara di bagian selatan.
Sultan Baabullah dijuluki penguasa 72 pulau yang semuanya berpenghuni
hingga menjadikan Kesultanan Ternate sebagai kerajaan Islam terbesar di
Indonesia timur, di samping Aceh dan Demak yang menguasai wilayah barat dan
tengah Nusantara kala itu. Periode keemasaan tiga kesultanan ini selama abad 14
27
dan 15 entah sengaja atau tidak dikesampingkan dalam sejarah bangsa ini padahal
mereka adalah pilar pertama yang membendung kolonialisme Barat. 21
6. Kedatangan Belanda
Putra Sultan Ternate bersama seorang controleur dan seorang warga Belanda
(sekitar tahun 1900).
21
Ibid.
22
Ibid.
28
cenderung manut menimbulkan kekecewaan semua kalangan. Sepanjang abad ke-
17, setidaknya ada 4 pemberontakan yang dikobarkan bangsawan Ternate dan
rakyat Maluku.
Tahun 1635, demi memudahkan pengawasan dan mengatrol harga rempah
yang merosot Belanda memutuskan melakukan penebangan besar–besaran pohon
cengkeh dan pala di seluruh Maluku atau yang lebih dikenal sebagai Hongi
Tochten yang menyebabkan rakyat mengobarkan perlawanan. Pada tahun 1641,
dipimpin oleh raja muda Ambon, Salahakan Luhu, puluhan ribu pasukan
gabungan Ternate, Hitu dan Makassar menggempur berbagai kedudukan Belanda
di Maluku Tengah. Salahakan Luhu kemudian berhasil ditangkap dan dieksekusi
mati bersama seluruh keluarganya pada tanggal 16 Juni 1643. Perjuangan lalu
dilanjutkan oleh saudara ipar Luhu, Kapita Hitu Kakiali dan Tolukabessi hingga
1646.
23
Ibid.
29
Sultan Muhammad Nurul Islam atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan
Sibori (1675 – 1691) merasa gerah dengan tindak–tanduk Belanda yang semena-
mena. Ia kemudian menjalin persekutuan dengan Datuk Abdulrahman penguasa
Mindanao, namun upayanya untuk menggalang kekuatan kurang maksimal karena
daerah–daerah strategis yang bisa diandalkan untuk basis perlawanan terlanjur
jatuh ke tangan Belanda oleh berbagai perjanjian yang dibuat para pendahulunya.
Ia kalah dan terpaksa menyingkir ke Jailolo. Tanggal 7 Juli 1683 Sultan Sibori
terpaksa menandatangani perjanjian yang intinya menjadikan Ternate sebagai
kerajaan dependen Belanda. Perjanjian ini mengakhiri masa Ternate sebagai
negara berdaulat.
24
Ibid.
30
Islam masuk ke daerah Maluku secara resmi pada abad IX, pada waktu itu
islam dibawa oleh orang-orang Arab , Persia, dan Melayu yang berdatangan sejak
abad V-XI M. Maluku terkenal dengan semerbak bunga cengkehny, dan banyak
orang asing tertarik datang ke sana untuk berdagang. Ini juga terkenal dengan
Negeri Seribu Pulau dan Jazirah al-Mulk (wilayah raja-raja).25
Berbagai sumber mengatakan bahwa raja Tidore yang pertama kali masuk
islam adalah raja Ciriati, dan pendahulunya secara turun-temurun menganut
Symman (pemuja roh leluhur). Raja Ciriliyati setelah masuk Islam diberi gelar
Sultan Jamaluddin. Keislaman aja ini mempercepat proses islamisasi di kalangan
rakyat Tidore, dan juga didukung oleh aktivitas internal kerajaan yang lebih
difokuskan untuk membangun madrasah-madrasah dan masjid-masjid sebagai
sarana sebagai sarana pendidikan dan ibadah rakyat. 27
25
Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, (Jakarta: Pustaka al Kautsar, 2010) hlm.115
26
Mundzirin dkk, Sejarah Peradaban Islam Indonesia.(Yogyakarta: Pustaka, 2006) hlm. 100-101
27
Hamka, Sejarah Umat Islam. (Depok: Gema Insani, 2016) hlm. 14,19
31
Dua hari setelah kedatangan, orang Spanyol diundang oleh sultan ke istana
Mareku untuk jamuan makan siang. Kemudian, sultan Mansur memeberi izin
pada orang-orang Spanyol menggelar dagagangan di pasar dan membantu
mendirikan tempat berdagang. Dan terjadi perdagangan secara barter dengan
penukaran barang-barang dengan cengkeh. Akibatnya cengkeh di Tidore habis
dan orang-orang Spanyol mencari cengkeh dari wilayah lain.
Tahun 1526 sultan Mansur wafat, lalu digantikan oleh putra bungsunya pada
tahun 1529 Amiruddin Iskandar Zulkarnain. Karena Amiruddin masih sangat
muda maka diangkatlah mangkubumi Kaicil Rade. Pada masa ini banyak terjadi
peperangan dengan Portugis dan Ternate yang dilatarbelakangi oleh perlindungan
kepada sultan Deyole yang berakhir dengan perjanjian damai yang berisi,
Pertama; Semua rempah-rempah hanya boleh dijual kepada Portugis dengan
harga yang sama yang dibayarkan Portugis pada Ternate. Kedua; Portugis akan
menarik armadanya dari Tidore. Pada tahun 1547, sultan Amiruddin wafat dan
terjadi masa transisi di mana terdapat tiga orang sultan, yaitu Kie Mansur,
Iskandar Sani, dan Gapi Baguna.29
Tahun 1657 sultan Saifuddin dilantik dan berkuasa hingga 1689. Sultan
Saifuddin berhasil membawa kemajuan di Tidore dan mendapat pengakuan oleh
Belanda. Sultan Saifuddin membangun kembali Maluku berdasarkan pada empat
pilar kekuasaan yaitu Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo. Dengan berdiri tegak di
atas pilar ini, wilyah Maluku selalu bersatu, aman dan makmur. Sultan Saifuddin
juga berhasil melakukan dengan Laksamana Speelman, seorang petinggi Kompeni
Belanda yang diadakan tanggal 28 Maret 1667. Isi pokok perundingan sebagai
berikut: Pertama, Kompeni Belanda mengakui hak-hak dan kedaulatan kesultana
Tidore atas kepulauan Raja Ampat dan Papuan daratan. Kedua, kesultanan Tidore
28
Darmawijaya, Op Cit. hlm. 135
29
Ibid hlm. 136.
32
memberikan hak monopoli perdagangan renpah-rempah dalam wilayahnya kepada
kompeni.
30
Ibid. hlm. 176
31
Komaruddin Hidayat, dkk.
33
asing di Maluku. Sultan Nuku berhasil menghidupkan kembali kebesaran
kesultanan Maluku yaitu Tidore, Bacan, dan Jailolo.32
Pada tanggal 14 November 1805, sultan Nuku wafat dalam usia 67 tahun.
Maluku kehilangan sosok pemimpin yang dikenal sebagai Jou Barakati,
dikalangan orang Inggris dikenal dengan Lord of Fortune. Sepeninggalan sultan
Nuku, sejarah berulang kembali. Sultan yang berkuasa haus akan kekuasaan dan
mengedepankan ego mereka dan kembalinya Belanda yang ikut serta dalam alih
kepemimpinan di Maluku. Hal ini menyebabkan kesultanan Tidore melemah dan
terpuruk.33
I. Kerajaan Cirebon
Cirebon merupakan kota di Jawa Barat dengan luas sekitar 3735,8 hektar
dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Menurut cerita Cirebin berasal dari
kata caruban (campuran). Hal ini didasarkan pada mayoritas masyarakat Cirebon
yang dulunya merupakan campuran yaitu banyak pendatang dari berbagai latar
belakang, suku, agama dan dengan berbagai kepentingan. Awalnya dakwah Islam
disebarkan di Gresik oleh sunan Gresik. Dan pelabuhan merupakan tonggak
utama dalam persebaran Islam di Cirebon maupun Nusantara.34
32
Darmawijaya, Op Cit. Hlm. 178
33
Adnan Amal, Portugis dan Spanyol di Maluku (Jakarta: Komunitas Bambu,2010) hlm. 156
34
Binuko Amarseto, Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Istana Media, 2015)
hlm. 286
34
sebagai Raja pertama kesultanan Cirebon yan memerintah keraton Pakungwati
serta aktif berdakwah kepada penduduk Cirebon.35
35
1Heru Erwanto, Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon. Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional
Bandung. Vol. 4. No 1, Mei 2012, hlm. 170
36
Ibid. hlm. 173
37
Loc Cit.
35
erat antara kesultanan Cirebon dengan kesultanan Demak. Pertempuran ini terjadi
tahun 1527 dan melibatkan kesultanan Cirebon, Banten serta Demak. Ka berhasil
mengusir tentara Portugis dari pelabuhan dan dapat menguasai pelabuhan Sunda
Kelapa. Kondisi ini semakin menguntungkan bagi kesultanan Cirebon baik di
bidang perdagangan maupun penyebaran islam.38
Tahun 1568 Sunan Gunung Jati meninggal dunia dan digantikan oleh
Fadhillah Khan hingga meninggal, 1570. Setelah itu cicit Sunan Gunung Jati ,
pangeran Emas putra Pangeran Swarga Dipati Carbon. Ia bergelar Panembahan
Ratu I. Pada masa ini kesultanan Cirebon tak lagi melakukan ekspansi ke daerah-
daerah lain karena pada saat itu posisi Banten terjepit oleh dua kerajaan besar,
Banten (timur) dan Mataram (barat).
38
Ibid. hlm. 174
36
Pangeran mendapat pengawasan ketat oleh orang-orang Mataram yang
ditugaskan.39
Tahun 1807, Suksesi para Sultan berjalan dengan lancar, sampai pada saat
pemerintahan Sultan Anom IV (1798-1803), terjadi perpecahan karena salah satu
putranya, Pangeran Raja Kanoman ingin memisahkan diri membangun kesultanan
Kacirebonan. Ini mendapat dukungan oleh kolonial Belanda.
J. Kerajaan Bone
39
Ibid. Hlm. 179
40
Kiswantoro, “Sejarah Kesultanan Cirebon”.
http://juragansejarah.blogspot.com/2015/09/sejarah-kesultanan-cirebon.html?m=1 diakses 13
November 2018 pukul 20.08
37
Bontoalo pada pertengahan abad ke 17. Raja Bone pertama yang masuk Islam
adalah raja Bone ke-XI, Latenri Lawe Bongkang. Setelah masuk Islam beliau
dijuluki Sultan Adam.41
Raja Bone sangat giat dalam menggerakkan atau berdakkwah Islam hingga ke
pelosok desa. Dalam bidang politik dan tata kerajaan Bone pada masa lalu sangat
menjunjung tinggi nilai demokrasi atau kedaulatan rakyat. Hal ini dibuktikan
dengan penerapan representasi kepentingan rakyat dengan lembaga perwakilan
mereka di dalam dewan adat yang disebut dengan “Ade Pitoe” atau tujuh orang
pejabat adat yang bertindak sebagai penasehat Raja. Segala masalah yang terjadi
selalu dimusyawarahkan oleh Ade Pitoe dan hasilnya disampaikan pada Raja
untuk dilaksanakan.
Pesan ini memiliki makna yang mendalam bagi seorang raja, bahwa betapa
pentingnya perasaan, pikiran, dan kehendak rakyat untuk dipahami dan disikapi
dengan baik oleh seorang pemimpin.
41
Binuko Amarseta, Op Cit. hlm. 296
38
Kerajaan Bone menjunjug tinggi kerjasama dan pendekatan diplomasi dengan
daerah lain untuk membangun negeri yang besar lagi baik. Ini dibuktikan dengan
kerjasama atau perjanjian antara kerajaan Bone, Wajo dan Soppeng yang dikenal
dengan Tellum Poccoe atau dalam istilah lain “La Mumpatue Ri Tumurung” ini
dimaksudkan untuk memperkuat posisi kerajaan dalam menghadapi tantangan
dari luar Sulawesi.
Kerajaan Bone banyak memetik sari pati ajaran Islam dalam menghadapi
kehidupan, menjawab tantangan pembangunan dan dalam menghadapi perubahan-
perubahan yan sangat cepat. Dan akibat semangat religiusitas orang Bone dapat
menjawab perkembangan zaman dengan segala bentuk perubahan dan dinamika.42
42
Ibid. hlm.297
39
Capellen mengirim ekspidisi ke kesultanan Bone dengan sekitar 500 prajurit
membawa 4 meriam, 2 howitzer, 600 prajurit pembantu dari pribumi.43
Letnan kolonel Hubert Joseph Jean Lambert de Stuers kala itu memimpin
pasukan yang dikirim untuk menyerang (menghukum Bone), awalnya pasukan
dapat dipukul mundur oleh Tanete. Tapi akhirnya mereka dapat menduduki
kerajaan dan berhasil mengasingkan Aru Datu. Tahun 1911 M ia wafat di
Bandung dan dibarengi runtuhnya kerajaan Bone.44
43
Ibid. hlm. 300
44
Ibid. hlm. 301
45
Ferry, Purwanta, Ignaz, Sumardianta, Kerajaan-Kerajaan Hindu, Budha, dan Islam di Indonesia,
(Jakarta : Grasindo), halaman 39.
46
Purwanta, Ferry, Sumardianta, Ignaz, Sejarah SMA/MA Kelas XI Bahasa, (Jakarta : Grasindo), hal
54.
40
Sebagian besar masyarakat Makasar adalah nelayan dan pedagang. Mereka
giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari
mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya.
Walaupun masyarakat Makasar memiliki kebebasan untuk berusaha dalam
mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat
terikat dengan norma adat yang mereka anggap sacral. Masyarakat Makasar juga
mengenal pelapisan social yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan
bangsawan dan keluarganya disebut dengan “Anak arung/Karaeng”, sedangkan
rakyat kebanyakan disebut “to Maradeka” dan masyarakat lapisan bawah yaitu
para hamba-sahaya disebut dengan golongan “Ata”. Dari segi kebudayaan, maka
masyarakat Makassar banyak menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan
dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang
dibuat oleh orang Makassar dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo.47
2. Kejayaan dan Keruntuhan Kerajaan Gowa Tallo
Sultan Hasanuddin berniat menguasai jalur perdagangan Indonesia bagian
timur, sehingga harus menghadapi VOC sebelum menguasai Maluku yang kaya
akan lada. Keberanian Hasanuddin melawan Belanda menyebabkan ia
mendapatkan julukan Ayam Jantan dari Timur.
Pada tahun 1667 dengan bantuan Raja Bone, Belanda berhasil menekan
Makassar untuk menyetujui Perjanjian Bongaya. Perjanjian ini berisi 3
kesepakatan, yaitu:
1. Voc Mendapat hak monopoli perdagangan di Makassar.
2. Belanda dapat mendirikan benteng Rotterdan di Makassar, dan Makassar
harus melepas kerajaan daerah yang dikuasainya seperti Bone, Soppeng.
3. Mengakui Alu Palaka sebagi raja Bone.48
3. Peninggalan-Peninggalan Kerajaan Gowa Tallo
a. Fort Rotterdam (Benteng Ujung Pandang)
47
Strahmadany, https://strahmadaniy.wordpress.com/2017/06/17/kesenian-peninggalan-
kerajaan-gowa/, diakses pada tanggal 15 November 2018 pukul 22:29.
48
https://www.sejarah-negara.com/2014/08/masa-kejayaan-kerajaan-makasar.html, diakses
pada tanggal 15 November 2018 pukul 23:22.
41
Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat kota Makassar,
Sulawesi Selatan. Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9
yang bernama I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa’risi’ Kallonna.
Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan
Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti menjadi batu
padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada di daerah Maros. Benteng
Ujung Pandang ini berbentuk seperti penyu, karena penyu bisa hidup di darat
maupun di lautan. Begitu juga Kerajaan Gowa ini yang Berjaya di lautan dan di
daratan.
b. Masjid Katangka
Masjid Katangka didirikan pada tahun 1605 M. sejak berdirinya telah
mengalami beberapa pemugaran. Pemugaran itu berturut-turut dilakukan oleh
Sultan Mahmud (1818), Kadi Ibrahim (1921), Haji Mansur Daeng Limpo, Kadi
Gowa (1948), dan Andi Baso, Pabbicarabutta Gowa (1962) sangat sulit
mengidentifikasi bagian paling awal (asli) bangunan masjid tertua Kerajaan Gowa
ini.
c. Ballak Lompoa Ri Gowa
Dibangun sejak tahun 1936 setelah diangkat Raja Gowa XXXV, I Mangngi-
mangngi Daeng Matutu, Karaeng Bontonompo yang bergelar Sultan Muhammad
Tahir Muhibuddin. Dengan dibangunnya Balla Lompoa sebagai tempat kediaman
sekaligus juga sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Gowa.
d. Tari Pakkarena
Suatu tarian adat dari Kerajaan Gowa. Dahulu kala selalu ditarikan oleh putri
bangsawan pada setiap peristiwa atau upacara-upacara penting dalam lingkungan
istana sebagai pemujaan atas dewa-dewa.
e. Tari Bosarak
Tari Bosara, merupakan tarian untuk menyambut para tamu terhormat.
Gerakan-gerakan badannya sangat luwes. Dahulu sering ditarikan pada setiap
acara penting untuk menjamuraja dengan suguhan kue-kue sebanyak dua kasera.
Juga ditarikan saat menyambut tamu agung, pesta adat dan pesta perkawinan.
42
Tarian ini mengambarkan bahwa orang Bugis jika kedatangan tamu senantiasa
menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran dan kehormtan.49
L. Kerajaan Pajang
1. Sejarah Kerajaan Pajang
Joko Tingkir menjadi raja pertama dari Kerajaan pajang ini. Kedudukannya,
yang disahkan pula oleh Sunan Giri (seorang dari wali 9), segera mendapat
pengakuan dari adipati-adipati di seluruh Jawa Tengah dan Timur.
Demak sendiri kini hanya menjadi daerah seorang adipati, dan adipatinya
adalah arya Pangiri, seorang anak dari Sultan Prawoto, yang diangkat oleh Sultan
Pajang.
Diantara para pengikut Joko Tingkir, yang besar sekali jasanya dalam
membinasakan Arya Panangsang, adalah Kyai Ageng Pamanahan. Sebagai
imbalan Kyai Ageng ini dihadiahi daerah Mataram (sekitar kota Gede, dekat
Yogyakarta sekarang) untuk pemukimannya. Karena ini maka ia lebih terkenal
sebagai Kyai Gede Mataram. Orang inilsh ysng menjadi perintis dari apa yang
nantinya menjadi kerajaan Mataram.
Kyai Gede Mataram dalam waktu singkat dapat menjadikan daerahnya daerah
yang sangat maju. Ia sendiri tidak mengecap hasil usahanya, ia meninggal dalam
tahun 1575, tetapi anaknya bernama Sutowijoyo, melanjutkan usaha itu dengan
sangat giat. Sutowijoyo ini adalah orang yang gagah berani, mahir benar dalam
hal peperangan, dank arena itu nantinya lebih terkenal sebagai Senapati ing Alaga
(=panglima perang)
Sementara itu di Pajang etrjadi perubahan yang besar. Joko Tingkir
meninggal dalam tahun 1582. Anaknya, Pangeran Benowo, disingkirkan oleh
Arya Pangiri (dari Demak) dan dijadikan adipati di Jipang. Maka sebagai Sultan
Pajang kini bertakhtalah Arya Pangiri itu, yang melanjutkan darah Demak.
Baru ini dengan tindakan-tindakannya yang merugikan rakyat, segera
menimbulkan rasa tidak senang di mana-mana. Kenyataan ini merupakan
kesempatan yang baik bagi Pangeran Benowo untuk merebut kembali
49
Ibid.
43
kekuasaannya. Ia minta bantuan kepada Senapati dari Mataram, yang juga
memang menginginkan robohnya kerajaan pjang dan sudah lebih dahulu
mengambil langkah-langkah untuk melepaskan daerahnya dari Pajang itu.
Pajang diserang dari dua jurusan, dan Arya Pangiri menyerah kepada
Senapati, Pangeran Benowo sendiri tidak sanggup kalau harus menghadapi
kawannya itu, maka bersedia mengakui kekuasaan Senapati. Keraton Pajang
dipindah ke Mataram, dan mulailah kini riwayat kerajaan Mataram 91586) yang
nantinya memenuhi Sejarah Indonesia jaman madya.50
2. Kemunduran dan Keruntuhan Kerajaan Pajang
Setelah sultan Hadiwijaya meninggal, terjadi perebutan kekuasaan antara
penerus-penerusnya. Kemudian ia digantikan oleh Aria Pangiri yang berasal dari
Demak. Aria Pangiri kemudian bertempat tinggal di keraton Pajang. Dalam
menjalankan roda pemerntahannya, Arya Pangiri banyak didampingi oleh orang-
orang dari Demak. Selain itu, tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Arya Pangiri
juga banyak yang merugikan rakyat, sehingga menimbulkan rasa tidak senang
dari rakyat.
Sementara itu, seorang anak dari sultan Hadiwijaya yang bernama Benawa,
dijadikan penguasa di Jipang. Pangeran Benawa merasa tidak puas dengan jabatan
yang didapatnya. Sehingga ia meminta bantuan kepada senopati Mataram,
Sutawijaya, untuk menyingkirkan Aria Pangiri.
Pada tahun 1586, Pangeran Benawa yang telah bersekutu dengan Sutawijaya,
mengambil keputusan untuk menyerbu Pajang. Gabungan pasukan Mataram dan
Jipang berangkat untuk menurunkan Arya Pangiri dari takhtanya.
Perang terjadi di kota Pajang. Pasukan Arya Pangiri yang terdiri atas 300
orang Pajang, 2000 orang Demak, dan 400 orang seberang dapat dikalahkan
pasukan koalisi Benawa dan Sutawijaya. Arya Pangiri sendiri tertangkap, tetapi
diampuni nyawanya setelah Ratu Pembayun, istrinya meminta ampunan.
Sutawijaya mengembalikan Arya Pangiri ke Demak, serta
mengangkat Pangeran Benawa sebagai raja baru di Pajang. Benawa kemudian
berinisiatif untuk membalas budi kepada kesultanan Mataram, ia kemudian
50
Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3, (Yogyakarta: Kanisius, 1973), hal 54-55.
44
berinisiatif untuk menyerahkan hak atas warisan ayahnya kepada Senopati
Mataram tersebut. Namun, senopati menolak.
Senopati tersebut kemudian meminta “Perhiasan emas intan kerajaan Pajang”.
Dengan demikian, pangeran Benawa dikukuhkan menjadi sultan di kerajaan
Pajang, namun dibawah kekuasaan Mataram. Sepeninggal sultan Benawa,
terdapat beberapa orang sultan yang sempat memerintah. Tetapi pada tahun 1617-
1618 M, terjadi pemberontakan besar di Pajang yang dipimpin oleh Sultan Agung.
Pada tahun 1618 M, kerajaan Pajang mengalami kekalahan melawan Mataram.
Dengan demikian, runtuhlah kerajaan Pajang ini.
3. Peninggalan Kerajaan Pajang
a. Masjid Laweyan
Masjid Laweyan merupakan masjid peninggalan kerajaan Pajang yang hanya
bisa ditemukan di Kampung Batik, Laweyan, Solo. Masjid itu dibangun pada
tahun 1546 oleh raja pajang pertama.
Menurut beragam sumber, masjid ini mulanya adalah sebuah pura tempat
ibadah kaum Hindu di Pajang. Karena keakraban Ki Ageng Henis dengan raja
Hindu setempat, pura Laweyan itu kemudian dirubah menjadi masjid untuk
melayani peribadahan umat Islam Laweyan. Maka dari itu, masjid Laweyan juga
sering disebut masjid Ki Ageng Henis.
b. Makam Para Bangsawan
Di sekitar pelataran Masjid Lawean terdapat sebuah kompleks pemakaman
kaum bangsawan Kerajaan Pajang. Kompleks pemakaman itu ada 20 makam dan
salah satunya merupakan makam Ki Ageng Henis, beliau adalah salah satu pendiri
Kerajaan Pajang. Makam-makam tersebut sering di hampiri para wisatawan
ataupun orang yang berkunjung ke masjid Laweyan sesudah menunaikan ibadah.
c. Bandar Kabanaran
Bandar Kabanaran adalah tempat perdagangan yang terletak di tepi sungai
Begawan Solo. Pada zaman kekuasaan Kerajaan Pajang, bandar ini di pakai
sebagai jalur penghubung lalu lintas perdagangan dari Jawa ke bandar besar
Nusupan.
45
Beberapa para ahli megatakan bahwa selain untuk tempat perdagangan,
bandar itu juga di gunakan sebagai tempat dakwah dan penyebaran Islam sekitar
pajang. namun demikian, bandar itu sekarang tidak begitu menjadi pusat perhatian
dikarenakan sedikitnya hal-hal yang unik.
d. Kesenian Batik
Kerajaan pajang pada masa lampau juga mewariskan kesenian batik tulis.
Batik yang selama ini di kenal oleh masyarakat. ternyata sejarah awalnya
pembuatan batik pertama kali yang membuat adalah masyarakat laweyan saat
masa kerajaan pajang.
Meskipun kesenian batik Laweyan pernah pudar karena perkembangan batik
printing yakni pada tahun 1980. namun kini ke populeran kain batik tulis ini
kembali naik daun berkat minat masyarakat yang semakin besar terhadap kain
batik tulis ini.51
51
Iwan, https://pintasilmu.com/peninggalan-kerajaan-pajang-islam/, diakses pada tanggal 15
November 2018 pukul 23:11.
46
Kado kemudian meresmikan namanya sebagai Sultan Kutai kartanegara dengan
menggunakan gelar Sultan Aji Muhammad Aliyeddin.
Setelah dewasa, Aji Imbut sebagai putra mahkota yang sah dari Kesultanan
Kutai Kartanegara kembali ke tanah Kutai. Oleh kalangan bugis dan kerabat
istana yang setia pada almarhum Sultan Idris, Aji Imbut dinobatkan sebagai
Sultan Kutai Kartanegara denga gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin.
Penobatan Sultan Muslihuddin tersebut dilaksanakan di Mangkujenang
(Samarinda Seberang). Sejak itu, dimulailah perlawanan terhadap Aji Kado.
Perlawanan berlangsung denga siasat embargo yang ketat oleh Mangkujenang
terhadap Pemarangan. Armada bajak laut Sulu terlibat dalam perlawanan ini
dengan melakukan penyerangan dan pembajakan terhadap Pemarangan. Pada
tahun 1778, Aji Kado meminta bantuan VOC tapi tidak dapat dipenuhi. Pada
tahun 1780, Aji Imbut berhasil merebut kembali ibu kota Pemarangan dan secara
resmi dinobatkan sebagai sultan dengan gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin
di istana Kesultanan Kutai Kartanegara. Aji Kado dihukum mati dab dimakamkan
di Pulau Jembayan.
Sultan Aji Muhammad Muslihuddin memindahkan ibukota Kesultanan Kutai
Kartanegara ke Tepian Pandan pada 28 September 1782. Perpindahan ini
dilakukan untuk menghilangkan pengaruh kenangan pahit masa Pemerintahan Aji
Kado dan Pemarangan dianggap telah kehilangan tuahnya. Nama Tepian Pandan
kemudian diubah menjadi Tangga Arung yang berarti Rumah Raja, lama
kelamaan Tangga Arung lebih popular dengan sebutan Tenggarong dan tetap
bertahan hingga kini.52
2. Kejayaan dan Keruntuhan Kerajaan Kutai
Tidak banyak informasi mengenai Kerajaan Kutai yang temukan. Tetapi
menurut prasasti Yupa, puncak kejayaan Kerajan Kutai berada pada masa
kepemerintahan Raja Mulawarman. Pada masa pemerintahan Mulawarman,
kekuasaan Kerajaan Kutai hampir meliputi seluruh wilayah Kalimantan Timur.
Rakyat Kerajaan Kutai pun hidup sejahtera dan makmur.
52
Prawoto, Seri IPS Sejarah 1 SMP kelas VII, (Kartasura : Yudhistira, 2007), hal 94-95.
47
Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma
Setia tewas dalam peperangan melawan Aji Pangeran Sinum Panji yang
merupakan Raja dari Kerajaan Kutai Kartanegara. Kerajaan Kutai dan Kerajaan
Kutai Kartanegara merupakan dua buah kerajaan yang berbeda. Kerajaan Kutai
Kartanegara berdiri pada abad ke-13 di Kutai Lama. Terdapatnya dua kerajaan
yang berada di sungai Mahakam tersebut menimbulkan friksi diantara keduanya.
Pada abad ke-16 terjadi peperangan diantara kedua Kerajaan tersebut.53
53
http://www.rumahpintarr.com/2016/01/sejarah-kejayaan-keruntuhan-dan.html, diakses
pada tanggal 15 November 2018, pukul 23:48.
48
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam di Indonesia muncul dibawa oleh pedagang muslim, dan
berkembangnya Islam di Indonesia ditandai dengan berdirinya kerajaan-kerajaan
Islam di Indonesia. Pembahasan terbatas dai kerajaan Samudra Pasai hingga Kutai
Kartanegara. Banyak persamaan tujuan dalam pendirian Kerajaan Islam di
Nusantara, yakni menyebarkan Islam di seluruh Indonesia.
Ada berbagai pendapat tentang masuknya dan berkembangnya Islam di
Indonesia. Kita sebagai pelajar dalam menyikapinya dengan berpikir jernih dan
membuka wawasan tentang sejarah Islam di Nusantara dengan membaca dari
berbagai sumber. Dan kita pelajari berbagai faktor berdirinya suatu kerajaan
hingga faktor keruntuhannya.
B. Saran
Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
oleh karena itu kami menbutuhkan adanya kritik dan saran yang nanti akan
menjadi suatu pelajaran yang membangun kami untuk lebih baik lagi dalam
pembuatan makalah yang akan dating. Kami mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang sudah membantu terselesaikannya makalah ini.
49
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Amal, Adnan. 2010. Portugis dan Spanyol di Maluku. Yogyakarta. Istana Media
Amarseto, Binuko. 2015. Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta.
Istana Media
Amin, Samsul Munir. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta. Remaja
Rosdakarya
Darmawijaya.2010. Kesultanan Islam Nusantara. Jakarta. Pusat al Kautsar
Ferry dkk. Kerajaan-Kerajaan Hindu, Budha, dan Islam di Indonesia. Jakarta.
Grasindo
Hamka. 2016. Sejarah Umat Islam. Depok. Gema Insani
Mundzirin. 2006. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. Yogyakarta. Pustaka
Soekmono. 1973.Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3.Yogyakarta.
Kanisius
Yatim, Badri. 1993. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Erwanto, Heru. Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon. Balai Pelestarian Sejarah dan
Nilai Tradisional Bandung. Vol. 4. No 1, Mei 2012
http://digilib.uins by.ac.id/12899/5/Bab%202.pdf, pada tanggal 16 November
2018 pukul 19.30.
http://wawasansejarah.com/sejarah-mataram-islam/, pada tanggal 16 November
2018 pukul 19.30.
http://www.rumahpintarr.com/2016/01/sejarah-kejayaan-keruntuhan-dan.html,
diakses pada tanggal 15 November 2018, pukul 23:48.
50
https://www.gurupendidikan.co.id/kerajaan-makassar-sejarah-raja-dan-
peninggalan-beserta-kehidupan-politiknya-secara-lengkap/, pada tanggal 16
November 2018 pukul 19.30.
https://www.sejarah-negara.com/2014/08/masa-kejayaan-kerajaan-makasar.html,
diakses pada tanggal 15 November 2018 pukul 23:22.
Iwan, https://pintasilmu.com/peninggalan-kerajaan-pajang-islam/, diakses pada
tanggal 15 November 2018 pukul 23:11.
Kiswantoro, “Sejarah Kesultanan Cirebon”.
http://juragansejarah.blogspot.com/2015/09/sejarah-kesultanan-cirebon.html?m=1
diakses 13 November 2018 pukul 20.08
Purwanta dkk. Sejarah SMA/MA Kelas XI Bahasa.Jakarta. Grasindo
Strahmadany, https://strahmadaniy.wordpress.com/2017/06/17/kesenian-
peninggalan-kerajaan-gowa/, diakses pada tanggal 15 November 2018 pukul 22:29.
51