Anda di halaman 1dari 55

KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Sejarah


Peradaban Islam

Dosen Pembimbing : Dr. Fauzi Muharom, M.Ag.

Disusun oleh :
Hamam Al Harist (183111091)
Afifah Nisa Pratiwi (183111093)
Rista Hardiyanti (183111097)
Fitri Sholikah (183111125)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUTAKARTA

2018

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah swt.


yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan
Peserta Didik dengan judul : “KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA”. Kami
berharap makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi
pembaca.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, dan dukungan sehingga
makalah dapat terselesaikan dengan baik.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah yang kami susun jauh dari
kata sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman serta pengetahuan yang kami
miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran kritik dan
masukan yang membangun dari berbagai pihak. Kami berharap makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya bagi para
pendidik.

Surakarta, November 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI
COVER .....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................1
A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................ 1
C. Tujuan ................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................................2
A. Kerajaan Samudra Pasai ..................................................................................... 2
B. Kerajaan Aceh ...................................................................................................... 3
C. Kerajaan Demak .................................................................................................. 4
D. Kerajaan Banten .................................................................................................. 6
E. Kerajaan Mataram Islam .................................................................................... 7
F. Kerajaan Makassar ( Gowa- Tallo ) ................................................................. 14
G. Kerajaan Ternate ............................................................................................... 20
H. Kerajaan Islam di Tidore .................................................................................. 30
I. Kerajaan Cirebon............................................................................................... 34
J. Kerajaan Bone .................................................................................................... 37
K. Kerajaan Gowa Tallo......................................................................................... 40
L. Kerajaan Pajang ................................................................................................ 43
M. Kerajaan Kutai Kartanegara ............................................................................ 46
BAB III PENUTUP ................................................................................................. 49
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 49
B. Saran ................................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 50

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah merupakan salah satu ilmu yang sangat penting untuk dipelajari.
Salah satunya yaitu ilmu sejarah peradaban Islam di Indonesia. Termasuk
dalam hal ini adalah perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
Sebelumnya, banyak teori yang bermunculan tentang bagaimana masuk dan
berkembangannya agama Islam di Indonesia. Teori-teori tersebut adalah
Teori Gujarat, Teori Makkah, dan Teori Persia. Ketiga teori tersebut saling
berbeda pendapat mengenai waktu dan siapa yang menyebarkan agam Islam
ke Indonesia. Namun, dari perbedaan tersebut dapat ditarik suatu persamaan
tentang sejarah Islam di Indonesia. Dari sinilah, kerajan-kerajaan Islam
muncul memanfaatkan kemunduran dari kerajaan-kerajaan Hindu-Budha
untuk menyebarkan agama Islam ke seluruh masyarakat Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam Di Indonesia?
2. Bagaimana Kemajuan Dan Kemunduran Kerajaan-Kerajaan Islam Di
Indonesia?
3. Apa Saja Peninggalan-Peninggalan Kerajaan Islam Di Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam Di Indonesia?
2. Untuk mengetahui Kemajuan Dan Kemunduran Kerajaan-Kerajaan Islam
Di Indonesia?
3. Untuk mengetahui Peninggalan-Peninggalan Kerajaan Islam Di Indonesia?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kerajaan Samudra Pasai


Kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia
yang berada di Sumatra. Kerajaan Samudera Pasai didirikan oleh Sultan Malik Al
Saleh dan mengalami kejayaan. Hal ini dibuktikan Kerajaan Samudera Pasai
mampu memperluas wilayahnya dan menjalin hubungan perdagangan dengan
Arab. Pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Malik aI Tahir, ada kunjungan Ibnu
Battutah yang mengadakan perjalanan India-Cina (kembali tahun 1345). Peranan
Kerajaan Samudera Pasai dalam persebaran agama Islam yaitu: Menjadi pusat
studi Islam di Asia sehingga banyak orang-orang asing yang menetap di
Samudera Pasai. Penyebaran agama Islam melalui perluasan pengaruh politik. Hal
ini dibuktikan dengan berhasil merintis munculnya Kerajaan-Kerajaan Islam di
Jawa.
Samudera Pasai menggunakan Selat Malaka sebagai jalur perdagangan laut
yang menghubungkan daerah Pasai dengan Arab, India, dan Cina. Sebagai pusat
perdagangan dan pelabuhan besar, Samudera Pasai memiliki fungsi sebagai :
a. Tempat merambah perbekalan.
b. Tempat mengurus masalah perkapalan.
c. Tempat mengumpulkan komoditas dagang yang akan dikirim ke
luar.Tempat menyimpan barang yang akan diantar ke daerah lain.

Sebagai sebuah kerajaan, Raja Silih berganti memerintah di Samudra Pasai.


Raja-raja yang pernah memerintah Samudra Pasai adalah seperti berikut :
1. Sultan Malik Al-saleh berusaha mengembangkan kerajaannya dengan
melalui perdagangan dan memperkuat angkatan perang. Samudra Pasai
berkembang menjadi negara maritim yang kuat di Selat Malaka.
2. Sultan Muhammad (Sultan Malik al Tahir I) yang memerintah sejak 1297-
1326. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Perlak kemudian disatukan
dengan Kerajaan Samudra Pasai.

2
3. Sultan Malik al Tahir II (1326 – 1348 M, Samudra Pasai berkembang
menjadi pusat penyebaran Islam dan memiliki armada laut yang kuat
sehingga para pedagang merasa aman singgah dan berdagang di sekitar
Samudra Pasai. Namun, setelah muncul Kerajaan Malaka, Samudra Pasai
mulai memudar. Pada tahun 1522 Samudra Pasai diduduki oleh Portugis.
Keberadaan Samudra Pasai sebagai kerajaan maritim digantikan oleh
Kerajaan Aceh yang muncul kemudian

B. Kerajaan Aceh

Kerajaan Islam berikutnya di Sumatra ialah Kerajaan Aceh. Kerajaan


yang didirikan oleh Sultan Ibrahim yang bergelar Ali Mughayat Syah (1514-1528),
menjadi penting karena mundurnya Kerajaan Samudera Pasai dan berkembangnya
Kerajaan Malaka.
Pusat pemerintahan Kerajaan Aceh ada di Kutaraja (Banda Aceh sekarang).
Corak pemerintahan di Aceh terdiri atas dua sistem: pemerintahan sipil di bawah
kaum bangsawan, disebut golongan teuku; dan pemerintahan atas dasar agama di
bawah kaum ulama, disebut golongan tengku atau teungku.
Aceh mengalami kemajuan pesat pada masa pemerintahan Sultan Iskandar
Muda (1607- 1636). Pada masa pemerintahannya, Aceh mencapai zaman
keemasan. Aceh bahkan dapat menguasai Johor, Pahang, Kedah, Perak di
Semenanjung Melayu dan Indragiri, Pulau Bintan, dan Nias. Di samping itu,
Iskandar Muda juga menyusun undang-undang tata pemerintahan yang disebut
Adat Mahkota Alam. Untuk memperlemah kekuasaan Portugis, Iskandar Muda
membuka kerja sama dengan Belanda dan lnggris dengan mengizinkan kongsi
dagang mereka, yaitu VOC dan EIC untuk membuka kantor cabangnya di Aceh.
Menyerang Portugis di Malaka dan sempat mengalahkan Portugis di Pulau Bintan
pada tahun 1614 Mendirikan Masjid Baiturrahman di pusat ibukota kerajaan Aceh.
Setelah Sultan Iskandar Muda, tidak ada lagi sultan yang mampu
mengendalikan Aceh. Aceh mengalami kemunduran di bawah pimpinan Sultan
Iskandar Thani (1636- 1641). Dia kemudian digantikan oleh permaisurinya, Putri

3
Sri Alam Permaisuri (1641- 1675). Sejarah mencatat Aceh makin hari makin
lemah akibat pertikaian antara golongan teuku dan teungku, serta antara golongan
aliran syiah dan sunnah wal jama’ah. Akhirnya, Belanda berhasil menguasai Aceh
pada tahun 1904.
Kerajaan Aceh memiliki letak yang strategis di titik sentral jalur perdagangan
internasional di Selat Malaka menjadikan Aceh makin ramai dikunjungi
pedangang Islam. Maka terjadilah asimilasi baik di bidang sosial maupun
ekonomi. Dalam kehidupan bermasyarakat, terjadi perpaduan antara adat istiadat
dan ajaran agama Islam. Pada sekitar abad ke-16 dan 17 terdapat empat orang ahli
tasawuf di Aceh, yaitu Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumtrani, Nuruddin ar-
Raniri, dan Abdurrauf dari Singkil. Keempat ulama ini sangat berpengaruh bukan
hanya di Aceh tetapi juga sampai ke Jawa.
Dalam kehidupan ekonomi, Aceh berkembang dengan pesat pada masa
kejayaannya. Dengan menguasai daerah pantai barat dan timur Sumatra, Aceh
menjadi kerajaan yang kaya akan sumber daya alam, seperti beras, emas, perak
dan timah serta rempah-rempah.

C. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Demak
sebelumnya merupakan bawahan dari Majapahit. Daerah ini diberikan kepada
Raden Patah, keturunan Raja Majapahit yang terakhir.
Ketika kekuasaan kerajaan Majapahit melemah, Raden Patah memisahkan
diri sebagai bawahan Majapahit pada tahun 1478 M. Dengan dukungan dari para
bupati, Raden Patah mendirikan kerajaan Islam Demak dengan gelar Senopati
Jimbung Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Sejak
saat itu, kerajaan Demak berkembang menjadi kerajaan maritim yang kuat.
Wilayahnya cukup luas, hampir meliputi sepanjang pantai utara Pulau Jawa.
Sementara itu, daerah pengaruhnya sampai ke luar Jawa, seperti ke Palembang,
Jambi, Banjar, dan Maluku.
Pada tahun 1507 M, Raja Demak pertama, Raden Patah mangkat dan
digantikan oleh putranya Pati Unus. Pada masa pemerintahan Pati Unus, Demak

4
dan Portugis bermusuhan, sehingga sepanjang pemerintahannya. Setelah
berangkat pada tahun 1521, Pati unus digantikan oleh adiknya Trenggana. Setelah
naik takhta, Sultan Trenggana melakukan usaha besar membendung masuknya
portugis ke Jawa Barat dan memperluas kekuasaan Kerajaan Demak.
Beliau mengutus Faletehan beserta pasukannya untuk menduduki Jawa Barat.
Dengan semangat juang yang tinggi, Faletehan berhasil menguasai Banten dan
Sunda Kelapa lalu menyusul Cirebon. Dengan demikian, seluruh pantai utara
Jawa akhirnya tunduk kepada pemerintahan Demak. Faletehan kemudian diangkat
menjadi raja di Cirebon. Pasukan demak terus bergerak ke daerah pedalaman dan
berhasil menundukkan Pajang dan Mataram, serta Madura. Untuk memperkuat
kedudukannya, Sultan Trenggana melakukan perkawinan politik dengan Bupati
Madura, yakni mengawinkan Putri Sultan Trenggana dengan Putra Bupati Madura,
Jaka Tingkir. Sultan Trenggana mangkat pada tahun 1546 M.
Mangkatnya Beliau menimbulkan kekacauan politik yang hebat di Demak.
Negara bagian banyak yang melepaskan diri, dan para ahli waris Demak juga
saling berebut tahta sehingga timbul perang saudara dan muncullah kekuasaan
baru, yakni Kerajaan Pajang.
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Demak telah berjalan teratur.
Pemerintahan diatur dengan hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama
begitu saja. Hasil kebudayaan Demak merupakan kebudayaan yang berkaitan
dengan Islam. Seperti ukir-ukiran Islam dan berdirinya Masjid Agung Demak
yang masih berdiri sampai sekarang. Masjid Agung tersebut merupakan lambang
kebesaran Demak sebagai kerajaan Islam.
Dalam bidang ekonomi, Demak berperan penting karena mempunyai daerah
pertanian yang cukup luas dan sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras.
Selain itu, perdagangannya juga maju. Komoditas yang diekspor, antara lain beras,
madu, dan lilin.
Keruntuhan Kerajaan Demak disebabkan karena pembalasan dendam yang
dilakukan oleh Ratu Kalinyamat yang bekerja sama dengan Bupati Pajang
Hadiwijaya (Jaka Tingkir). Mereka berdua ingin menyingkirkan Aria Penansang
sebagai pemimpin Kerajaan Demak karena Aria Penansang telah membunuh

5
suami dan adik suami dari Ratu Kalinyamat. Dengan tipu daya yang tepat mereka
berhasil meruntuhkan pemerintahan dari Bupati Jipang yang tidak lain adalah Aria
Penansang. Aria Penansang sendiri berhasil dibunuh Sutawijaya. Sejak saat itu
pemerintahan Demak pindah ke Pajang dan tamatlah riwayat Kerajaan Demak.

D. Kerajaan Banten
Semula Banten menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Rajanya
(Samiam) mengadakan hubungan dengan Portugis di Malaka untuk membendung
meluasnya kekuasaan Demak. Namun melalui, Faletehan, Demak berhasil
menduduki Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Sejak saat itu, Banten segera
tumbuh menjadi pelabuhan penting menyusul kurangnya pedagang yang berlabuh
di Pelabuhan Malaka yang saat itu dikuasai oleh Portugis.
Pada tahun 1552 M, Faletehan menyerahkan pemerintahan Banten kepada
putranya, Hasanuddin. Di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1552-1570 M),
Banten cepat berkembang menjadi besar. Wilayahnya meluas sampai ke Lampung,
Bengkulu, dan Palembang.
Raja Banten pertama, Sultan Hasanuddin mangkat pada tahun 1570 M dan
digantikan oleh putranya, Maulana Yusuf. Sultan Maulana Yusuf memperluas
daerah kekuasaannya ke pedalaman. Pada tahun 1579 M kekuasaan Kerajaan
Pajajaran dapat ditaklukkan, ibu kotanya direbut, dan rajanya tewas dalam
pertempuran. Sejak saat itu, tamatlah kerajaan Hindu di Jawa Barat.
Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, Banten mengalami puncak
kejayaan. Keadaan Banten aman dan tenteram karena kehidupan masyarakatnya
diperhatikan, seperti dengan dilaksanakannya pembangunan kota. Bidang
pertanian juga diperhatikan dengan membuat saluran irigasi.
Sultan Maulana Yusuf mangkat pada tahun 1580 M. Setelah mangkat,
terjadilah perang saudara untuk memperebutkan tahta di Banten. Setelah peristiwa
itu, putra Sultan Maulana Yusuf, Maulana Muhammad yang baru berusia
sembilan tahun diangkat menjadi Raja dengan perwalian Mangkubumi.
Masa pemerintahan Maulana Muhammad berlangsung tahun 1508-1605 M.
Kemudian digantikan oleh Abdulmufakir yang masih kanak-kanak didampingi

6
oleh Pangeran Ranamenggala. Setelah pangeran Rana Menggala wafat, Banten
mengalami kemunduran.
Banten tumbuh menjadi pusat perdagangan dan pelayaran yang ramai karena
menghasilkan lada dan pala yang banyak. Pedangang Cina, India, gujarat, Persia,
dan Arab banyak yang datang berlabuh di Banten. Kehidupan sosial masyarakat
Banten dipengaruhi oleh sistem kemasyarakatan Islam. Pengaruh tersebut tidak
terbatas di lingkungan daerah perdagangan, tetapi meluas hingga ke pedalaman.
Penyebab kemunduran Kerajaan Banten berawal saat mangkatnya Raja Besar
Banten Maulana Yusuf. Setelah mangkatnya Raja Besar terjadilah perang saudara
di Banten antara saudara Maulana Yusuf dengan pembesar Kerajaan Banten.
Sejak saat itu Banten mulai hancur karena terjadi perang saudara.

E. Kerajaan Mataram Islam


1. Awal Berdirinya Kerajaan Mataram Islam
Dalam usaha menegakkan kekuasaan Pajang, Arya Panangsang
sebagai putra Sinuwun Sekar Seda Lepen tidak rela tahta Demak diambil
Sultan Hadiwijaya. Sultan Hadiwijayapun merasa tidak mudah untuk
mengalahkannya, dan Sultan Hadiwijaya pun membuat strategi dengan
mengadakan sayembara, siapa saja yang dapat mengalahkan Arya
Penangsang akan mendapatkan hadiah, tanah Pati dan Mataram.
Dalam sayembara tersebut akhirnya Panangsang dapat dikalahkan
oleh Danang Sutawijaya, putra Pemanahan. Karena kesuksesan ini
merupakan strategi Pemanahan dan Penjawi, maka Sultan Hadiwijaya
menganggap kemenangan Danang Sutawijaya tersebut adalah juga
kemenangan Pemanahan dan Penjawi. Maka Sultan memberikan tanah
tersebut kepada mereka berdua. Penjawi mendapatkan tanah Pati, sebuah
kadipaten di pesisir utara yang telah maju. Sedangkan Pemanahan
mendapatkan tanah Mataram yang masih berupa Mentaok, wilayah

7
tersebut saat ini berada tepatnya di sekitar Kota Gede Yogyakarta.
Pemanahan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Ki Gede Mataram.1
Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1575, Sutawijaya
diangkat menjadi bupati di Mataram. Karena ketidakpuasan Sutawijaya
menjadi bupati dan keinginanya menjadi raja, ia mulai memperkuat sistem
pertahanan Mataram. Hal itu ternyata telah diketahui oleh Sultan
Hadiwijaya, sehingga Sultan Hadiwijaya mengirim pasukan untuk
menyerang Mataram. Dalam peperangan ini pasukan Pajang mengalami
kekalahan, kondisi Sultan Hadiwijaya juga sedang sakit. Kemudian pada
saat terjadi perebutan kekuasaan antara bangsawan Pajang, Pangeran
Pangiri yang merupakan menantu Hadiwijaya yang menjabat sebagai
bupati di Demak datang menyerbu Pajang untuk merebut takhta. Hal
tersebut tentu saja sangat ditentang oleh para bangsawan Pajang yang
bekerjasama dengan Sutawijaya, bupati Mataram. Pada akhirnya pangeran
Pangiri telah tersingkirkan dan diusir dari Pajang.
Setelah keadaan aman, pangeran Benawa yang merupakan anak dari
Hadiwijaya menyerahkan tahtanya kepada Sutawijaya yang kemudian
memindahkan pusat pemerintahannya ke Mataram pada tahun 1586. Sejak
saat itulah berdiri kerajaan Mataram.
2. Sistem Pemerintahan Kerajaan Mataram
Setelah Panembahan Senopati meninggal kekuasaannya digantikan
oleh anaknya yang bernama Mas Jolang atau Panembahan Seda Krapyak.
Jolang hanya memerintah selama 12 tahun (1601-1613), tercatat bahwa
pada pemerintahannya beliau membangun sebuah taman Danalaya di
sebelah barat kraton. Pemerintahannya berakhir ketika beliau meninggal di
hutan Krapyak ketika beliau sedang berburu. 2

Selanjutnya bertahtalah Mas Rangsang, yang bergelar Sultan Agung


Hanyakrakusuma. Di bawah pemerintahannya (tahun 1613-1645)
1
http://digilib.uinsby.ac.id/12899/5/Bab%202.pdf, pada tanggal 16 November 2018 pukul
19.30.
2
Ibid.

8
Mataram mengalami masa kejayaan. Ibukota kerajaan Kotagede
dipindahkan ke Kraton Plered. Sultan Agung juga menaklukkan daerah
pesisir supaya kelak tidak membahayakan kedudukan Mataram. Beliau
juga merupakan penguasa yang secara besar-besaran memerangi VOC
yang pada saat itu sudah menguasai Batavia. Karya Sultan Agung dalam
bidang kebudayaan adalah Grebeg Pasa dan Grebeg Maulud. Sultan
Agung meninggal pada tahun 1645
Ia diganti oleh putranya yang bergelar Amangkurat I. Amangkurat I
tidak mewarisi sifat-sifat ayahnya. Pemerintahannya yang berlangsung
tahun 1645-1676 diwarnai dengan banyak pembunuhan dan kekejaman.
Pada masa pemerintahannya ibukota kerajaan Mataram dipindahkan ke
Kerta. Pada tahun 1674 pecahlah Perang Trunajaya yang didukung para
ulama dan bangsawan, bahkan termasuk putra mahkota sendiri. Ibukota
Kerta jatuh dan Amangkurat I (bersama putra mahkota yang akhirnya
berbalik memihak ayahnya) melarikan diri untuk mencari bantuan VOC.
Akan tetapi sampai di Tegalarum, (dekat Tegal, Jawa Tengah)
Amangkurat I jatuh sakit dan akhirnya wafat.
Ia digantikan oleh putra mahkota yang bergelar Amangkurat II atau
dikenal juga dengan sebutan Sunan Amral. Sunan Amangkurat II bertahta
pada tahun 1677-1703. Ia sangat tunduk kepada VOC demi
mempertahankan tahtanya. Pada akhirnya Trunajaya berhasil dibunuh oleh
Amangkurat II dengan bantuan VOC, dan sebagai konpensasinya VOC
menghendaki perjanjian yang berisi: Mataram akan menanggung biaya
perang. Daerah pantai utara Pulau Jawa digadaikan kepada VOC. VOC
akan melakukan monopoli perniagaan di Mataram. Beberapa daerah
kekuasaan Mataram harus diserahkan kepada VOC. 3

Setelah Sunan Amangkuat II meninggal meninggal pada tahun 1703,


Ia digantikan oleh anaknya yang bernama Sunan Mas (Sunan Amangkurat
III). Dia juga sangat menentang VOC. Karena pertentangan tersebut VOC

3
Ibid.

9
tidak setuju atas pengangkatan Sunan Amangkurat III sehingga VOC
mengangkat Paku Buwono I (Pangeran Puger). Pecahlah perang saudara
(perang perebutan mahkota I) antara Amangkurat III dan Paku Buwana I,
namun Amangkurt III menyerah dan dibuang ke Sailan oleh VOC. Paku
Buwana I meninggal tahun 1719 dan diganti oleh Amangkurat IV (1719-
1727). Dalam pemerintahannya dipenuhi dengan pemberontakan para
bangsawan yang menentangnya, dalam hal ini VOC kembali turut andil di
dalamnya. Sehingga kembali pecah perang Perebutan Mahkota II (1719-
1723. Sunan Prabu atau Sunan Amangkurat IV meninggal tahun 1727 dan
diganti oleh Paku Buwana II (1727-1749). Pada masa pemerintahannya
terjadi pemberontakan China terhadap VOC.

Paku Buwana II memihak China dan turut membantu


memnghancurkan benteng VOC di Kartasura. VOC yang mendapat
bantuan Panembahan Cakraningrat dari Madura berhasil menaklukan
pemberontak China. Hal ini membuat Paku Buwana II merasa ketakutan
dan berganti berpihak kepada VOC. Hal ini menyebabkan timbulnya
pemberontakan Raden Mas Garendi yang bersama pemberontak China
menggempur kraton, hingga Paku Buwana II melarikan diri ke Panaraga.

Dengan bantuan VOC kraton dapat direbut kembali (1743) tetapi


kraton telah porak poranda yang memaksanya untuk memindahkan kraton
ke Surakarta (1744). Setelah itu terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh
Raden Mas Said. Paku Buwana menugaskan Mangkubumi untuk
menumpas kaum pemerontak dengan janji akan memberikan tanah di
Sukowati (Sragen sekarang). Walaupun Mangkubumi berhasil tetapi Paku
Buwono II mengingkari janjinya sehingga akhirnya dia berdamai dengan
Mas Said. Mereka berdua pun melakukan pemberontakan bersama-sama
hingga pecah Perang Perebutan Mahkota III (1747-1755).

Paku Buwana II tidak dapat menghadapi kekuatan mereka berdua dan


akhirnya jatuh sakit dan meninggal pada tahun 1749. Setelah kematian

10
Paku Buwana II VOC mengangkat Paku Buwana III. Pengangkatan Paku
Buwana III tidak menyurutkan pemberontakan, bahkan wilayah yang
dikuasai Mangkubumi telah mencapai Yogya, Bagelen, dan Pekalongan.
Namun justru saat itu terjadi perpecahan anatara Mangkubumi dan Raden
Mas Said. Hal ini menyebabkan VOC berada di atas angin. VOC lalu
mengutus seorang Arab dari Batavia (utusan itu diakukan VOC dari Tanah
Suci) untuk mengajak Mangkubumi berdamai. 4

Ajakan itu diterima Mangkubumi dan terjadilah apa yang sering


disebut sebagai Palihan Nagari atau Perjanjian Giyanti (1755). Isi
perjanjian tersebut adalah: Mataram dibagi menjadi dua. Bagian barat
dibagikan kepada Pangeran Mangkubumi yang diijinkan memakai gelar
Hamengku Buwana I dan mendirikan Kraton di Yogyakarta. Sedangkan
bagian timur diberikan kepada Paku Buwana III. Mulai saat itulah
Mataram dibagi dua, yaitu Kasultanan Yogyakarta dengan raja Sri Sultan
Hamengku Buwana I dan Kasunanan Surakarta dengan raja Sri Susuhunan
Paku Buwana III.

Raja-Raja Mataram Islam :

a. Panembahan Senopati (1584-1601)


b. Mas Jolang atau Seda Ing Krapyak (1601- 1613 )
c. Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1646
M)
d. Amangkurat I (1646- 1676 M)
e. Amangkurat II dikenal juga sebagai Sunan Amral (1677- 1703 M)
f. Sunan Mas atau Amangkurat III pada 1703 M)
g. Pangeran Puger yang bergelar Paku Buwana I (1703-1719 M)
h. Amangkurat IV dikenal sebagai Sunan Prabu (1719-1727 M)
i. Paku Buwana II (1727-1749 M)
j. Paku Buwana III pada 1749 M pengangkatannya dilakukan oleh VOC.

4
Ibid.

11
k. Sultan Agung.
3. Perkembangan Kerajaan Mataram Islam
a. Ekonomi
Dilihat dari letak geografisnya yang berada di pedalaman dan memiliki tanah
yang subur, menjadikan kerajaan Mataram sebagai daerah pertanian (agraris) yang
cukup berkembang, bahkan menjadi daerah pengekspor beras terbesar pada masa
itu. Rakyat Mataram juga banyak melakukan aktivitas perdagangan laut. Hal ini
dapat terlihat dari dikuasainya daerah-daerah pelabuhan disepanjang pantai Utara
Jawa. 5

b. Sosial-Budaya
Perkembangan kebudayaan antara lain seni tari, seni pahat, seni sastra dan
sebagainya. Disamping itu muncul kebudayaan kejawen yang merupakan
akulturasi antara kebudayaan asli Hindu, Buddha dengan Islam. Upacara Grebeg
yang bersumber pada pemujaan roh nenek moyang berupa kenduri gunungan yang
merupakan tradisi sejak zaman Majapahit dijatuhkan pada waktu perayaan hari
besar Islam, sehingga muncul Grebeg Syawal pada hari raya Idul Fitri, dan
Grebeg Maulud padad bulan Rabiul awal. Adanya suasana yang aman, damai dan
tenteram, maka berkembang juga kesustraan Jawa. Sultan agung sendiri
mengarang Kitab Sastra Gending yang berupa kitab filsafat. Demikian juga
muncul kitab Nitisruti, Nitisastra, dan Absarta yang berisi ajaran tabiat baik yang
bersumber pada kitab Ramayana.

c. Kehidupan Politik
Pendiri kerajaan Mataram adalah Sutawijaya. Ia bergelar Panembahan
Senopati, memerintah tahun (1586 – 1601). Pada awal pemerintahannya ia
berusaha menundukkan daerah-daerah seperti Ponorogo, Madiun, Pasuruan, dan
Cirebon serta Galuh. Sebelum usahanya untuk memperluas dan memperkuat
kerajaan Mataram terwujud, Sutawijaya digantikan oleh putranya yaitu Mas
Jolang yang bergelar Sultan Anyakrawati tahun 1601 – 1613.

5
Ibid.

12
Pada tahun 1625 hampir seluruh pulau Jawa dikuasainya kecuali Batavia dan
Banten. daerah-daerah tersebut dipersatukan oleh Mataram antara lain melalui
ikatan perkawinan antara adipati-adipati dengan putri-putri Mataram, bahkan
Sultan Agung sendiri menikah dengan putri Cirebon sehingga daerah Cirebon
juga mengakui kekuasaan Mataram.6

d. Runtuhnya Kerajaan Mataram Islam7


Setelah Sultan Agung wafat, Mataram kemudian diperintah oleh raja yang
pro dengan kompeni yaitu Susuhunan Amangkurat I. ia memerintah pada tahun
1645-1677. Sebagai penguasa Mataram yang baru, Sultan Amangkurat I membuat
kebijakan- kebijakan yang kontrofersial yaitu pertama, tidak lagi menghargai para
ulama bahkan berusaha untuk menyingkirkannya. Pada masanya ribuan ulama
Syahid dibunuh Sultan Amangkuran I. Kedua, menghapus lembaga-lembaga
agama yang ada di Kesultanan, seperti menghapus Mahkamah Syariah yang telah
dibentuk oleh Ayahnya. Ketiga, membatasi perkembangan islam dan melarang
kehidupan Agama mencampuri masalah kesultanan. Keempat, membangun
kerjasama dengan penjajah Belanda yang menjadi musuh bebuyutan Ayahnya.

Cara Amangkurat I dalam memerintah yang tidak memperhatikan nilai-nilai


kearifan itu telah mendatangkan kemarahan masyarakat. Dalam kondisi seperti ini,
Raden Kajoran, seorang ulama bangsawan yang hidup dalam pedesaan,
melakukan perlawanan. Ia menyusun kekuatan dari para santri dan rakyat
pedesaan. Raden Kajoran mendapat dukungan dari Raden Anom, anak Sultan
Amangkurat I dan Trunojoyo bangsawan dari Madura. Kekuatan semakin kuat
ketika Karaeng Galesong bangsawan dari Gowa. Namun perkembangan
selanjutnya, Adipati Anom melakukan pengkhianatan. Ia keluar dari aliansi,
karena ia sudah di ampuni oleh ayahnya. Pada tahun 1677, aliansi Raden Kajoran
berhasil mengepung pusat pemerintahan Amangkurat I di Pleret. Sedangkan

6
Ibid.
7
http://wawasansejarah.com/sejarah-mataram-islam/, pada tanggal 16 November 2018 pukul
19.30.

13
Amangkurat I dan anaknya berhasil melarikan diri ke Batavia dan meminta
bantuan kepada Belanda. Dalam perjalanan menuju Batavia, Amangkurat I jatuh
sakit dan meninggal.8

Sebelum Amangkurat I wafat, ia sudah menetapkan Adipati Anom sebagai


Sultan Mataram yang baru. Setelah dilantik, Adipati Anom diberi gelar Sultan
Amangkurat II ia segera melanjutkan kerjasamanya dengan Belanda untuk
merebut kembali tahta Mataram dalam perjanjian di Jepara yang mana Belanda
mengiginkan wilayah timur karawang dan upah dalam bentuk uang. Setelah
perjanjian Jepara ditandatangani, Amangkurat II dan Belanda melakukan
penyerangan ke Mataram dan berhasil memukul mundur aliansi Raden Kajoran.
Dengan demikian, Sultan amangkurat II berhasil merebut kembali tahta Mataram.

Walaupun Sultan Amangkurat II meduduki Mataram dan mengembalikan


fungsi ulama, tetapi persoalan Mataram belum selesai. Sejak 1743 Mataram hanya
memiliki wilayah-wilayah Begelen, Kedu, Jogjakarta, Surakarta. Tragisnya lagi,
Mataram terpecah menjadi dua kerajaan, sesuai dengan perjanjian Giyanti pada
tahun 1755. Kedua kerajaan tersebut adalah Kerajaan Surakarta dengan rajanya
Susuhunan (Pakubuwono III) dan Yogyakarta dengan rajanya Pangeran
Mangkubumi (Hamengku Buwono I). Selanjutnya pada tahun 1757, Kerajaan
Surakarta dipecah lagi menjadi dua yaitu, wilayah yang dirajai Pakubuwono III
dan wilayah yang dirajai oleh Mangkunegara I. Demikian juga pada tahun 1813
oleh Inggris, Yogyakarta dipecah menjadi dua, yaitu wilayah Kesultanan yang
dirajai oleh Sultan Hamengku Buwono III dan Kadipaten Pakualaman yang
dipimpin oleh Bendara Pangeran Natakusuma atau dikenal dengan Pangeran
Pakualam.9

F. Kerajaan Makassar ( Gowa- Tallo )


1. Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Makassar
Kerajaan Makassar berdiri pada abad ke-16 Masehi yang awalnya terdiri atas
dua kerajaan yaitu kerajaan Gowa dan Tallo, Kemudian keduanya bersatu

8
Ibid.
9
Ibid.

14
dibawah pimpinan raja Gowa yaitu Daeng Manrabba. Setelah menganut agama
Islam Ia bergelar Sultan Alauddin. Sedangkan Raja Tallo sendiri yaitu Karaeng
Mattoaya yang bergelar Sultan Abdullah, Bersatunya kedua kerajaan ini
bersamaan dengan tersebarnya agama Islam di Sulawesi Selatan.

Awalnya Upaya penyebaran agama Islam dari Jawa ke Makassar tidak


banyak membawa hasil. Demikian pula usaha Sultan Baabullah dari Ternate yang
mendorong penguasa Gowa-Tallo agar memeluk agama Islam. Islam baru dapat
berpijak kuat di Makassar berkat upaya Datok Ribandang dari Minangkabau.

Pada tahun 1650, Penguasa Gowa dan Tallo memeluk agama Islam. Dalam
perjalanannya kerajaan masing-masing, dua kerajaan bersaudara ini dilanda
peperangan bertahun-tahun. Hingga kemudian pada masa Gowa dipimpin Raja
Gowa X, Kerajaan Tallo mengalami kekalahan. Kedua kerajaan kembar itu pun
menjadi satu kerajaan dengan kesepakatan “Rua Karaeng se’re ata” (dua raja,
seorang hamba). Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo ini akhirnya meleburkan
Pusat pemerintahan dari Kerajaan Makassar terletak di Sombaopu.
Letak kerajaan Makassar sangat strategis karena berada di jalur lalu lintas
pelayaran antara Malak dan Maluku. Letaknya yang sangat strategis itu menarik
minat para pedagang untuk singgah di pelabuhan Sombaopu. Dalam waktu
singkat, Makassar berkembang menjadi salah satu Bandar penting di wilayah
timur Indonesia. 10

2. Raja-Raja Kerajaan Makassar11

10
https://www.gurupendidikan.co.id/kerajaan-makassar-sejarah-raja-dan-peninggalan-
beserta-kehidupan-politiknya-secara-lengkap/, pada tanggal 16 November 2018 pukul
19.30.
11
Ibid.

15
Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah Karaeng Matoaya
(Raja Gowa) yang bergelar Sultan Alaudin yang memerintah Makasar tahun 1593
– 1639 dan dibantu oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) sebagai Mangkubumi
bergelar Sultan Abdullah. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar
berkembang sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa
pemerintahan raja Muhammad Said (1639 – 1653).
Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa
pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya
Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai
daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan
perdagangan Makasar. Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa
Tenggara Barat.
3. Kehidupan Politik Kerajaan Makassar
Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk
Robandang/Dato’ Ri Bandang dari Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam
berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan raja Makasar pun memeluk agama
Islam. Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah Sultan Alaudin.
Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang sebagai
kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Muhammad
Said (1639 – 1653).12
Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kejayaan pada masa
pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya
Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai
daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan
perdagangan Makasar. Ia berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan
Bone.Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat. Daerah
kekuasaan Makasar luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat
dikuasainya. Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada
dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang
dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara

12
Ibid.

16
Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh
adanya kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan
antara Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya
peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku.
Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri
pasukannya untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya
kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin
tersebut maka Belanda memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari
Timur. Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu
dengan melakukan politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan Bone
(daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah
oleh Makasar mengadakan persetujuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari
kekuasaan Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk
menghancurkan Makasar.
4. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Makassar
Makassar tumbuh menjadi pelabuhan yang ramai karena letaknya di
tengahtengah antara Maluku, Jawa, Kalimantan, Sumatra, dan Malaka.
Pertumbuhan Makassar makin cepat setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis
(1511), sedangkan Maluku dikuasai oleh Portugis dan Belanda. Banyak pedagang
dari Malaka, Aceh, dan Maluku yang pindah ke Makassar. Para pedagang
Makassar membawa beras dan gula dari Jawa dan daerah Makassar sendiri ke
Maluku yang ditukarkan dengan rempah-rempah. Rempah-rempah itu lalu dijual
ke Malaka dan pulangnya membawa dagangan, seperti kain dari India, sutra dan
tembikar dari Cina, serta berlian dari Banjar.13
Untuk menunjang Makasar sebagai pelabuhan transito dan untuk mencukupi
kebutuhannya, maka kerajaan ini menguasai daerah-daerah sekitarnya. Di sebelah
timur ditaklukanlah Kerajaan Bone, sedankan untuk memperlancar dan
memperluas jalan perdagangan, Makasar mengusai daerah-daerah selatan, seperti
pulau Selayar, Buton demikian juga Lombok dan Sumbawa di Nusa Tenggara
Barat. Dengan demikian jalan perdagangan waktu musim Barat yang melalui

13
Ibid.

17
sebelah Utara kepulauan Nusa Tenggara dan jalan perdagangan waktu musim
Timur yang melalui sebelah selatan dapat dikuasainya.
Makasar berkembang sebagai pelabuhan Internasional, sehingga banyak
pedagang Asing seperti Portugis, Inggris, dan Denmark berdagang di Makasar.
Dengan jenis perahu-perahunya seperti Pinisi dan Lambo, pedagang-pedagang
Makasar memegang peranan penting dalam perdagangan di Indonesia. Hal ini
menyebabkan mereka berhadapan dengan Belanda yang menimbulkan beberapa
kali peperangan. Pihak Belanda yang merasa berkuasa atas Maluku sebagai
sumber rempah-rempah, menganggap Makasar sebagai pelabuhan gelap; sebab di
Makasar diperjualbelikan rempah-rempah yang berasal dari Maluku. Untuk
mengatur pelayaran dan perniagaan dalam wilayahnya disusunlah hukum niaga
dan perniagaan yang disebut Ade Allopioping Bicarance Pabbalu’e dan sebuah
naskah lontar karya Amanna Gappa.
5. Kehidupan Sosial Dan Budaya Kerajaan Makassar
Mengingat Makasar sebagai kerajaan maritim dengan sumber kehidupan
masyarakat pada aktivitas pelayaran perdagangan maka sebagian besar
kebudayaannya dipengaruhi oleh keadaan tersebut. Hasil kebudayaan yang
terkenal dari Makasar adalah perahu Pinisi dan Lambo. Selain itu juga
berkembang kebudayaan lain seperti seni bangun, seni sastra, seni suara dan
sebagainya.
6. Kejayaan Kerajaan Makassar14
Kerajaan Makasar merupakan kerajaan maritim, penghasil rempah-rempah.
Membentuk jalur perdagangan Nusantara yang sangat terkenal pada abad ke-16
dan 17 Masehi dan mempunyai hubungan diplomasi yang baik dengan kerajaan
Ternate di Maluku.
Sebelum abad 16 M, raja-raja Makasar belum memeluk Islam, setelah
kedatangan Dato’ Ri Bandang, seorang penyiar Islam dari Sumatra, Makasar
berkembang menjadi kerajaan Islam. Sultan Alaudin adalah raja Makasar pertama
yang memeluk agama Islam, yang berkuasa dari tahun 1591 sampai 1638 M.
Nama asli Sultan Alaudin adalah Karaeng Ma’towaya Trumamenanga Ri

14
Ibid.

18
Agamanna. Di bawah kekuasaannya Makasar tumbuh menjadi kerajaan maritim.
Para pelaut mengembangkan perahu jenis Pinisi dan Lambo.
Setelah Sultan Alaudin meninggal, digantikan oleh Muhammad Said pada
tahun 1638 – 1653 M. Raja berikutnya adalah Sultan Hasanuddin yang berkuasa
dari tahun 1653. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin Makasar menjadi
gemilang, majunya perdagangan dan melakukan ekspansi. Kerajaan yang berhasil
dikuasai Makasar di Sulawesi Selatan adalah Lawu, Wajo, Soppeng dan Bone.
Sultan Hasanuddin berniat menguasai jalur perdagangan Indonesia bagian timur,
sehingga harus menghadapi VOC sebelum menguasai Maluku yang kaya akan
lada. Keberanian Hasanuddin melawan Belanda menyebabkan ia mendapatkan
julukan Ayam Jantan dari Timur.
Pada tahun 1667 dengan bantuan Raja Bone, Belanda berhasil menekan
Makasar untuk menyetujui Perjanjian Bongaya. Perjanjian ini berisi 3
kesepakatan, yaitu :
a. VOC mendapat hak monopoli perdagangan di Makasar.
b. Belanda dapat mendirikan benteng Rotterdam di Makasar.
c. Makasar harus melepas kerajaan daerah yang dikuasainya seperti Bone,
Soppeng.
d. Mengakui Aru Palaka sebagai raja Bone.15
Setelah Sultan Hasanuddin turun tahta pada tahun 1669 Map Somba putranya
berusaha meneruskan perjuangan ayahnya melawan Belanda. Belanda yang sangat
menghargai tindakan kooperatif dari Mapa Somba harus mempersiapkan armada
perang. Pelaut Makasar sangat tangguh ini ditunjang dengan keahlian mendesain
berbagai kapal yang kuat dan indah seperti Pinisi, Lambo dan Padewalang yang
dapat mengarungi daerah nusantara bahkan sampai ke India dan Cina. Makasar
memiliki hukum perdagangan yang disebut Ade Alloping Bicaranna Pabbahi’e,
juga mengadopsi hukum-hukum Islam dan menjalin kerjasama dengan Kerajaan
Islam seperti Demak dan Malaka.
7. Runtuhnya Kerajaan Makassar

15
Ibid.

19
Peperangan demi peperangan melawan Belanda dan bangsanya sendiri
(Bone) yang dialami Gowa, membuat banyak kerugian. Kerugian itu sedikit
banyaknya membawa pengaruh terhadap perekonomian Gowa. Sejak kekalahan
Gowa dengan Belanda terutama setelah hancurnya benteng Somba Opu, maka
sejak itu pula keagungan Gowa yang sudah berlangsung berabad-abad lamanya
akhirnya mengalami kemunduran. Akibat perjanjian Bongaya, pada tahun 1667
sultan Hasanuddin Tunduk. Dalam perjanjian itu, nyatalah kekalahan Makassar.
Pardagangannya telah habis dan negeri-negeri yang ditaklukkannya harus
dilepaskan. Apalagi sejak Aru Palakka menaklukkan hampir seluruh daratan
Sulawesi Selatan dan berkedudukan di Makassar, maka banyak orang Bugis yang
pindah di Makassar. Sejak itu pula penjajahan Belanda mulai tertanam secara
penuh di Indonesia.
G. Kerajaan Ternate
1. Latar Belakang Kerajaan Ternate16
Pulau Gapi (kini Ternate) mulai ramai di awal abad ke-13. Penduduk Ternate
awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate terdapat 4
kampung yang masing-masing dikepalai oleh seorang momole (kepala marga).
Merekalah yang pertama–tama mengadakan hubungan dengan para pedagang
yang datang dari segala penjuru mencari rempah–rempah. Penduduk Ternate
semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu dan
Tionghoa. Oleh karena aktivitas perdagangan yang semakin ramai ditambah
ancaman yang sering datang dari para perompak maka atas prakarsa Momole
Guna pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk membentuk suatu
organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai
raja.
Tahun 1257 Momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai
kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan
Gapi berpusat di kampung Ternate, yang dalam perkembangan selanjutnya

16
https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Ternate, pada tanggal 16 November 2018
pukul 19.30

20
semakin besar dan ramai sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai Gam Lamo
atau kampung besar (belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan Gamalama).
Semakin besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih suka
mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah pimpinan
beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate berkembang dari sebuah kerajaan
yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh
dan terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.
2. Struktur Kerajaan
Pada masa–masa awal suku Ternate dipimpin oleh para momole. Setelah
membentuk kerajaan jabatan pimpinan dipegang seorang raja yang disebut kolano.
Mulai pertengahan abad ke-15, Islam diadopsi secara total oleh kerajaan dan
penerapan syariat Islam diberlakukan. Sultan Zainal Abidin meninggalkan gelar
kolano dan menggantinya dengan gelar sultan. Para ulama menjadi figur penting
dalam kerajaan. 17
Setelah sultan sebagai pemimpin tertinggi, ada jabatan jogugu (perdana
menteri) dan fala raha sebagai para penasihat. Fala raha atau empat rumah adalah
empat klan bangsawan yang menjadi tulang punggung kesultanan sebagai
representasi para momole pada masa lalu, masing–masing dikepalai seorang
kimalaha. Mereka yaitu Marasaoli, Tomagola, Tomaito dan Tamadi. Pejabat–
pejabat tinggi kesultanan umumnya berasal dari klan–klan ini. Bila seorang sultan
tak memiliki pewaris maka penerusnya dipilih dari salah satu klan.

Kolano dan Sultan Ternate Masa jabatan

Baab Mashur Malamo 1257 - 1277

Jamin Qadrat 1277 - 1284

17
Ibid.

21
Komala Abu Said 1284 - 1298

Bakuku (Kalabata) 1298 - 1304

Ngara Malamo (Komala) 1304 - 1317

Patsaranga Malamo 1317 - 1322

Cili Aiya (Sidang Arif Malamo) 1322 - 1331

Panji Malamo 1331 - 1332

Syah Alam 1332 - 1343

Tulu Malamo 1343 - 1347

Kie Mabiji (Abu Hayat I) 1347 - 1350

Ngolo Macahaya 1350 - 1357

Momole 1357 - 1359

Gapi Malamo I 1359 - 1372

Gapi Baguna I 1372 - 1377

Komala Pulu 1377 - 1432

Marhum (Gapi Baguna II) 1432 - 1486

Zainal Abidin 1486 - 1500

Sultan Bayanullah 1500 - 1522

Hidayatullah 1522 - 1529

Abu Hayat II 1529 - 1533

22
Tabariji 1533 - 1534

Khairun Jamil 1535 - 1570

Babullah Datu Syah 1570 - 1583

Said Barakat Syah 1583 - 1606

Mudaffar Syah I 1607 - 1627

Hamzah 1627 - 1648

Mandarsyah 1648- 1650 (masa pertama)

Manila 1650 - 1655

Mandarsyah 1655- 1675 (masa kedua)

Sibori 1675 - 1689

Said Fatahullah 1689 - 1714

Amir Iskandar Zulkarnain


1714 - 1751
Syaifuddin

Ayan Syah 1751 - 1754

Syah Mardan 1755 - 1763

Jalaluddin 1763 - 1774

Harunsyah 1774 - 1781

Achral 1781 - 1796

Muhammad Yasin 1796 - 1801

23
Muhammad Ali 1807 - 1821

Muhammad Sarmoli 1821 - 1823

Muhammad Zain 1823 - 1859

Muhammad Arsyad 1859 - 1876

Ayanhar 1879 - 1900

Muhammad Ilham (Kolano Ara


1900 - 1902
Rimoi)

Haji Muhammad Usman Syah 1902 - 1915

Iskandar Muhammad Jabir Syah 1929 - 1975

Haji Mudaffar Syah (Mudaffar


1975 – 2015[8]
Syah II)

3. Kedatangan Islam18
Diperkirakan sejak awal berdirinya kerajaan Ternate masyarakat Ternate
telah mengenal Islam mengingat banyaknya pedagang Arab yang telah bermukim
di Ternate kala itu. Beberapa raja awal Ternate sudah menggunakan nama
bernuansa Islam namun kepastian mereka maupun keluarga kerajaan memeluk
Islam masih diperdebatkan. Hanya dapat dipastikan bahwa keluarga kerajaan
Ternate resmi memeluk Islam pertengahan abad ke-15.

18
Ibid.

24
Kolano Marhum (1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja pertama
yang diketahui memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana.
Pengganti Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (1486-1500).
Beberapa langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah meninggalkan gelar
kolano dan menggantinya dengan sultan, Islam diakui sebagai agama resmi
kerajaan, syariat Islam diberlakukan, dan membentuk lembaga kerajaan sesuai
hukum Islam dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian
diikuti kerajaan lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Ia juga
mendirikan madrasah yang pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah
memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa. Di
sana dia dikenal sebagai Sultan Bualawa (Sultan Cengkih).
4. Kedatangan Portugal dan Perang Saudara19

19
Ibid.

25
Pada masa pemerintahan Sultan Bayanullah (1500-1521), Ternate semakin
berkembang, rakyatnya diwajibkan berpakaian secara islami, teknik pembuatan
perahu dan senjata yang diperoleh dari orang Arab dan Turki digunakan untuk
memperkuat pasukan Ternate. Pada masa ini pula datang orang Eropa pertama di
Maluku, Loedwijk de Bartomo (Ludovico Varthema) tahun 1506.
Tahun 1512 Portugal untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Ternate
dibawah pimpinan Fransisco Serrao, atas persetujuan sultan, Portugal diizinkan
mendirikan pos dagang di Ternate. Portugal datang bukan semata–mata untuk
berdagang melainkan untuk menguasai perdagangan rempah–rempah, pala dan
cengkih di Maluku. Untuk itu terlebih dulu mereka harus menaklukkan Ternate.
Sultan Bayanullah wafat meninggalkan pewaris-pewaris yang masih sangat
belia. Janda sultan, permaisuri Nukila dan Pangeran Taruwese, adik almarhum
sultan bertindak sebagai wali. Permaisuri Nukila yang asal Tidore bermaksud
menyatukan Ternate dan Tidore dibawah satu mahkota yakni salah satu dari
kedua puteranya, Pangeran Hidayat (kelak Sultan Dayalu) dan pangeran Abu
Hayat (kelak Sultan Abu Hayat II). Sementara pangeran Tarruwese menginginkan
tahta bagi dirinya sendiri.
Portugal memanfaatkan kesempatan ini dan mengadu domba keduanya
hingga pecah perang saudara. Kubu permaisuri Nukila didukung Tidore
sedangkan pangeran Taruwese didukung Portugal. Setelah meraih kemenangan
pangeran Taruwese justru dikhianati dan dibunuh Portugal. Gubernur Portugal
bertindak sebagai penasihat kerajaan dan dengan pengaruh yang dimiliki berhasil
membujuk dewan kerajaan untuk mengangkat pangeran Tabariji sebagai sultan.
Tetapi ketika Sultan Tabariji mulai menunjukkan sikap bermusuhan, ia difitnah
dan dibuang ke Goa, India. Di sana ia dipaksa Portugal untuk menandatangani
perjanjian menjadikan Ternate sebagai kerajaan Kristen dan vasal kerajaan
Portugal, namun perjanjian itu ditolak mentah-mentah oleh Sultan Khairun (1534-
1570). 20
5. Pengusiran Portugal

20
Ibid.

26
Perlakuan Portugal terhadap saudara–saudaranya membuat Sultan Khairun
geram dan bertekad mengusir Portugal dari Maluku. Tindak–tanduk bangsa Barat
yang satu ini juga menimbulkan kemarahan rakyat yang akhirnya berdiri di
belakang Sultan Khairun. Sejak masa sultan Bayanullah, Ternate telah menjadi
salah satu dari tiga kesultanan terkuat dan pusat Islam utama di Nusantara abad
ke-16 selain Aceh dan Demak setelah kejatuhan Malaka pada tahun 1511.
Ketiganya membentuk Aliansi Tiga untuk membendung sepak terjang Portugal di
Nusantara.
Tak ingin menjadi Malaka kedua, sultan Khairun mengobarkan perang
pengusiran Portugal. Kedudukan Portugal kala itu sudah sangat kuat, selain
memiliki benteng dan kantong kekuatan di seluruh Maluku mereka juga memiliki
sekutu–sekutu suku pribumi yang bisa dikerahkan untuk menghadang Ternate.
Dengan adanya Aceh dan Demak yang terus mengancam kedudukan Portugal di
Malaka, Portugal di Maluku kesulitan mendapat bala bantuan hingga terpaksa
memohon damai kepada Sultan Khairun. Secara licik gubernur Portugal, Lopez de
Mesquita mengundang Sultan Khairun ke meja perundingan dan akhirnya dengan
kejam membunuh sultan yang datang tanpa pengawalnya.
Pembunuhan Sultan Khairun semakin mendorong rakyat Ternate untuk
menyingkirkan Portugal, bahkan seluruh Maluku kini mendukung kepemimpinan
dan perjuangan Sultan Baabullah (1570-1583), pos-pos Portugal di seluruh
Maluku dan wilayah timur Indonesia digempur. Setelah peperangan selama 5
tahun, akhirnya Portugal meninggalkan Maluku untuk selamanya pada tahun
1575. Di bawah pimpinan Sultan Baabullah, Ternate mencapai puncak kejayaan,
wilayah membentang dari Sulawesi Utara dan Tengah di bagian barat hingga
Kepulauan Marshall di bagian timur, dari Filipina Selatan di bagian utara hingga
kepulauan Nusa Tenggara di bagian selatan.
Sultan Baabullah dijuluki penguasa 72 pulau yang semuanya berpenghuni
hingga menjadikan Kesultanan Ternate sebagai kerajaan Islam terbesar di
Indonesia timur, di samping Aceh dan Demak yang menguasai wilayah barat dan
tengah Nusantara kala itu. Periode keemasaan tiga kesultanan ini selama abad 14

27
dan 15 entah sengaja atau tidak dikesampingkan dalam sejarah bangsa ini padahal
mereka adalah pilar pertama yang membendung kolonialisme Barat. 21
6. Kedatangan Belanda
Putra Sultan Ternate bersama seorang controleur dan seorang warga Belanda
(sekitar tahun 1900).

Sepeninggal Sultan Baabullah, Ternate mulai melemah, Kerajaan Spanyol


yang telah bersatu dengan Portugal pada tahun 1580 mencoba menguasai kembali
Maluku dengan menyerang Ternate. Dengan kekuatan baru Spanyol memperkuat
kedudukannya di Filipina, Ternate pun menjalin aliansi dengan Mindanao untuk
menghalau Spanyol namun gagal, bahkan Sultan Said Barakati berhasil ditawan
Spanyol dan dibuang ke Manila.
Kekalahan demi kekalahan yang diderita memaksa Ternate meminta bantuan
Belanda pada tahun 1603. Ternate akhirnya berhasil menahan Spanyol namun
dengan imbalan yang amat mahal. Belanda akhirnya secara perlahan-lahan
menguasai Ternate. Pada tanggal 26 Juni 1607 Sultan Ternate menandatangani
kontrak monopoli VOC di Maluku sebagai imbalan bantuan Belanda melawan
Spanyol. Pada tahun 1607 pula Belanda membangun benteng Oranje di Ternate
yang merupakan benteng pertama mereka di nusantara.
Sejak awal hubungan yang tidak sehat dan tidak seimbang antara Belanda dan
Ternate menimbulkan ketidakpuasan para penguasa dan bangsawan Ternate.
Diantaranya adalah Pangeran Hidayat (15??-1624), raja muda Ambon yang juga
merupakan mantan wali raja Ternate ini memimpin oposisi yang menentang
kedudukan sultan dan Belanda. Ia mengabaikan perjanjian monopoli dagang
Belanda dengan menjual rempah–rempah kepada pedagang Jawa dan Makassar.
7. Perlawanan Rakyat Maluku dan Kejatuhan Ternate22
Semakin lama cengkeraman dan pengaruh Belanda pada Ternate semakin
kuat. Belanda dengan leluasa mengeluarkan peraturan yang merugikan rakyat
lewat perintah sultan. Sikap Belanda yang kurang ajar dan sikap sultan yang

21
Ibid.
22
Ibid.

28
cenderung manut menimbulkan kekecewaan semua kalangan. Sepanjang abad ke-
17, setidaknya ada 4 pemberontakan yang dikobarkan bangsawan Ternate dan
rakyat Maluku.
Tahun 1635, demi memudahkan pengawasan dan mengatrol harga rempah
yang merosot Belanda memutuskan melakukan penebangan besar–besaran pohon
cengkeh dan pala di seluruh Maluku atau yang lebih dikenal sebagai Hongi
Tochten yang menyebabkan rakyat mengobarkan perlawanan. Pada tahun 1641,
dipimpin oleh raja muda Ambon, Salahakan Luhu, puluhan ribu pasukan
gabungan Ternate, Hitu dan Makassar menggempur berbagai kedudukan Belanda
di Maluku Tengah. Salahakan Luhu kemudian berhasil ditangkap dan dieksekusi
mati bersama seluruh keluarganya pada tanggal 16 Juni 1643. Perjuangan lalu
dilanjutkan oleh saudara ipar Luhu, Kapita Hitu Kakiali dan Tolukabessi hingga
1646.

Tahun 1650, para bangsawan Ternate mengobarkan perlawanan di Ternate


dan Ambon, pemberontakan ini dipicu sikap Sultan Mandarsyah (1648-
1650,1655-1675) yang terlampau akrab dan dianggap cenderung menuruti
kemauan Belanda. Para bangsawan berkomplot untuk menurunkan sultan. Tiga di
antara pemberontak yang utama adalah trio pangeran Saidi, Majira dan Kalamata.
Pangeran Saidi adalah seorang kapita laut atau panglima tertinggi pasukan Ternate,
Pangeran Majira adalah raja muda Ambon sementara Pangeran Kalamata adalah
adik sultan Mandarsyah. Saidi dan Majira memimpin pemberontakan di Maluku
Tengah sementara Pangeran Kalamata bergabung dengan raja Kesultanan Gowa,
Sultan Hasanuddin. Mereka bahkan sempat berhasil menurunkan Sultan
Mandarsyah dari tahta dan mengangkat Sultan Manilha (1650–1655), namun
berkat bantuan Belanda kedudukan Mandarsyah kembali dipulihkan. Setelah 5
tahun pemberontakan Saidi dkk berhasil dipadamkan. Pangeran Saidi disiksa
secara kejam hingga mati sementara Pangeran Majira dan Kalamata menerima
pengampunan sultan dan hidup dalam pengasingan.23

23
Ibid.

29
Sultan Muhammad Nurul Islam atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan
Sibori (1675 – 1691) merasa gerah dengan tindak–tanduk Belanda yang semena-
mena. Ia kemudian menjalin persekutuan dengan Datuk Abdulrahman penguasa
Mindanao, namun upayanya untuk menggalang kekuatan kurang maksimal karena
daerah–daerah strategis yang bisa diandalkan untuk basis perlawanan terlanjur
jatuh ke tangan Belanda oleh berbagai perjanjian yang dibuat para pendahulunya.
Ia kalah dan terpaksa menyingkir ke Jailolo. Tanggal 7 Juli 1683 Sultan Sibori
terpaksa menandatangani perjanjian yang intinya menjadikan Ternate sebagai
kerajaan dependen Belanda. Perjanjian ini mengakhiri masa Ternate sebagai
negara berdaulat.

Meski telah kehilangan kekuasaan mereka, beberapa sultan Ternate


berikutnya tetap berjuang mengeluarkan Ternate dari cengkeraman Belanda.
Dengan kemampuan yang terbatas karena selalu diawasi mereka hanya mampu
menyokong perjuangan rakyatnya secara diam–diam. Yang terakhir tahun 1914
Sultan Haji Muhammad Usman Syah (1896-1927) menggerakkan perlawanan
rakyat di wilayah–wilayah kekuasaannya, bermula di wilayah Banggai dibawah
pimpinan Hairuddin Tomagola namun gagal.
Di Jailolo rakyat Tudowongi, Tuwada dan Kao dibawah pimpinan Kapita
Banau berhasil menimbulkan kerugian di pihak Belanda, banyak prajurit Belanda
yang tewas termasuk Controleur Belanda Agerbeek dan markas mereka diobrak–
abrik. Akan tetapi karena keunggulan militer serta persenjataan yang lebih
lengkap dimiliki Belanda perlawanan tersebut berhasil dipatahkan, kapita Banau
ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung. Sultan Haji Muhammad Usman Syah
terbukti terlibat dalam pemberontakan ini oleh karenanya berdasarkan keputusan
pemerintah Hindia Belanda, tanggal 23 September 1915 no. 47, Sultan Haji
Muhammad Usman Syah dicopot dari jabatan sultan dan seluruh hartanya disita,
dia dibuang ke Bandung tahun 1915 dan meninggal disana tahun 1927. 24

H. Kerajaan Islam di Tidore

24
Ibid.

30
Islam masuk ke daerah Maluku secara resmi pada abad IX, pada waktu itu
islam dibawa oleh orang-orang Arab , Persia, dan Melayu yang berdatangan sejak
abad V-XI M. Maluku terkenal dengan semerbak bunga cengkehny, dan banyak
orang asing tertarik datang ke sana untuk berdagang. Ini juga terkenal dengan
Negeri Seribu Pulau dan Jazirah al-Mulk (wilayah raja-raja).25

Kerajaan Tidore bersaudara dengan Kesultanan Ternate. Berdasarkan silsilah


Kerajaan Maluku Utara, raja Tidore yang pertama, Sahajati adalah saudara
Masyhur Malamo, raja Ternate yang pertama. Mereka adalah putra Ja’far
Shadiq.26

Berbagai sumber mengatakan bahwa raja Tidore yang pertama kali masuk
islam adalah raja Ciriati, dan pendahulunya secara turun-temurun menganut
Symman (pemuja roh leluhur). Raja Ciriliyati setelah masuk Islam diberi gelar
Sultan Jamaluddin. Keislaman aja ini mempercepat proses islamisasi di kalangan
rakyat Tidore, dan juga didukung oleh aktivitas internal kerajaan yang lebih
difokuskan untuk membangun madrasah-madrasah dan masjid-masjid sebagai
sarana sebagai sarana pendidikan dan ibadah rakyat. 27

Setelah Sultan Jamaluddin wafat, jabatannya sebagai sultan Tidore digantikan


oleh putra sulungnya, yaitu sultan Mansur (1512-1526). Pada tahun 1521 sultan
Mansyur menerima kedatangan Spanyol di Tidore melalui Filipina. Sultan Mansur
menerima kedatangan Spanyol karena ia kalah bersaing dalam membangun
hubungan dagang dengan Portugis. Rombongan Spanyol memberikan hadiah pada
sultan berupa: jubah, kursi Eropa, kain linen halus, sutra brokat, beberapa kain
India yang dibordir emas dan perak, berbagai rantai kalung dan manik-manik, tiga
cermin besar, cangkir minum, sejumlah gunting, sisir, pisau serta berbagai lainnya.
Sultan Mansur menyambut dengan senang hati, bahkan ia bilang pada orang-
orang Spanyol untuk menganggap Tidore sebagai wilayahnya sendiri.

25
Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, (Jakarta: Pustaka al Kautsar, 2010) hlm.115
26
Mundzirin dkk, Sejarah Peradaban Islam Indonesia.(Yogyakarta: Pustaka, 2006) hlm. 100-101
27
Hamka, Sejarah Umat Islam. (Depok: Gema Insani, 2016) hlm. 14,19

31
Dua hari setelah kedatangan, orang Spanyol diundang oleh sultan ke istana
Mareku untuk jamuan makan siang. Kemudian, sultan Mansur memeberi izin
pada orang-orang Spanyol menggelar dagagangan di pasar dan membantu
mendirikan tempat berdagang. Dan terjadi perdagangan secara barter dengan
penukaran barang-barang dengan cengkeh. Akibatnya cengkeh di Tidore habis
dan orang-orang Spanyol mencari cengkeh dari wilayah lain.

Hubungan yang erat ini, membuat orang-orang Portugis marah yang


menduduki kerejaan Ternate tahun 1524. Portugis melakukan penyeragan
terhadap kesultanan Tidore untuk merebutnya dari Spanyol.28

Tahun 1526 sultan Mansur wafat, lalu digantikan oleh putra bungsunya pada
tahun 1529 Amiruddin Iskandar Zulkarnain. Karena Amiruddin masih sangat
muda maka diangkatlah mangkubumi Kaicil Rade. Pada masa ini banyak terjadi
peperangan dengan Portugis dan Ternate yang dilatarbelakangi oleh perlindungan
kepada sultan Deyole yang berakhir dengan perjanjian damai yang berisi,
Pertama; Semua rempah-rempah hanya boleh dijual kepada Portugis dengan
harga yang sama yang dibayarkan Portugis pada Ternate. Kedua; Portugis akan
menarik armadanya dari Tidore. Pada tahun 1547, sultan Amiruddin wafat dan
terjadi masa transisi di mana terdapat tiga orang sultan, yaitu Kie Mansur,
Iskandar Sani, dan Gapi Baguna.29

Tahun 1657 sultan Saifuddin dilantik dan berkuasa hingga 1689. Sultan
Saifuddin berhasil membawa kemajuan di Tidore dan mendapat pengakuan oleh
Belanda. Sultan Saifuddin membangun kembali Maluku berdasarkan pada empat
pilar kekuasaan yaitu Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo. Dengan berdiri tegak di
atas pilar ini, wilyah Maluku selalu bersatu, aman dan makmur. Sultan Saifuddin
juga berhasil melakukan dengan Laksamana Speelman, seorang petinggi Kompeni
Belanda yang diadakan tanggal 28 Maret 1667. Isi pokok perundingan sebagai
berikut: Pertama, Kompeni Belanda mengakui hak-hak dan kedaulatan kesultana
Tidore atas kepulauan Raja Ampat dan Papuan daratan. Kedua, kesultanan Tidore

28
Darmawijaya, Op Cit. hlm. 135
29
Ibid hlm. 136.

32
memberikan hak monopoli perdagangan renpah-rempah dalam wilayahnya kepada
kompeni.

Tanggal 2 Oktober 1987, Sultan Saifuddin wafat di istana Kesultanan Tidore


akibat penyakit lepra. Wafatnya Sultan membawa dampak yang sangat berat bagi
kesultanan Tidore. Setelah itu terjadi pergolakan demi pergolakan terutama di
daerah-daerah seberang laut. Pada saat itu Tidore dipimpin oleh sultan Hamzah
Fahruddin. Dalam kurun waktu hampir seratus tahun, Tidore tidak lagi memiliki
sultan yang setara dengan sultan Saifuddin. Hingga ketika sultan Nuku
(Jamaluddin) dari Tidore bangkit melawan Belanda yang mengabibatkan ia
ditangkap oleh belanda beserta keluarganya tahun 1983 dan diasingkan di Batavia
dan kemudian ke Sri Lanka dan wafat di sana. Dan Belanda ikut serta dalam
kekuasaan kesultanan Tidore dengan mengangkat Petra Alam sebagai sultan
pengganti Jamaluddin.30

Belanda ikut serta terhadap urusan internal kekuasaan yang mengakibatkan


rakyat marah, lalu rakyat menyerbu Istana Tidore. Pada saat itu (1797) Sultan
Nuku Kaicil dengan mengerahkan armada laut berhasil merebut Tidore dari
kekuasaan sultan Patra Alam. Pada masa kepemimpinannya Tidore berhasil
bangkit kembali. Sultan Nuku Kaicil mendapat gelar “Sri Maha Tuan Sultan
Syaidul Jihad Amiruddin Syaifuddin Syah Muhammad El Mabus Kaicil
Paparangan Jou Barakati”, pada saat ini kekuasaan Tidore sampai pada Papua
bagian barat, kepulauan Kei, kepulauan Aru, bahkan sampai di kepulauan
Pasifik.31

Selama masa pemerintahannya Sultan berusaha mewujudkan empat cita-cita


politik yaitu: Pertama, mempersatukan seluruh kesultanan Tidore. Kedua,
memulihkan empat pilah kekuasaan Maluku. Ketiga, mengupayakan persekutuan
antara empat kesultanan Maluku. Keempat, mengenyahkan penjajahan dari bangsa

30
Ibid. hlm. 176
31
Komaruddin Hidayat, dkk.

33
asing di Maluku. Sultan Nuku berhasil menghidupkan kembali kebesaran
kesultanan Maluku yaitu Tidore, Bacan, dan Jailolo.32

Pada tanggal 14 November 1805, sultan Nuku wafat dalam usia 67 tahun.
Maluku kehilangan sosok pemimpin yang dikenal sebagai Jou Barakati,
dikalangan orang Inggris dikenal dengan Lord of Fortune. Sepeninggalan sultan
Nuku, sejarah berulang kembali. Sultan yang berkuasa haus akan kekuasaan dan
mengedepankan ego mereka dan kembalinya Belanda yang ikut serta dalam alih
kepemimpinan di Maluku. Hal ini menyebabkan kesultanan Tidore melemah dan
terpuruk.33

I. Kerajaan Cirebon

Cirebon merupakan kota di Jawa Barat dengan luas sekitar 3735,8 hektar
dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Menurut cerita Cirebin berasal dari
kata caruban (campuran). Hal ini didasarkan pada mayoritas masyarakat Cirebon
yang dulunya merupakan campuran yaitu banyak pendatang dari berbagai latar
belakang, suku, agama dan dengan berbagai kepentingan. Awalnya dakwah Islam
disebarkan di Gresik oleh sunan Gresik. Dan pelabuhan merupakan tonggak
utama dalam persebaran Islam di Cirebon maupun Nusantara.34

Pangeran Walangsungsang (Cakrabuana), putra mahkota Padjajaran dari


pernikahan Prabu Siliwangi dan Ratu Subang Larang. Pangeran Walangsungsang
tidak dapat takhta di Padjajaran karena lebih memilih Islam sebagai agamanya
ketimbang Sunda Wiwitan (agama leluhur). Lalu beliau dengan adiknya Nimas
Rara Santang pergi dari Padjajaran menuju Cirebon dengan tujuan memperdalan
ke-Islamannya. Mereka membuat tempat tinggal yang kini menjadi bagian dari
Keraton Kanoman Cirebon dan meneruskan kedudukan Kakeknya. Setelah
menunaikan Haji Walangsungsang dikenal sebagai Haji Abdullah Iman, dan

32
Darmawijaya, Op Cit. Hlm. 178
33
Adnan Amal, Portugis dan Spanyol di Maluku (Jakarta: Komunitas Bambu,2010) hlm. 156
34
Binuko Amarseto, Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Istana Media, 2015)
hlm. 286

34
sebagai Raja pertama kesultanan Cirebon yan memerintah keraton Pakungwati
serta aktif berdakwah kepada penduduk Cirebon.35

Kesultanan Cirebon didirikan tahun 1552 berkaitan dengan keberadaan


kesultanan Demak. Tahun 1479 Masehi Sunan Gunung Jati menetap di Cirebon
dan diberi wewenang oleh Walangsungsang yang merupakan paman serta
mertuanya. Dan dengan demikian Sunan Gunung Jati merupakan ‘Pandita Ratu’
karena selain sebagai kepala pemerintahan (penguasa) juga berperan sebagai Wali
Sanga. Dan dengan ini pula Cirebon menjadi Kesultanan Cirebon.

Sebagai penguasa kebijakan politik pertamanya adalah menggalang kekuatan


dengan Kerajaan Demak (Ambary, 1995: 13) dan kekuatan Islam serta
melepaskan diri dari kekuaan kerajaan Sunda Padjajaran. Keputusan ini membuat
raja Padjajaran marah dan mengirimkan Tumenggung Jagabaya serta pasukan
untuk mengancam rakyat Cirebon untuk membayar upeti. Namun setibanya di
Cirebon mereka tidak menjalankan perintah dan ‘membelot’ ingin belajar agama
Islam. Dan akhirnya mereka mengabdi pada sunan Gunung Jati.36

Pada masa pemerintahan Sunan Gunung Jati, kesultanan Cirebon mengalami


perkembangan yang sangat pesat. Bidang keagamaan, perdagangan, politik sangat
maju. Pada masa ini Islamisasi sangat diintensifkan, pada tahun 1525-1526, islam
disebarkan ke Banten dengan menempatkan putra sultan Gunung Jati , Maulana
Hasanuddin. Maulana Hasanuddin brhasil menumbangkan pemerintahan Pucuk
Umum di Banten dan membentuk pemerintahan yang berkedudukan di
Surosowan di dekat Muara Cibanten.37

Dalam pertempuran merebut pelabuhan Sunda Kalapa yang ditujukan untuk


memperluas wilayah serta menyebarkan agama Islam, Sunan Gunung Jati
menerapkan strategi penyelarasan politik dengan ambisi politik yang dilakukan
kesultanan Demak. Hal ini dapat dipahami karena hubungan kekerabatan yang

35
1Heru Erwanto, Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon. Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional
Bandung. Vol. 4. No 1, Mei 2012, hlm. 170
36
Ibid. hlm. 173
37
Loc Cit.

35
erat antara kesultanan Cirebon dengan kesultanan Demak. Pertempuran ini terjadi
tahun 1527 dan melibatkan kesultanan Cirebon, Banten serta Demak. Ka berhasil
mengusir tentara Portugis dari pelabuhan dan dapat menguasai pelabuhan Sunda
Kelapa. Kondisi ini semakin menguntungkan bagi kesultanan Cirebon baik di
bidang perdagangan maupun penyebaran islam.38

Setelah berhasil menguasai pelabuhan sunan Gunung Jati mengembangkan


sistem politik menjadi desentralisasi yang berpola kerajaan pesisir. Strategi ini
dilakukan dengan menerapkan program pemerintah yang bertumpu pada intensitas
pengembangan dakwah Islam ke seluruh wilayah serta menitikbekan perdagangan
dengan berbagai negara seperti Campa, India, Malaka, Cina dan Arab.

Tahun 1528 pemerintahan diserahkan pada Pangeran Pasarean, putra Gunung


Jati. Pangeran belum sempat bertahta, meninggal di Demak tahun 1546. Lalu
Pangeran Sawarga dipromosikan untuk menggantikan Sunan Gunung Jati. Ia telah
menduduki jabatan penting di birokrasi dan mendapat gelar Pangeran Dipati
Carbon. Akan tetapi ia meninggal dunia tahun 1565.

Tahun 1568 Sunan Gunung Jati meninggal dunia dan digantikan oleh
Fadhillah Khan hingga meninggal, 1570. Setelah itu cicit Sunan Gunung Jati ,
pangeran Emas putra Pangeran Swarga Dipati Carbon. Ia bergelar Panembahan
Ratu I. Pada masa ini kesultanan Cirebon tak lagi melakukan ekspansi ke daerah-
daerah lain karena pada saat itu posisi Banten terjepit oleh dua kerajaan besar,
Banten (timur) dan Mataram (barat).

Sepeninggalan Panembahan I, 1649. Kepemimpinan digantikan oleh


Pangeran Putra atau disebut Raden Rasmi, Panembahan II yang merupakan cucu
dari Panembahan I. Selama Panembahan Ratu II dan kedua puteranya berada di
Mataram, pemerintahan dipegang oleh putra ketiganya, Pangeran Wangsakerta.

38
Ibid. hlm. 174

36
Pangeran mendapat pengawasan ketat oleh orang-orang Mataram yang
ditugaskan.39

Tahun 1667 Panembahan Ratu II meninggal di Girilaya. Terjadi kekosongan


kekuasaan. Pangeran Wangsakerta khawatir dengan nasib kedua kakaknya dan
pergi meminta bantuan ke Banten. Dengan bantuan Sultan Ageng Tirtoyoso
mereka melakukan pemberontaka Trunojoyo dan kedua Pangeran berhasil
diselamatkan.

Tahun 1677, terjadi pembagian kesultanan Cirebon. Kesultanan terbagi


menjadi tiga. Sultan keraton kasepuhan, Pangeran Marta Wijaya (1677-1703).
Sultan Kanoman, Pangeran Kartawijaya (1677-1723). Panembahan Cirebon,
Pangeran Wangsakerta (1677-1713).

Tahun 1807, Suksesi para Sultan berjalan dengan lancar, sampai pada saat
pemerintahan Sultan Anom IV (1798-1803), terjadi perpecahan karena salah satu
putranya, Pangeran Raja Kanoman ingin memisahkan diri membangun kesultanan
Kacirebonan. Ini mendapat dukungan oleh kolonial Belanda.

Setelah masa kemerdekaan Indonesia, kesultanan Cirebon tidak lagi


merupakan pusat dari pemerintahan dan pengembangan agama Islam. Keraton-
keraton yang ada tetap menjalankan perannya sebagai pusat kebudayaan
masyarakat.40

J. Kerajaan Bone

Sejarah mencatat bahwa Bone merupakan salah satu kerajaan besar di


Nusantara pada masa lalu. Dituliskan dalam catatan sejarah bahwa kerajaan ini
didirikan oleh Manurung E Rimatajang. Kerajaan Bone mencapai kejayaan pada
masa pemerintahan Latenritatta Towappatunru Daeng Serang Dattu Mario
Riwawo Aru Palakka Malampee Gemmekna Peta Torisompae Matinroe ri

39
Ibid. Hlm. 179
40
Kiswantoro, “Sejarah Kesultanan Cirebon”.
http://juragansejarah.blogspot.com/2015/09/sejarah-kesultanan-cirebon.html?m=1 diakses 13
November 2018 pukul 20.08

37
Bontoalo pada pertengahan abad ke 17. Raja Bone pertama yang masuk Islam
adalah raja Bone ke-XI, Latenri Lawe Bongkang. Setelah masuk Islam beliau
dijuluki Sultan Adam.41

Raja Bone sangat giat dalam menggerakkan atau berdakkwah Islam hingga ke
pelosok desa. Dalam bidang politik dan tata kerajaan Bone pada masa lalu sangat
menjunjung tinggi nilai demokrasi atau kedaulatan rakyat. Hal ini dibuktikan
dengan penerapan representasi kepentingan rakyat dengan lembaga perwakilan
mereka di dalam dewan adat yang disebut dengan “Ade Pitoe” atau tujuh orang
pejabat adat yang bertindak sebagai penasehat Raja. Segala masalah yang terjadi
selalu dimusyawarahkan oleh Ade Pitoe dan hasilnya disampaikan pada Raja
untuk dilaksanakan.

Dalam menjalankan pemerintahan kerajaan sangat mengedepankan asas


kemanusiaan dan musyawarah. Prinsip ini berasal dari pesan Kajaolaliddong
(1507-1586) seorang cendikia di kerajaan Bone. Isi pesan ini sebagaimana
dikemukakan oleh Wiwiek P. Yoseph (1982: 10) yaitu empat faktor yang
membesarkan suatu kerajaan:

1. Seuwani, Temmatinro matanna Arung MangkauE mitai munrinna GauE


= Mata Raja tak terpejam memikirkan akibat segala perbuatan.
2. Maduanna, Maccapi Arung MangkauE duppai ada’ = Raja harus pintar
menjawab kata-kata.
3. Matellunna, Maccapai Arung MangkauE mpinru ada’ = Raja harus
pintar membuat kata-kata atau jawaban.
4. Maeppa’na, Tettakalupai surona mpawa ada tongeng = Duta tidak lupa
menyampaikan kata-kata yang benar.

Pesan ini memiliki makna yang mendalam bagi seorang raja, bahwa betapa
pentingnya perasaan, pikiran, dan kehendak rakyat untuk dipahami dan disikapi
dengan baik oleh seorang pemimpin.

41
Binuko Amarseta, Op Cit. hlm. 296

38
Kerajaan Bone menjunjug tinggi kerjasama dan pendekatan diplomasi dengan
daerah lain untuk membangun negeri yang besar lagi baik. Ini dibuktikan dengan
kerjasama atau perjanjian antara kerajaan Bone, Wajo dan Soppeng yang dikenal
dengan Tellum Poccoe atau dalam istilah lain “La Mumpatue Ri Tumurung” ini
dimaksudkan untuk memperkuat posisi kerajaan dalam menghadapi tantangan
dari luar Sulawesi.

Kerajaan Bone banyak memetik sari pati ajaran Islam dalam menghadapi
kehidupan, menjawab tantangan pembangunan dan dalam menghadapi perubahan-
perubahan yan sangat cepat. Dan akibat semangat religiusitas orang Bone dapat
menjawab perkembangan zaman dengan segala bentuk perubahan dan dinamika.42

Kerajaan Bone mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan


Latenritatta Towappatunru Daeng Serang Dattu Mario Riwawo Aru Palakka
Malampee Gemmekna Peta Torisompae Matinroe ri Bontoalo. Pada masa ini
kerajaan memiliki potensi yang beragam dalam bidang pertanian, perkebunan,
kelautan. Hal ini mampu memakmurkan rakyat serta didukung oleh kekuatan
militernya.

Kesultanan Bone menjadi yang terkuat di Sulawesi setelah runtuhnya


kerajaan Gowa. Kerajaan Bone menjalin hubungan persekutuan dengan
kesultanan Soppeng, Luwu dan negara kecil lain. Setelah peralihan kekuasaan dari
Inggris ke Belanda, suasana masih tetap damai hingga Sultan Bone meninggal
pada tahun 1823, digantikan oleh saudarinya, Aru Datu.

Pada pemerintahan Aru Datu kerajaan Bone mencoba merevisi Perjanjian


Bongaya. GubJend. G.A.G.Ph. van der Capellen antara tanggal 8 Maret hingga 21
September 1824 mengadakan wisata ke Sulawesi dan kepulauan Maluku, semua
penguasa datang memberi penghormatan kecuali penguasa Suppa dan Tanete.
Setelah perundingan Van der Capellen kembali ke Batavia, setelah itu Van der

42
Ibid. hlm.297

39
Capellen mengirim ekspidisi ke kesultanan Bone dengan sekitar 500 prajurit
membawa 4 meriam, 2 howitzer, 600 prajurit pembantu dari pribumi.43

Letnan kolonel Hubert Joseph Jean Lambert de Stuers kala itu memimpin
pasukan yang dikirim untuk menyerang (menghukum Bone), awalnya pasukan
dapat dipukul mundur oleh Tanete. Tapi akhirnya mereka dapat menduduki
kerajaan dan berhasil mengasingkan Aru Datu. Tahun 1911 M ia wafat di
Bandung dan dibarengi runtuhnya kerajaan Bone.44

K. Kerajaan Gowa Tallo


1. Sejarah Kerajaan Gowa Tallo
Pada abad ke 11 di Sulawesi selatan terdapat kerajan Gowa, Tallo, Wajo,
Soppeng, dan Luwu. Perkembangn kerajaan-kerajaan itu tidak sama karena
masing-masing mempunyai potensi yang berbeda. Kerajaan Gowa dan tallo
letaknya strategis karena dekat dengan jalur perdaganggan sehingga sering
menjadi tempat persinggahan pedagang dari Ternate dan Tidore yang akan
berdagang ke Malaka atau jawa, sedangkan kerajaan ini tidak sebesar dua
kerajaan itu. Kerajaan Gowa dan Tallo akhirnya dipersatukan. Kerajaan Gowa
Tallo, berpusat di Sombaopu (Makassar). Letak Sombaopu yang strategis
membuat pedagang Maluku Suka singgah dan berdagang di kerajaan itu sehingga
Sombaopu menjadi penghubung antara Malaka, Jawa, dan Maluku.45
Sebelumnya Kerajaan Gowa Tallo telah berhubungan baik dengan Sultan
Ternate yang telah memeluk agama Islam. Pada awal abad ke-17, Raja Gowa,
Daeng Manrabia, memeluk agama Islam dan bergelar Sultan Alauddin. Sejak itu
agama Islam berkembang pesat. Puncak kejayaan Gowa dicapai pada masa
pemerintahan Sultan Hasanuddin.46

43
Ibid. hlm. 300
44
Ibid. hlm. 301
45
Ferry, Purwanta, Ignaz, Sumardianta, Kerajaan-Kerajaan Hindu, Budha, dan Islam di Indonesia,
(Jakarta : Grasindo), halaman 39.
46
Purwanta, Ferry, Sumardianta, Ignaz, Sejarah SMA/MA Kelas XI Bahasa, (Jakarta : Grasindo), hal
54.

40
Sebagian besar masyarakat Makasar adalah nelayan dan pedagang. Mereka
giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari
mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya.
Walaupun masyarakat Makasar memiliki kebebasan untuk berusaha dalam
mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat
terikat dengan norma adat yang mereka anggap sacral. Masyarakat Makasar juga
mengenal pelapisan social yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan
bangsawan dan keluarganya disebut dengan “Anak arung/Karaeng”, sedangkan
rakyat kebanyakan disebut “to Maradeka” dan masyarakat lapisan bawah yaitu
para hamba-sahaya disebut dengan golongan “Ata”. Dari segi kebudayaan, maka
masyarakat Makassar banyak menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan
dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang
dibuat oleh orang Makassar dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo.47
2. Kejayaan dan Keruntuhan Kerajaan Gowa Tallo
Sultan Hasanuddin berniat menguasai jalur perdagangan Indonesia bagian
timur, sehingga harus menghadapi VOC sebelum menguasai Maluku yang kaya
akan lada. Keberanian Hasanuddin melawan Belanda menyebabkan ia
mendapatkan julukan Ayam Jantan dari Timur.
Pada tahun 1667 dengan bantuan Raja Bone, Belanda berhasil menekan
Makassar untuk menyetujui Perjanjian Bongaya. Perjanjian ini berisi 3
kesepakatan, yaitu:
1. Voc Mendapat hak monopoli perdagangan di Makassar.
2. Belanda dapat mendirikan benteng Rotterdan di Makassar, dan Makassar
harus melepas kerajaan daerah yang dikuasainya seperti Bone, Soppeng.
3. Mengakui Alu Palaka sebagi raja Bone.48
3. Peninggalan-Peninggalan Kerajaan Gowa Tallo
a. Fort Rotterdam (Benteng Ujung Pandang)

47
Strahmadany, https://strahmadaniy.wordpress.com/2017/06/17/kesenian-peninggalan-
kerajaan-gowa/, diakses pada tanggal 15 November 2018 pukul 22:29.
48
https://www.sejarah-negara.com/2014/08/masa-kejayaan-kerajaan-makasar.html, diakses
pada tanggal 15 November 2018 pukul 23:22.

41
Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat kota Makassar,
Sulawesi Selatan. Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9
yang bernama I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa’risi’ Kallonna.
Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan
Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti menjadi batu
padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada di daerah Maros. Benteng
Ujung Pandang ini berbentuk seperti penyu, karena penyu bisa hidup di darat
maupun di lautan. Begitu juga Kerajaan Gowa ini yang Berjaya di lautan dan di
daratan.
b. Masjid Katangka
Masjid Katangka didirikan pada tahun 1605 M. sejak berdirinya telah
mengalami beberapa pemugaran. Pemugaran itu berturut-turut dilakukan oleh
Sultan Mahmud (1818), Kadi Ibrahim (1921), Haji Mansur Daeng Limpo, Kadi
Gowa (1948), dan Andi Baso, Pabbicarabutta Gowa (1962) sangat sulit
mengidentifikasi bagian paling awal (asli) bangunan masjid tertua Kerajaan Gowa
ini.
c. Ballak Lompoa Ri Gowa
Dibangun sejak tahun 1936 setelah diangkat Raja Gowa XXXV, I Mangngi-
mangngi Daeng Matutu, Karaeng Bontonompo yang bergelar Sultan Muhammad
Tahir Muhibuddin. Dengan dibangunnya Balla Lompoa sebagai tempat kediaman
sekaligus juga sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Gowa.
d. Tari Pakkarena
Suatu tarian adat dari Kerajaan Gowa. Dahulu kala selalu ditarikan oleh putri
bangsawan pada setiap peristiwa atau upacara-upacara penting dalam lingkungan
istana sebagai pemujaan atas dewa-dewa.
e. Tari Bosarak
Tari Bosara, merupakan tarian untuk menyambut para tamu terhormat.
Gerakan-gerakan badannya sangat luwes. Dahulu sering ditarikan pada setiap
acara penting untuk menjamuraja dengan suguhan kue-kue sebanyak dua kasera.
Juga ditarikan saat menyambut tamu agung, pesta adat dan pesta perkawinan.

42
Tarian ini mengambarkan bahwa orang Bugis jika kedatangan tamu senantiasa
menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran dan kehormtan.49

L. Kerajaan Pajang
1. Sejarah Kerajaan Pajang
Joko Tingkir menjadi raja pertama dari Kerajaan pajang ini. Kedudukannya,
yang disahkan pula oleh Sunan Giri (seorang dari wali 9), segera mendapat
pengakuan dari adipati-adipati di seluruh Jawa Tengah dan Timur.
Demak sendiri kini hanya menjadi daerah seorang adipati, dan adipatinya
adalah arya Pangiri, seorang anak dari Sultan Prawoto, yang diangkat oleh Sultan
Pajang.
Diantara para pengikut Joko Tingkir, yang besar sekali jasanya dalam
membinasakan Arya Panangsang, adalah Kyai Ageng Pamanahan. Sebagai
imbalan Kyai Ageng ini dihadiahi daerah Mataram (sekitar kota Gede, dekat
Yogyakarta sekarang) untuk pemukimannya. Karena ini maka ia lebih terkenal
sebagai Kyai Gede Mataram. Orang inilsh ysng menjadi perintis dari apa yang
nantinya menjadi kerajaan Mataram.
Kyai Gede Mataram dalam waktu singkat dapat menjadikan daerahnya daerah
yang sangat maju. Ia sendiri tidak mengecap hasil usahanya, ia meninggal dalam
tahun 1575, tetapi anaknya bernama Sutowijoyo, melanjutkan usaha itu dengan
sangat giat. Sutowijoyo ini adalah orang yang gagah berani, mahir benar dalam
hal peperangan, dank arena itu nantinya lebih terkenal sebagai Senapati ing Alaga
(=panglima perang)
Sementara itu di Pajang etrjadi perubahan yang besar. Joko Tingkir
meninggal dalam tahun 1582. Anaknya, Pangeran Benowo, disingkirkan oleh
Arya Pangiri (dari Demak) dan dijadikan adipati di Jipang. Maka sebagai Sultan
Pajang kini bertakhtalah Arya Pangiri itu, yang melanjutkan darah Demak.
Baru ini dengan tindakan-tindakannya yang merugikan rakyat, segera
menimbulkan rasa tidak senang di mana-mana. Kenyataan ini merupakan
kesempatan yang baik bagi Pangeran Benowo untuk merebut kembali

49
Ibid.

43
kekuasaannya. Ia minta bantuan kepada Senapati dari Mataram, yang juga
memang menginginkan robohnya kerajaan pjang dan sudah lebih dahulu
mengambil langkah-langkah untuk melepaskan daerahnya dari Pajang itu.
Pajang diserang dari dua jurusan, dan Arya Pangiri menyerah kepada
Senapati, Pangeran Benowo sendiri tidak sanggup kalau harus menghadapi
kawannya itu, maka bersedia mengakui kekuasaan Senapati. Keraton Pajang
dipindah ke Mataram, dan mulailah kini riwayat kerajaan Mataram 91586) yang
nantinya memenuhi Sejarah Indonesia jaman madya.50
2. Kemunduran dan Keruntuhan Kerajaan Pajang
Setelah sultan Hadiwijaya meninggal, terjadi perebutan kekuasaan antara
penerus-penerusnya. Kemudian ia digantikan oleh Aria Pangiri yang berasal dari
Demak. Aria Pangiri kemudian bertempat tinggal di keraton Pajang. Dalam
menjalankan roda pemerntahannya, Arya Pangiri banyak didampingi oleh orang-
orang dari Demak. Selain itu, tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Arya Pangiri
juga banyak yang merugikan rakyat, sehingga menimbulkan rasa tidak senang
dari rakyat.
Sementara itu, seorang anak dari sultan Hadiwijaya yang bernama Benawa,
dijadikan penguasa di Jipang. Pangeran Benawa merasa tidak puas dengan jabatan
yang didapatnya. Sehingga ia meminta bantuan kepada senopati Mataram,
Sutawijaya, untuk menyingkirkan Aria Pangiri.
Pada tahun 1586, Pangeran Benawa yang telah bersekutu dengan Sutawijaya,
mengambil keputusan untuk menyerbu Pajang. Gabungan pasukan Mataram dan
Jipang berangkat untuk menurunkan Arya Pangiri dari takhtanya.
Perang terjadi di kota Pajang. Pasukan Arya Pangiri yang terdiri atas 300
orang Pajang, 2000 orang Demak, dan 400 orang seberang dapat dikalahkan
pasukan koalisi Benawa dan Sutawijaya. Arya Pangiri sendiri tertangkap, tetapi
diampuni nyawanya setelah Ratu Pembayun, istrinya meminta ampunan.
Sutawijaya mengembalikan Arya Pangiri ke Demak, serta
mengangkat Pangeran Benawa sebagai raja baru di Pajang. Benawa kemudian
berinisiatif untuk membalas budi kepada kesultanan Mataram, ia kemudian

50
Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3, (Yogyakarta: Kanisius, 1973), hal 54-55.

44
berinisiatif untuk menyerahkan hak atas warisan ayahnya kepada Senopati
Mataram tersebut. Namun, senopati menolak.
Senopati tersebut kemudian meminta “Perhiasan emas intan kerajaan Pajang”.
Dengan demikian, pangeran Benawa dikukuhkan menjadi sultan di kerajaan
Pajang, namun dibawah kekuasaan Mataram. Sepeninggal sultan Benawa,
terdapat beberapa orang sultan yang sempat memerintah. Tetapi pada tahun 1617-
1618 M, terjadi pemberontakan besar di Pajang yang dipimpin oleh Sultan Agung.
Pada tahun 1618 M, kerajaan Pajang mengalami kekalahan melawan Mataram.
Dengan demikian, runtuhlah kerajaan Pajang ini.
3. Peninggalan Kerajaan Pajang
a. Masjid Laweyan
Masjid Laweyan merupakan masjid peninggalan kerajaan Pajang yang hanya
bisa ditemukan di Kampung Batik, Laweyan, Solo. Masjid itu dibangun pada
tahun 1546 oleh raja pajang pertama.
Menurut beragam sumber, masjid ini mulanya adalah sebuah pura tempat
ibadah kaum Hindu di Pajang. Karena keakraban Ki Ageng Henis dengan raja
Hindu setempat, pura Laweyan itu kemudian dirubah menjadi masjid untuk
melayani peribadahan umat Islam Laweyan. Maka dari itu, masjid Laweyan juga
sering disebut masjid Ki Ageng Henis.
b. Makam Para Bangsawan
Di sekitar pelataran Masjid Lawean terdapat sebuah kompleks pemakaman
kaum bangsawan Kerajaan Pajang. Kompleks pemakaman itu ada 20 makam dan
salah satunya merupakan makam Ki Ageng Henis, beliau adalah salah satu pendiri
Kerajaan Pajang. Makam-makam tersebut sering di hampiri para wisatawan
ataupun orang yang berkunjung ke masjid Laweyan sesudah menunaikan ibadah.
c. Bandar Kabanaran
Bandar Kabanaran adalah tempat perdagangan yang terletak di tepi sungai
Begawan Solo. Pada zaman kekuasaan Kerajaan Pajang, bandar ini di pakai
sebagai jalur penghubung lalu lintas perdagangan dari Jawa ke bandar besar
Nusupan.

45
Beberapa para ahli megatakan bahwa selain untuk tempat perdagangan,
bandar itu juga di gunakan sebagai tempat dakwah dan penyebaran Islam sekitar
pajang. namun demikian, bandar itu sekarang tidak begitu menjadi pusat perhatian
dikarenakan sedikitnya hal-hal yang unik.
d. Kesenian Batik
Kerajaan pajang pada masa lampau juga mewariskan kesenian batik tulis.
Batik yang selama ini di kenal oleh masyarakat. ternyata sejarah awalnya
pembuatan batik pertama kali yang membuat adalah masyarakat laweyan saat
masa kerajaan pajang.
Meskipun kesenian batik Laweyan pernah pudar karena perkembangan batik
printing yakni pada tahun 1980. namun kini ke populeran kain batik tulis ini
kembali naik daun berkat minat masyarakat yang semakin besar terhadap kain
batik tulis ini.51

M. Kerajaan Kutai Kartanegara


1. Sejarah Kerajaan Kutai Kartanegara
Pada abad ke-17, agama islam diterima dengan baik oleh kerajaan kutai
Kartanegara. Selanjutnya, banyak nama islami yang akhirnya digunakan pada
nama raja dan keluarga Kerajaan Kutai Kartanegara. Sebutan raja pun diganti
dengan sebutan Sultan. Sultan yang pertama kali menggunakan nama Islam
adalah Sultan Aji Muhammad Idris (memerintah yahun 1735-1739). Sultan Aji
Muhammad Idris yang merupakan menantu dari Sultan Wajo Lamaddukelleng
berangkat ke tanah Wajo, Sulawesi Selatan untuk turut bertempur melawan VOC
bersama rakyat Bugis. Pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara untuk
sementara dipegang oleh Dewan Perwalian.
Pada tahun 1739, Sultan Idris gugur di medan pertempuran. Sepeninggal
Sultan Idris, terjadilah perebutan tahta kerajaan oleh Aji Kado. Putra mahkota
kerajaan Aji Imbut yang saat itu masih kecil kemudian dilarikan ke Wajo. Aji

51
Iwan, https://pintasilmu.com/peninggalan-kerajaan-pajang-islam/, diakses pada tanggal 15
November 2018 pukul 23:11.

46
Kado kemudian meresmikan namanya sebagai Sultan Kutai kartanegara dengan
menggunakan gelar Sultan Aji Muhammad Aliyeddin.
Setelah dewasa, Aji Imbut sebagai putra mahkota yang sah dari Kesultanan
Kutai Kartanegara kembali ke tanah Kutai. Oleh kalangan bugis dan kerabat
istana yang setia pada almarhum Sultan Idris, Aji Imbut dinobatkan sebagai
Sultan Kutai Kartanegara denga gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin.
Penobatan Sultan Muslihuddin tersebut dilaksanakan di Mangkujenang
(Samarinda Seberang). Sejak itu, dimulailah perlawanan terhadap Aji Kado.
Perlawanan berlangsung denga siasat embargo yang ketat oleh Mangkujenang
terhadap Pemarangan. Armada bajak laut Sulu terlibat dalam perlawanan ini
dengan melakukan penyerangan dan pembajakan terhadap Pemarangan. Pada
tahun 1778, Aji Kado meminta bantuan VOC tapi tidak dapat dipenuhi. Pada
tahun 1780, Aji Imbut berhasil merebut kembali ibu kota Pemarangan dan secara
resmi dinobatkan sebagai sultan dengan gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin
di istana Kesultanan Kutai Kartanegara. Aji Kado dihukum mati dab dimakamkan
di Pulau Jembayan.
Sultan Aji Muhammad Muslihuddin memindahkan ibukota Kesultanan Kutai
Kartanegara ke Tepian Pandan pada 28 September 1782. Perpindahan ini
dilakukan untuk menghilangkan pengaruh kenangan pahit masa Pemerintahan Aji
Kado dan Pemarangan dianggap telah kehilangan tuahnya. Nama Tepian Pandan
kemudian diubah menjadi Tangga Arung yang berarti Rumah Raja, lama
kelamaan Tangga Arung lebih popular dengan sebutan Tenggarong dan tetap
bertahan hingga kini.52
2. Kejayaan dan Keruntuhan Kerajaan Kutai
Tidak banyak informasi mengenai Kerajaan Kutai yang temukan. Tetapi
menurut prasasti Yupa, puncak kejayaan Kerajan Kutai berada pada masa
kepemerintahan Raja Mulawarman. Pada masa pemerintahan Mulawarman,
kekuasaan Kerajaan Kutai hampir meliputi seluruh wilayah Kalimantan Timur.
Rakyat Kerajaan Kutai pun hidup sejahtera dan makmur.

52
Prawoto, Seri IPS Sejarah 1 SMP kelas VII, (Kartasura : Yudhistira, 2007), hal 94-95.

47
Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma
Setia tewas dalam peperangan melawan Aji Pangeran Sinum Panji yang
merupakan Raja dari Kerajaan Kutai Kartanegara. Kerajaan Kutai dan Kerajaan
Kutai Kartanegara merupakan dua buah kerajaan yang berbeda. Kerajaan Kutai
Kartanegara berdiri pada abad ke-13 di Kutai Lama. Terdapatnya dua kerajaan
yang berada di sungai Mahakam tersebut menimbulkan friksi diantara keduanya.
Pada abad ke-16 terjadi peperangan diantara kedua Kerajaan tersebut.53

N. Peninggalan-Peninggalan Kerajaan Islam di Indonesia


1. Masjid Agung Demak

53
http://www.rumahpintarr.com/2016/01/sejarah-kejayaan-keruntuhan-dan.html, diakses
pada tanggal 15 November 2018, pukul 23:48.

48
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam di Indonesia muncul dibawa oleh pedagang muslim, dan
berkembangnya Islam di Indonesia ditandai dengan berdirinya kerajaan-kerajaan
Islam di Indonesia. Pembahasan terbatas dai kerajaan Samudra Pasai hingga Kutai
Kartanegara. Banyak persamaan tujuan dalam pendirian Kerajaan Islam di
Nusantara, yakni menyebarkan Islam di seluruh Indonesia.
Ada berbagai pendapat tentang masuknya dan berkembangnya Islam di
Indonesia. Kita sebagai pelajar dalam menyikapinya dengan berpikir jernih dan
membuka wawasan tentang sejarah Islam di Nusantara dengan membaca dari
berbagai sumber. Dan kita pelajari berbagai faktor berdirinya suatu kerajaan
hingga faktor keruntuhannya.
B. Saran
Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
oleh karena itu kami menbutuhkan adanya kritik dan saran yang nanti akan
menjadi suatu pelajaran yang membangun kami untuk lebih baik lagi dalam
pembuatan makalah yang akan dating. Kami mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang sudah membantu terselesaikannya makalah ini.

49
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Amal, Adnan. 2010. Portugis dan Spanyol di Maluku. Yogyakarta. Istana Media
Amarseto, Binuko. 2015. Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta.
Istana Media
Amin, Samsul Munir. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta. Remaja
Rosdakarya
Darmawijaya.2010. Kesultanan Islam Nusantara. Jakarta. Pusat al Kautsar
Ferry dkk. Kerajaan-Kerajaan Hindu, Budha, dan Islam di Indonesia. Jakarta.
Grasindo
Hamka. 2016. Sejarah Umat Islam. Depok. Gema Insani
Mundzirin. 2006. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. Yogyakarta. Pustaka
Soekmono. 1973.Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3.Yogyakarta.
Kanisius

Yatim, Badri. 1993. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Prawoto. 2007. Seri IPS Sejarah 1 SMP kelas VII. Kartasura.Yudhistira

Internet dan Jurnal.

Erwanto, Heru. Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon. Balai Pelestarian Sejarah dan
Nilai Tradisional Bandung. Vol. 4. No 1, Mei 2012
http://digilib.uins by.ac.id/12899/5/Bab%202.pdf, pada tanggal 16 November
2018 pukul 19.30.
http://wawasansejarah.com/sejarah-mataram-islam/, pada tanggal 16 November
2018 pukul 19.30.
http://www.rumahpintarr.com/2016/01/sejarah-kejayaan-keruntuhan-dan.html,
diakses pada tanggal 15 November 2018, pukul 23:48.

https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Ternate, pada tanggal 16 November 2018


pukul 19.30.

50
https://www.gurupendidikan.co.id/kerajaan-makassar-sejarah-raja-dan-
peninggalan-beserta-kehidupan-politiknya-secara-lengkap/, pada tanggal 16
November 2018 pukul 19.30.
https://www.sejarah-negara.com/2014/08/masa-kejayaan-kerajaan-makasar.html,
diakses pada tanggal 15 November 2018 pukul 23:22.
Iwan, https://pintasilmu.com/peninggalan-kerajaan-pajang-islam/, diakses pada
tanggal 15 November 2018 pukul 23:11.
Kiswantoro, “Sejarah Kesultanan Cirebon”.
http://juragansejarah.blogspot.com/2015/09/sejarah-kesultanan-cirebon.html?m=1
diakses 13 November 2018 pukul 20.08
Purwanta dkk. Sejarah SMA/MA Kelas XI Bahasa.Jakarta. Grasindo
Strahmadany, https://strahmadaniy.wordpress.com/2017/06/17/kesenian-
peninggalan-kerajaan-gowa/, diakses pada tanggal 15 November 2018 pukul 22:29.

51

Anda mungkin juga menyukai